• Tidak ada hasil yang ditemukan

Melembagakan Pengarusutamaan Gender

3.2 Ringkasan Temuan

Struktur yang diperlukan dalam pengarusutamaan gender telah dimiliki oleh Kemdikbud dan Kemenag. Dalam sepuluh tahun terakhir, Kemdikbud dan Kemenag telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pengertian terkait kesetaraan gender. Wakil sektor pendidikan yang diwawancara untuk Tinjauan ini menunjukkan bahwa mereka mengerti dan tertarik dalam mendukung kesetaraan gender dalam pendidikan. Pemangku kepentingan dalam Tinjauan ini juga menyebutkan bahwa sepuluh tahun yang lalu kesetaraan gender masih merupakan hal yang tidak diketahui dan dimengerti sama sekali. Namun demikian, kini pemangku kepentingan sudah memiliki pengertian mengenai pengarusutamaan gender dalam bidang pendidikan.

Karena Sekretariat Pengarusutamaan Gender ditempatkan sebagai bagian Direktorat Jenderal PAUDNI, sebagaian besar kegiatan pengarusutamaan gender di Kemdikbud cendurung dititikberatkan untuk pendidikan non formal dan informal. Pada tahun 2002, Sekretariat Pengarusutamaan Gender menjadi bagian pendidikan non formal karena Direktorat yang bersangkutan saat itu didukung oleh keahlian dalam kesetaraan gender serta keinginan untuk mengembangkan strategi kesetaraan gender. Karena hal tersebut, maka Pokja Gender tingkat provinsi dan kabupaten/kota juga menjadi bagian pendidikan non formal. Hal ini mengakibatkan adanya kecenderungan bahwa pengarusutamaan gender belum sepenuhnya menjadi prioritas untuk pendidikan formal.

Para pemimpin Kemdikbud mendukung kesetaraan gender di pendidikan. Dukungan tersebut tercermin dalam adanya anggaran untuk kegiatan kesetaraan gender serta program inovatif yang sedang diujicobakan di sekolah formal maupun non formal. Namun demikian masih belum ada arah / haluan strategis yang jelas untuk pengarusutamaan gender dalam pendidikan formal. KPPPA telah menyarankan kepada Kemdikbud untuk menempatkan Sekretariat Pengarusutamaan Gender sebagai bagian dari Biro Perencanaan. Saat Tinjauan ini dilaksanakan, Biro Perencanaan Kemdikbud melaporkan bahwa telah ada rencana tersebut dan hal ini merupakan perkembangan yang positif. Para pihak terkait di tingkat pusat maupun provinsi menyampaikan bahwa kini waktunya meningkatkan keberhasilan pengarusutamaan gender dalam sistem pendidikan formal. Hal ini dapat dicapai dengan menjadikan Biro Perencanaan yang berada di bawah Sekretaris Jenderal sebagai penanggungjawab utama upaya pengarusutamaan gender dalam sektor pendidikan.

Keterlibatan ahli gender dari Kemdikbud dan Kemenag dalam pengelolaan program sangat penting bagi pelaksanaan kesetaraan gender dalam pendidikan. Namun demikian, saat ini ke dua Kementerian mengalami keterbatasan dalam hal ini karena banyak perintis perjuangan kesetaraan gender yang telah memasuki masa pensiun sementara proses regenerasi belum membuahkan hasil. Salah satu langkah strategis untuk mengatasi keterbasan ini adalah dengan menghadirkan ahli gender laki-laki dan perempuan sebagai anggota tim dan menghasilkan kegiatan pengembangan kapasitas yang tanggap gender terutama di lingkungan di mana kecenderungan menolak kesetaraan gender masih kuat. Selama

dasawarsa terakhir, KPPPA, Kemdikbud maupun Kemenag merasakan manfaatnya dengan keberadaan pria maupun wanita yang menjadi pejuang kesetaraan gender dimana mereka memiliki pengetahuan mendalam mengenai kesetaraan gender dalam pendidikan. Selain itu, Tinjauan ini juga mengidentifikasi beberapa pejabat Eselon 2 dari Kemdikbud dan Kemenag yang juga memiliki pengetahuan mendalam terkait gender.

Tujuan kesetaraan gender dalam pendidikan perlu diperluas agar tidak hanya mencakup kesetaraan kesempatan memperoleh pendidikan (akses) namun juga termasuk kesetaraan dalam proses belajar mengajar, prestasi dan hasil pendidikan formal. Dengan demikian, sulit untuk dapat mencapai kesetaraan gender di seluruh sektor pendidikan jika tanggung jawab terkait pengarusutamaan gender hanya berada pada satu Direktorat Jenderal saja.

Dalam wawancara untuk Tinjauan ini, salah satu pemimpin tingkat provinsi menyatakan: “Telah ada kesalahfahaman bahwa kesetaraan gender hanya berlaku pada pendidikan non formal. Kebijakan top-down hanya menitikberatkan pada non formal. Mengapa Direktorat lain tidak memperhatikan pengarusutamaan gender? Bagaimana pendidikan formal, pendidikan kejuruan?” - Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Yogyakarta.

Para pejabat senior Kemdikbud (Eselon 1 dan 2) yang diwawancaraisepakat bahwa perlu “meletakkan kembali” (re-positioning) strategi karena telah ada pandangan bahwa pengarusutamaan gender hanya berlaku untuk pendidikan non formal saja. Para wakil Direktorat yang diwawancarai menyatakan bahwa tanpa adanya peraturan yang dikeluarkan oleh pimpinan Kemdikbud yang mewajibkan pengarusutamaan gender pada semua Direktorat Jenderal, kecil kemungkinan hal ini akan mendapatkan perhatian penuh dari pihak-pihak terkait.

Para pemimpin Kemenag mendukung kesetaraan gender dalam pendidikan dan beberapa Direktur Jenderal mengusulkan agar Sekretariat Pengarusutamaan Gender yang sekarang berada di bawah Biro Perencanaan digiatkan kembali. Namun demikian, perlu dipertimbangkan besarnya tantangan yang dihadapi Kemenag dalam pengarusutamaan gender selama sepuluh tahun terakhir. Istilah “pengarusutamaan gender” sendiri dapat menimbulkan tanggapan negatif dari beberapa kalangan Agama. Salah satu Direktur Jenderal berkeyakinan bahwa penyusunan strategi “Kesetaraan dalam Pendidikan” yang menitikberatkan pada kaitan antara mutu dan kesetaraan dalam pendidikan bagi laki-laki maupun perempuan merupakan salah satu kegiatan yang dapat dilakukan. Pendekatan tersebut dapat membahas belum adanya arah/haluan strategis yang jelas untuk mendukung pengarusutamaan gender dalam sekolah Islam/madrasah dan juga pada sekolah yang berbasis agama lainnya.

Kerjasama Kemdikbud dan Kemenag dalam pengarusutamaan gender sangat terbatas, baik di tingkat pusat maupun tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Para pihak terkait mengutarakan bahwa koordinasi di antara Kementerian tersebut merupakan salah satu bidang yang perlu diperkuat. Di beberapa provinsi, staf Kemenag telah diundang untuk mengikuti lokakarya yang diselenggarakan dalam rangka program uji coba yang dilaksanakan oleh Kemdikbud.

Penelitian lapangan Tinjauan ini menemukan perbedaan yang menonjol di antara kelima kabupaten/ kota yang dikunjungi. Di Kabupaten Sleman dan Klaten, Pokja Gender, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota bekerja dengan baik dengan adanya keahlian teknis dan dukungan kuat dari pimpinan. Sedangkan Pokja Gender tingkat provinsi dan kota di Kupang belum bekerja secara baik karena kepemimpinan dan keahlian teknis lokal yang masih kurang kuat. Dilaporkan bahwa keadaan tersebut disebabkan oleh kurangnya kemauan politik (political will) termasuk keengganan untuk menyediakan anggaran bagi rapat Pokja Gender. Kinerja pengarusutamaan gender di Kabupaten Indramayu belum ada sama sekali karena kurangnya keahlian teknis di daerah tersebut. Semua Kabupaten/Kota yang dikunjungi melaporkan tidak ada tenaga tetap yang terlatih dalam pengarusutamaan gender untuk mengisi jabatan terkait dalam hal ini. Semua koordinator gender mempunyai tugas pokok lain dan sebagian belum dilatih dalam pengarusutamaan gender dalam pendidikan. Kantor Wilayah dan Kantor Departemen Kemenag belum mempunyai Pokja Gender yang aktif karena belum adanya arahan dari pusat.

Pada beberapa provinsi dan kabupaten/kota sedang dilaksakanan kegiatan pengarusutamaan gender yang inovatif namun keberhasilan diukur dengan menghitung jumlah kegiatan program (output) dan bukan hasil kegiatan (outcome). Selain itu, beberapa pemangku kepentingan menyampaikan bahwa

keterlambatan pencairan dana pusat di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dapat mempengaruhi kinerja mereka dalam mendukung pengarusutamaan gender. Saat ini belum diselenggarakan sistem pemantauan dan evaluasi (M&E) pengarusutamaan gender dari pusat yang dapat mengidentifikasi keberhasilan yang sudah tercapai di beberapa provinsi.

Tantangan lain yang dihadapi adalah sulitnya mempertahankan keahlian teknis di daerah mengingat seringnya mutasi PNS (pegawai negeri sipil) dilakukan. Pada tingkat pusat dan daerah, kendala ini seringkali mengakibatkan ‘pejuang gender’ yang memiliki bakat memimpin dipindahkan dan diganti oleh anggota staf lain yang keahlian teknis dan kemampuan kepemimpinannya lemah. Masalah kaderisasi kepemimpinan tersebut dialami oleh hampir semua lembaga pemerintah, perguruan tinggi (PSW/PSG), dan LSM. Karena transfer pengetahuan atau informasi kepada penerus jarang dilakukan, hal ini sering mengakibatkan kegagalan kaderisasi dan hilangnya keutuhan pengetahuan gender dalam lembaga yang bersangkutan.

Anggota DPRD Sleman menyatakan, “Salah satu kendala utama adalah mutasi pegawai Kementerian dan pemerintah daerah yang terlalu sering sehingga lembaga pemerintah tersebut mulai dari “titik nol” lagi dan terpaksa melatih staf baru. Kita perlu mengubah kebiasaan ini. “

Kurangnya dana untuk penelitian dan pengembangan menghambat keberhasilan Pusat Studi Wanita/ Gender dalam melakukan penelitian bermutu tinggi tentang kesetaraan gender dalam pendidikan formal. Kebanyakan Rektor belum menyediakan dana pengembangan PSW dari anggaran perguruan tinggi. Salah satu perguruan tinggi di Kupang tidak menyediakan anggaran sama sekali pada tahun 2012. PSW menjadi sering bergantung kepada sumber dana luar – yang cukup langka – untuk membiayai penelitian. Kemdikbud menyediakan hibah untuk peningkatan kapasitas PSW serta untuk penelitian dan pengembangan dari Dana Revitalisasi. Saat ini, tugas PSW tidak termasuk pengembangan kesetaraan gender di dalam perguruan tingginya mereka sendiri.

Meskipun adanya kendala seperti disebut di atas, pelembagaan pengarusutamaan gender bisa berhasil jika ada kemauan politik. Salah satu contoh terbaik di Indonesia adalah Kementerian Pekerjaan Umum yang dianugerahi Penghargaan Best Performance (Anugrah Parahita Eka Praya) dalam Pengarusutamaan Gender pada tahun 2011. Kementerian Pekerjaan Umum telah melembagakan pengarusutamaan gender secara utuh di seluruh Institusi tersebut sejak tahun 2004, dengan menjamin bahwa semua Direktorat dan jabatan khusus lainnya bertanggung jawab dalam pengarusutamaan gender. Kementerian ini memiliki Kertas Posisi (Position Paper) Pengarusutamaan Gender yang jelas sebagai rujukan bagi semua Direktorat dalam penyusunan rencana aksi dan anggaran masing-masing. Sekretariat Pengarusutamaan Gender tetap (full time) di bawah Sekretaris Jenderal memantau, mengevaluasi dan melaporkan semua kegiatan di Kementerian dan menyediakan jasa teknis, konsultasi dan koordinasi untuk semua Direktorat.

3.3 Rekomendasi

1. Tinjauan ini mendukung rencana pemindahan Sekretariat Pengarusutamaan Gender, yang saat ini berada di bawah Direktorat Jenderal ke Biro Perencanaan di bawah Sekretaris Jenderal. Hal ini dilakukan agar prioritas dan pelaksanaan kesetaraan gender dalam sektor pendidikan oleh seluruh Direktorat di Kementerian dapat dengan lebih mudah dilaksanakan. Selain itu, hal ini dapat memperkuat kegiatan dan hasil kesetaraan gender untuk semua tingkat pendidikan dari PAUD sampai dengan pendidikan tinggi.

2. Sekretariat Pengarusutamaan Gender di bawah Biro Perencanaan Kemdikbud maupun Kemenag agar dikelola oleh staf yang terlatih (Eselon 3 atau 4.) Hal ini akan memungkinkan Sekretariat untuk memfasilitasi pengembangan kesetaraan dalam strategi pendidikan melalui kerjasama dengan semua Direktorat Jenderal kedua Kementerian tersebut.

3. Memberikan prioritas untuk peningkatan kapasitas pengarusutamaan gender dalam pendidikan bagi para pimpinan Kemdikbud dan Kemenag.

4. Pengembangan strategi di Kemdikbud dan Kemenag yang juga menyertakan upaya pencapaian kesetaraan gender pada semua lembaga pendidikan (tidak hanya menitikberatkan pada kesempatan memperoleh pendidikan/akses melainkan kesetaraan kesempatan dalam proses belajar mengajar, prestasi belajar dan keberhasilan pendidikan). Strategi tersebut perlu menegaskan keterkaitan antara mutu pendidikan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan serta mengukur keberhasilan (outcome) upaya yang telah dilakukan. Selain itu, informasi terkait digunakan sebagai masukan untuk Renstra. 5. Peningkatan kapasitas bagi Pokja Gender di daerah. Pengarahan strategis yang jelas bagi Pokja

terkait tentang pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi agar Pokja tersebut dapat mempertahankan peningkatan mutu sekolah yang tanggap gender secara konsisten.

6. Kemdikbud mengadakan evaluasi resmi terhadap model uji coba kesetaraan gender dalam pendidikan yang dikembangkan di Kabupaten Sleman, Klaten serta Kabupaten/Kota lain. Evaluasi tersebut termasuk informasi tentang proses dan bahan sebagai rujukan bagi penyebarluasan model tersebut. Kemenag mulai melakukan uji coba model kesetaraan gender di madrasah yang berlokasi di Kabupaten/Kota yang sama dengan Kabupaten/Kota dimana uji coba telah dilaksanakan oleh Kemdikbud. Uji coba model dilaksanakan melalui Pokja Gender yang dibentuk oleh Kemenag bekerjasama dengan lembaga setempat seperti Universitas Islam Negeri (UIN,) Institut Agama Islam Negeri (IAIN,) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN,) dan Pusat Studi Wanita/Gender.

7. Dibutuhkan Memorandum of Understanding antara Pemerintah dan lembaga donor untuk menjamin semua bantuan dalam sektor pendidikan yang dibiayai donor juga melakukan pengarusutamaan gender secara komprehensif dalam kegiatan dan programnya.

8. Pusat Studi Wanita/Gender di perguruan tinggi perlu dukungan dalam peningkatan kapasitas penelitian dan pengembangan tentang unsur kesetaraan gender dalam pendidikan formal.

9. Kemdikbud dan Kemenag mengembangkan standar nasional kesetaraan gender untuk lembaga pendidikan. Definisi sekolah tanggap gender menjadi bagian pedoman pelaksanaan untuk sekolah dan digunakan dalam rencana pengembangan sekolah (Rencana Kegiatan Sekolah/RKS dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah/RKAS).

Dokumen terkait