• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pustaka

Dalam dokumen jurnal No22 Thn13 Juni2014. pdf (Halaman 70-78)

Kinerja Pekerjaan dan Komitmen Sebagai Pencapaian Keberhasilan Individu dalam Organisasi

Kinerja pekerjaan dipengaruhi banyak faktor seperti keterampilan, kemampuan, persepsi, sikap, dan. Karakteristik kepribadian berperan dalam membentuk kinerja di samping motivasi, sistem evaluasi dan penghargaan, serta desain pekerjaan (job design). (Ivancevich dan Matteson, dalam Kurniawati, 2012). Beberapa tren yang mempengaruhi kinerja adalah knowledge work dan service work (Colquitt et al., 2011: 50-52). Selain kedua tren perubahan itu, ada tiga tantangan yang dihadapi oleh organisasi, yaitu: globalisasi, peningkatan keragaman angkatan kerja dan relasi pekerjaan yang timbul (Mc Shane dan Glinow dalam Kurniawati 2012).

Hal lain yang menjadi pencapaian keberhasilan organisasi adalah komitmen dari pegawainya. Terdapat tiga jenis komitmen organisasional yang dapat tumbuh dalam diri pegawai; yaitu komitmen afektif, komitmen continuance, dan komitmen normatif. Komitmen afektif tumbuh oleh dorongan emosional, misalnya karena persa-

habatan di lingkungan kerja, budaya organisasi dan kenyamanan bekerja. Komitmen continuance tumbuh oleh kesadaran rasional terhadap apa yang diperoleh pegawai dari organisasi; misalnya gaji, fasilitas dan promosi jabatan. Komitmen norma- tif tumbuh oleh dorongan kewajiban, misalnya status sebagai pendiri organisasi atau penunjukkan sebagai pemangku jabatan organi- sasi (Colquitt 2011: 70).

Hubungan ketiga jenis komitmen tersebut dalam gambar 1.

Dengan demikian organisasi pendidikan seperti sekolah sebagai centre of knowledge merupakan tempat yang sangat baik untuk memulai pengembangan ciri-ciri organisasi masa depan yang menghargai bahkan mengembangkan kekayaan intelektual para guru. Guru memperoleh status sebagai “knowledge worker” yang memiliki komitmen

organisasional untuk mengembangkan sekolah.

Faktor Karakteristik Individu: Kemampuan Pegawai (Ability)

Selanjutnya, tulisan ini melihat bagaimana bentuk kinerja dan komitmen pegawai bilamana dihubungkan dengan kemampuan pegawai. Kemampuan seringkali dikaitkan dengan kecerdasan yang merupakan fungsi baik dari faktor genetik maupun faktor lingkungan. Kemampuan diyakini sebagai sesuatu yang bersifat alami (Colquitt, LePine, & Wesson dalam Mulyono 2012). Sesuai dengan pernyataan tersebut Kinicky & Kreitner dalam Mulyono (2012) juga menyatakan bahwa kecerdasan yang dikaitkan dengan kemampuan diyakini sebagai kapasitas bawaan yang diturunkan secara genetik dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Sejumlah riset menambahkan bahwa lingkungan juga berperan dalam membentuk kemampuan seseorang.

Robbins & Judge dalam (Mulyono 2012) menyebut kemampuan kognitif sebagai kemam-

Gambar 1: Hubungan Jenis Komitmen Organisasional

Sumber: Colquitt (2011, 71) Felt in Reference to One’s: Company Top Management Departement Manager Work Taem Specific Coworkers Affective Commitmen Continuance Commitment Normative Commitment OVERALL ORGANIZATIONAL COMMITMENT

Meningkatkan Kinerja Pekerjaan dan Komitmen Organisasi

puan intelektual. Kemampuan intelektual didefinisikan sebagai kemampuan yang dibu- tuhkan untuk melakukan aktivitas mental, seper- ti berpikir, bernalar, dan memecahkan masalah. Dari segi kemampuan kognitif, faktor genetik dan lingkungan dapat dikatakan memainkan peran yang seimbang. Kendatipun demikian, perbedaan kemampuan dari segi kognitif yang dipengaruhi faktor lingkungan menjadi semakin kabur ketika orang beranjak dewasa. Adapun beberapa faktor di lingkungan yang mempengaruhi kemampuan kognitif, yaitu (1) situasi keluarga, (2) jumlah pendidikan yang diterima, (3) pilihan pekerjaan, dan (4) faktor biologis (Colquitt, LePine, & Wesson 2011 : 339).

Faktor Mekanisme Individu: Kepuasan Kerja

Menurut Shane & Glinow dalam Setiawan (2012), kepuasan kerja dinyatakan sebagai sebuah sikap yang paling banyak diteliti dan dipelajari dalam ilmu perilaku organisasi Sedangkan Dewi dalam Setiawan (2012) menyebutkan faktor penentu kepuasan kerja bisa dibagi dalam empat kelompok, yaitu lingkungan kerja, atasan/gaya kepemimpinan, sifat pekerjaan dan aktivitas kerja, lalu terakhir adalah manfaat. Teori Karakteristik Pekerjaan (Colquitt 2011: 111) menyebutkan bahwa terdapat lima karakteristik inti pekerjaan yang dapat membuat pekerjaan terasa lebih memuaskan, yaitu variasi kerja, identitas, kebermaknaan, otonomi, dan umpan balik.

Gambaran yang lebih jelas tentang hubungan kepuasan kerja dan pretasi dijelaskan sebagai berikut. Prestasi yang lebih baik secara khusus menimbulkan imbalan ekonomi, sosial, dan psikologis yang lebih tinggi. Apabila imbalan tersebut dirasa sesuai dan adil, maka akan timbul kepuasan yang lebih besar dalam diri karyawan. Sebaliknya apabila imbalan dinilai tidak sesuai dengan prestasi kerja seorang karyawan, maka cenderung menimbul- kan ketidak puasan. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada garis yang tidak dapat diputus antara prestasi, kepuasan kerja, dan kerja keras.

Faktor Mekanisme Individu: Pembelajaran dan Pengambilan Keputusan

Orang-orang yang memiliki kemampuan kognitif umum yang tinggi cenderung lebih baik

dalam proses belajar dan pengambilan keputusan. Dari sisi organisasi, kemampuan kognitif dianggap berperan paling penting dalam sebagian besar jenis pekerjaan (Colquitt, LePine, & Wesson, 2011 : 340). Banyak pekerjaan yang membutuhkan kemampuan kognitif, sehingga organisasi sering mendapat-kan informasi yang sesuai dengan kebutuhan organisasi melalui tes kemampuan kognitif secara umum (Noe et al. dalam Mulyono, 2012) Selain kemampuan kognitif, kemampuan emosional dipandang penting untuk dimiliki seseorang untuk dapat berfungsi secara efektif dalam situasi sosial dan sering dikenal juga sebagai emotional intelligence (Colquitt, LePine, & Wesson 2011 : 347) atau kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi diyakini memiliki empat komponen utama yang hampir menyerupai 4 aspek kecerdasan emosi menurut Colquitt, LePine, & Wesson (2011), yaitu pemahaman akan diri, kemampuan mengelola diri, pemahaman akan lingkungan sosial, dan kemampuan mengelola relasi dengan orang lain. Kedua komponen yang disebutkan terlebih dahulu merujuk kepada kemampuan pribadi/ perorangan. Sedangkan dua komponen yang terakhir disebutkan merupakan kemampuan sosial (Kinicki & Kreitner dalam Mulyono, 2012). Dari sisi organisasi, kemampuan untuk memahami kecerdasan emosi penting untuk dimiliki oleh setiap anggota organisasi, terma- suk pemimpin organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Goleman menemukan bahwa pemimpin yang sukses adalah pemimpin memiliki kecerdasan emosi (Mulyono, 2012).

Kemampuan fisik juga menjadi salah satu kemampuan yang dibutuhkan di dalam pekerjaan. Berdasarkan sejumlah penelitian mengenai prasyarat yang dibutuhkan dalam ratusan jenis pekerjaan yang berbeda, dihasilkan sembilan kemampuan fisik dasar yang diperlu- kan (Robbins & Judge dalam Mulyono, 2012).

Jones (dalam Chaterine, 2012) mengata-kan bahwa pembelajaran dalam organisasi adalah sebuah proses dimana seorang manajer berusaha untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan juga keinginan dari para anggota organisasinya, untuk dapat lebih mengerti, memahami serta mampu mengatur organisasi tempat mereka berada, dan juga

lingkungan organisasi dimana keputusan – keputusan yang mereka buat, mampu mening- katkan keefektifitasan organisasi tersebut secara berkesinambungan.

Kerangka Berpikir Penelitian Skema Model Pengukuran Kinerja dan Komitmen berdasar- kan Kemampuan Pegawai, Kepuasan Kerja, Pembelajaran dan Pengambilan Keputusan

Berdasarkan paparan teori di atas, peneliti mencoba merumuskan sebuah kerangka dan model penelitian yaitu tentang bagaimana kemampuan pegawai, kepuasan kerja, pembel- ajaran dan pengambilan keputusan membentuk kinerja dan komitmen organisasi. Peneliti merancang suatu pendekatan pengamatan yang bersifat kualitatif. Model rancangan sesuai paparan teori peneliti tampilkan pada tabel 1.

Penjabaran skema tersebut menurut variable yang akan diteliti berdasarkan paparan teori di atas terlihat pada tabel 2.

Dalam skema di atas, peneliti ingin menemukan bahwa antara kinerja pekerjaan terbentuk karena kemampuan pegawai tetapi tidak selalu turut membentuk komitmen organisasional. Peneliti juga ingin membuktikan bahwa kinerja pekerjaan tidak selalu terbentuk oleh karena adanya kepuasan kerja, pembelajaran organisasi dan pengambilan keputusan. Selain itu, peneliti juga ingin membuktikan bahwa komitmen organisasi terbentuk dari kepuasan kerja pegawai dimana kemampuan, pembelajaran dan pengambilan keputusan tidak selalu turut membentuk komitmen organisasional.

Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan suatu bukti bahwa organisasi perlu memikirkan suatu modifikasi pengukuran kinerja dan komitmen

organisasional pegawai secara khusus dalam dunia pendidikan. Dilihat dari tujuannya, penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif dipilih karena kinerja pegawai dan komitmen organisasi sejatinya adalah sesuatu hal yang bersifat kuali- tatif. Melalui pendekatan dan pengamatan kuali- tatif, peneliti lebih leluasa menggali dan menemu- kan makna terhadap variable penelitian.

Penelitian dilakukan di BPK PENABUR di Jakarta dalam Oktober 2012. Waktu ini dipilih karena pada waktu ini Yayasan sedang mengga- rap berbagai program Tabel 1: Skema Model Pengamatan Kinerja dan

Komitmen Organisasi

Kemampuan Kepuasan Pembelajaran Pengambilan

Keputusan

Kinerja Berelasi Berelasi Berelasi Berelasi Komitmen Berelasi Berelasi Berelasi Berelasi

Tabel 2: Skema Model Kinerja dan Komitmen berdasarkan Kemampuan Pegawai

Kognitif Emosional Fisik

Kinerja

Knowledge

Work Berelasi Berelasi Berelasi

Service Work Berelasi Berelasi Berelasi

Komitmen

Afektif Berelasi Berelasi Berelasi

Continuance Berelasi Berelasi Berelasi

Meningkatkan Kinerja Pekerjaan dan Komitmen Organisasi

Tabel 3: Skema Model Kinerja dan Komitmen Berdasarkan Kepuasan Kerja

Variasi

Kerja Identitas Signifikansi Autonomy Feedback Kinerja

Knowledge

Work Berelasi Berelasi Berelasi Berelasi Berelasi Service

Work Berelasi Berelasi Berelasi Berelasi Berelasi

Komitmen

Afektif Berelasi Berelasi Berelasi Berelasi Berelasi Continuance Berelasi Berelasi Berelasi Berelasi Berelasi Normatif Berelasi Berelasi Berelasi Berelasi Berelasi

Tabel 4: Skema Model Kinerja dan Komitmen Berdasarkan Pembelajaran dan Pengambilan Keputusan

Communities of Practice Knowledge Sharing Syste Knowledge Transfer Pengambilan Keputusan Kinerja Knowledge

Work Berelasi Berelasi Berelasi Berelasi

Service Work Berelasi Berelasi Berelasi Berelasi

Komitmen

Afektif Berelasi Berelasi Berelasi Berelasi

Continuance Berelasi Berelasi Berelasi Berelasi

Normatif Berelasi Berelasi Berelasi Berelasi kegiatan tahun ajaran sehingga peneliti bisa

mendapatkan pengamat-an tentang kemampuan, kepuasan, pembelajaran dan pengambilan keputusan yang muncul sebagai bagian dari aktifitas sekolah.

Responden penelitian ditanya mengenai kemampuan, kepuasan kinerja, pembelajaran dan pengambilan keputusan yang biasanya dilakukan melalui wawancara. Setelah itu, peneliti mengamati kinerja dan komitmen responden terhadap organisasi dan membuat catatan observasi. Teknik selanjutnya adalah

melakukan focus grup discussion tentang kinerja pegawai, komitmen organisasi, kemampuan, kepuasan kerja dan pembelajaran dan pengambilan keputusan yang ditunjukkan responden. Di samping itu juga dilakukan wawancara mendalam dan terfokus.

Peneliti melakukan pengamatan terhadap responden yang pada tahun 2012 memperoleh tanda penghargaan kesetiaan kerja 20 tahun dan 30 tahun, khususnya yang bekerja sebagai karyawan (non guru) di Yayasan BPK PENABUR Jakarta. Responden yang telah

bekerja 30 tahun di unit kerja ini terdapat 2 orang pegawai dan yang telah bekerja 20 tahun di unit kerja ini terdapat 24 orang. Total 26 responden. Peneliti melakukan pengamatan terhadap variable kemampuan, kepuasan kerja, pembelajaran yang dialami dan dampak pengambilan keputusan terhadap kinerja dan komitmen yang ditunjukkan responden selama 20 dan 30 tahun terakhir.

Sebagai pembuktian silang, peneliti menga- dakan in depth interview terhadap 8 responden terpilih. Peneliti menyusun perta-nyaan yang terdiri dari beberapa indikator sehingga dapat memberikan gambaran bagaimana variable kemampuan, kepuasan kerja, pembelajaran dan pengambilan keputusan membawa dampak bagi kinerja dan komitmen responden.

Langkah ketiga, peneliti mengumpulkan 5 orang dari responden yang terpilih secara acak namun memnuhi syarat yaitu 2 orang dengan masa kerja 30 tahun dan 6 orang dengan masa kerja 20 tahun untuk berkumpul dalam focus grup discussion. Topik pembicaraan adalah menggali pernyataan langsung responden terhadap kinerja dan komitmen yang berdasarkan pada variable kemampuan, kepuasan kerja, pembelajaran dan pengambilan keputusan.

Peneliti menganalis data pengamatan, in depth interview dan notula focus grup discussion sebagai data kualitatif. Pada penelitian ini peneliti berharap bahwa setelah triangulasi terdapat kecocokan dengan skema model pengukuran yang peneliti pergunakan.

Peneliti melakukan pemeriksaan dan pengecekan keabsahan data terhadap semua responden penerima tanda penghargaan kesetiaan kerja 20 tahun dan 30 tahun dengan memeriksa buku yang berisi daftar penerima tanda penghargaan kersetiaan kerja yang diterbitkan oleh yayasan BPK PENABUR pada tahun 2012. Buku ini menjadi petunjuk awal bagi peneliti untuk melakukan pemilihan responden mana yang akan diamati.

Hasil dan Pembahasan

Setelah melakukan serangkaian pengumpulan dan analisis, peneliti menemukan beberapa hal di bawah ini sebagai temuan penelitian.

Triangulasi instrument penelitian yaitu pengamatan, in depth interview dan focus group discussion dipaparkan sebagai temuan yang saling memperkuat.

Pengamatan terhadap Kemampuan Pegawai

Pengamatan peneliti terhadap kemam-puan kognitif pegawai yang telah 20 tahun dan 30 tahun bekerja dikaitkan dengan kinerja pekerjaan menunjukkan bahwa kemampuan kognitif berkaitan dengan knowledge work. Peneliti menemukan bukti bahwa responden menunjukkan kinerja yang baik karena menguasai pekerjaannya (memiliki knowledge work). Namun, kemampuan kognitif ternyata tidak berelasi dengan service work. Temuan ini menunjukkan bahwa untuk memberikan service work yang memuaskan (memenuhi perilaku citizen behavior) bagi rekan sekerja maupun organisasi ternyata tidak terkait dengan kemampuan kognitif. Responden yang bertugas sebagai pesuruh (lapisan terdepan dari service work di sekolah) bukanlah responden dengan profil kemampuan kognitif yang tinggi, namun ternyata berhasil menunjukkan perilaku citizenship yang baik, sehingga kinerja pekerjaannya juga baik.

Kemampuan kognitif yang dikaitkan dengan komitmen menunjukkan bahwa kemampuan kognitif berelasi dengan komitmen continuance dan normative tetapi tidak berelasi dengan komitmen afektif. Responden yang telah setia bekerja selama 20 dan 30 tahun mengalami peningkatan kognitif seiring dengan pening- katan komitmen continuance. Artinya, logika berpikir responden mampu bernalar dengan baik bila mereka diperhadapkan pada pertimbangan yang mengandung unsur pemenuhan kebutuhan oleh yayasan (apa yang mereka dapatkan dari yayasan). Dan sekaligus pertimbangan ini menumbuhkan komitmen normative pegawai terhadap yayasan. Namun, komitmen afektif tidak terganggu, karena responden merasa lebih penting untuk bertanggungjawab terhadap pemenuhan kebutuhan hidup daripada kebersamaan emosionil (afektif) dengan rekan kerja.

Kemampuan emosional ternyata tidak terkait dengan knowledge work tetapi terkait dengan service work. Responden terlebih suka

Meningkatkan Kinerja Pekerjaan dan Komitmen Organisasi

menunjukkan service work dengan emosi yang positif dibandingkan harus memikirkan hal-hal yang rumit tentang pekerjaan. Kemampuan emosionil terikat relasi dengan afektif dan tidak dengan continuance atau normatif, karena kekentalan hubungan dengan rekan kerja mempengaruhi bertahannya responden di tempat kerja.

Kemampuan fisik ternyata menunjukan relasi hanya pada knowledge work dan tidak berelasi pada komitmen. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan fisik dapat meningkatkan kinerja menjadi lebih baik; namun tidak berarti menumbuhkan komitmen.

Pengamatan terhadap Kepuasan Kerja

Responden penerima penghargaan kesetiaan kerja 20 dan 30 tahun menunjukkan kepuasan terhadap pekerjaan terutama karena mereka telah menjadi sangat mahir.

Variasi pekerjaan dapat meningkatkan knowledge work dan service work karena menjadi tantangan dan dinamika tersendiri bagi pegawai. Variasi pekerjaan juga menjadi factor yang memotivasi tumbuhnya komitmen continuance dan normative, namun tidak menumbuhkan komitmen afektif.

Identitas mampu meningkatkan kinerja (knowledge dan service work) dan komitmen afektif dan normative, tetapi tidak menumbuhkan komitmen continuance. Pegawai merasa identitas yayasan telah melekat menjadi identitias dirinya selama puluhan tahun bekerja dan ini merupakan bentuk kepuasan tersendiri bagi pegawai.

Signifikansi kepuasan bekerja jelas berelasi dengan kinerja namun tidak cukup mampu untuk meningkatkan komitmen afektif dan normative.

Keleluasaan dalam menyelesaikan pekerjaan (autonomy) ternyata berelasi terhadap knowledge work namun tidak berelasi dengan service work. Menarik untuk disimak bahwa ternyata komitmen afektif dan normative dapat tumbuh dari autonomy. Hal ini membuktikan bahwa kesetiaan bekerja telah memberikan responden untuk memiliki gaya bekerja yang khas pribadi yang bersangkutan.

Feedback berelasi pada knowledge work dan komitmen continuance; membuktikan bahwa

pegawai membutuhkan feedback sebagai bahan introspeksi diri.

Pengamatan terhadap Pembelajaran dan Pengambilan Keputusan

Pembelajaran dan pengambilan keputusan dalam pengamatan ini menunjukkan jelas mampu meningkatkan kinerja pegawai. Namun, tidak demikian pada komitmen. Responden yang banyak melibatkan diri dalam communities of practice, knowledge sharing system, knowledge transfer dan pengambilan keputusan memiliki komitmen continuance terhadap yayasan. Terlepas dari apa yang dimaksud sebagai “knowledge” oleh setiap responden. Tampaknya, responden amat memberi perhatian terhadap pembelajaran apa dan keputusan apa yang diterima dari yayasan yang mempengaruhi komitmen continuance-nya melebihi komitmen yang lain.

Bagi responden, setiap keputusan pasti didasari oleh pertimbangan yang baik dan diambil untuk kebaikan bersama; dengan demikian kinerja pekerjaannya tetap terpelihara dengan baik.

Temuan In Depth Interview

Pengamatan yang peneliti lakukan diatas kemudian diperiksa kembali dengan mengadakan interview kepada responden secara mendalam. Peneliti mengadakan wawancara dengan komposisi responden acak berjumlah 10 orang; yang terdiri dari penerima penghargaan 30 tahun (2 orang) dan 20 tahun (8 orang).

Dalam wawancara terungkap bahwa kinerja pekerjaan mereka rasakan telah dijalani dengan begitu saja; tanpa ada kendala yang terlalu berarti baik dalam hal knowledge work maupun service work. Mereka menyatakan bahwa meskipun yayasan tidak selalu memperhatikan kebutuhan mereka untuk memperoleh keterampilan baru, namun mereka selalu siap bilamana yayasan membutuhkan pertolongan.

Bilamana dikaitkan dengan komitmen, terungkap bahwa pekerjaan yang mereka miliki telah menjadi bagian dalam hidup mereka; yang dikenal sebagai komitmen continuance. Bagi mereka, sepanjang kebutuhan mereka tetap dapat terpenuhi oleh yayasan maka mereka akan tetap bekerja dengan komitmen dasar.

Temuan Focus Group Discussion

Untuk lebih memperdalam temuan dari pengamatan dan in depth interview, peneliti juga mengadakan focus grup discussion dengan responden yang terpilih yaitu sejumlah 8 orang; yang terdiri dari penerima penghargaan 30 tahun (2 orang) dan 20 tahun (6 orang).

Sebagai pembuktian silang tahap ketiga, dalam forum grup discussion peneliti menggali pendapat responden tentang kinerja dan komitmen yang telah

mereka tunjukkan selama ini yang dikaitkan dengan kemampuan, kepuasan kerja, pembelajaran dan pengambilan keputusan.

Dalam sesi ini terung- kap bahwa responden merasa bahwa yayasan tidak selalu memberlaku- kan kebijakan yang mem- perhatikan kebutuhan pengembangan kinerja. Bahkan cenderung pilih kasih; sehingga ada seke- lompok pegawai tertentu yang lebih mendapatkan perhatian. Responden memahami dengan baik

bahwa keberatan atau komplain tidak akan membuat yayasan berubah keputusan. Akibatnya responden dipaksa untuk tunduk dan mengikuti aturan yayasan.

Focus grup discussion juga mengungkapkan bahwa responden tidak mengenal akses keluar pekerjaan, sehingga komitmen mereka telah utuh untuk perusahaan.

Seluruh hasil penelitian peneliti ringkaskan dalam tabel 5, 6 dan 7.

Tabel 5: Ringkasan Hasil Penelitian Kemampuan Pegawai Terhadap Kinerja dan Komitmen

Kognitif Emosional Fisik

Kinerja

Knowledge

Work Berelasi Berelasi Berelasi

Service Work Berelasi Berelasi Berelasi

Komitmen

Afektif Tidak Berelasi Berelasi Tidak Berelasi

Continuance Berelasi Tidak Berelasi Tidak Berelasi

Normatif Berelasi Tidak Berelasi Tidak Berelasi

Gambar 6: Ringkasan Hasil Penelitian Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja dan Komitmen

Variasi Kerja Identitas Signifikansi Autonomy Feedback

Kinerja

Knowledge Work

Berelasi Berelasi Berelasi Berelasi Berelasi

Service Work Tidak Berelasi

Berelasi Berelasi Tidak Berelasi Tidak Berelasi Komitmen Afektif Tidak Berelasi Berelasi Tidak Berelasi Berelasi Tidak Berelasi

Continuance Berelasi Tidak Berelasi

Berelasi Berelasi Berelasi

Normatif Berelasi Berelasi Tidak Berelasi

Tidak Berelasi

Tidak Berelasi

Meningkatkan Kinerja Pekerjaan dan Komitmen Organisasi

Tabel 7: Ringkasan Hasil Penelitian Pembelajaran dan Pengambilan Keputusan terhadap Kinerja dan Komitmen

Communities of Practice Knowledge Sharing System Knowledge Transfer Pengambilan Keputusan Kinerja Knowledge Work

Berelasi Berelasi Berelasi Berelasi

Service Work Berelasi Berelasi Berelasi Berelasi

Komitmen

Afektif Tidak Berelasi

Tidak Berelasi Tidak Berelasi Tidak Berelasi

Continuance Berelasi Berelasi Berelasi Berelasi

Normatif Tidak Berelasi

Tidak Berelasi Tidak Berelasi Tidak Berelasi

Critical Incidence

Sebagai critical incidence dalam penelitian ini, - menemukan bahwa bagi kelompok responden 30 tahun komitmen tumbuh karena adanya kepuasan kerja. Ketika diperiksa lebih lanjut, kepuasan kerja yang dimaksud ternyata bukan penghargaan dalam bentuk fasilitas, uang atau jabatan. Namun karena adanya feedback terha- dap pekerjaan. Bagi responden hal ini menjadi suatu kepuasan karena berarti yayasan menga- kui keberadaan peran mereka untuk yayasan. Hal ini berlainan dengan kenyataan yang sering kita jumpai bahwa pada era sekarang ini kepuasan bekerja diperhitungkan dari berapa banyak yang bisa kita peroleh dari yayasan.

Tampaknya, hal yang lebih menarik lagi adalah peneliti menemukan bahwa responden yang mendapatkan penghargaan kesetiaan bekerja selama 30 tahun berhasil memperoleh penghargaan atas kesetiaan kerja 30 tahun ternyata rata-rata lahir pada era antara tahun 1950 – 1960; dan penerima kesetiaan kerja 20 tahun ternyata lahir pada era antara tahun 1960- 1970. Ini adalah era dimana jaman modern mulai memudar dan menuju pada detik-detik akhir; awal mulainya era postmodern. Dari pengamatan, in depth interview dan catatan focus grup discussion terlihat bahwa responden memiliki profil perilaku organisasi yang sama;

yaitu meyakini organisasi dalam konteks tradisional yaitu sebuah kesepakatan bahwa kepatuhan dan kerajinan akan diimbali dengan terjaminnya pekerjaan; dan sejalan seiringan dengan hal itu terjaminnya pekerjaan akan diimbali dengan kepatuhan dan kerajinan. Terlihat bahwa kelompok ini belum atau tidak terpengaruh dengan pergeseran organisasi era postmodern; sehingga pengukuran kinerja dan komitmen organisasi melalui variable kemampuan, kepuasan kerja, pembelajaran dan pengambilan keputusan masih relevan.

Penemuan ini akan menjadi sumber penelitian yang menarik apabila di tahun 2025 - 2035 dilakukan penelitian seperti ini terhadap mereka yang lahir pada era tahun 1980 – 2000. Karena pada kelompok ini, pekerja lahir, beranjak dewasa, dan bekerja dalam era postmodern dimana sudah terjadi pergeseran makna kinerja dan komitmen sesuai dengan konteks jamannya. Penelitian nanti hendaknya dapat membuktikan apakah kinerja dan komitmen masih relevan menjadi ukuran keberhasilan pegawai dalam suatu organisasi.

Dugaan awal peneliti untuk penelitian selanjutnya dibandingkan dengan hasil penelitian kali ini adalah terdapat perubahan skema model yaitu:

Simpulan

Kesimpulan

Kemampuan merupakan salah satu hal yang berperan penting dalam perkembangan sebuah organisasi. Kemampuan yang dimiliki tiap individu yang ada dalam organisasi menjadi salah satu faktor yang menentukan hasil dalam

Dalam dokumen jurnal No22 Thn13 Juni2014. pdf (Halaman 70-78)