• Tidak ada hasil yang ditemukan

Itik Sido Rukun Magelang

A. Kadri, Sutopo dan E. Kurnianto

Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang 50275

Coresponding Email: achmadkadri1@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh perbedaan indeks bentuk telur terhadap fertilitas, daya tetas dan bobot tetas itik Magelang hasil seleksi generasi ketiga di satker pembibitan itik Banyubiru dan telur yang dihasilkan peternak itik di magelang. Penelitian dilaksanakan bulan Februari-Agustus 2017 di Satuan Kerja Pembibitan Itik Banyubiru dan Kelompok Tani Ternak Itik Magelang. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 54 ekor, terdiri dari 48 betina dan 6 jantan, kemudian ditempatkan pada 6 flock dengan perbandingan perkawinan 1:8. Parameter penelitian meliputi fertilitas, daya tetas dan rata-rata bobot tetas. Jumlah telur awal yang digunakan dalam penelitian di satker dan peternak itik masing-masing 2755 butir dan 180 butir. Lebar dan panjang telur digunakan untuk menghitung indeks bentuk telur, kemudian diklasifikasikan menjadi tiga kelompok indeks yaitu lonjong, normal dan bulat. Data dianalisis menggunakan model klasifikasi satu arah (indeks bentuk telur sebagai sumber keragaman). Data penelitian dari kelompok peternak tidak dapat dianalisis persentase fertilitas dan persentase daya tetas karena berasal dari satu penetasan. Data dianalisis menggunakan prosedur general linear model dari Statistical Analysis System (SAS) v6.12. Hasil analisis menunjukan bahwa indeks bentuk telur (ibt) di satker Banyubiru mempengaruhi persentase fertilitas, persentase daya tetas dan bobot tetas. Sementara itu, di kelompok peternak itik ibt tidak mempengaruhi bobot tetas.

Kata kunci: itik Magelang, indeks bentuk telur, fertilitas, daya tetas dan bobot tetas

Abstract

The objective of this research was to evaluate the effect of different egg shape index on the fertility, hatchability and hatching weight on third generation Magelang ducks from selection and egg from duck farmer. This research was conducted from February to August 2017 at Satuan Kerja Itik Banyubiru and Kelompok Peternak Itik Magelang. The materials used in this research was 54 birds of third generation Magelang ducks (G3) consisting of 48 duck and 6 drake, then grouped into 6 flocks, in which mating ratio in each group was 1: 8. The research parameter were fertility, hatchability and hatching weight. Total egg first on research at satker and farmer duck was 2755 eggs and 180 eggs. The length and width of egg were used to calculate egg shape index, and then categorized into three group, those were oval, normal and round. The data was analyzed using one way classification. Data obtained from farmer group could not the analyzed for fertility percentage and hatchability percentage because it was collected from one hatching. The data analysed with procedure general linear model on Statistical Analysis System (SAS) v6.12. The results showed that egg shape index at satker affected significantly fertility percentage, hatchability percentage and hatching weight. Meanwhile, at farmer group the egg shape index did not affect hatching weight.

23 Pendahuluan

Pengembangan budidaya unggas lokal di Indonesia masih terbuka lebar seperti usaha pembibitan itik yang memiliki potensi bisnis dunia unggas yang menjanjikan. Usaha budidaya unggas di Indonesia kebanyakan masih dalam skala sederhana, terutama dikelola di daerah pedesaan yang tujuan pem-eliharaan untuk tabungan keluarga. Unggas lokal seperti halnya itik Magelang menjadi peluang bagi masyarakat untuk memulai bisnis dibidang budidaya itik sebagai unggas lokal karena berpotensi menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Itik Magelang merupakan itik yang sudah dikenal masyarakat umum sebagai itik petelur baik itu telur konsumsi maupun telur tetas. Rata-rata itik magelang dapat memproduksi telur mencapai 170 butir per tahun dan rata-rata bobot telur 69,5 gram (Supriyadi, 2009). Ciri khas itik Magelang meliputi; jenis kelamin jantan dominan bulu hitam putih dan betina dominan warna bulu cokelat dan putih, terdapat warna bulu putih melingkar di leher menyerupai kalung, punggung, kaki berwarna hitam kecoklatan dan paruh berwarna hitam.

Produksi itik Magelang di tingkat peternak mengalami penurunan produksi telur setiap tahun, hal ini bisa dipengaruhi oleh faktor genetik itik magelang yang sudah hilang kemurnian genetiknya karena faktor pendukung dalam usaha peternakan salah satunya adalah faktor genetik yang berkaiatan dengan pakan dan manajemen. Salah satu usaha untuk mengembalikan kemurnian genetik itik Magelang dengan melakukan seleksi induk untuk dimurnikan kembali sebagai sumber bibit itik Magelang.

Indeks bentuk telur yang diperoleh berasal dari perbandingan lebar dengan panjang telur yang diukur menggunakan jangka sorong (Hermawan, 2000). Faktor indeks bentuk telur meliputi genetik (umur induk, bobot induk), bangsa dan proses pembentukan telur di sistem organ reproduksi (Elvira et

al., 1994). Indeks bentuk telur juga dipengaruhi oleh lebar tulang pubis, semakin besar tulang pubis

mempengaruhi ukuran isthmus yang besar dan lebar sehingga bentuk telur yang dihasilkan akan cenderung bulat. Indeks bentuk telur dengan kategori normal akan memberikan fertilitas dan daya tetas yang lebih tinggi karena komposisi dalam telur yang lebih seimbang. Seleksi induk itik Magelang berdasarkan tulang pubis, yang dibedakan berdasarkan tulang pubis lebar, sempit dan sedang. Lebar perenggangan pubis itik magelang pada umur 20 minggu memiliki pengaruh nyata terhadap produksi telur (Hardjoworo dan Rukmiasih, 2009). Faktor–faktor yang mempengaruhi perbedaan tulang pubis itik Magelang adalah umur, bobot badan dan bangsa, faktor tersebut umumnya digunakan sebagai pendugaan kesiapan bertelur pertama kali atau sudah menunjukan tanda sudah dewasa kelamin.

Mengingat produktivitas telur dipengaruhi oleh indeks bentuk telur, sehingga tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh indeks bentuk telur terhadap fertilitas, daya tetas telur dan bobot tetas

day old duck (DOD). Manfaat penelitian adalah member informasi kepada masyarakat pengaruh

kelompok indeks bentuk telur terhadap fertilitas, daya tetas dan bobot tetas. Bahan dan Metoda

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – Agustus 2017 di Desa Ngrapah, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang dan Kelompok Tani Ternak Itik di Kabupaten Magelang. Analisis data dilaksanakan di Laboraturium Genetika, Pemuliaan dan Reproduksi, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro.

Materi yang digunakan dalan penelitian ini adalah 48 ekor induk dan 6 ekor pejantan itik Magelang generasi ketiga (G3) untuk menghasilkan generasi keempat (G4). Alat yang digunakan adalah egg tray, timbangan elektrik, rol kabel, solasi, alat tulis, mesin setter dan mesin hatcher, map kertas, gunting, keranjang untuk menetaskan di mesin hatcher, jaring pembungkus telur, karet, kain lap, baskom,

candler, kabel ties, ember, tempat pakan dan minum.

Penelitian ini dimulai dari tahap pra penelitian, yaitu persiapan alat dan bahan, kandang dan materi penelitian. Materi penelitian dipersiapkan dengan seleksi itik generasi ketiga, syarat-syarat seleksi meliputi lebar tulang pubis sempit, sedang dan lebar, sehat/tidak cacat, jantan 6 ekor dan betina 48 ekor. Itik magelang yang sudah mengalami tahap seleksi kemudian dikandangkan pada kandang khusus untuk

exercise sebelum tahap perkawinan. Itik yang sudah siap kawin segera dipindahkan ke kandang petak

yang berjumlah 6 buah (flock) dengan matting ratio jantan-betina 1:8. Pakan dan minum diberikan pagi dan sore. Pengambilan data dimulai ketika produksi telurnya sudah stabil dan diawali dengan koleksi telur untuk mendapatkan data produksi telur. Setiap hari telur dikumpulkan kemudian diukur panjang,

24 lebar dan bobotnya. Jumlah telur awal yang digunakan dalam penelitian di satker dan peternak itik masing-masing 2755 butir dan 180 butir. Lebar telur dan panjang telur diperlukan untuk perhitungan indek bentuk telur. Indek bentuk telur di klasifikasikan menjadi 3, yaitu bulat, normal dan lonjong (Duman et al., 2016). Pengelompokan indeks bentuk telur berasal dari jumlah telur semua periode, kemudian dicari angka tertinggi dan terendahnya. Hasil selisih dari angka tertinggi dan terendah dibagi tiga untuk mencari jarak antar kelompok lonjong, normal dan bulat. Masing-masing telur dicatat asal

flock dan tanggal produksi. Koleksi telur dilakukan selama 5 hari dan disebut dengan 1 periode

produksi. Setelah 1 periode produksi selesai atau pada hari kelima telur dikoleksi dan diukur, telur dimasukkan dalam mesin setter. Satu hari kemudian telur di candling untuk melihat persentase fertilitasnya setelah itu dimasukkan kembali ke dalam mesin setter. Pada umur 25 hari telur dikeluarkan dari mesin setter untuk di candling kemudian telur dibungkus dengan jaring pembungkus dan dimasukkan dalam mesin hatcher. Telur menetas pada umur 28 hari. Telur yang telah menetas menjadi

day old duck (DOD) dan dikeluarkan dari mesin hatcher kemudian ditimbang dan dicatat kode DOD

serta bobotnya. DOD kemudian dipindahkan ke kandang khusus DOD yang dilengkapi dengan pakan, minum dan lampu penghangat agar DOD tidak kedinginan. Setiap hari dilakukan kontrol selama 2 bulan terhadap pakan, minum, lampu penghangat dan kondisi DOD. Penetasan telur itik pada penelitian ini dilakukan sebanyak 15 periode.

Perhitungan Indeks bentuk telur (Nikolova and Kocevski, 2006), fertilitas dan daya tetas (Bobbo

et al., 2013) dihitung dengan rumus :

0 x10 Telur Panjang Telur Lebar Telur Bentuk Indeks  ... (1) 100% x Ditetaskan yang Telur Jumlah Fertil yang Telur Jumlah Telur Fertilitas %  ... (2) % 100 x Fertil yang Telur Jumlah Menetas yang Telur Jumlah Tetas Daya %  ... (3)

Data yang diperoleh disusun dan dianalisis menggunakan one way classification dengan 3 kelompok indeks bentuk telur sebagai faktor sumber keragaman. Model linier aditif disusun untuk menganalisis pengaruh indeks bentuk telur terhadap bobot tetas. Model linier aditif :

ij i

ij

μ τ ε

Y   

, i = (1,2,3) dan j = (1,2,….., n) Keterangan:

Yij = Pengamatan parameter pada individu DOD ke-j dari kelompok indeks bentuk telur ke-i. µ = Nilai tengah.

τi = Pengaruh perbedaan indeks bentuk telur. εij = Pengaruh galat percobaan.

Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh indek bentuk telur terhadap persentase fertilitas, persentase daya tetas dan bobot tetas. Data Persentase fertilitas dan persentase daya tetas ditransformasikan sebelumnya menggunakan ArcSin √Percentage (Snedecor dan Cochran, 1989). Apabila ada pengaruh antara indeks bentuk telur terhadap persentase fertilitas, persentase daya tetas dan bobot tetas, dilanjutkan dengan uji Duncan’s New Multiple Range Test (MRT) (Shinjo, 1990). Hasil dan Diskusi

25 Tabel 1. Pengelompokan Indeks Bentuk Telur Itik Magelang

Indeks Bentuk Telur Nilai

Satker Peternak Itik

Lonjong 60,44 - 73,63 (215) 73,25 - 79,21 (34) Normal 73,64 - 86,81 (2375) 79,22 - 85,18 (130) Bulat 86,82 - 100.00 (165) 85,19 - 91,15 (16) Keterangan : ( ) = Jumlah Telur

Indeks bentuk telur (ibt) itik magelang di Satker menunjukan hasil telur lonjong 60,44-73,63, normal 73,64-86,81 dan bulat 86,82-100.00. Hasil ibt di peternak itik menunjukan hasil telur lonjong 73,25-79,21, normal 79,22-85,18 dan bulat 85,19-91,15. Yuwanta (2004) dan Nafiu et al. (2014) menyatakan bahwa telur tetas yang baik berasal dari ibt berkisar 70-75% atau setara dengan perbandingan 3:4 dari pengukuran garis tengah bagian lebar dan garis tengah bagian panjang. Ibt mencerminkan bentuk telur yang dihasilkan oleh induk itik. Darmawati et al. (2016) meyatakan bahwa ibt dipengaruhi oleh faktor genetik, umur induk, periode produksi,umur dewasa kelamin dan kualitas pakan.

Fertilitas

Hasil analisis dari persentase fertilitas disajikan dalam tabel 2. Tabel 2. Pesentase Fertilitas Itik Magelang

Kategori Indeks Bentuk

Telur

Satker itik (%) Peternak itik* (%)

Fertilitas Fertilitas Transformasi Fertilitas Fertilitas Transformasi Lonjong 81,734±24,664(29) 72,451±21,490ab(29) 91,180 72,720 Normal 83,051±19,171(90) 69,358±15,506b (90) 85,380 67,520 Bulat 88,248±21,032(59) 78,637±18,952a (59) 81,250 64,340 Keterangan :* : Telur Berasal dari Satu Pengumpulan

( ) : Jumlah telur

Persentase fertilititas pada kelompok indeks bentuk telur (ibt) normal tidak berbeda nyata dengan ibt lonjong. Sementara itu, persentase fertilitas ibt bulat tidak menunujukan perbedaan dengan ibt lonjong. Pada kelompok peternak pesentase fertilitas telur tidak dapat diketahui hasil analisis statistik karena hanya berasal dari satu periode penetasan. Fertilitas telur itik dalam penelitian Diniati et al. (2016) sebesar 72,49 –98%. Persentase fertilitas telur itik Magelang dipengaruhi oleh faktor kualitas pejantan, waktu perkawinan dan kualitas telur yang dihasilkan induk. Dinyatakan lebih lanjut oleh Suprijatna et al. (2005) bahwa faktor-faktor penentu fertilitas yaitu umur ternak, rasio jantan betina, jarak waktu kawin sampai bertelur, pakan yang dikonsumsi dan musim saat berproduksi. Diniati et al. (2016) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi fertilitas yaitu umur induk yang berpengaruh pada bentuk telur dan pengelolaan telur.

Produktivitas telur itik dipengaruhi oleh proses penyimpanan telur. Pengoleksian telur pada penelitian ini dilakukan selama 5 hari (1 periode) dengan tujuan agar waktu untuk selama pengoleksian tidak terlalu lama, karena penyimpanan telur berpengaruh pada fertilitas. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa penyimpanan telur menyebabkan penurunan kualitas telur, sehingga embrio tidak bisa berkembang sempurna yang menyebabkan kematian embrio. Telur yang masih dalam keadaan segar akan menghasilkan fertilitas yang tinggi, karena fertilitas ditentukan oleh kualitas telur. King’ori (2011) menyatakan bahwa telur yang akan ditetaskan tidak boleh disimpan lebih dari 7 hari atau satu minggu. Nisbah perkawinan pada penelitian ini adalah 1:8 yang dinyatakan cukup ideal untuk suatu proses perkawinan. Rasyaf (1990) menyatakan banwa untuk mendapatkan fertilitas yang tinggi pada itik, dianjurkan rasio pejantan dan betina adalah 1:6. Jika jumlah betina terlalu banyak, maka banyak

26 telur yang tidak terbuahi atau infertil sehingga tidak bisa digunakan sebagai telur tetas. umur induk yang digunakan juga harus seragam. Prasetyo (2006) menyatakan bahwa semakin tua umur induk semakin turun fertilitasnya. Penelitian Baruah et al. (2001) menunjukkan bahwa fertilitas telur itik Alabio dan Mojosari masing-masing 79,18% dan 74,97% pada umur 10 bulan.

Daya Tetas

Hasil analisis dari persentase daya tetas disajikan dalam tabel 3. Tabel 3. Pesentase Daya Tetas Itik Magelang

Kategori Indeks Bentuk

Telur

Satker itik (%) Peternak itik* (%)

Daya Tetas Daya Tetas Transformasi

Daya Tetas Daya Tetas Transformasi Lonjong 61,296±29,691(18) 55,935±23,919a (18) 35,480 36,560 Normal 38,814±17,053(89) 37,924±10,972b (89) 44,140 41,630 Bulat 63,012±32,059(26) 58,592±26,270a (26) 53,850 47,210 Keterangan : * : Telur Berasal dari Satu Pengumpulan

( ) : Jumlah telur

Persentase daya tetas pada kelompok indeks bentuk telur (ibt) normal berbeda nyata dengan ibt lonjong dan bulat. Sementara itu, persentase daya tetas ibt lonjong tidak menunujukan perbedaan dengan ibt bulat. Pada kelompok peternak pesentase daya tetas telur tidak dapat diketahui hasil analisis statistik karena hanya berasal dari satu periode penetasan. Berdasarkan penelitian Diniati et al. (2016) daya tetas telur itik sebesar 59,86-64,57 %. Kelompok indeks bentuk telur normal memiliki persentase daya tetas dibawah rata-rata dari kelompok indeks bentuk telur lonjong dan bulat. Hasil ini berbeda dengan pendapat dari Lestari et al. (2013) bahwa telur yang baik ditetaskan yaitu telur yang bentuknya normal (tidak bulat atau tidak lonjong ). Daya tetas hasil penelitian ini termasuk rendah karena banyak

day old duck yang mati di dalam telur sebelum mencapai 28 hari. Faktor lain yang mempengaruhi daya

tetas antara lain kualitas induk, kondisi telur tetas dan penanganan telur. Sa’diah et al. (2015) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas yaitu teknis pada waktu memilih telur tetas atau seleksi telur tetas (bentuk telur, bobot telur, keadaan kerabang, warna kerabang dan lama penyimpanan) dan teknis operasional dari petugas yang menjalankan mesin tetas (suhu, kelembaban, dan pemutaran telur) serta faktor yang terletak pada induk yang digunakan sebagai bibit. Sopiyana et

al. (2011) menyatakan bahwa semakin besar bobot badan itik biasanya menghasilkan telur dengan

ukuran yang lebih besar dibandingkan itik yang bobot badannya lebih ringan.

Bobot Tetas

Hasil analisis dari rata-rata bobot tetas disajikan dalam tabel 4. Tabel 4. Bobot Tetas Itik Magelang

Kategori Indeks Bentuk Telur

Bobot Tetas (gram)

Satker Itik Peternak Itik*

Lonjong 45,738 ± 3.020a (14) 43,300±3,572(11) Normal 41,289 ± 4,730b (89) 43,859±3,455(49) Bulat 40,157 ± 10,242b (26) 41,657±3,318 (7) Keterangan : * : Telur Berasal dari Satu Pengumpulan

( ) : Jumlah telur

Hasil rata-rata bobot tetas di Satker pada kelompok indeks bentuk telur (ibt) normal berbeda nyata dengan ibt lonjong. Sementara itu, rata-rata bobot tetas ibt normal tidak menunujukan per-bedaan

27 dengan ibt bulat. Hasil di kelompok peternak itik ibt normal tidak menunjukan perbedaan dengan lonjong dan bulat terhadap bobot tetas, hasil analisis statistik di peternak itik dikarenakan hanya berasal dari satu periode penetasan. Hasil rata-rata bobot tetas menurut Menteri Pertanian (2013) bahwa bobot tetas day old duck (DOD) Itik Magelang sebesar 35–45 gram per ekor. Hermawan (2000) menyatakan bahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi bobot tetas antara lain bobot telur, lama penyimpanan, umur induk, genetik, suhu dan kelembaban. Bobot tetas telur itik yang tinggi bisa berasal dari ukuran telur dan bobot telur yang ditetaskan Hartman et al. (2013) menyatakan bahwa Bobot tetas berkorelasi positif dengan ukuran telur, semakin besar ukuran telur semakin tinggi pula bobot tetasnya. Kelompok ibt lonjong memiliki bobot tetas yang tinggi karena pengaruh kecenderungan dari generasi sebelumnya yang memilki bobot tetas yang paling tinggi pada ibt lonjong.

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukan kelompok indeks bentuk telur (ibt) normal di Satker berbeda nyata (P<0,05) terhadap fertilitas, daya tetas dan bobot tetas. Hasil di Peternak itik pada ibt tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap khusus bobot tetas. Pemilihan bentuk telur dengan persentase fertilitas dan persentase daya tetas dan bobot tetas yang baik untuk pembibitan sebaiknya dengan kategori normal. Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah, Kepala Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Non Ruminansia dan ketua kelompok Peternak itik Magelang yang telah menyediakan sarana dan prasarana selama kegiatan penelitian berlangsung.

Daftar Pustaka

Baruah, K.K, P.K. Sharma dan N.N. Bora. 2001. Fertility, hatchability and embryonic mortality in ducks. J. Indian Vet.78(1):529-530.

Bobbo, A.G., M.S. Yahaya and S.S. Baba. 2013. Comparative assessment of fertility and harchability traits of three phenotype of local chicken in Adamawa State. IOSR J. Agric Vet. Sci. 4(2):22-28.

Darmawati, D., Rukmiasih dan R. Afnan. 2016. Daya tetas telur itik Cihateup dan Alabio. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 4(1): 257-263.

Diniati, Rukmiasih dan R. Afnan. 2016. Pengaruh waktu dimulainya pendinginan selama penetasan terhadap daya tetas telur itik persilangan Cihateup Alabio. J. Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 4 (1) : 251-256

Duman, M., A. Şekeroglu, A. Yıldırım, H. Elerogluand O. Camcı. 2016. Relation between egg shape index and egg quality characteristics. Europ. Poult. Sci.

Elvira, S., S. T. Soelcarto dan S. S. Mansjoer. 1994. Studi komparatif sifat mutu dan fungsional telur puyuh dan telur ayam ras. Hasil Penelitian. Bul. Tek. dan Industri Pangan. 5(3):34-38.

Hartman, C., K. Johansson, E. Strandberg dan L. Rydhmer. 2003. Genetic correlation between the maternal genetic effect on chick weight and the direct genetic effect on egg composition traits in a white leghorn line. Poult Sci. 82:1-8.

Hermawan, A. 2000. Pengaruh bobot dan indeks telur terhadap jenis kemalin anak ayam Kampung pada saat menetas. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hardjosworo, P. S. dan Rukmiasih. 2009. Itik Permasalahan dan Pemecahan. Penebar Swadaya, Jakarta. King’ori, A.M. Review of the factors that influence egg fertility and hatchability in poultry. 2011 Review of the factors that influence egg fertility and hatchability in poultry. International J. Poult. Sci. 10(6): 483-492.

Lestari, E., Ismoyowati dan Sukardi. 2013. Korelasi antara bobot telur dengan bobot tetas dan perbedaan susut bobot pada telur entok (Cairrina moschata) dan itik (Anas plathyrhinchos). J. Ilmiah Peternakan. 1 (1) : 163 – 169.

Menteri Pertanian. 2013. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 701/Kpts/PD.410/2/2013 Tentang Penetapan Rumpun Itik Magelang. Menteri Pertanian.

28 Nafiu, L. O., M. Rusdin dan A. S., Aku. Daya tetas dan lama menetas telur ayam Tolaki pada mesin

tetas dengan sumber panas berbeda. JITRO 1 (1) : 32-44

Nikolova, N. And D. Kocevski. 2006. Forming egg shape index as influenced by ambieut temperatures and age of hends. Biotechnology in Animal Husbandry. 22(1-2):119-125.

North, M .O and Bell, D.D. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Ed. Avi Book, Nostrand Reinhold, New York.

Prasetyo, L.H. 2006. Strategi dan peluang pengembangan pembibitan ternak itik. Wartazoa. 16 (3):109-115.

Purba, M. dan P. P. Ketaren. 2010. Performa itik MA jantan umur enam minggu dengan suplementasi Santoquin dan vitamin E dalam pakan. Dalam : M. Nasich, dan Marjuki (Ed.). Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Malang 2 - 3 Juni 2012. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya. Hal : 696 – 706.

Rasyaf, M. 1990. Pengelolaan Penetasan. Cetakan Kedua. Penerbit Yayasan Kanisius, Yogyakarta. Rohaeni, E. S., A. Subhan dan A. R., Setioko. 2005. Usaha penetasan itik Alabio sistem sekam yang

dimodifikasi di sentra pembibitan Kabupaten Hulu Sungai Utara. Dalam : Lasmini, A., R. Abdeasmie dan N.M. Parwati (Ed). Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Ilmu Peternakan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan. Hal. 772-778.

Sa’diah, I. N., D. Garnida dan A. Mushawwir. 2015. Mortalitas embrio dan daya tetas itik lokal (Anas

sp.) berdasarkan pola pengaturan temperatur mesin tetas. J. Poult. Sci. 4(3):1-12.

Snedecor, G. W. dan Cochran . 1989. Stastisticai Methods. Eighth Ed., Iowa State University Press. Ames, United Statesof America.

Shinjo, A. 1990. First Course in Statistics. 1st Ed., University of Ryukyus, Nishihara-cho, Okinawa, Japan.

Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Supriyadi. 2009. Panduan Lengkap Itik. Penebar Swadaya. Cetakan 1.Jakarta.

Sopiyana, S., Setioko, A.R., dan Yusnandar, M.E. 2011. Identifikasi Sifat-sifat Kuantitatif dan Ukuran Tubuh Pada Itik Tegal, Itik Magelang dan Itik Damiaking. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi dalam Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdaya saing. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

29

Kualitas Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Muda dan Dewasa yang Diberi

Garis besar

Dokumen terkait