• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPERASI KHUSUS DIBIAYAI PELBAGAI SUMBER: FEE TAGIHAN KOMODITAS EKSPOR, SUMBANGAN PENGUSAHA, DAN JUDI SEMPAT BIKIN USAHA TAPI GAGAL.

Dalam dokumen POLITIK BISNIS RATU ATUT H A L A M A N 116 (Halaman 80-82)

lum dibayar Malaysia dan Singa- pura. Ada banyak pembayaran be- rupa garansi bank yang belum di- cairkan oleh pemerintah Indone- sia sebagai akibat konfrontasi de- ngan Malaysia.

Suatu hari Probosutedjo dikon- tak Chan Ho Shui, pengusaha asal Malaysia. Ho Shui meminta Probo mendorong sejumlah pihak di Ja- karta agar segera mencairkan garan- si bank yang dikeluarkan Bank Indo- nesia supaya transaksi bisnis Indo- nesia-Malaysia bisa kembali lancar. Kepada Soeharto, Probo melapor- kan soal dana milik negara yang ter- perangkap berikut bunganya.

Soeharto, seperti ditulis Probo-

sutedjo dalam memoarnya, Saya

dan Mas Harto, mengizinkan adik- nya ikut mengurus asalkan sesuai dengan prosedur. Untuk urusan ini, Probo harus berhubungan de- ngan Ali Moertopo—saat itu asis- ten Soeharto bidang operasional.

Pada 1966-1967, Soeharto meminta Ali mendirikan Opsus dan membu- at sejumlah program. Namun dana operasional tidak ada. ”Pak Ali ke- bingungan, dan itu diungkapkan kepada saya,” kata Probosutedjo.

Setelah berbicara dengan Ali, Probosutedjo pun ke Bank Indone- sia. BI bersedia menyerahkan ga- ransi bank asalkan ada pejabat yang bisa menjadi penjamin. Probo me- nyebut Ali Moertopo. BI setuju. Ke- duanya diminta menghubungi De- partemen Luar Negeri sebagai pe- megang kuasa pencairan. Oemar- yadi, Sekretaris Jenderal Departe- men Luar Negeri saat itu, membu- atkan surat kuasa. Ali dan Probo di- tunjuk sebagai penanggung jawab. Berbekal surat kuasa itu, kedua- nya ke Bank Indonesia menjem- put dokumen. Saat diserahkan, Ali dan Probo terkesiap. Ada empat peti besar berisi dokumen garansi bank. Satu peti bobotnya 30 kilo- gram. Berkilo-kilo dokumen itu di- angkut dengan truk ke kantor Op- sus di Cikini, Jakarta Pusat.

Probo mendapat saran dari Chan Ho Shui: ada baiknya sortir dilakukan di Hong Kong bersama perwakilan dari Malaysia. Sebagi- an lagi di Singapura. Ali setuju, lalu membentuk dua tim. Satu tim ber- ada di Jakarta dan diketuai Probo- sutedjo. Satu tim lagi berangkat ke Singapura dan Hong Kong. Ketua

tim Outstanding Barter Balance

adalah Bambang Trisulo, ketika itu Jaksa Agung.

Tiap tim bergerak terpisah. Bam- bang Trisulo dan Joseph Halim, per- wira kesehatan yang menjadi wakil ketua tim, berangkat ke Singapura. Dari Singapura, Bambang bergeser ke Hong Kong dan bertemu dengan Probosutedjo di sana. Perintah Ali Moertopo saat itu: Tuntut balik se- mua uang berikut bunganya sela- ma tiga tahun.

Operasi penagihan berjalan suk- ses. Tak kurang dari Sin$ 350 juta mengalir ke kocek pemerintah. Se- luruh dana masuk ke rekening Op- sus di Bank Indonesia sebelum di- transfer ke kas negara. Sisanya yang tertinggal adalah bunga dan

fee dari pengembalian itu senilai

Ali (kanan) dan Jerry Sumendap

di depan Stardust Casino, Las Vegas.

A l i M o e r t o p o

20 OKTOBER 2013 | | 81

Rawa Gede.

Pada 1960-an, Lukas dikenal se- bagai ”Godfather” Jakarta. Tiap malam di rumah Jalan Sumatera itu sering digelar judi dan rolet. Ketika itu, rumah judi tersebut ha- nya satu-satunya di Jakarta. Sugi- yanto, yang berasal dari RPKAD— belakangan menjadi Komando Pa- sukan Khusus (Kopassus)—dijadi- kan centeng. ”Karena saya tinggal di situ dan topi saya baret merah, makanya dianggap aman,” kata- nya. Acara judi dan rolet itu bia- sanya baru akan digelar jika Sugi- yanto sudah datang.

Setiap kali ada teman yang mampir menengoknya di Jalan Su- matera, Sugiyanto selalu memba- gikan amplop tebal berisi uang. Duit itu bisa menjadi ongkos ope-

ristiwa penggerebekan itu. Sugi- yanto bercerita tentang duit judi yang dipakai menambal ongkos operasi. Soeharto diam lalu me- minta anak buahnya mengambil kartu anggota yang disita polisi.

Setelah Soeharto menjadi pre- siden, Operasi Khusus menjadi le- bih terstruktur. Dana operasi se- bagian didapat dari berbagai sum- bangan, antara lain dari Pertami- na ketika dipimpin Ibnu Sutowo.

Richard Robinson, ilmuwan po- litik asal Australia, dalam diserta- sinya pernah meneliti soal dana yang dipakai Ali Moertopo un- tuk melancarkan Operasi Khusus. Ali dan tim Opsus disebut pernah mencoba mendirikan perusahaan untuk mengongkosi operasi. Salah satunya PT Anem Kosong Anem, 10 persen atau Sin$ 35 juta.

Penagihan itu bukan satu-satu- nya yang dilakukan Opsus. Ali per- nah meminta bantuan Des Alwi, putra Banda Naira yang bermu- kim di Kuala Lumpur karena kasus PRRI/Permesta. Des diminta mela- cak dana revolusi yang dibawa lari ke luar negeri. Salah satunya US$ 100 ribu dari Bank Arab di Paris.

Namun pelacakan pada 1973 itu gagal. Pemimpin bank tersebut, Belgas, melarikan uang bank yang dipimpinnya ke sebuah negara di Amerika Latin. Ia meninggal di sana. Bank ini pun jarang dise- but orang karena sudah bangkrut. ”Uang itu hangus dibawa mati,” kata Des Alwi.

Fee penagihan menjadi salah

satu sumber dana terbesar bagi Opsus, meski bukan satu-satunya. Aloysius Sugiyanto, 85 tahun, asis- ten Ali semasa Opsus, menyebut- kan pada awal 1960-an mereka ke- rap harus putar otak mencari ang- garan. Saat itu Indonesia sedang tak punya uang. Operasi Khusus Penentuan Pendapat Rakyat (Pe- pera) di Irian Barat pada 1967, mi- salnya, dibiayai oleh proyek kerja sama dengan sebuah perusahaan ekspedisi laut: menyelundupkan karet dan produk lain ke luar In- donesia.

Hasil selundupan itu meng- hasilkan US$ 17 juta, yang disim- pan di Bank Singapura dan Malay- sia. ”Beruntung waktu itu ada Jer- ry Sumendap,” kata Sugiyanto. Jer- ry adalah pengusaha Manado yang sering wira-wiri Singapura-Hong Kong. Jerry belakangan mendiri- kan Bouraq Airlines dan pernah ak- tif di gerakan PRRI/Permesta. Sugi- yanto menyebutkan ada juga ope- rasi yang dibiayai pemerintah mes- ki terbatas. Salah satunya operasi pembebasan Irian Barat pada 1961.

Sumber dana operasi lainnya adalah judi. Pada awal 1960-an, Sugiyanto tinggal di Jalan Sumate- ra 19, Jakarta Pusat, agar tidak bo- lak-balik ke Bandung, kediaman- nya. Rumah itu milik Kapten Lu- kas Kustaryo, mantan komandan kompi Divisi Siliwangi yang be- lakangan terkenal karena kasus

rasional Opsus, termasuk untuk membangun makam Wakil Kepa- la Staf Angkatan Darat Gatot Soe- broto di Ungaran, Jawa Tengah.

Belakangan, permainan itu di- gelar berpindah-pindah. Sugiyan- to selalu dilapori setiap perpin- dahan. Suatu ketika acara judi itu diselenggarakan di depan kantor polisi di Salemba, Jakarta Pusat. Malam itu polisi menggerebek. Sugiyanto ikut diciduk. Polisi be- lakangan membebaskan Sugiyan- to namun kartu anggota Kostrad miliknya ditahan. Petinggi polisi lalu melapor kepada Soeharto.

Paginya, saat akan apel di Mar- kas Kostrad, Sugiyanto dipanggil Soeharto. Dia ditanya tentang pe-

yang belakangan menjadi perusa-

haan penerbit Suara Karya, koran

milik Golkar. Pemegang saham perusahaan itu adalah Bambang Trisulo dan Hamonangan Pasari- bu—keduanya kawan Ali Moerto- po. Perusahaan lainnya, kata Ro- binson, bergerak di dua bidang usaha: bisnis unggas dan perakit- an peralatan elektronik.

Sugiyanto menyangkal jika per- usahaan itu disebut menyumbang

Opsus. Suara Karya, misalnya, ti-

dak cukup memberi keuntungan. Oplahnya berasal dari pelanggan instansi pemerintah yang diwajib- kan pemerintah Orde Baru. ”Saya mendengar ada sebagian aset per-

usahaan yang dijual,” ujarnya. ●

Ali (kanan) dan Jerry Sumendap

di Amerika

K

OLOM tempat dan tanggal lahir dalam formulir pembuat- an paspor itu sengaja dilewati Mayor Leo- nardus Benjamin Moerdani. Sete- lah seluruh dokumen atas nama Letnan Kolonel Ali Moertopo itu penuh, Benny Moerdani mulai kembali ke kolom yang ditinggal- kan tersebut. Tanpa ragu-ragu, ia menulis tanggal kelahiran Koman- dan Operasi Khusus itu: Blora, 23 September 1924.

Sesungguhnya itu bukan tang- gal lahir Ali Moertopo, melainkan Ria Moerdani, putri tunggal Ben- ny Moerdani. Kepada Jusuf Wa- nandi, pendiri Centre for Strate- gic International Studies—lembaga yang dibidani Ali Moertopo—Ben-

CARA ALI

MEMBESARKAN

Dalam dokumen POLITIK BISNIS RATU ATUT H A L A M A N 116 (Halaman 80-82)

Garis besar

Dokumen terkait