• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persoalan yang Menantang Saat Ini dan Rekomendasi

Konstruksi budaya di NTT terkait dengan perbedaan peran, fungsi, tugas, status, sifat dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan secara alami tertanam terlalu lama dalam masyarakat telah menimbulkan kesenjangan gender bagi perempuan. Hal ini diakui bila pandangan/pemahaman akan nilai-nilai bersama masyarakat tersebut tidak mendapatkan strategi intervensi yang tepat, maka kondisi perempuan tidak akan mencapai status sosial yang tepat. Perempuan akan terus menjadi konsumen terpinggirkan, tersubordinasi dalam ruang domestik dan tempat kerja, terjebak stereotipi dalam kehidupan sehari-hari, dan berbeban ganda dikarenakan kekerasan. Hal ini jelas dilakukan dalam semua aspek kehidupan, perempuan jauh di belakang laki-laki dalam memperoleh pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik.

a. Isu tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pendidikan

1) Perguruan Tinggi - universitas merupakan tempat para ahli PUG. Namun temuan fakta menunjukkan beberapa hal yang menarik untuk diselesaikan. Masalah-masalah yang muncul yang diidentifikasi adalah:

a) Manajemen: ada kesenjangan dalam jabatan struktural di perguruan tinggi. Dimana laki-laki mendominasi posisi struktural dibandingkan perempuan pengecualian di Universitas Kristen, Universitas Artha Wacana Universitas; anggaran belum terlaksana sebagaimana anggaran yang responsif gender.

b) Kurikulum: tidak ada studi gender di universitas, kecuali untuk briefing mahasiswa jurusan sosiologi dan pelayanan masyarakat/magang serta kursus studi gender di program pascasarjana.

c) Dalam pembelajaran: banyak murid perempuan yang memilih ilmu sosial dan murid laki-laki lebih suka ilmu pengetahuan yang mengarah ke karir profesional yang berbeda di masa depan.

d) Penelitian: penelitian gender tetap terbatas dalam kuantitas dan kualitas untuk mendukung PUG dalam pendidikan.

2) Pendidikan dasar dan menengah. Pendidikan dasar 9-tahun merupakan prioritas untuk mencapai tujuan MDGs. Pengarusutamaan gender adalah bagian dari komitmen yang disepakati untuk memastikan pendidikan laki-laki dan perempuan mendapat layanan pendidikan dasar. Isu adalah:

a) Buku Teks: banyak buku teks yang membahas status dan fungsi perempuan dalam masyarakat banyak berpengaruh pada kesenjangan gender dalam proses pendidikan. Muatan paling banyak di buku teks, khususnya: sosial, Pancasila, pendidikan jasmani, bahasa Indonesia dan sastra, dan seni cenderung reponsive gender,

b) Akses perempuan lebih tinggi untuk departemen ilmu dasar seperti fisika, biologi, kimia sedangkan ilmu keteknikan seperti teknologi dan industri masih rendah.

3) Pemerintah Daerah.

Kebijakan pemegang dalam struktur pemerintahan didominasi oleh laki-laki, khusunya di lingkungan pendidikan, termasuk proses seleksi PNS untuk karir yang lebih tinggi dan posisi yang disebut Baperjakat, yang belum responsif gender. Kurang strategisnya posisi perempuan pengambil keputusan dalam pendidikan menyebabkan ketidaksetaraan gender tetap bertahan.

4) Masyarakat pada umumnya

Budaya mendominasi laki-laki masih kuat di NTT memungkinkan laki-laki lebih banyak daripada perempuan untuk pergi ke sekolah. Masyarakat secara keseluruhan percaya bahwa anak laki-laki (bukan perempuan) dalam pendidikan dan pemahaman bahwa laki-laki memiliki tanggung jawab lebih besar dalam membantu penghasilan keluarga tetap kuat dalam kehidupan keseharian. Prioritas pertama PUG adalah mengubah pola pikir keluarga dan pendidikan di mana anak laki-laki dan perempuan akan menghabiskan hidup mereka. Budaya NTT seperti “belis” (mas kawin) pada saat pernikahan, terutama di beberapa etnis di Sumba, Rote, Flores Timur, dan Manggarai adalah contoh budaya terkait dengan kesetaraan dan keadilan gender. Adanya pernikahan dini bagi perempuan terutama di daerah pedesaan merupakan bukti.

b. Masalah menantang saat ini dan rekomendasi

Tantangan yang muncul untuk memperkuat pengarusutamaan gender dalam pendidikan bervariasi di berbagai sekolah dan manajemen pendidikan kabupaten. Fenomena yang paling umum ditemukan selama diskusi kelompok terfokus dengan administrator pendidikan, pengawas, kepala sekolah, dan guru adalah:

1) Masih kurang menyadari pengarusutamaan gender dan menerapkan keterampilan Gender Pathway Analisis (GAP).

2) Resistensi Budaya yang membawa asumsi bahwa laki-laki lebih unggul daripada perempuan, 3) Tidak ada komitmen dari pemerintah daerah dalam hal peningkatan pengarusutamaan

gender, buktinya tidak ada anggaran dari APBD untuk pengarusutamaan gender.

4) Tidak ada dokumen yang terawat baik terkait dengan gender oleh staf dinas pendidikan dan kebudayaan di provinsi atau kabupaten ketika staf pindah ke kantor lain dimana semua data dan dokumen pindah ke kantor baru.

5) Rotasi manajer dan staf di dinas pendidikan dan kebudayaan di provinsi atau kabupaten terlalu cepat

6) Masih ada resistensi terhadap diri sikap staf/pemimpin, misalnya: pernyataan “kami mengurus masyarakat bukan hanya perempuan”.

7) Pada kebijakan: tidak ada tindakan dari pengambil keputusan untuk melaksanakan pengarusutamaan gender di sektor lain,

8) Tidak semua sektor mempunyai data terpilah menurut jenis kelamin karena akan menambah beban kerja staf yang ditugaskan.

c. Rekomendasi untuk memperkuat pengarusutamaan gender dalam pendidikan 1) Perguruan Tinggi

a) Para pembuat keputusan di beberapa perguruan tinggi harus menggunakan Gender Analysis Pathway (GAP) untuk mengusulkan anggaran PUG,

b) Alokasi anggaran rutin untuk pusat studi wanita untuk menjalankan pengarusutamaan gender untuk pengembangan kapasitas internal di UNDANA.

c) Meningkatkan secara intensif penelitian, pelatihan, dan program pengembangan yang responsif gender,

d) Sosialisasi PUG untuk memperkaya metodologi dalam curikulum penelitian di pendidikan tinggi

2) Pendidikan Dasar dan Menengah

a) Mengorganisir kompetisi untuk Sekolah yang responsive gender,

b) Mengkaji dan memperbarui buku pelajaran yang diperlukan dengan perspektif gender. 3) Pemerintah daerah dan masyarakat

a) Membangun jaringan dengan LSM, bekerja sama dengan para pemimpin agama, kemitraan dengan masyarakat untuk meningkatkan kegiatan KIE.

Penutup

Pengarusutamaan gender harus dilaksanakan secara terus menerus oleh semua pemangku kepentingan pendidikan di NTT dan setiap kabupaten. Kantor Dinas Provinsi atau kabupaten harus menyiapkan data terpilah menurut jenis kelamin laki-laki dan perempuan untuk manajemen pendidikan masa datang. APBD untuk menjalankan PUG harus tersedia.

Guru dan dosen menjadi pemegang pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam pelatihan, penelitian dan pengembangan. Tokoh-tokoh kunci untuk PUG di sekolah menjadi sangat efektif untuk melakukan advokasi untuk memastikan bahwa murid laki-laki dan perempuan akan menjadi generasi masa depan yang responsif gender. Setiap ketua lembaga terkait gender harus diberikan wawasan tentang dampak rotasi staf dan pada keberlanjutan PUG dalam pendidikan. Guru dan dosen harus menjadi front-liner-garis depan untuk perubahan sosial dan budaya untuk mendukung PUG dalam pendidikan dan masyarakat. Untuk target jangka pendek, Kantor Dinas Propinsi dan Kabupaten Pendidikan, Pemuda dan Olahraga harus bekerja untuk memperbarui bahan pembelajaran, pengembangan kurikulum berbasis sekolah, penulisan buku teks dan publikasi agar lebih berpihak pada keadilan gender dan menolak toleransi terhadap pelecehan dan cara yang kekerasan di sekolah.

Mr Maxwell Halundaka, Kepala Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupang akan bergerak maju dengan kebijakan pemerintah untuk menghadapi masalah yang menantang pada program pengarusutamaan gender dalam pendidikan. Dia akan menggunakan Format Pelaporan tahun 2004 untuk mengelola pengelolaan data pendidikan berbasis gender. “Saya percaya bahwa dengan data akurat yang diperbarui secara rutin oleh sekolah dan diawasi oleh Kabupaten, kita semua akan memiliki pengarusutamaan gender yang lebih baik dalam perencanaan pembangunan pendidikan dan anggaran pendukung dari APBN dan APBD. Sekarang dan di sini, saya akan memimpin kegiatan PUG di sekolah “.

Laporan Kunjungan Lapangan dan FGD Di Kupang

Dokumen terkait