Gugus Pulau Kaledupa
II. TINJAUAN PUSTAKA
6) Lembaga Swadaya Masyarakat
2.9 Penelitian Terdahulu
Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini, baik yang dilakukan di lokasi penelitian maupun pada kasus yang terjadi di lokasi lain, disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 1 Penelitian Terdahulu
Peneliti dan Tahun
Sumber Laporan
Judul Alat Analisis Hasil yang Diperoleh
1 2 3 4
Ismiranti (2005)
Analisa pengelolaan sumber
daya wilayah Kabupaten
Administrasi Kepulauan
Seribu dalam perspektif
desentralisasi wilayah
- Analisis data spasial
- Analisis data atribut
- Simulasi model ekosistem dengan menggunakan perangkat lunak Ventana Simulation (Vensim) 5.1b
- Adanya kecenderungan penurunan potensi sumberdaya alam
berupa luas lahan, ikan dan non ikan yang diakibatkan oleh pertambahan jumlah penduduk (1,47% per tahun)
- Sulitnya mengembangkan ekonomi alternatif karena infrastruktur
yang minim, sehingga penduduk akan terus menggantungkan ekonominya pada alam
- Peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah belum
bersentuhan dengan pengelolaan sumberdaya alam
- Mulai timbul prakarsa dari masyarakat sendiri untuk membentuk
kelembagaan pengelolaan sumberdaya alam, yang disebabkan oleh meningkatnya konflik horizontal akibat adanya ketimpangan dalam pengelolaan bantuan pemerintah
Muhajar (2005)
Kendala pengelolaan
sumberdaya perikanan pulau- pulau kecil oleh nelayan
- Analisis regresi dan
korelasi
- Metode Instability
- Kendala karakteristik vulnerable adalah musim, karakteristik
smallness berupa keterbatasan kemampuan nelayan untuk melakukan aktivitas penangkapan yaitu frekuensi melaut per
pancing ulur di Kepulauan
Wangi-Wangi Kabupaten
Wakatobi
Supply
- Analisis Rugi dan Laba
- Analisis TOPSIS
- Metode deskriptif
- Metode Game Theory
bulan dan lama waktu melaut per trip
- Alternatif terbaik bagi pemasaran hasil tangkapan nelayan
pancing ulur setempat adalah memasarkan langsung ke perusahaan pengolah di Kendari
- Solusi terbaik bagi nelayan adalah: (a) pengadaan sistem
informasi pasar; (b) kemitraan dalam hal permodalan; (c) pengadaan fasilitas pengawetan ikan; (d) penerapan teknologi tepat guna dalam hal budi daya ikan demersal; (e) pembinaan institusi nelayan guna menciptakan dan meningkatkan posisi tawar nelayan lokal; (f) pengadaan pelatihan bagi para nelayan lokal tentang penerapan teknologi budi daya, pengawetan dan kewirausahaan
- merekomendasikan kebijakan pengelolaan sumberdaya
perikanan di Kepulauan Wangi-Wangi yang lebih menjamin keberlanjutan adalah hak pemungutan hasil yang dilimpahkan kepada masyarakat komunal (lokal) dan peran pokok pemerintah
adalah dalam hal pemasaran hasil tangkapan, pengawasan ilegal
fishing.
La Ola (2004)
Model pengelolaan pulau- pulau kecil dalam rangka
pengembangan wilayah Kepulauan Wakatobi - Analisis ekologi (analisis penurunan biomassa pada lingkungan mangrove,
- lamun & terumbu
karang)
- Analisis Sosial Budaya
(analisis kerusakan terumbu karang, penurunan biomassa pada lingkungan terumbu karang, analisis uji tanda)
- Analisis ekonomi
(analisis I-O)
- pemanfaatan mangrove untuk pemukiman penduduk seluas 1 ha,
berdampak pada penurunan biomassa kepiting di lingkungan mangrove sebesar 23,75 kg/tahun, penurunan biomassa ikan balanak di lingkungan lamun sebesar 87,50 kg/tahun
- dan penurunan biomassa ikan kerapu pada lingkungan terumbu
karang sebesar 62,45 kg/tahun.
- pemanfaatan sumberdaya terumbu karang untuk pondasi rumah
di laut pada Kampung Wakalingkuma, Waduri dan Kokaulea,
merusak terumbu karang sebesar 355,33 m3/tahun dan
penurunan biomassa ikan kerapu pada wilayah pesisir Kepulauan Wakatobi sebesar 19 ton/tahun.
Manafi (2003)
Pendekatan penataan ruang dalam pengelolaan pulau kecil (studi kasus: Pulau Kaledupa
Taman Nasional Laut
Kepulauan Wakatobi
- Analisis data spasial
- Analisis data atribut
- Analitical Hierarchy Process (AHP)
Merekomendasikan peta kesesuaian lahan yang dibatasi oleh tiga kelompok kegiatan yaitu:
- kelompok pariwisata bahari dan pariwisata pantai;
- kelompok budi daya rumput laut dan budi daya laut lainnya;
- kelompok permukiman dan budi daya tanaman up land.
Saardi (2000)
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove (studi kasus di Kelurahan
- Uji T2 Hotelling melalui
pendekatan analisis Faktorial Diskriminan
- Partisipasi masyarakat di Kelurahan Samataring tinggi karena
masyarakat terlibat secara penuh sejak awal kegiatan (mulai perencanaan, pelaksanaan, penerimaan manfaat hingga evaluasi
Benteng Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo dan Kelurahan Samataring
Kecamatan Sinjai Timur
Kabupaten Sinjai Provinsi
Sulawesi Selatan
- Analisis komponen
utama (Principal
Component Analysis)
dan pengawasan kegiatan)
- Partisipasi masyarakat di Kelurahan Benteng rendah karena
masyarakat hanya terlibat dalam kegiatan pelaksanaan saja
- menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang paling mempengaruhi
tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan hutan mangrove adalah persepsi dan lama tinggal masyarakat.
Yamiati (1997)
Dampak pengembangan
pariwisata pesisir dan lautan
terhadap perekonomian
wilayah, kesejahteraan dan
kelembagaan masyarakat
sekitarnya di Pulau Nusa Penida Bali
- uji t statistik
- penilaian ekonomi
kawasan wisata pesisisr dan lautan dengan konsep
willingness to pay dan consumer surplus
- analisis choice dengan
model logit
- analisis Input Output
- pendapatan masyarakat kelompok pariwisata mengalami
peningkatan, sedangkan rata-rata pendapatan kelompok petani rumput laut mengalami penurunan
- ada kepedulian masyarakat terhadap pentingnya manfaat
lingkungan, yang tercermin dengan kesediaan untuk membayar (willingness to pay) agar kawasan wisata pesisir dan lautan terjaga kelestariannya dimana kelompok pariwisata mempunyai rata-rata kesediaan membayar yang paling tinggi
- faktor-faktor paling dominan yang mempengaruhi masyarakat
untuk memilih bekerja di sektor pariwisata adalah: (a) pendidikan; (b) pendapatan; (c) umur, dan (d) kelompok kerja
- kontribusi sektor pariwisata pesisir dan lautan terhadap PDRB
Kab. Klungkung dan pendapatan masyarakat relatif kecil. Sektor pariwisata berperan penting dalam penyerapan output sektor lain
seperti perhubungan, jasa keuangan, perikanan dan
perdagangan. Output sektor pariwisata cukup berperan dalam penyediaan input sektor lain seperti perhotelan, restoran dan industri perumahan. Tingkat kebocoran wilayah relatif cukup besar dan koefisien pengganda tenaga kerja relatif kecil.
Lanjutan Marsaoli (2001) Model pemanfaatan sumberdaya perikanan karang berkelanjutan di
Kawasan pulau-pulau kecil di kawasan terumbu karang Kepulauan Guraici, Maluku Utara
- kondisi karang &
plankton - parameter lingkungan - hubungan panjang- bobot - Model stok berkelanjutan, model pertumbuhan berkelanjutan, model surplus produksi - Model bioekonomik
- kerusakan terumbu karang di Kepulauan Guraici dapat
menurunkan ketersediaan stok ikan lencam sekitar 78% dan penurunan pertumbuhan maksimum berkelanjutan sekitar 58%. Intensitas pemanfaatan optimum (upaya optimum) menurun
sekitar 27% dari kondisi karang baik (168 trip/km2) ke kondisi
karang rusak (123 trip/km2), dan hasil maksimum lestari MSY
menurun sekitar 58%. Keuntungan berkelanjutan pada hasil maksimum ekonomi (MEY) untuk kondisi karang baik adalah Rp 22.044.750,- lebih tinggi dibanding kondisi karang rusak (Rp 5.978.700,-). Nilai keuntungan berkelanjutaan berkurang sekitar 73% pada kondisi karang rusak. Dengan demikian, perubahan kondisi terumbu karang dari status kondisi karang baik ke kondisi karang rusak dapat mempengaruhi perikanan karang, khususnya perikanan lencam di kawasan pulau-pulau kecil.
Susilo (2003)
Keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil di Kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pari Kepulauan Seribu, DKI Jakarta
- metode Rapsmile dan
analisis Monte Carlo
- analisis sensitivitas
- analisis model
ekonomi - ekologis
- metode Rapsmile (Rapid Appraisal of Small Islands
Development) dapat digunakan sebagai metode penilaian status keberlanjutan pembangunan PPK. Analisis ketidakpastian ”Monte Carlo” yang dilakukan terhadap metode Rapsmile ini membuktikan bahwa indeks hasil analisis Rapsmile sangat stabil dengan selang kepercayaan yang sangat sempit. IBPK Kelurahan Pulau Panggang lebih tinggi dari IBPK Kelurahan Pulau Pari walaupun keduanya masih termasuk ke dalam status keberlanjutan pembangunan yang sama, yaitu ”cukup”. Analisis Rapsmile yang mencakup 61 atribut (variabel) pada 5 dimensi pembangunan (ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, hukum dan
kelembagaan) memperlihatkan bahwa dimensi ekonomi merupakan dimensi yang paling rendah IBPK-nya (masih dalam status kurang) di dua kelurahan tersebut. Oleh karena itu secara umum pembangunan PPK di dua kelurahan tersebut belum berkelanjutan dan perlu dilakukan perbaikan-perbaikan dimensi ekonomi di daerah studi agar status keberlanjutan pembangunan
didua kelurahan tersebut dapat meningkat. Analisis ”laverage”
yang mirip dengan analisis ”jack-knife” terhadap 61 atribut
tersebut memperlihatkan adanya dua atribut yang tidak sensitif terhadap IBPK. Analisis model ekonomi-ekologis menyimpulkan bahwa jumlah tenaga kerja (nelayan) di Kepulauan Seribu (dalam satuan orang-hari) harus diturunkan agar dapat menuju ke arah keseimbangan ekonomi-ekologis (keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya alam). Sementara itu penurunan rasio biaya tenaga kerja (c) terhadap harga jual (p) ikan (rasio c/p) juga harus dilakukan agar terjadi perbaikan ekonomi masyarakat nelayan di Kepulauan Seribu. Oleh karena itu, secara umum disimpulkan bahwa pembangunan pulau-pulau kecil di Kelurahan Pulau Panggang dan Kelurahan Pulau Pari belum berkelanjutan.
Sulistyowati (2003)
Analisis kebijakan
pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan
sumberdaya alam gugus kepulauan
- analisis potensi Bio-
Geofisik
- analisis
hidrooseanografi
- analisis partisipasi
menggunakan
- agar dalam pemanfaatan sumberdaya alam terjadi
keseimbangaan (lestari) maka diperlukan kebijakan
pemberdayaan masyarakat dan dalam pelaksanaannya
diperlukan strategi untuk melaksanakan program-program pemberdayaan yang melibatkan masyarakat mulai dari
perencanaan sampai evaluasi dan monitoring dalam kegiatan
Principal Component Analysis (PCA)
- Analisis strategi pem-
berdayaan mengguna- kan Analisis SWOT dan AHP (A’WOT)
program pemberdayaan.
- Prioritas utama kebijakan pemberdayaan masyarakat adalah
peningkatan kapasitas kelembagaan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dengan program utama pemberdayaan keramba jaring apung dan wisata bahari dengan penguatan kelembagaan yang ada dimasyarakat.
Abubakar (2004)
Analisis kebijakan
pemanfaatan pulau-pulau kecil perbatasan (kasus Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur)
- Analisis A’WOT
- Analisis LGP (Linear
Goal Programming)
Urutan prioritas kebijakan pemanfaatan PPK perbatasan adalah:
- Pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal dan lestari
- Penataan hukum dan kelembagaan
- Peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat dan pemerintah
- Peningkatan aksesibilitas terhadap PPK perbatasan
- Pengembangan sistem pertahanan keamanan di pulau-pulau
kecil perbatasan
- Pengembangan aspek sosial budaya masyarakat PPK
perbatasan
- Pengisian dan pendistribusian penduduk pada PPK perbatasan
Soselisa (2006)
Kajian pengelolaan
sumberdaya pesisir dan laut Gugusan Pulau-Pulau Padaido, Kabupaten Biak Numfor
- wilayah pesisir dan lautan GPP Padaido, menggunakan kriteria
ekologi , sosial, ekonomi dan kelembagaan, terbagi atas: zona pemanfaatan khusus (ZPK), zona pemanfaatan terbatas (ZPT), dan zona konservasi (ZK). Urutan prioritas alternatif kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut adalah pengelolaan berbasis masyarakat, pengelolaan pariwisata pesisir dan laut, konservasi sumberdaya alam pesisir dan laut, pengelolaan perikanan pesisir dan laut, peningkatan kapasitas kelembagaan, peningkatan sarana dan prasarana pendukung, pengelolaan perkebunan kelapa, dan mitigasi bencana alam gempa dan tsunami.
Dari beberapa rangkuman hasil penelitian terdahulu yang ditampilkan, khususnya yang berlokasi di Kabupaten Wakatobi maupun Gugus Pulau Kaledupa, maka dapat diperbandingkan pada ranah mana penelitian ini berada. Dari penelitian Manafi (2003) yang merekomendasikan peta kesesuaian lahan untuk tiga kegiatan pemanfaatan yaitu pariwisata, budi daya laut dan pemukiman serta budi daya tanaman up land, menjadi dasar bagi penulis untuk melihat bagaimana pemanfaatan sumberdaya laut di wilayah GPK berdasarkan tiga kegiatan pemanfaatan yaitu kegiatan perikanan tangkap, budi daya rumput laut dan wisata bahari.
Namun dalam pemanfaatan SDL yang dilakukan oleh masyarakat setempat seperti pemanfaatan hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang telah menyebabkan penurunan biomassa ikan yang hidup pada ekosistem tersebut (La Ola 2004).
Dari informasi di atas, teridentifikasi adanya pemanfaatan sumberdaya laut yang dilakukan oleh masyarakat di wilayah GPK, yang diperuntukan bagi tiga jenis kegiatan yaitu perikanan tangkap, budidaya rumput laut dan wisata bahari, dengan memanfaatkan sumberdaya laut seperti mangrove, terumbu karang dan padang lamun.
Berdasarkan informasi tersebut, penelitian ini mencoba masuk untuk melihat bagaimana partisipasi masyarakat dalam mengelola sumberdaya di wilayah GPK, apakah partisipasi tersebut telah mendukung pembangunan berkelanjutan ataukah yang terjadi justru aktivitas pengurasan sumberdaya. Sehingga dari data-data yang diperoleh, dapat dibuat arahan bentuk pengelolaan sumberdaya laut GPK yang berkelanjutan dan berbasis partisipasi masyarakat.
Gambar 4 Prinsip pembangunan berkelanjutan (Putri 2009).