• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA

a = nilai daya tarik lokasi alternatif

VII. PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA

7.1 Peran Negara dalam Mengelola Sumberdaya Laut di Gugus Pulau Kaledupa

Wilayah Kepulauan Wakatobi keseluruhan wilayahnya seluas 1.390.000 Ha merupakan Taman Nasional Laut Kepulauan Wakatobi

(TNLKW). Penunjukkan Kepulauan Wakatobi sebagai taman nasional berdasarkan SK Menhut No. 393/Kpts-VI/1996, tanggal 30 Juli 1996, dan telah ditetapkan berdasarkan SK Menhut No. 7651/Kpts-II/2002, tanggal 19 Agustus 2002, terdiri dari empat pulau besar yaitu Pulau Wangi-Wangi, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia dan Pulau Binongko. Taman Nasional Laut Kepulauan Wakatobi dikelola dengan sistem zonasi, yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam No. 198/Kpts/DJ-VI/1997, tanggal 31 Desember 1997, terdiri atas: zona inti, zona pelindung, zona rehabilitasi, zona pemanfaatan, dan zona pemanfaatan tradisional.

Seiring dengan pemberlakuan UU No. 22 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, telah mengantarkan wilayah Kepulauan Wakatobi menjadi kabupaten baru berdasarkan UU No. 29 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bombana, Kabupaten Wakatobi, dan Kabupaten Kolaka Utara di Provinsi Sulawesi Tenggara. Uniknya, Kabupaten Wakatobi yang terbentuk sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Buton memiliki letak dan luas wilayah sama persis dengan letak dan luas wilayah Taman Nasional Laut Kepulauan Wakatobi yaitu 1.390.000 Ha.

Dari uraian di atas, menunjukkan bahwa dalam pengelolaan sumberdaya laut GPK yang merupakan bagian dari Kabupaten Wakatobi, terdapat dua kewenangan. Pertama kewenangan pemerintah pusat yang diwakili oleh Balai TNLKW dan kewenangan kedua yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi. Adanya dualisme kewenangan ini berimplikasi pada pola pengelolaan sumberdaya laut di wilayah ini. Disatu sisi, sebagai taman nasional, orientasi pengelolaan adalah untuk konservasi dan pelestarian lingkungan. Sementara sebagai kabupaten, orientasi pengelolaan adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan sumbangan

Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang tentu akan memanfaatkan sumberdaya secara optimal guna mencapai tujuan tersebut.

Perbedaan orientasi pengelolaan sumberdaya di wilayah ini telah coba dijembatani melalui revisi zonasi Taman Nasional Laut Kepulauan Wakatobi pada Tahun 2007, untuk merevisi penetapan zonasi TNLKW pada Tahun 1997. Revisi zonasi dilakukan antara pihak Balai TNLKW, PEMDA Wakatobi, dan masyarakat Wakatobi, yang dimediasi oleh TNC-WWF. Penyusunan revisi zonasi TNLKW disusun berdasarkan tahapan mulai dari pengumpulan dan analisis data, pembahasan (pengkajian) di tingkat ahli (BTNLKW dan TNC- WWF), kriteria zonasi taman nasional dalam Permenhut No. P.56/Menhut- II/2006 serta intisari hasil konsultasi publik tahap I dan II di tingkat pulau (kecamatan) dan kabupaten Wakatobi (Tahap I: tanggal 4-9 Desember 2006, Tahap II: 22-27 April 2007).

Sebagai bahan pemikiran dan pertimbangan dalam menetapkan zonasi baru yang merupakan wujud representasi kondisi ekologi, sosial ekonomi dan budaya serta kepentingan pengelolaan sumberdaya di wilayah Kabupaten Wakatobi. Sebagai bahan pertimbangan dan pembahasan lebih lanjut melalui proses penyamaan visi, misi, dan persepsi semua pihak terhadap pentingnya pengelolaan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang akan diwujudkan bersama dengan penataan ruang wilayah Kabupaten Wakatobi.

Dari uraian di atas, menunjukkan peran masyarakat turut diperhitungkan dalam pengelolaan sumberdaya laut di wilayah GPK. Masyarakat sebagai penerima manfaat pengelolaan maupun sebagai penerima akibat dari pengelolaan SDL, sehingga masyarakat perlu dilibatkan dalam pengelolaan SDL dalam bentuk partisipasi positif mengelola sumberdaya secara lestari demi peningkatan kesejahteraannya.

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya PPK di wilayah GPK dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, perolehan manfaat sampai tahap evaluasi dan pengawasan. Partisipasi dapat dinyatakan melalui keikutsertaan untuk membicarakan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah bersama masyarakat desa. Selain itu, dalam pertemuan dapat pula membahas tentang pengaturan ruang pemanfaatan sumberdaya, tata cara pemanfaatan, serta keikutsertaan masyarakat dalam pemantauan terhadap kegiatan yang mengancam keberlanjutan sumberdaya PPK.

Penentuan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya di Gugus Pulau Kaledupa, dimulai dari pembuatan tabulasi (skor, frekuensi dan persentase dari setiap jenis data (jawaban), yang kemudian dimasukkan dalam tabel yang telah disiapkan. Pemberian skor terhadap setiap data (item) berdasarkan pada skala Likert dengan interval skor dari angka 1 yang merupakan skor paling rendah, angka 2 merupakan skor sedang dan angka 3 merupakan skor paling tinggi. Selanjutnya rangkaian nilai yang ada dikelompokkan ke dalam tiga kriteria, yaitu: rendah, sedang dan tinggi. Penentuan interval nilai untuk masing-masing kriteria dilakukan berdasarkan rumus Djarwanto (1993), sehingga diperoleh interval kelas dari masing-masing kriteria.

Pengelompokkan kelas (kriteria) terdiri atas: kelas rendah (bernilai 1), kelas sedang (bernilai 2), dan kelas tinggi (bernilai 3), dilakukan secara total untuk tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya di Gugus Pulau Kaledupa. Pengelompokkan tersebut berdasarkan pada bentuk masing- masing pengelolaan yaitu perikanan tangkap, budi daya rumput laut dan wisata bahari. Kisaran interval kelas pada masing-masing bentuk pengelolaan berbeda, menurut nilai tertinggi dan terendah untuk setiap bentuk pengelolaan sumberdaya. Dari hasil tabulasi, diperoleh tingkat partisipasi masyarakat untuk setiap tahapan kegiatan dalam pengelolaan sumberdaya laut di wilayah Gugus Pulau Kaledupa. Bentuk partisipasi dan tingkat partisipasi pada setiap tahapan dalam pengelolaan sumberdaya, dijelaskan terinci pada uraian di bawah ini.

7.2 Perencanaan dalam Pengelolaan Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil

Pada tahap perencanaan, bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya berbeda-beda. Hal ini disesuaikan dengan kegiatan pemanfaatan sumberdaya yang dilakukan, baik untuk kegiatan perikanan tangkap, budi daya rumput laut maupun untuk kegiatan wisata bahari. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pengelolaan sumberdaya laut GPK untuk kegiatan perikanan tangkap terdiri atas: (i) penentuan lokasi penangkapan ikan, (ii) pemilihan alat tangkap yang akan digunakan untuk menangkap ikan, mencakup: jenis alat tangkap, jumlah alat tangkap dan ukuran alat tangkap, (iii) selain itu direncanakan pula seberapa banyak jumlah tangkapan yang ingin diperoleh, (iv) penentuan waktu yang tepat untuk melaut,

0 1 2 3

Perikanan Tangkap

Budidaya Rumput Laut Wisata Bahari