• Tidak ada hasil yang ditemukan

A.N.A. Hayati

1, a)

., A. Prima

1, 2, b)

., A. Purnomoadi

1, 2, 3, c)

., E. Rianto

1, 2, 3,4 d) 1Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia.

a) corresponding author:nurarsa@yahoo.com; b)agung194@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh kualitas pakan terhadap kondisi fisiologis domba muda dan dewasa terhadap kualitas pakan berbeda. Materi yang digunakan 8 ekor domba muda (umur 6-7 bulan, bobot 14,98 kg) dan 8 ekor domba dewasa (umur 12-13 bulan, bobot 23,10 kg). Penelitian menggunakan rancangan percobaan nested design 2×2, dengan dua perlakuan pakan, yaitu 100% hijauan (T1) dan pakan yang terdiri dari 50% rumput dan 50% kosentrat (T2). Parameter yang diamati adalah konsumsi bahan kering (BK) pakan, denyut nadi, frekuensi nafas dan suhu tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi BK pakan T2 lebih tinggi (P<0,01) dari pada T1, baik pada domba muda maupun domba dewasa. Konsumsi BK pakan T2 pada domba muda dan dewasa adalah 3,24 dan 3,09% bobot badan (BB), sedangkan konsumsi BK pakan T1 pada domba muda dan dewasa adalah 1,82dan 2,17% BB. Denyut nadi, frekuensi nafas dan suhu tubuh domba yang diberi pakan T2 lebih tinggi (P<0,01) dari pada T1. Denyut nadi domba muda dan dewasa yang mendapat pakan T2 adalah 74 dan 63 kali/menit, sedangkan denyut nadi domba muda dan dewasa yang mendapat pakan T1 adalah 51 dan 50 kali/menit. Frekuensi nafas domba muda dan dewasa yang mendapat pakan T2 adalah 34 dan 31 kali/menit, sedangkan frekuensi nafas domba muda dan dewasa yang mendapat pakan T1 adalah 24 dan 25 kali/menit. Suhu tubuh domba muda dan dewasa yang mendapat pakan T2 adalah sama, yaitu 38,4oC, sedangkan suhu tubuh pada domba muda dan dewasa yang mendapat pakan T1 adalah 37,9 dan 37,5oC. Disimpulkan bahwa laju metabolisme domba dengan pakan T2 lebih tinggi dari pada domba dengan pakan T1. Domba muda memiliki laju metabolisme lebih tinggi dari pada domba dewasa.

Kata kunci : domba, kualitas pakan, umur, kondisi fisiologis.

Abstract

This study was aimed to examine the effect of feed quality on the physiological condition of young and adult thin tailed sheep. The materials used were 8 young sheep (aged 6-7 months, weighed 14.98 kg) and 8 adult sheep (aged 12-13 months, weighed 23.10 kg). The study used a 2 × 2 design nested design, with two feed treatments, i.e. 100% grass (T1) and feed consisting of 50% grass and 50% concentrate (T2). The parameters observed were dry matter intake (DMI), pulse rate, breath frequency and rectal temperature. The results showed that DMI of T2 (3.24 and 3.09% body weight in young and adult sheep, respectively) was higher (P <0.01) than that of T1 (1.82 and 2.17% body weight in young and adult sheep, respectively). The pulse rate, respiratory rate and rectal temperature of sheep fed T2 were higher (P<0.01) than those of sheep fed T1. The pulse of young and adult sheep receiving T2 were 74 and 63 times/min, respectively, while those receiving T1 were 51 and 50 times/min. The breath frequency of young and adult sheep receiving T2 were 34 and 31 times/min, while those receiving T1 were 24 and 25 times/min. The rectal temperature of young and adult sheep receiving T2 were the same, i.e. 38.4 ° C, while those receiving T1 were 37.9 and 37.5 ° C. It was concluded that the rate of sheep metabolism with T2 feed was higher than sheep with T1 feed. Young sheep had a higher metabolic rate than adult sheep.

39 Pendahuluan

Masyarakat di Indonesia sekarang pada umumnya menginginkan daging domba muda di-bandingkan daging domba dewasa, dengan alasan bahwa daging domba muda lebih empuk dibanding domba dewasa. Oleh karena itu, para produsen daging domba berusaha menyediakan domba muda dengancara penggemukan dini.

Salah faktor yang perlu diperhatikan dalam usaha penggemukan ternak adalah kondisi fisiologis ternak, karena hal ini berkaitan erat dengan produktivitas ternak. Kondisi fisiologis ternak dapat diindikasikan oleh frekuensi nafas, denyut nadi dan suhu tubuh.

Domba muda pada umumnya memiliki frekuensi nafas, denyut nadi dan suhu tubuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan domba dewasa. Hal ini disebabkan domba masih dalam fase pertumbuhan eksponensial, sementara laju pertumbuhan domba dewasa sudah pada fase melambat, sehingga laju metabolisme domba muda lebih tinggi dari pada domba dewasa.

Pakan merupakan faktor penting dalam pola pemeliharaan, karena pakan yang dikonsumsi berpengaruh terhadap produktivitas ternak. Kualitas dan jumlah konsumsi pakan berpengaruh terhadap produktivitas ternak. Pada umumnya semakin tinggi kualitas pakan semakin tinggi konsumsinya oleh ternak, dan pada akhirnya semakin tinggi pula produktivitas ternak.

Pakan dengan kualitas yang berbeda akan menyebabkan panas fermentasi rumen dan laju metabolisme yang berbeda sehingga panas tubuh yang dihasilkan berbeda. Pakan yang memiliki kandungan serat kasar (SK) tinggi mengalami proses fermentasi di dalam rumen. Proses ini menyebabkan timbulnya panas tubuh. Di sisi lain, konsumsi pakan yang tinggi menyebabkan peningkatan laju metabolisme tubuh, yang menyebabkan produksi panas tubuh juga tinggi.

Panas tubuh ini harus dibuang ke lingkungan agar suhu tubuh ternak tetap stabil. Dalam upaya menjaga suhu tubuh tetap stabil, domba melakukan termoregulasi melalui frekuensi nafas dan denyut nadi. Apabila kedua hal tersebut masih belum berhasil dengan baik, domba akan meningkatkan suhu tubuh, agar panas dapat mengalir lebih cepat dari dalam tubuh ke lingkungan sekitarnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji respon fisiologis (frekuensi nafas, frekuensi nadi dan suhu tubuh) domba muda dan dewasa terhadap kualitas pakan berbeda (100% rumput gajah dan 50% rumput gajah : 50% kosentrat).

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang perbedaan respon fisiologis domba muda dan dewasa terhadap kualitas pakan berbeda, untuk memberikan pertimbangan dalam pemberian pakan sehingga produktivitas maksimal.

Bahan dan Metoda

Materi yang digunakan dalam penelitian adalah 16 domba ekor tipis jantan yang terdiri dari 8 ekor domba muda (umur 6-7 bulan) dengan rata-rata bobot badan 14,98±2,70 kg (CV=18,02%) dan 8 ekor domba dewasa (umur 12-13 bulan) dengan rata-rata bobot badan 23,10±1,28 kg (CV=5,54%). Domba-domba dipelihara di kandang individu berukuran 50 x 80 cm yang dilengkapi dengan tempat makan dan tempat minum, dan diberi pakan sesuai dengan perlakuan yang diterapkan.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah nested design 2×2. Perlakuan yang diterapkan adalah kualitas ransum yang diderikan, yaitu 100% rumput gajah (T1), dan 50% rumput gajah dan 50% kosentrat dalam bentuk pellet (T2).

Tabel 1. Komposisi Nutrisi Pakan yang Diberikan

Pakan Protein SK TDN

T1 (100% rumput) (%) 8,77 34,43 42,36

T2 (50% rumput + 50% kosentrat)

(%) 12,07 26,02 55,03

Parameter yang diamati dalam penelitian adalah konsumsi bahan kering (BK) pakan dan kondisi fisiologis domba (denyut nadi, frekuensi nafas dan suhu tubuh). Konsumsi BK pakan diukur dengan mengurangkan BK pemberian dengan BK sisa. Pengukuran kondisi fisiologis ternak dilakukan 2 kali dalam seminggu selama 5 minggu pada pukul 06.00, 11.00, 14.00, 19.00 dan 22.00 WIB. Denyut nadi diukur dengan cara meletakkan stetoskop pada arteri femoralis yang terletak di sisi dalam paha kiri

40 depan selama 1 menit, dan dilakukan secara duplo. Frekuensi nafas diukur dengan cara meletakkan telapak tangan di hidung domba untuk menghitung hembusan nafas selama 1 menit, dan dilakukan secara duplo. Suhu tubuh diukur menggunakan thermometer klinis yang dimasukan ke dalam rektum.

Hasil dan Diskusi Konsumsi pakan

Hasil Penelitian konsumsi domba muda dan dewasa ditampilkan pada Tabel 2. Umur domba berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi BK, baik dalam kilogram maupun dalam persentase bobot badan (BB). Konsumsi domba dewasa lebih tinggi dari konsumsi domba muda. Hal ini disebabkan domba dewasa memiliki bobot badan lebih tinggi, sehingga memiliki kapasitas lambung yang lebih besar dari pada domba muda. Hal ini sesuai dengan pendapat Riaz dkk (2014) bahwa domba dewasa memiliki bobot dan saluran pencernana yang lebih besar sehingga mampu mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan ternak muda. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan antara lain adalah kapasitas fisik lambung.

Bobot badan yang lebih tinggi juga menyebabkan kebutuhan nutrisi untuk hidup pokok juga lebih besar. Semakin tinggi bobot badan, semakin tinggi pula kebutuhan energi dan nutrisi untuk pokok hidup (McDonald dkk., 2012).

Tabel 2. Konsumsi pada Domba Muda dan Dewasa

Parameter Umur T1 (Rumput) T2 (Pellet)

Konsumsi BK (g/hari) Muda 239,60A,X 551,95B,X

Dewasa 445,05 A,Y 751,28 B,Y

Konsumsi BK % dari bobot badan Muda 1,82 A,x 3,24 B,X

Dewasa 2,17 A,y 3,09 B,Y

Keterangan : a,b Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0,05) A,B Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukan berbeda sangat nyata (P<0,01) x,y Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0,05) X,Y Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda sangat nyata (P<0,01) Pakan dengan kualitas berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi bahan kering (BK) dan konsumsi bahan kering dalam % bobot badan. Tabel 1 menunjukkan konsumsi rumput lebih sedikit dibandingkan konsumsi pellet. Hal ini dikarenakan hijauan memiliki kecernaan rendah dan bersifat bulky serta mengalami gerak laju digesti yang lama didalam rumen sehingga pakan yang dikonsumsi rendah. Menurut Hume (1982) konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi oleh jenis pakan yang dikonsumsi jika semakin cepat bahan pakan meninggalkan rumen maka semakin banyak pakan yang terkonsumsi. Parrakasi (1999) menyatakan pakan yang berkualitas rendah dan banyak mengandung serat kasar mengakibatkan jalannya pakan menjadi lambat sehingga saluran pencernaan penuh dan konsumsi menurun. Menurut Tillman dkk. (1991) kandungan nutrien yang sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan adalah kandungan energi dalam pakan.

Denyut Nadi

Pada pemberian ransum T1, umur ternak tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap denyut nadi, tetapi pada pemberian pakan T2, domba muda memiliki denyut nadi lebih tinggi (P<0,01) dari pada domba dewasa. Sementara itu, denyut nadi domba yang yang mendapat ransum T2 sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dari pada yang mendapat ransum T1 (Tabel 3). Hal ini diduga karena domba muda memiliki perputaran metabolisme yang lebih tinggi dari pada domba dewasa. Pemberian pakan T2 memicu proses metabolisme lebih cepat, sehingga memerlukan lebih banyak oksigen yang diangkut dengan darah, dan pada akhirnya membuat denyut nadi meningkat menjadi lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Prayitno (2015) bahwa peningkatan denyut nadi terjadi karena peningkatan aliran darah yang membawa oksigen dan nutrisi dalam darah.

Pakan T1 dan T2 yang diberikan pada domba berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap denyut nadi pada domba muda maupun dewasa. Pakan T2 mengakibatkan denyut nadi menjadi lebih tinggi dari pada pakan T1. Hal ini dikarenakan pakan T2 yang dikonsumsi mengandung lebih banyak energi

41 dari pada pakan T1, dan konsumsi pakan T2 juga lebih banyak dari pada pakan T1. Hal ini menyebabkan panas yang dihasilkan oleh pakan T2 juga lebih banyak dari pada pakan T1. Disamping itu, peningkatan konsumsi pakan juga menyebabkan peningkatan laju metabolisme, yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen. Oksigen diangkut melalui aliran darah. Semakin tinggi kebutuhan oksigen semakin tinggi pula laju aliran darah, yang ditunjukkan dengan peningkan denyut nadi. Hal ini sesuai dengan pendapat Darmanto (2009) bahwa semakin tinggi kandungan energi dalam pakan akan meningkatkan panas tubuh akibat tingginya proses metabolisme. Sementara itu menurut Aprilizza (2013) semakin banyak energi yang tercerna menyebabkan panas tubuh meningkat. Panas yang timbul harus dibuang dengan evaporasi, baik melalui keringat maupun pernafasan. Air yang dievaporasi diangkut melalui aliran darah, sehingga denyut nadi menjadi semakin cepat. Kecepatan aliran darah membantu ternak melepas panas tubuh dari permukaan kulit bersamaan dengan peningkatan kandungan oksigen dalam paru-paru (Frandson,1992).

Menurut Duke (1995), denyut nadi normal domba berkisar 60-120 kali/menit, sementara itu denyut nadi domba yang diberi pakan T1 kurang hanya 50-51 kali/menit. Hal ini kemungkinan disebabkan jumlah pakan yang dikonsumsi sedikit sehingga ternak kekurangan energi. Hal ini sesuai dengan pendapat Septiadi dkk. (2015) bahwa laju denyut nadi yang rendah antara lain disebabkan oleh rendahnya konsumsi pakan.

Tabel 3. Respon Fisiologis

Parameter Umur T1(Rumput) T2(Pellet)

Denyut Nadi (kali/ment) Muda 51,0A 74,0B,X

Dewasa 50,0A 63,0B,Y

Frekuensi Nafas (kali/ment) Muda 24,0A 34,0B,X

Dewasa 25,0A 31,0B,Y

Suhu Tubuh (oC) Muda 37,9A,X 38,4B

Dewasa 37,5A,Y 38,4B

Keterangan : A,B Superskrip dengan huruf capital yang berbeda pada baris yang sama menunjukan berbeda sangat nyata (P<0,01)

X,Y Superskrip dengan huruf capital yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda sangat nyata (P<0,01)

Frekuensi Nafas

Pada pemberian pakan T1, umur tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap frekuensi nafas domba, tetapi pada pemberian pakan T2 domba muda memiliki frekuensi nafas lebih tinggi (P<0,01) dari pada domba dewasa (Tabel 3). Sementara itu, frekuensi nafas domba, baik muda maupun dewasa, yang mendapat pakan T2 mempunyai frekuensi nafas lebih tinggi dari pada domba yang mendapat pakan T1 (table 3). Hal ini mengindikasikan bahwa pakan T2 menyebabkan timbulnya panas tubuh yang lebih banyak daripada pakan T1. Kandungan energi dan konsumsi BK yang tinggi pada pakan T2 mengakibatkan proses matabolisme meningkat, sehingga panas tubuh yang dihasilkan semakin banyak (Septiadi dkk., 2015). Panas yang ditimbulkan oleh proses pencernaan dan metabolisme pakan harus dibuang agar suhu tubuh tetap stabil. Menurut (Awabien, 2007) frekuensi nafas yang tinggi merupakan salah satu mekanisme tubuh ternak untuk melepaskan panas tubuh yang diproduksi ke lingkungan dengan proses evaporasi. Pada domba pembuangan panas tubuh lebih banyak dilakukan melalui pernafasan dibanding melalui keringat (Hey, 1974). Frandson (1992) menjelaskan fungsi frekuensi nafas adalah menyediakan oksigen untuk darah, mengeluarkan karbondioksida dari dalam darah dan mengangkut air ke paru-paru untuk dievaporasikan dalam upaya membuang panas tubuh.

Frekuensi nafas domba pada penelitian ini masih dalam kisaran normal. Menurut Frandson (1992) frekuensi nafas normal adalah 26-32 kali/ menit. Smith dan Mangkoewodjojo (1988) menyatakan bahwa frekuensi nafas domba tropis dalam keadaan istirahat 15-25 kali/menit. Frekuensi nafas dipengaruhi oleh umur, ukuran tubuh, aktivitas tubuh dan suhu lingkungan (McDowell, 1972).

42 Suhu Tubuh

Umur berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap suhu tubuh pada domba yang diberi pakan T1, tetapi nyata (P>0,05) pada pakan T2 (Tabel 3). Pakan T1 mengandung banyak SK sehingga terjadi proses fermentasi yang lebih massive, yang menghasil panas fermentasi. Tingginya suhu tubuh pada muda yang diberi pakan T1 mengindikasikan bahwa ternak tersebut mengalamai kesulitan dalam membuang panas memalui evaporasi. Marai dkk. (2007) menjelaskan pemberian pakan berserat dengan kualitas rendah dapat meningkatkan panas tubuh.

Suhu tubuh domba percobaan masih dalam kisaran normal. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1998) suhu tubuh domba dalam keadaan normal berkisar antara 38,2 dan 40oC. Blight dkk. (1999) menyatakan bahwa suhu tubuh normal pada domba berkisar antara 37,5 dan 40,4oC.

Pakan T2 mengakibatkan suhu tubuh lebih tinggi (P<0,01) dari pada pakan T1, baik pada domba muda maupun dewasa. Hal ini dikarenakan konsumsi pakan T2 lebih tinggi dari pada T1, sehingga energi yang dikonsumsi semakin tinggi, dan berakibat pada meningkatnya panas yang diproduksi tubuh. Ketika produksi panas tubuh meningkat, ternak berupaya meningkatkan pembuangan panas dengan cara konduksi, konveksi dan evaporasi (Hey, 1974). Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1992) yang menyatakan bahwa peningkatan panas tubuh pada ternak mengakibatkan ternak mempertahankan meningkatkan pembuangan panas tubuh melalui konduksi, konveksi dan evaporasi, sebagai upaya untuk mempertahankan suhu tubuh pada kisaran normal. Rahardja (2010) menjelaskan bahwa peningkatan suhu tubuh merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pembuangan panas tubuh ke lingkungan.

Kesimpulan

Kondisi fisiologis (denyut nadi, frekuensi nafas dan suhu tubuh) domba dipengaruhi oleh umur dan pakan. Domba muda memiliki kecepatan metabolisme lebih tinggi dari pada domba dewasa. Pakan berkualitas tinggi menyebabkan konsumsi tinggi, sehingga meningkatkan produksi panas tubuh, dan pada akhirnya mengakibatkan denyut nadi, frekuensi nafas dan suhu tubuh meningkat.

Ucapan Terima Kasih

Penulis dapat mengucapkan terima kasih kepada Prof. Ir. Agung Purnomoadi, M.Sc., Ph.D. sebagai pembimbing pertama, Prof. Ir. Edy Rianto, M.Sc., Ph.D. sebagai pembimbing kedua, Ari prima sebagai penyelenggara penelitian dan keluarga cendikia yang telah memberikan semangat dalam penulisan makalah maupun penelitian.

.

Daftar Pustaka

Aprilliza, M, N. 2013. Deposisi Protein Pada Kambing Kacang Yang Diberi Pakan Imbangan Protein-Energi Berbrda. Fakultas Peternakan Dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. (Skripsi) Awabien, R.L. 2007. Respon Fisiologis Domba yang Diberi minyak Ikan dalam Bentuk Sabun Kalsium.

Fakultas Peternakan . Institut Pertanian Bogor. (Skripsi).

Blight, B. D., R. A. Meeca and A. Thomas. 1999. Animal and Sciences Aplication. California : Alpha Publising. Co.

Darmanto, D.U. 2009. Respon fisiologis domba ekor tipis jantan yang diberi pakan rumput brachiaria humidicola dan kulit singkong pada level yang berbeda. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. (skripsi).

Duke, N.H. 1995. The Physiology of Domestic Animal. Comstock Publishing : New York.

Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologis Ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hey, E.N. 1974. Physiological control over body temperature. In J.L. Monteith and L.E. Mount (Ed.).

Heat Loss from Animals and Man. Butterworths, London.

Hume, I. D. 1982. Digestion and Protein Microbalism in Course Manual in Nutrition and Growth, Australian Universities. Australian Vice Choncellors Committe, Sidney.

Marai, I.F.M., A.A. El-Darawany., A. Fadiel., A. Hafez. 2007. Physiological taits asaffected by heat stress in sheep. Small Ruminan Research. 71 : 1-12.

McDonald, P., R.A. Edwards, J.F.D. Greenhalgh, C.A.Morgan, L.A. Sinclair and R.G. Wilkinson. 2012. Animal Nutrition, Seventh Edition. Prentice Hall, Harlow, England.

43 McDowell, R. E. 1972. Improvement of Livestock Production in Warm Climate. W. H. Freeman and

Co., San Fransisco.

Parakkasi, A., 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Prayitno, H. D. 2015. Kajian Respon Fisiologis dan Tingkah Laku Stres Ternak Di Desa Lingkar Kampus IPB Dramaga Bogor. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Skripsi). Rahardja, D.P. 2010. Ilmu Lingkungan Ternak. Masagena Press, Makassar.

Raiz, M. Q.., K. H. Sudekum, M. Clauss and A. Jayanegara. 2014. Voluntary feed intake and digestibility of four domestic ruminant species as influenced by dietary constituents : A meta-analysis. Lives. Sci. 162 : 76-85.

Septiadi, A., H. Nur dan R. Handarini. 2015. Kondisi fisiologi domba ekor tipis jantan yang diberi berbagai level ransum fermentasi isi rumen sapi. J. Peternakan Nusantara. 1 (2) : 69 – 80. Smith, J.B danS. Mangkoewidjojo. 1998. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan

di Daerah Tropis. UI Press. Jakarta.

Tillman, A. D., H. Hartadi., S. Reksodiprojo., S. Prawirokusumo., S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

44

Analisis Kinerja Keuangan Koperasi Persusuan di Indonesia:

Garis besar

Dokumen terkait