• Tidak ada hasil yang ditemukan

KECAMATAN TRUCUK

Dalam dokumen M01891 (Halaman 142-148)

PADA REMAJA Nurul Devi Ardian

KECAMATAN TRUCUK

Istianna Nurhidayati1), Efy Kusumawati2), Ekki Suprihatin3)

1,2,3

Stikes Muhammadiyah Klaten, Istiannanurhidayati@gmail.com, Abstrak

Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue(DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan di dunia terutama Negara berkembang. Kejadian DBD di Indonesia terjadi peningkatan setiap tahun yang menimbulkan Kejadian Luar Biasa dan dampak sosial dan ekonomi dimasyarakat.Pencegahan DBD diperlukan untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.Pencegahan DBD dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya pelaksanaan tugas kesehatan keluarga.

Tujuan. Mengetahui hubungan pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan pencegahan DBD di Desa Wonosari Kecamatan Trucuk

Metode penelitian. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi. Populasi penelitian ini adalah semua jumlah KK yang ada di Desa Wonosari. Sampel sebanyak 81 KK dengan teknik cluster random sampling. Analisa data menggunakan Kendal Tau. Hasil.. Hasil penelitian diperoleh 79% keluarga mengenal masalah dengan baik tentang DBD, 87% keluarga mengambil keputusan dengan baik, 50,6% keluarga dalam kategori baik melakukan perawatan penegahan DBD, 84% kategori baik dalam memodifikasi lingkungan sesuai syarat kesehatan, dan 77,8% kategori baik dalam memanfaatkan pelayanan. 85,2% responden kategori baik dalam pencegahan DBD.

Kesimpulan. Terdapat hubungan pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga dengan pencegahan DBD di Desa Wonosari Kecamatan Trucuk dengan arah hubungan positif dan p value = 0,027 atau p< 0,05.

Kata kunci : Pencegahan DBD, Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga

Pendahuluan

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan di dunia terutama negara berkembang.Penyakit ini banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia.Insidensi DBD meningkat di seluruh dunia dalam beberapa dekade terakhir ini.Populasi DBD di dunia meningkat lebih dari 40%. World Health Organization (WHO, 2013) menjelaskan, sekitar

2,5 milyar orang, atau 40% merupakan population at risk DBD. WHO memperkirakan 50

sampai 100 juta terinfeksi virus DBD setiap tahunnya, ditemukan 500.000 kasus DBD dan 22.000 kematian, sebagian besar di antara anak-anak. Anomali iklim dan buruknya penanganan lingkungan yang menyebabkan kasus DBD meningkat di masyarakat.Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama jumlah penderita DBD setiap tahunnya. WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD pada urutan keempat tertinggi di Asia Tenggara (WHO, 2011).

Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas

“Pera Perawat dala Pelaya a Kesehata Pri er e uju Masyarakat Eko o i ASEAN “ Semarang, 7 November 2015

126

Peningkatan kasus DBD di Indonesia di tunjukkan dengan insiden DBD. Demam Berdarah Dengue di Indonesia pada tahun 2011 sebesar Incidence rate (IR)= 27.67 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2012 meningkat menjadi sebesar (IR)= 37,27%, dan pada tahun 2013 sebasar (IR) = 45,85 % per 100.000 penduduk. Data diatas menunjukkan bahwa angka kejadian DBD di Indonesia masih terjadi peningkatan setiap tahunnya. Penyakit DBD di Provinsi Jawa Tengah juga menjadi permasalahan serius, terbukti 35 Kabupaten/Kota sudah pernah terjangkit penyakit DBD. Angka insiden DBD di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar IR=15,27 per 100.000 penduduk, tahun 2012 sebesar IR=19,29 per 100.000 penduduk. Peningkatan IR DBD di Jawa Tengah akan berdampak pada penurunan angka derajat kesehatan. Di kalangan masyarakat akan berdampak pada ekonomi dan sosial (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2012). Kasus penderita DBD di Kabupaten Klaten pada tahun 2012 sebanyak 82 orang dengan IR sebesar 6,2 per 100.000 penduduk. Tahun 2013 terjadi peningkatan menjadi sebanyak 336 kasus, dengan IR= 25,5 per 100.000 penduduk. Data diatas menunjukkan bahwa, Kabupaten Klaten termasuk daerah yang setiap tahunnya terkena penyakit DBD (Dinas Kesehatan Kab.Klaten, 2013).

Peningkatan IR DBD yang terjadi setiap tahun menimbulkan dampak sosial dan ekonomi di masyarakat. Kerugian sosial yang terjadi antara lain kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga, dan berkurangnya usia harapan hidup. Dampak ekonomi yang langsung dirasakan oleh penderita DBD adalah biaya pengobatan. Dampak yang tidak langsung adalah kehilangan waktu kerja, waktu sekolah dan biaya lain dikeluarkan seperti transportasi dan akomodasi selama perawatan penderita (Kemenkes RI, 2013). Untuk mengurangi dampak tersebut diperukan upaya pengendalian masalah DBD. Pengembangan kebijakan nasional penanggulangan DBD dilakukan dengan berbagi cara: mengaktifkan kembali Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) di berbagai tingkat administrasi, penanggulangan DBD masuk dalam standar pencapaian minimum (SPM) bidang kesehatan di kabupaten kota sehingga upaya pengendalian operasional dan non- operasional menjadi tanggung jawab kabupaten kota sesuai dengan peranturan menteri kesehatan RI Nomor. 174 Tahun 2008.Hasil dari program di atas belum dapat dilaksanakan secara maksimal, karena keluarga maupun masyarakat hanya mengaplikasikan program 3M saja, dan itupun belum dilakukan semua keluarga (Dirjen P2P Kemenkes RI, 2012).

Upaya pemberantasan DBD dapat berhasil apabila seluruh masyarakat berperan secara aktif dalam PSN DBD. Gerakan PSN DBD merupakan bagian yang paling penting dari keseluruhan upaya pemberantasan DBD oleh keluarga/masyarakat. Hasil dari PSN menunjukkan bahwa pemberantasan jentik melalui kegiatan PSN DBD dapat mengendalikan populasi nyamuk aedes aegypti sehingga penularan DBD dapat dicegah dan dikurangi.Dari gerakan sederhana itu, angka penderita dan kematian DBD bisa ditekan. Hasil studi pendahuluan di Desa Wonosari, Kecamatan Trucuk yang merupakan daearah endemis DBD didapatkan fenomena masih banyak ditemukan jentik-jentik nyamuk aides aaigepti di rumah warga, masih menggantung baju kotor lebih dari 3 hari. Sinar matahari jarang masuk di dalam rumah karena jendela tidak pernah di buka.Di sekeliling rumah masih ada sampah yang masih bisa menampung air. Keluarga belum mampu memahami cara pencegahan DBD dan perilaku 3M tidak dilakukan di keluarga.

Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas

“Pera Perawat dala Pelaya a Kesehata Pri er e uju Masyarakat Eko o i ASEAN “ Semarang, 7 November 2015

127

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan pencegahan demam berdarah dengue (DBD) di desa Wonosari, kecamatan Trucuk, kabupaten Klaten

Metoda

Dengan desain penelitian deskriptif korelasi.Pengambilan data dilakukan dengan metode

cluter random sampling.Populasi dalam penelitian ini adalah semua KK yang ada di Desa Wonosari Kecamatan Trucuk sebanyak 1300 KK.Sampel yang diambil pada penelitian semuanya memenuhi syarat inklusi sebanyak 81 responden.Instrumen A digunakan untuk mengukur variabel pelasanaan tugas kesehatan keluarg, Instrumen B lembar observasi pelaksananaan pencegahan DBD di rumah. Analisa bivariat yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan pencegahan DBD menggunakan uji statistik Kendall-Tau

Hasil

Karakteristik Responden

Tabel 1.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Desa Wonosari Tahun 2015 (n=81)

variabel Frekuensi (f) Prosentase(%)

Umur

Masa remaja akhir (17-24tahun) Masa Dewasa Awal (26- 35 Tahun) Masa Dewasa Akhir (36- 45 Tahun) Masa Lansia Awal (46 - 55 Tahun) Masa Lansia Akhir (56 - 65 Tahun) Masa Manula(> 65tahun)

1 19 26 22 12 1 1.2 23.5 32.1 27.2 14.8 1.2 81 100 Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan 77 4 95.1 4.9 81 100 Tingkat Pendidikan SD SMP SMA PT 14 18 37 12 17.3 22.2 45.7 14.8 81 100 Pekerjaan Tukang Kayu Buruh Wiraswasta Tani PNS 3 26 28 6 11 3.7 32.1 34.6 7.4 13.6

Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas

“Pera Perawat dala Pelaya a Kesehata Pri er e uju Masyarakat Eko o i ASEAN “ Semarang, 7 November 2015 128 Pensiun Pedagang 2 5 2.5 6.2 81 100 Pendapatan < UMR >UMR 22 59 27.2 72.8 81 100

Tabel 1.1.menunjukan karakteristik responden penelitian terbanyak berumur 36-45 tahun atau pada masa dewasa akhir yaitu sebesar 32,1% dan sebagian besar responsen berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 95,1%. berdasarkan tingkat pendidikan SMA sebesar 45,7%. Jenis pekerjaan terbanyak wiraswasta sebesar 34,6% dengan pendapatan terbanyak yaitu pendapatan lebih dari UMR sebesar 72.8%.

Pelaksanaan tugas kesehatan keluarga

Table 1.2. Distrubusi Frekuensi Pelaksanaan tugas Kesehatan Keluarga di Desa WonosariTahun 2015 (n=81)

Tabel 1.2. Menunjukan distribusi frekeunsi pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga di Desa Wonosari tertinggi dengan kategori baik adalah keluarga dalam memutuskan

Variabel Frekuensi (f) Prosentas e (%) Mengenal masalah Baik 64 79.0 Kurang 17 21.0 Memutuskan masalah Baik 71 87.7 Kurang 10 12.3

Merawat angota keluarga

Baik 41 50.6 Kurang 40 49.4 Modifikasi lingkungan Baik 68 84.0 Kurang 13 16.0 Memanfaatkan Yankes Baik 63 77.8 Kurang 18 22.2

Pelaksanaan tugas kesehatan keluarga

Baik 60 74.1

Kurang 21 25.9

Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas

“Pera Perawat dala Pelaya a Kesehata Pri er e uju Masyarakat Eko o i ASEAN “ Semarang, 7 November 2015

129

masalah (87,7%) dan terendah pada keluarga dalam merawat anggota keluarganya (50,6%).

Tabel 1.3 Distrubusi Frekuensi Pencegahan DBD dalam Keluarga di Desa WonosariTahun 2015 (n=81)

Pencegahan DBD Frekuensi Prosentase %

Baik Kurang baik 69 12 85.2 14.8 Total 81 100

Tabel 1.3 menunjukkan distribusi frekuensi Pencegahan DBD dalam keluarga menunjukkan Proporsi keluarga dalam pencegahan DBD dengan kategori baik sebesar 85,2%, lebih besar dari pada keluarga dalam pencegahan DBD dengan kategori kurang baik.

Tabel 1.4 Hubungan pelaksanaan Tugas Kesehatan Kleuarga dengan Pencegahan DBD di desa Wonosari tahun 2015

Pencegahan DBD Total p Baik Kurang f % f % f % Tugas Kes Kel Baik 55 67.9 14 17.3 69 85.2 0.027 Kurang 5 6.2 7 8,6 12 14.8 Jumlah 60 74.1 21 25.9 81 100

Tabel 1.4 Menunjukan tugas kesehatan keluarga terkait pencegahan DBD dengan kategori baik 67.9%, lebih besar dibandingkan dengan kategori kurang baik 6,2%. Hasil uji statistik

Kendall-Tau menunjukan ada hubungan antara tugas kesehatan keluarga dengan pencegahan DBD p< 0,05, dengan r =0,54.

Pembahasan

Maglaya (2009) menjelaskan tugas kesehatan keluarga dalam pencegahan DBD meliputi 5 indikator yaitu keluarga dalam mengenal masalah kesehatan terkait pencegahan DBD, keluarga dalam memutuskan masalah, keluarga dalam merawat anggotanya, keluarga dalam memodifikasi lingkungan, keluarga dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. Hasil penelitian menunjukkan proporsi pelaksanan lima tugas kesehatan keluarga dalam pencegahan DBD dengan kategori baik 67.9%. Hasil secara keseluruhan penatalaksanaan tugas kesehatan keluarga didapatkan mayoritas dalam kategori baik dimana keluarga melaksanakan tugas kesehatan dalam pencegahan DBD dengan baik. Friedman (2010) menjelaskan keluarga merupakan sebuah system yang erat hubungannya yang saling mempengaruhi antar anggota keluarga. Hal ini sejalan dengan Ramlah (2011) menjelaskan peran dan pelaksanaan tanggung jawab keluarga sangat mempengaruhi kondisi anggota keluarga dalam berinteraksi, ataupun dalam memenuhi semua kebutuhan anggota keluarga, sesuai dengan tumbuh kembang semua anggota keluarga, termasuk pemenuhan kebutuhan kesehatan.

Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas

“Pera Perawat dala Pelaya a Kesehata Pri er e uju Masyarakat Eko o i ASEAN “ Semarang, 7 November 2015

130

Hasil observasi pelaksanaan tugas kesehatan keluarga kurang baik sebesar 6,2%. Kebiasaan yang menunjukkan kurangnya pencegahan DBD di keluarga adalah menggantung baju lebih dari 2 hari. Hasil ini sejalan dengan peneliatian Sitio(2008) yang memaparkan kebiasaan menggantung baju berhubungan signifikan dengan kejadian DBD dengan p=0,018 dengan 95% confidence interval. Hasil uji statistik Kendall-Tau

menunjukan ada hubungan antara Tugas Kesehatan keluarga dengan Pencegahan DBD.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Manalu (2009) memaparkan faktor perilaku keluarga yang dioptimalkan untuk mengatasi penyakit DBD yaitu partisipasi keluarga dalam melakukan 3M. Kusyogo (2006), menjelaskan Pendidikan yang dimiliki responden dan tingkat pengetahuan responden mengenai penyakit DBD merupakan faktor yang menghalangi responden dalam upaya melakukan pencegahan DBD, tingkat pengetahuan responden mengenai DBD, faktor kerentanan yang dirasakan, keseriusan responden yang dirasakan terhadap DBD mempengaruhi praktik pencegahan DBD. Factor kepercayaan, sikap dan potensi masyarakat merupakan faktor pendukung/ penghalang dalam upaya pencegahan DBD.

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga dengan pencegahan DBD di Desa Wonosari Kecamatan Trucuk dengan arah hubungan positif dan p value =0,027 (p<0.05).

Daftar Pustaka

Dirjen P2P Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Pengertian Demam Berdarah Dengue

Kementerian Kesehatan Indonesia. 2013. Program Penanggulangan Demam Berdarah Dengue

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Data penyakit menular

Kusyogo, Cahyo. 2006. Kajian Faktor-faktor Perilaku dalam Keluarga yang mempengaruhi Pencegahan Penyakit DBD di Kelurahan Meteseh, Kota Semarang. Media Litbang Kesehatan XVI, Nomor 4 tahun 2006.

Maglaya. 2009. Family Health Nursing: The Proses. Argonauta Corporation: Nangka Marikina City

Manalu Emmylia. 2009. Determinan Partisipasi Keluarga dalam Tindakan Pencegahan Demam Berdarah Denguedi Kecamatan Bukit Raya, Kota Pekan Baru.USU Sitio, Anton. 2008. Hubungan Perilaku tentang PSN dan Kebiasaan Keluarga dengan

Kejadian DBD di Kecamatan Medan Perjuangan, Kota Medan.

Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas

“Pera Perawat dala Pelaya a Kesehata Pri er e uju Masyarakat Eko o i ASEAN “ Semarang, 7 November 2015

131 LITERATUR REVIEW FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PERKEMBANGAN BAHASA PADA ANAK

Dalam dokumen M01891 (Halaman 142-148)