• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Agama Kristen

Dalam dokumen jurnal No22 Thn13 Juni2014. pdf (Halaman 80-84)

Maria Evvy Yanti

E-mail: meykalibato@gmail.com SMAK BPK PENABUR Cianjur

Abstrak

endidikan bertujuan tidak hanya membagikan pengetahuan saja tetapi juga dapat membagi hidup dengan sesama melalui perilaku yang baik. Peserta didik juga perlu mendapatkan pengetahuan dan keterampilan serta mengenal dan merasakan kehadiran Allah dalam kehidupan bersama baik di keluarga, sekolah dan masyarakat. Akan tetapi, pendidikan tidak selalu dapat membentuk peserta didik menjadi cerdas dan juga berkepribadian unggul. Dengan merujuk pada pemikiran Johann Heinrich Pestalozzi yang menggunakan konsep dasar teologis, tulisan ini membahas bagaimana pendidikan agama Kristen (PAK) seharusnya diselenggarakan secara kontekstual. Kesimpulan pembahasan menekankan tujuan PAK adalah pembentukan karakter dan keimanan kepada Allah untuk mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Tulisan ini memberikan saran operasional bagaimana PAK seharusnya dilaksanakan.

Kata-kata kunci: Konsep dasar teologis, pendidikan kontekstual, Pendidikan Agama Kristen, pengajar

Johann Heinrich Pestalozzi’s Participation in the Students’ Character Building Education through Christian Education.

Abstract

The purpose of education and practice is not only to share knowledge, but is to be able to live together with others with best character. The students need to learn knowledge, skill and thrustworthy to God in their families, schools and communities. They have humiliy and conduciving to prosperity their life as a gift from God. However, the schools do not always produce the students smart both in knowledge and character. This article discusses the problem referring the ideas of Johann Heinrich Pestalozzi with his theological concepts particularly in providing Christian Religion Education (CRE). Concluding that the main objective of CRE is building the students’ character and strengthening their faith to God in developing their prestigious life, this article recommends some methods and techniques for the CRE teachers to improve their teavhing. Key words : Theology concept, contextual education, Christian religion education, teacher

Partisipasi Johann Heinrich Pestalozzi dalam Pendidikan Karakter

Pendahuluan

Di Republik Indonesia tentang pendidikan secara tertulis oleh pemerintah dituangkan dalam UUD 1945 pasal 31 dan diperlengkapi dengan UU no.20 tahun 2003. Pada bab IV pasal 10 dan 11 dituliskan juga bahwa pemerintah pusat dan daerah wajib memberikan pelayanan serta kemudahan termasuk penyediaan dana guna terseleng-garanya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Payung hukum tersebut secara jelas menyatakan bahwa pendidikan mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah dan berlaku bagi seluruh warga negara.

Walaupun demikian masyarakat masih belum memahami esensi dari pendidikan yang diterimanya. Masih banyak terlontar pertanyaan mendasar mengenai tujuan pendidikan yang dialami masyarakat. Ungkapan bernada pesimis mengenai pola dan dampak dari pendidikan yang diberikan terlontar melalui kalimat-kalimat ‘Apa untungnya sekolah? Kalau kekerasan dalam masyarakat masih terjadi, korupsi masih merajarela dan tawuran antar pelajar masih marak terjadi. Singkatnya untuk apa menjadi orang yang terdidik secara ilmu tetapi tidak memiliki sisi kemanusiaan yang mendatangkan kesejahteraan bagi sesamanya.

Pendidikan yang dipraktikkan di sekolah memiliki misi penting yang terimplementasi dalam kurikulum yang diprogramkan dalam proses belajar. Proses ini berpengaruh pada masa depan peserta didik dan pembentukan karakter kemanusiaannya. Fenomena yang terjadi masih tercipta kekerasan. Maraknya tawuran antar pelajar, pelecehan seksual oleh guru, pemerkosaan dan pembunuhan para pelajar merupakan lampu merah bagi pemerintah dan setiap insan pendidikan.1 Pusat Pengajian Ilmu Pendidikan Universiti Sains Malaysia menemukan 43,41% dari sampel pelajar mengalami kemurungan klinikal dan berpotensi melakukan usaha bunuh diri, pencapaian akademik yang lemah dan melupakan kemanusiaan manusianya sendiri.2 Data bunuh diri yang tinggi yang dilakukan manusia termasuk yang terdidik menunjukkan

sisi kemanusiaan yang tidak dirasakan lagi. Data kasus bunuh diri yang tinggi bukan dialami oleh negara terpencil dan terbelakang namun dari negara maju dengan sistem pendidikan termaju.3 Kemajuan yang memiliki muatan, strategi pembelajaran dan gaya mengajar modern yang seharusnya menciptakan manusia yang unggul dan idealnya mereka tidak berakhir dengan bunuh diri. Tetapi pada kenyataannya semakin modern pendidikan yang dipraktikkan semakin manusia menjadi mudah frustasi dan kecenderungan melakukan bunuh diri. Ironisnya kasus bunuh diri dilakukan para pelajar dengan berbagai macam penyebabnya. Data kasus bunuh diri di Bali mulai tahun 2003 terjadi 98 kasus kemudian meningkat cukup tajam menjadi 124 kasus pada tahun 2004, 137 kasus pada tahun 2005, dan 145 kasus pada tahun 2006. Dalam konteks ini diduga para pelajar memiliki tekanan yang berlebihan sementara nilai-nilai keagamaan dan sosial merenggang.4

Fenomena ini mengundang pertanyaan bagaimana peran pendidikan yang terus berkembang dalam sisi kemanusiaan melalui proses belajar yang dilaluinya, bukan hanya sekedar mempersiapkan masa depan, hidup berkelimpahan, berhasil dalam karier dan memiliki jabatan yang tinggi. Bagaimana tercipta proses belajar dan pendidikan yang menciptakan manusia yang dapat menghargai hidupnya sebagai anugerah Allah, menggu- nakan setiap kesempatan atau waktu hidupnya dengan bertanggung jawab kepada Allah dan sesama serta dapat berbagi kasih dalam kehidupan mereka. Salah satu usaha untuk menjawab pertanyaan ini akan diuraikan mengenai sumbangan pemikiran seorang ahli Pendidikan Agama Kristen (PAK) Johann Heinrich Pestalozzi yang mendedikasikan hidupnya melalui pendidikan dan pengajaran kepada peserta didik berdasarkan tinjauan teologis dan psikologis yang terimplementasi melalui pemikiran dan praktik PAK berdasarkan konteksnya. Frederick Eby menuliskannya mengenai Pestalozzi sebagai berikut, ‘Pestalozzi as a philanthropic educator of Zurich, has exerted the greater influence upon modern society’.5 Selain itu

hidup bermoral yang memperhatikan sisi kemanusiaan dalam komunitas pendidikan yang bersifat kekeluargaan.

Pembahasan

Riwayat Hidup Johann Heinrich Pestalozzi

Johann Heinrich Pestalozzi lahir pada tanggal 12 Januari 1746 di Zurich sebagai salah satu dari tiga belas kanton yang tergabung dalam federasi Swiss, secara resmi kota ini merupakan daerah merdeka. Sejak usia 6 tahun Heinrich kecil harus hidup sederhana dan menjalani masa pendidikan dengan kritis. Hal tersebut disertai dengan pengalaman hidup yang diwarnai dengan intimidasi dan perlakuan berbeda antara rakyat miskin dan kaum atas. Bukti penindasan setiap hari disaksikannya dan menumbuhkan hasratnya untuk menolong kehidupan rakyat miskin.1

Bidang pendidikan yang dipelajarinya adalah teologi dan hukum sebagai bekal baginya untuk mendirikan proyek mendidik anak-anak miskin. Mengingat kemalangan anak-anak di sekitarnya dan ketulusan untuk mendedikasikan dirinya bagi pendidikan mereka maka tujuan proyek pendidikan anak-anak miskin ini adalah: memperbaiki ahlak para pelajar, mendidik mereka untuk dapat membaca, menulis dan menghitung, melatih mereka memperoleh keterampilan yang akan menolong mereka keluar dari kemiskinan. Walaupun sekolah yang didirikannya bukan sekolah rohani tetapi dalam metode pengajarannya Pestalozzi menekankan pada jalinan hubungan anak dengan Allah. Mereka belajar memperoleh keterampilan memintal, menenun, memelihara sapi perah serta membuat keju dan bercocok tanam.2

Karya selanjutnya di bidang pendidikan adalah pada tahun 1798 Pstalozzi tiba di salah satu desa di Kanton Unterwalden yang bernama Stanz. Ia memanfaatkan kesempatan untuk mengembangkan asas-asas pendidikan yang pernah dilakukan di Neuhof. Sebanyak 80 anak ditampung di sekolah yang didirikannya. Pestalozzi bertindak sebagai orang tua bagi anak-anak yang tinggal di sekolahnya. Suasana penuh kasih diciptakannya untuk merawat dan

mendidik anak-anak itu. Hasil yang dicapainya sungguh besar sekali, sikap dan perilaku anak- anak mengalami perubahan. Mereka menjadi lebih baik, mampu menjalin hubungan persaudaraan yang erat, dan tercipta suasana saling mengasihi dan menolong.

Pestalozzi lebih menekankan pada penerapan kurikulum yang bersifat kontekstual. Anak-anak diajar dapat menghapal abjad, menulis, membaca dan menghitung. Pelajaran itu diberikan sesuai dengan kondisi mereka yang sangat membutuhkan pelajaran dasar pengetahuan karena banyak dari mereka yang sama sekali belum sekolah. Setelah ia meninggalkan Stanz selama kira-kira tujuh bulan, Juli 1799 Pestalozzi tiba di Burgorf untuk kembali mengajar anak-anak miskin di sana. Metode-metode yang dipakainya tidak menjadikan anak jenuh belajar. Ia mengajar anak untuk mengerti dahulu sebelum belajar menghapal. Metode yang dipraktikkannya menghasilkan kemajuan bagi anak sehingga ia diminta untuk menjadi guru anak laki-laki berumur 8 sampai 12 tahun. Pestalozzi mengawali pelajaran dengan berdoa setiap pagi bersama anak didiknya. Pelajaran pagi hari dilakukan selama empat jam dan setelah istirahat dilanjutkan kembali selama empat jam juga. Pestalozzi mengajar anak didik bukan hanya menyampaikan pengetahuan saja tetapi mengarahkan mereka untuk memahami proses belajar untuk mendapat pengetahuan itu. Anak- anak didik juga diarahkan untuk belajar melalui pengalaman mereka sehari-hari.

Selanjutnya Pestalozzi mendirikan sekolah di Yverdun dan mempraktikkan teori pendidikannya. Ia memiliki hubungan yang sangat dekat dengan anak-anak didik di Yverdun. Pestalozzi mengunjungi anak-anak didik untuk menyampaikan kasihnya melalui keprihatinan dan kata-kata yang penuh kasih. Peranannya di tengah-tengah anak didik begitu dekat bagaikan seorang ayah. Ia menangani perilaku anak-anak didik dengan menjalin komunikasi yang baik dengan mereka. Jika ia tidak berhasil melalui komunikasi maka diberlakukan pencabutan hak istimewa selama waktu tertentu. Pestalozzi mempraktikkan pendidikannya berdasarkan kasih bukan untuk

Partisipasi Johann Heinrich Pestalozzi dalam Pendidikan Karakter

menciptakan ketakutan di antara anak-anak didik. Sekolah yang didirikannya tampak seperti

rumah tangga dan bukan lembaga pendidikan.3 Setelah mendirikan sekolah, Pestalozzi berkarya di bidang sastra dan menyusun tulisan dengan judul Lienhard Und Gertrud yang bercerita tentang usaha memperbaiki kehidupan rakyat miskin melalui sistem persekolahan yang bermutu. Melalui tulisannya ini Pestalozzi ingin menarik pembaca untuk mengetahui asas-asas pendidikan yang ditulisnya. Tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam tulisannya menunjukkan karakter baik dan jahat. Karakter yang baik ditunjukkan oleh sebuah keluarga yang miskin tetapi memiliki ketaatan kepada Tuhan dan memberi perhatian pada pendidikan. Melalui tulisannya, Pestalozzi bertujuan mengarahkan pembaca pada cara pembaharuan masyarakat melalui sistem pendidikan.4

Pada tahun 1798 ia kembali ke Swiss dan bersama temannya yang bernama Stapfer untuk memperbaiki mutu kehidupan rakyat dengan membuka perguruan tinggi khusus melatih guru yang akan mendidik anak. Pestalozzi meninggal pada tanggal 17 Februari 1827 dan kantor Argovie mendirikan sebuah tugu penghormatan bagi Pestalozzi di depan sebuah sekolah baru.5 Di atas tugu tersebut tertulis nama Pestalozzi lengkap dengan data-data pribadinya, karya- karya tulisannya dan sekolah-sekolah yang didirikannya. Di akhir tulisan di atas tugu Pestalozzi digambarkan sebagai seorang yang sangat memperhatikan kebaikan bagi orang lain lebih dari dirinya.

Sumbangsih Pemikiran Johann Heinrich Pestalozzi dalam Bidang Pendidikan Agama Kristen (PAK)

1. Dasar Teologis PAK

Pandangan praktik PAK Pestalozzi didasari oleh penghayatannya terhadap ajaran Teologis yang dimilikinya. Kepercayaannya kepada Allah dinyatakan melalui kasih kepada Allah dan sesama. Ia sangat tertarik kepada hal-hal yang praktis untuk mewujudkan ajaran tentang Allah Bapa dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan aktualisasi ajaran hukum kasih dalam Markus 12:29-31 :

Jawab Yesus: ‘Perintah yang utama adalah: Dengarlah, hai orang Israel Tuhanlah Allah kita, Tuhan itu Esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Perintah yang kedua ialah: ‘Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada perintah lain yang lebih utama daripada kedua perintah ini’. Ayat-ayat tersebut merupakan pelaksanaan kehendak Bapa bagi manusia dan menjadi dasar pandangan pendidikannya. Allah Bapa yang dikenalnya tidak dibatasi oleh waktu, keadaan atau status sosial ekonomi manusia. Allah yang bereksistensi di tengah kehidupan umat percaya bahwa Allah pemberi kebahagiaan. Pestalozzi mempercayai dan mengenal Allah yang nyata dalam hidupnya melalui pemeliharaan-Nya. Pengenalan yang dalam kepada Allah sang pemelihara manusia menjadi dasar terciptanya hubungan yang harmonis di antara keduanya dan di antara sesama manusia. Pendidikan bagi umat manusia merupakan suatu jalinan aktualisasi kasih kepada Allah dan sesama. Mengasihi Allah dapat dinyatakan melalui kepedulian untuk mendatangkan kebahagiaan bagi sesama.

Penyebutan nama Yesus menunjukkan betapa pentingnya hubungan Yesus dengan dirinya. Teladan Yesus menjadi nafas hidup Pestalozzi yang mempengaruhi cara berpikir dan hidupnya. Teladan Yesus tercermin dalam hubungan Pestalozzi dengan sesamanya. Ia memperlakukan sesamanya tanpa membedakan karena ia berpendapat bahwa semua orang berdiri di atas tanah yang sama dan hidup bersama-sama. Menurut Pestalozzi Yesus adalah manusia sejati yang dimaksudkan Allah dan melalui teladan-Nya ia dapat memperkuat pengabdiannya untuk kebutuhan rakyat.

Pestalozzi tertarik menghayati ajaran Kristus dan melaksanakannya. Pengajaran Kristus dipahami sebagai filsafat yang mendidik dan mendatangkan keadilan bagi umat manusia. Melalui pengajaran-Nya itu Yesus menyatakan kasih Allah yang terwujud dalam kehidupan manusia. Kepercayaan kepada Allah menjadi dasar bagi manusia dalam menjalani

kehidupannya. Manusia memiliki pengharapan, hikmat, kebahagiaan dan daya tahan bagi semua golongan manusia. Manusia adalah makhluk yang percaya kepada Allah dan juga kepada sesamanya. Rasa kepercayaan terhadap sesamanya akan terkikis karena pengalaman pahit yang dialaminya.

Pandangan Pestalozzi tentang manusia lebih menekankan pada kesamaan status di antara manusia. Mereka memiliki struktur jasmani yang sama, lahir dan berkembang menurut proses yang sama sehingga tidak ada alasan mereka dibedakan atas beberapa golongan sosial. Semua manusia memiliki hak yang sama atas alam ciptaan Allah. Mereka berhak untuk mendapatkan pengetahuan yang berasal dari alam melalui proses pendidikan yang dapat menolong mereka memperoleh manfaat dari alam. Menurutnya setiap manusia memiliki kekhu-

susan dan keter- batasan yang ti- dak dimiliki sesa- manya yang lain.

Manusia me- rupakan makhluk bermoral yang melaksanakan hal tersebut tanpa paksaan oleh ke-

biasaan sosial atau hukum negara. Manusia dapat mengalami kegagalan saat melakukan tindakan moral dalam kehidupan pribadi dan hubungannya dengan sesama manusia. Kondisi tersebut disebabkan oleh kegagalan untuk mendengarkan hati nurani, tidak percaya akan diri sendiri dan tidak percaya kepada Allah.6

Manusia dengan tugasnya masing-masing memiliki derajat yang sama di bawah otoritas Allah. Mereka berhak untuk mendapatkan kemerdekaan atas hidupnya dan melaksanakan keadilan bagi diri dan sesamanya. Keadilan dalam diri manusia dibangun atas dasar kasih dan moralitas yang murni. Keadilan yang dipraktikkan di tengah-tengah kehidupan manusia dapat menjadi dasar berdirinya kemerdekaan bagi setiap individu. Pokok-pokok dasar teologi Pestalozzi dapat mencerminkan bahwa ia adalah seorang yang mengabdikan diri

dan mengetahui panggilannya untuk bekerja dan melakukan apa yang dikehendaki Allah.

2. Dasar Psikologis

Pestalozzi melakukan penelitian tentang kelakuan anak berdasarkan pengalaman hidupnya di dalam kelas. Ia mencoba untuk memahami proses perkembangan anak dengan menyelidiki keberadaan mereka. Dia memulai penelitiannya melalui alam yang dapat membuka rahasia perkembangan anak. Proses perkembangan belajar mengajar terjadi seiring dengan proses pertumbuhan alamiah. Tahapan yang mengawali proses tersebut diawali dengan penerapan hal-hal praktis, mengadakan pengujian lalu dirumuskan kesimpulan umum untuk menetapkan langkah selanjutnya.

Asas-asas belajar mengajar yang dipraktikkan Pestalozzi melalui usaha mem- bangun pengetahuan yang sudah ada dalam diri anak. Tahap perta- ma mereka diajar untuk menyelesaikan hal-hal sederhana sebe- lum menuju ke yang majemuk. Anak diajar untuk dapat memaha- mi materi pelajaran yang sederhana sebe- lum beranjak kepada pelajaran yang lebih sulit. Tahap kedua anak diberikan materi pelajaran yang terfokus pada salah satu jenis materi saja, sehingga pemahaman mereka tidak meluas pada materi pelajaran lain yang tidak berhubungan. Tahap ketiga anak didik diarahkan untuk belajar melalui proses pengalaman pancaindera.7 Mereka diberi kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan objek yang akan dipelajarinya. Tahap keempat pengetahuan melalui pancaindera bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan tentang jumlah, bentuk dan bahasa. Tiga kekuatan dasariah dari pengetahuan menurut Pestalozzi, yaitu :8 1) Kekuatan daya imajinasi yang teratur tetapi

tidak dibatasi dengan kemampuan untuk memupuk perasaan saja. Dari situlah kesa- daran akan keutuhan dan kemampuan menghitung dan ilmu hitung itu sendiri

Asas-asas belajar mengajar

Dalam dokumen jurnal No22 Thn13 Juni2014. pdf (Halaman 80-84)