• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan dan Isu Strategis dalam Satu Dasawarsa Terakhir Dalam rangka memenuhi kewajiban dari persetujuan dan perjanjian tersebut di atas, selama satu dasawarsa

Lingkungan yang Kondusif

2.2 Kebijakan dan Isu Strategis dalam Satu Dasawarsa Terakhir Dalam rangka memenuhi kewajiban dari persetujuan dan perjanjian tersebut di atas, selama satu dasawarsa

terakhir Indonesia telah menetapkan kerangka undang-undang dan peraturan serta kelembagaan yang menyeluruh untuk mencapai tujuan kesetaraan gender.

Pemerintah telah menyatakan komitmen yang tinggi untuk menghapus kesenjangan gender dalam segala sektor strategis termasuk pendidikan. Instruksi Presiden (Inpres) No. 9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional serta petunjuk teknisnya bertujuan agar kepentingan-kepentingan kesetaraan gender disertakan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari setiap kebijakan dan program nasional. Walaupun Inpres bukan undang-undang, namun beberapa pemerintah daerah telah menggunakan Inpres 9/2000 tersebut sebagai rujukan terkait kesetaraan gender dalam mengembangkan kebijakan dan program pendidikan daerah. Pada tahun 2002, KPPPA mengeluarkan Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional sebagai pedoman bagi instansi pemerintah dalam pelaksanaan Inpres 9/2000. Permendiknas 84/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan menjadi pedoman dalam pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam pendidikan di tingkat pusat maupun daerah.

Perundang-undangan dan peraturan lain yang telah dilaksanakan termasuk:

1. Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 27 menetapkan bahwa semua warga negara berkedukukan sama, tanpa pengecualian, di depan hukum dan pemerintahan serta berhak hidup bermartabat. Pasal 31 menjamin kesempatan memperoleh pendidikan (akses) untuk semua. Selain itu, amandemen yang ditetapkan pada tahun 2000 menjamin hak untuk bebas dari diskriminasi. Amandemen tersebut juga mengamanatkan agar pemerintah menyediakan 20 persen dari anggaran (APBN) untuk pendidikan. 2. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 20/2003 menetapkan demokrasi, kesetaraan dan

non-diskriminasi sebagai prinsip dalam pelaksanaan pendidikan (Pasal 4). Undang-undang tersebut juga mewajibkan persamaan hak dalam pendidikan bagi semua warga negara serta mewajibkan pemerintah untuk menyediakan layanan pendidikan, menjamin mutu pendidikan dan tidak diskriminatif.

3. UU 17/2006 tentang Rencanaa Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) menetapkan pengarusutamaan gender sebagai salah satu dari tiga isu lintas sektoral dalam pembangunan. 4. Peraturan Menteri Dalam Negeri 15/2008 berisikan pedoman penerapan analisis gender dalam

proses penganggaran bagi semua instansi pemerintah daerah. Pemerintah daerah diperintahkan untuk melaksanakan proses perencanaan yang tanggap gender dan membentuk Kelompok Kerja Gender (Pokja Gender) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional 84/2008 memberi pengarahan dalam pelembagaan dan pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam pendidikan di Kementerian serta dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota.

6. Peraturan Menteri Keuangan 119/2009 memilih tujuh kementerian percontohan termasuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk melaksanakan Anggaran Berbasis Kinerja

(Performance-Based Budgeting/PBB) yang tanggap gender dalam tahun 2010. Belakangan ini Anggaran Tanggap Gender (Gender Responsive Budget/GRB) menjadi hal yang semakin sering digunakan untuk mempertanggungjawabkan komitmen kebijakan nasional dalam pengarusutamaan gender.

7. Rencana Pengembangan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 menetapkan 11 prioritas termasuk pendidikan dan tiga prinsip lintas sektor sebagai dasar operasional pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan. Ketiga prinsip lintas sektoral yaitu 1) pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan; 2) pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik dan 3) pengarusutamaan gender.

8. Kemdikbud dan Kemenag telah membuat Rencana Strategis (Renstra) Pendidikan 2010-2014 sebagai penjabaran RPJMN dan pedoman reformasi. Renstra Pendidikan tersebut tetap mempertahankan prioritas pemerintah untuk pendidikan dasar dan penyediaan pendidikan dasar 9 tahun yang bermutu bagi semua anak laki-laki dan perempuan. Mengingat bahwa Kemdikbud bertanggungjawab secara keseluruhan atas sistem pendidikan nasional, maka Renstra Kemdikbud mencakup pendidikan negeri maupun swasta. Sasaran strategis Renstra Kemdikbud tersebut mencakup sekolah di bawah Kemdikbud maupun madrasah di bawah Kemenag. Lima prioritas kunci dalam Renstra, yaitu:

y pengurangan ketidakmerataan dalam kesempatan memperoleh pendidikan (akses) terutama di tingkat SMP/MTs

y peningkatan mutu proses belajar mengajar

y peningkatan relevansi pendidikan terutama untuk SMA/MA dan pendidikan tinggi y peningkatan efisiensi dan keterjangkauan biaya sekolah, dan

y peningkatan tata kelola dan pertanggungjawaban (akuntabilitas) untuk semua tingkat – pusat, provinsi, kabupaten/kota dan sekolah.

Tujuan strategis Pendidikan Islam dikembangkan dalam Renstra Kemenag yang meliputi satuan pendidikan madrasah negeri dan swasta serta satuan pendidikan lain di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. Visi Renstra Kemenag agar madrasah menjadi setara dengan sekolah dalam hal sarana dan prasarana, mutu pengajaran dan prestasi akademik. Oleh sebab itu, upaya Kemenag dititikberatkan pada peningkatan mutu untuk menjamin bahwa madrasah dapat memenuhi standar dan bahwa mutu dan kompetensi tenaga madrasah dapat menyelenggarakan metode belajar mengajar yang baik di kelas. Untuk mencapai hal ini, Kemenag akan melatih guru dan tenaga kependidikan dalam hal manajemen, kepemimpinan dan profesionalisme, dan mewajibkan madrasah untuk menjalani akreditasi.

Baik dalam Renstra Kemdikbud maupun Kemenag tidak ada penjelasan khusus yang menyangkut prinsip lintas sektor RPJMN tentang pengarusutamaan gender dalam pengembangan pendidikan.

RUU Kesetaraan Gender saat ini sedang dibahas oleh DPR dan konsultasi publik sedang dilaksanakan. Setelah disetujui oleh DPR, diharapkan undang-undang baru tersebut akan memperkuat pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam semua sektor, termasuk pendidikan. RUU Kesetaraan Gender Bab V Pasal 12 menetapkan sebagai berikut:

1. Lembaga pemerintah, kementerian, masyarakat serta pengusaha wajib melaksanakan pengarusutamaan gender dalam kegiatan dan fungsinya.

2. Pengarusutamaan gender perlu dilaksanakan dalam penyusunan kebijakan dan program, termasuk perencanaan, penganggaran, pelaksanaan serta pemantauan dan evaluasi (M&E).

3. Tentang pelaksanaan butir 1 dan 2 di atas, wajib memasukkan pengarusutamaan gender ke dalam setiap pelatihan dan diklat untuk pegawai negeri pusat maupun daerah serta masyarakat dan pengusaha.

4. Pelaksanaan butir 1 – 3 akan diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Sistem penganggaran negara (Public Expenditure Management System) dikembangkan dengan menggunakan Undang-undang Keuangan Negara sebagai salah satu dasarnya. Namun demikian masih belum ada sistem pemantauan pengeluaran untuk program dan kegiatan kesetaraan gender, termasuk pengeluaran yang dibiayai melalui program-program di sektor pendidikan. Untuk menanggapi kekurangan tersebut, pada tahun 2009 tujuh kementerian, termasuk Kemdikbud, telah dipilih untuk uji coba pengembangan Pernyataan Anggaran Gender (Gender Budget Statement/GBS) serta Anggaran Berbasis Kinerja dari tahun 2010. Pada tahun 2009, beberapa wakil Kementerian telah dilatih dalam penyusunan Pernyataan Anggaran Gender yang terkait dengan Anggaran Berbasis Kinerja dan Anggaran Tanggap Gender.9

Pada tingkat pemerintah daerah, Anggaran Tanggap Gender telah diperkenalkan sebagai alat pertanggungjawaban dalam pelaksanaan komitmen kebijakan nasional untuk kesetaraan gender dalam pendidikan. Peraturan Menteri Dalam Negeri tahun 2008 mewajibkan semua instansi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk menerapkan analisis gender dalam proses penyusunan anggaran. Sudah banyak kegiatan sosialisasi gender dan pelatihan tentang konsep dan alat analisis gender maupun penganggaran tanggap gender. Pelatihan tersebut juga membahas cara menyertakan kepentingan kesetaraan gender ke dalam pengembangan kebijakan dan program. Beberapa pemerintah kabupaten/kota yang didukung oleh lembaga donor atau LSM sudah berhasil melaksanakan pelatihan pengembangan Anggaran Tanggap Gender. Namun demikian, penggunaan Anggaran Tanggap Gender dengan hasil yang jelas, khususnya untuk sektor pendidikan, masih merupakan tantangan untuk provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Seperti yang disebutkan oleh seorang anggota DPRD dari Kabupaten Sleman, “Regulasi dari Kementerian Dalam Negeri diperlukan untuk memperkuat komitmen pengarusutamaan gender di DPRD.”

Sebagai salah satu contoh reformasi tata kelola anggaran pada tahun 2009 BAPPENAS mengeluarkan Peraturan Menteri tentang Pembentukan Panitia Pengarah dan Tim Teknis untuk Anggaran Tanggap Gender dan Tanggap Kemiskinan (Gender-Responsive Pro-Poor Budgeting). Tim tersebut terdiri dari pejabat Eselon 1 dan 2 dari enam Kementerian termasuk Menteri Pendidikan dan Kebudayan. Pekerjaan tim didukung oleh Sekretariat Anggaran Tanggap Gender. Penyusunan strategi pelaksanaan anggaran tanggap gender merupakan salah satu prioritas utama dari tim tersebut.

Dalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia telah mencapai banyak kemajuan yang penting dan berada pada jalur yang tepat dalam mencapai Millennium Development Goals 2 dan 3 (pendidikan dasar universal dan paritas gender). Angka Partisipasi Murni untuk pendidikan dasar (kelas 1 - 6) sudah mencapai 94.7% dengan partisipasi yang setara antara laki-laki dan perempuan.10 Pemerintah sadar bahwa sasaran nasional Pendidikan untuk Semua yaitu wajib belajar 9 tahun bagi semua anak laki-laki maupun perempuan saat ini belum tercapai karena Angka Partisipasi Murni di tingkat SMP/MTs (kelas 7 – 9)11 baru mencapai 67.6%. Pemerintah mengakui bahwa adanya akses dalam pendidikan saja tidak menjamin keberhasilan pendidikan. Mutu pendidikan sangat beragam di berbagai daerah dan secara umum mutu pendidikan Indonesia masih kurang baik jika dibandingkan dengan negara Asia dengan tingkat pendapatan menengah lainnya.

Indonesia memiliki basis yang kuat untuk terus berupaya meningkatkan mutu dan kesetaraan pendidikan yang juga merupakan komponen yang berhubungan sangat erat. Indonesia memiliki dukungan politis, komitmen dalam pendanaan, dan kerangka kerja kebijakan yang baik dalam Rencana Strategis Pendidikan. Indonesia terus memperkuat manajemen sektor pendidikan dengan meningkatkan akses, memperbaiki mutu pembelajaran, dan mengembangkan berbagai pendekatan termasuk dalam kesetaraan gender.

2.3 Rekomendasi

1. Rancangan Undang-Undang Kesetaraan Gender segera diselesaikan dan diundangkan.

2. Dibutuhkan Peraturan Kemdikbud dan Kemenag yang mewajibkan semua Direkotral Jenderal untuk mengarusutamakan kesetaraan gender dalam pendidikan di semua jenjang pendidikan.

3. Dibutuhkan Peraturan Menteri Dalam Negeri yang mewajibkan semua pemerintah daerah dan DPRD untuk mengarusutamakan kesetaraan gender dalam pendidikan di semua jenjang pendidikan. 4. Dibutuhkan Peraturan Menteri Agama yang mewajibkan semua Kantor Wilayah dan Kantor

Departemen untuk mengarusutamakan kesetaraan gender dalam pendidikan di semua jenjang pendidikan.

10. RPJMN Hal. I-51 (Prioritas 2: Pendidikan)

Dokumen terkait