• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jazak Yus Afriansyah

Dalam dokumen POLITIK BISNIS RATU ATUT H A L A M A N 116 (Halaman 143-146)

Informasi Pendaftaran : TEMPO Komunitas Telp: 021 – 5360409 ext. 422, 235 Fax: 021 – 5366 1253 Hp: 0856 95044346 (Katarina Sestika W) Email: katarina@tempo.co.id

Batam - Singapore’s Event

Hari/ Tanggal: Kamis - Jumat, 19 - 20 Desember 2013 Biaya: Rp 5.500.000,- / peserta Waktu: 09.00 - 17.00 WIB BONUS TAS ROLLING BACKPACK

naan dan Prestasi PB Percasi sekaligus Ke- pala Sekolah Catur Utut Adianto, mengata- kan kunci sukses Medina tak lain karena ga- dis kelahiran 7 Juli 1997 itu sangat jenius.

Menurut Liem, Medina mampu meng- analisis taktik lawan dengan cepat sekali- gus membaca kerangka permainan. ”Dia mampu memahami posisinya akan seper- ti apa dalam setiap langkah,” kata Liem. ”Dia bisa memprediksi sepuluh langkah ke depan!”

Mampu melakukan perkiraan langkah memang menjadi syarat mutlak pecatur dunia. Entahlah, barangkali terselip seje- nis perkiraan pula di benak ayahnya, Nur Muchlisin, ketika mulai mengajari Medina langkah-langkah catur saat usia sang putri baru 9 tahun (kelas IV SD).

Nur Muchlisin memang penggila catur. Saat masih bersekolah di SMA Muham- madiyah Jakarta Barat, ia pernah menjadi juara satu lomba catur se-DKI Jakarta. Ia mengenalkan catur kepada putri kedua- nya itu sembari berlatih juga. ”Ayah bia- sanya membaca buku catur dulu, kemudi- an mempraktekkannya ke saya,” kata Me- dina.

Setelah memahami langkah catur, Me- dina sering diadu dengan teman-teman Muchlisin, yang kerap berkumpul saban Sabtu malam di rumahnya. ”Tak jarang sampai pukul tiga pagi,” tutur Medina. Toh, dia sangat menikmati berbagai per- tarungan itu. ”Soalnya, kalau menang di- kasih Rp 20 ribu oleh Ayah,” katanya ter-

senyum. ”Jumlah segitu lumayan banyak

untuk jajan di sekolah.”

Karena Medina sering menang, apa bo- leh buat, Nur Muchlisin harus menyiapkan

banyak bonus. Pria yang sehari-hari me- ngelola kontrakan dan jual-beli kendara- an ini kemudian mendaftarkan Medina ke Kejuaraan Daerah Catur DKI Jakarta, Mei 2006. Tak diduga, Medina mampu menya- bet gelar juara I. ”Padahal dia baru belajar catur tiga bulan,” kata Muchlisin. ”Dari situ saya menyadari bakatnya sangat besar.”

Tampil kinclong di kejuaraan daerah membuat Medina diincar Sekolah Catur Utut Adianto. Mereka menghubungi Me- dina dan memintanya bergabung. Tawar- an itu langsung disambar. ”Gratis,” ujar Me- dina.

Di sekolah catur inilah bakat Medina di- gosok. Setiap hari, sepulang sekolah, dia

ngacir ke sekolah catur mendalami olah- raga otak di atas papan hitam-putih itu. ”Biasanya latihannya enam jam sehari,” kata Medina.

Pada Juni 2007, ia dikirim ke Thailand untuk mengikuti lomba ASEAN Youth Club. Medina, yang turun di kelompok umur 10 tahun, sukses menjadi juara ke- dua. Dua bulan kemudian, ia meraih gelar juara pertama di kejuaraan nasional.

Langkah Medina terus berlanjut. Pada 2008, ia memboyong trofi di Kejuaraan Dunia Antarpelajar di Singapura. Setahun berikutnya, ia menjadi juara pertama ke- juaraan dunia di Yunani. ”Saat di Yunani itu saya sedang kena demam berdarah,” ujar Medina.

Tapi tak semuanya berlangsung mu- lus. Ia sempat mengalami masa-masa sulit

pada periode 2009-2010. ”Itu tahap saat saya beralih dari junior ke senior,” kata Medina. ”Saya kurang pengalaman se- hingga sempat kalah terus.”

Setahun berikutnya, setelah ia mampu beradaptasi, persoalan lain menghadang- nya: kejenuhan! Maklum, sejak berkenal- an dengan catur pada 2006, ia tak pernah lepas dari bidak catur. ”Pernah pas tan-

ding saya mendadak blank,” ujarnya.

Pada saat semacam itulah Medina tak bisa dipaksa bertanding. Sebab, ”Kalau

sudah bad mood, mainnya jadi jelek,” ka-

tanya. Untuk mengusir jenuh, ia memba-

ca komik detektif Conan dan berpelesir

bersama teman-temannya.

Perlahan Medina memang menemukan cara mengatasi hambatan. Menghadapi durasi pertarungan yang kadang menca- pai enam jam, misalnya, Medina punya resep bagi dirinya. ”Sebelum bertanding, saya harus tidur minimal delapan jam,” ujarnya.

Itu tip umum saja sebenarnya. Yang khas Medina adalah ini: sebelum bertanding, ia makan ikan teri. Entah kenapa, ia merasa nyaman dengan lauk tersebut. Jangan he- ran, setiap kali ia bertanding di luar negeri, akan selalu ada bungkusan ikan teri terse-

lip di tasnya. ”Itu bekel saya karena makan-

an di Eropa tidak enak,” katanya.

Dengan ikan teri inilah Medina akan terus melanglang dunia menjajaki batas kemampuan permainannya. Kristianus Liem memuji ketekunan Medina menye- riusi catur, meski cabang ini tak seheboh sepak bola atau bulu tangkis. Catur adalah dunia yang sepi publisitas. Tapi, ”Medina menikmati kesunyian di papan catur ini,” katanya.

Sebuah kesunyian yang bahkan dialami Medina dalam arti harfi ah. Saat ia pulang dari Turki pada 27 September lalu, misal- nya, tak ada sambutan meriah untuknya. Padahal ia pulang dengan gelar yang sangat

bergengsi: woman grandmaster! ”Gelar itu

dahsyat, ya?” kata ibunda Medina, Siti Eka

Nurhayati. ”Tapi kok sepi-sepi aja?”

Nur Muchlisin mengatakan sampai saat ini pemerintah bahkan belum memberi- kan ucapan selamat. Sebuah salam hanya disampaikan Ketua Umum PB Percasi Has- him Djojohadikusumo. Bahkan pengusaha besar itu, kata Muchlisin, sempat berjan- ji menggelar syukuran. Tapi, sampai kisah ini ditulis, hal itu belum terwujud.

Dan Medina bagai tak terpengaruh res- pons yang minim itu. Setidaknya, dengan tetap menyeruput es cokelatnya, ia begitu

santai mengalahkan Tempo bermain ca-

tur.... ● DWI RIYANTO AGUSTIAR

Medina Warda Aulia saat mengikuti Kejuaraan Catur Junior Dunia di Kocaeli, Turki, 2013. FOTO : T S F. ORG .T R SPORT

POLLYCARPUS HUKUM

H

AKIM Agung Zaharuddin Utama bergegas mening- galkan ruang pertemuan di lantai dua gedung Mah- kamah Agung. Kamis pe- kan lalu itu, dia baru saja mengikuti se- buah acara diskusi. ”Sudah ada bagian hu- mas, tanya mereka saja,” kata Zaharuddin

kepada Tempo, yang mencegatnya.

Hakim senior itu menolak menjelaskan pertimbangan majelis hakim dalam me- ngabulkan permohonan peninjauan kem-

bali yang diajukan terpidana Pollycarpus Budihari Priyanto. Zaharuddin pun tetap bungkam ketika ditanya soal bukti yang diajukan tim pengacara sehingga majelis akhirnya mengurangi hukuman Polly.

Pada 2 Oktober lalu, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan Polly, terpidana pembunuh aktivis hak asasi manusia Mu- nir Said Thalib. Zaharuddin ketua majelis hakim itu. Anggotanya Sofyan Sitompul, Dudu D. Machmudin, Sri Murwahyuni,

dan Salman Luthan.

Putusan Zaharuddin dan kawan-kawan mendiskon hukuman bagi mantan pilot Garuda itu dari 20 tahun menjadi 14 tahun penjara. Tapi, dengan alasan belum mem- baca salinan putusan, para pejabat di ba- gian Hubungan Masyarakat MA menolak memberi penjelasan rinci soal putusan itu.

Munir meninggal pada 7 September 2004 di atas pesawat Garuda dalam per- jalanan menuju Belanda. Hasil otopsi Ne- therlands Forensic Institute di Amster- dam menemukan timbunan racun arse- nik di tubuhnya.

Pengusutan atas kasus Munir setahun kemudian menyeret Polly ke pengadilan. Jaksa mendakwa Polly melakukan pem- bunuhan berencana dan memalsukan su- rat penugasan dia sebagai kru tambahan

KORTING POLLY

Dalam dokumen POLITIK BISNIS RATU ATUT H A L A M A N 116 (Halaman 143-146)

Garis besar

Dokumen terkait