• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENS

Dalam dokumen M01891 (Halaman 54-59)

KESEHATAN KELUARGA DALAM PEMENUHAN NUTRISI DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA SEKOLAH

PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENS

Tut Wuri Prihatin1), Witri Hastuti2), Fitroh Suryaningsih3)

1) Stikes Karya Husada (toetwoeri@gmail.com), 2) Stikes Karya Husada (witrihastuti@stikes.karyahusada.ac.id), 3) Stikes Karya Husada

(soeryaningrat@gmail.com)

Abstrak

Latar Belakang. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik dengan konsisten diatas 140/ 90 mmHg. Salah satu cara untuk menurunkan tekanan darah yaitu dengan metode bekam. Bekam dapat menurunkan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik secara signifikan. Beberapa penelitian juga mendukung pernyataan diatas. Penelitian yang dilakukan oleh Akbar dan Mahati (2013) dengan judul pengaruh bekam basah terhadap kolesterol dan tekanan darah pada pasien hipertensi di Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bekam dapat menurunkan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik secara signifikan.Hasil wawancara yang dilakukan terhadap 4 orang perawat di Puskesmas Kalongan, mereka mengatakan bahwa terapi bekam belum pernah dilakukan sama sekali di puskesmas tersebut, 10 pasien dengan hipertensi di Puskesmas Kalongan, hanya 1 orang yang pernah melakukan bekam, namun tidak dilakukan pengukuran tekanan darah baik sebelum dan sesudah dilakukan bekam. Data survei menunjukan masyarakat di Kelurahan Susukan Kecamatan Ungaran Timur yang merupakan bagian daerah binaan Puskesmas Kalongan, masyarakatnya masih belum mengetahui bahwa terapi bekam merupakan salah satu terapi alternatif untuk menurunkan hipertensi.

Tujuan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh terapi bekam terhadap perubahan tekanan darah pada pasien hipertensi di Kelurahan Susukan Kecamatan Ungaran Timur.

Metoda. Dilakukan uji kenormalan data dengan Shapiro-Wilk, variabel dengan distribusi data normal yaitu tekanan darah sistol setelah bekam dan variabel tekanan darah diastol setelah bekam tidak normal. Pada variabel tekanan darah diastol setelah bekam uji statistik menggunakan uji statistik non-parametrik Mann-Whitney dan variabel tekanan darah sistol setelah bekam uji statistik. menggunakan uji statistik parametrik Independent t-test.

Hasil. Hasil uji kenormalan data hanya satu variabel dengan distribusi data normal yaitu tekanan darah sistol setelah bekam dengan nilai α = 0,208. Sedangkan pada variabel tekanan darah diastol setelah bekam didapatkan nilai α = 0,002 (< 0,05). Pada variabel tekanan darah diastol setelah bekam uji statistik menggunakan uji statistik non-parametrik Mann-Whitney, diperoleh p-value = 0.000 (< 0,05). Sedangkan Pada variabel tekanan darah sistol setelah bekam uji statistik menggunakan uji statistik parametrik Independent t-test, diperoleh p-value = 0.000 (< 0,05).

Kesimpulan. Terdapat perbedaan tekanan darah pada pasien hipertensi antara yang tidak dilakukan bekam dengan yang dilakukan bekam.

Kata Kunci : bekam, hipertensi

Pendahuluan

Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH) dalam Rahajeng & Tuminah (2009), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat. Prevalensi kejadian hipertensi sebesar 25,8 persen dari total jumlah penyakit tidak menular di seluruh Indonesia. Selain itu hipertensi

Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas “Pera Perawat sala Pelaya a Kesehata Pri er e uju Masyarakat Eko o i ASEAN “

Semarang, 7 November 2015

38

menduduki urutan ke-6 penyakit tidak menular (PTM) setelah penyakit asma, penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), kanker, DM, dan hipertiroid. Sedangkan prevalensi hipertensi di Jawa Tengah yang didiagnosis oleh dokter sebesar 26.4% (Riskesdas, 2013). Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 prevalensi kejadian hipertensi tertinggi di Jawa Tengah berada di Kota Semarang yaitu sebanyak 77.104 orang. Kemudian diikuti Kota Surakarta sebanyak 57.977 orang dan Kabupaten Sukoharjo sebanyak 42.450 orang. Hasil pengambilan data yang dilakukan di Desa Susukan pada tanggal 9 Maret 2015, diperoleh jumlah pasien dengan hipertensi dari bulan Januari – Februari 2015 mengalami peningkatan, dari 26 pasien menjadi 44 pasien yang tersebar di desa tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Akbar dan Mahati (2013) dengan judul pengaruh bekam basah terhadap kolesterol dan tekanan darah pada pasien hipertensi di Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bekam dapat menurunkan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik secara signifikan. Hasil wawancara yang dilakukan terhadap 4 orang perawat di Puskesmas Kalongan, mereka mengatakan bahwa terapi bekam belum pernah dilakukan sama sekali di puskesmas tersebut. Selain itu hasil wawancara dengan 10 pasien dengan hipertensi di Puskesmas Kalongan, hanya 1 orang yang pernah melakukan bekam, namun tidak dilakukan pengukuran tekanan darah baik sebelum dan sesudah dilakukan bekam. Data survei menunjukan masyarakat di Kelurahan Susukan Kecamatan Ungaran Timur yang merupakan bagian daerah binaan Puskesmas Kalongan, masyarakatnya masih belum mengetahui bahwa terapi bekam merupakan salah satu terapi alternatif untuk menurunkan hipertensi.

Metodelogi

Metode penelitian menggunaka quasi exsperiment, terlebih dahulu dilakukan uji kenormalan data dengan Shapiro-Wilk, variabel dengan distribusi data normal yaitu tekanan darah sistol setelah bekam dan variabel tekanan darah diastol setelah bekam tidak normal. Pada variabel tekanan darah diastol setelah bekam uji statistik menggunakan uji statistik non-parametrik Mann-Whitney dan variabel tekanan darah sistol setelah bekam uji statistik. menggunakan uji statistik parametrik Independent t-test.

Bentuk rancangan penelitiannya adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 Jenis dan rancangan penelitian

Subjek Pra-tes Perlakuan Pasca-tes K K’ O1 O1’ X O2 O2’

Populasi sebanyak 40 orang, pada bulan Februari 2015 di Kelurahan Susukan Kecamatan Ungaran Timur, yaitu. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling (sampel jenuh), dimana semua populasi dijadikan sampel, sehingga sampel dalam penelitian ini sebanyak 40 orang, 20 orang sebagai kelompok perlakuan dan 20 orang sebagai kelompok kontrol.

Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas “Pera Perawat sala Pelaya a Kesehata Pri er e uju Masyarakat Eko o i ASEAN “

Semarang, 7 November 2015

39 HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 2.1

Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin pasien dengan hipertensi (n=40) Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki Perempuan 16 24 40,0 60,0 Jumlah 40 100,0

Tabel 2.1. menunjukkan bahwa jumlah laki – laki lebih kecil 16 (40%) dibanding perempuan 24 (60%).

Tabel 2.2

Distribusi responden berdasarkan tekanan darah pada kelompok kontrol (n=20)

Tekanan Darah Mean SD Min Max Pengukuran pertama TD sistol 155,5 9,72 140 170 TD diastole 94,5 3,94 90 100 Pengukuran kedua TD sistol 154,75 9,93 140 170 TD diastole 93,75 3,93 90 100

Berdasarkan Tabel 2.2 dapat diketahui bahwa rata-rata tekanan darah pada kelompok kontrol baik tekanan darah sistol maupun diastol cenderung tidak mengalami perubahan yang signifikan. Pada pengukuran pertama rata-rata tekanan darah sistol 155,5 mmHg dan tekanan darah diastol rata-rata 94,5 mmHg. Sedangkan pada pengukuran kedua rata-rata tekanan darah sistol 154,75 mmHg dan tekanan darah diastol rata-rata 93,75 mmHg. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah responden pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan masuk dalam kategori tekanan darah stage I (mild), yaitu 155,5/ 94,5 mmHg (kelompok control) dan 152/ 93,25 mmHg (kelompok perlakuan). Tabel 2.3

Distribusi responden berdasarkan tekanan darah pada kelompok perlakuan (n=20)

Tekanan Darah Mean SD Min Max TD sistol 152 9,38 140 170

TD diastol 93,25 4,06 90 100 TD sistol 139,5 11,46 120 160 TD diastol 84 4,17 80 90

Berdasarkan Tabel 2.3 dapat diketahui terjadi perubahan yang cukup signifikan nilai rata- rata tekanan darah pada kelompok perlakuan baik tekanan darah sistol maupun diastol. Pada pengukuran sebelum dilakukan bekam nilai rata-rata tekanan darah sistol 152 mmHg dan tekanan darah diastol rata-rata 93,25 mmHg. Kemudian setelah dilakukan bekam tekanan darah mengalami penurunan, pada tekanan darah sistol menjadi rata-rata 139,5 mmHg dan tekanan darah diastol menjadi rata-rata 84 mmHg. Hasil penelitian menujukkan bahwa responden dengan hipertensi yang telah dilakukan bekam mengalami

Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas “Pera Perawat sala Pelaya a Kesehata Pri er e uju Masyarakat Eko o i ASEAN “

Semarang, 7 November 2015

40

penurunan tekanan darah yang cukup signifikan yaitu rata-rata sebesar 139,5/ 84 mmHg dari 152/ 93,25 mmHg. Hal tersebut menunjukkan bahwa bekam secara langsung dapat menurunkan tekanan darah seseorang, terutama pada pasien hipertensi.

Tabel 2.4

Uji kenormalan data dan analisis uji beda berpasangan pada kelompok kontrol (n=20) Tekanan Darah Kelompok Kontrol

Tests of Normality

p-value

Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Tekanan Darah Sistol Pertama 0.926 20 0.130

Wilcoxon= 0.083 Tekanan Darah Sistol Kedua 0.892 20 0.029

Tekanan Darah Diastol Pertama 0.809 20 0.001

Wilcoxon= 0.083 Tekanan Darah Sistol Kedua 0.784 20 0.001

Tabel 2.4. menunjukkan bahawa hasil uji kenormalan data dengan Shapiro-Wilk hanya satu variabel dengan distribusi data normal yaitu tekanan darah sistol pertama dengan nilai α = 0,130, sedangkan variabel yang lain distribusi data tidak normal dengan nilai α < 0,05 (0.029, 0.001, dan 0.001). Sehingga untuk melakukan uji beda berpasangan menggunakan uji statistik non-parametrik Wilcoxon.

Setelah dilakukan uji statistik non-parametrik Wilcoxon diperoleh hasil p-value = 0,083 dan 0,083 ( > 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa pada kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan tekanan darah, baik pada pengukuran pertama maupun pengukuran yang kedua. Tabel 2.5

Uji kenormalan data dan analisis uji beda berpasangan pada kelompok perlakuan (n=20)

Tekanan Darah Kelompok Kontrol

Tests of Normality

p-value

Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Tekanan Darah Sistol Sebelum

Bekam 0.923 20 0.112 Paired

t-test = 0.000 Tekanan Darah Sistol Setelah

Bekam 0.960 20 0.550 Tekanan Darah Diastol Sebelum

Bekam 0.734 20 0.000

Wilcoxon= 0.000 Tekanan Darah Diastol Setelah

Bekam 0.778 20 0.000

Berdasarkan Tabel 2.5 dapat diketahui bahwa setelah dilakukan uji kenormalan data hanya dua variabel dengan distribusi data normal yaitu tekanan darah sistol sebelum dan setelah bekam dengan nilai α = 0,112 dan 0,550, sedangkan variabel yang lain nilai α < 0,05 (0.000 dan 0.000). Uji berpasangan pada tekanan darah sistol menggunakan Paired t-test

diperoleh p-value = 0.000. Sedangkan Uji berpasangan pada tekanan darah diastol menggunakan Wilcoxon diperoleh p-value = 0.000. Jadi dapat disimpulkan, terdapat

Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas “Pera Perawat sala Pelaya a Kesehata Pri er e uju Masyarakat Eko o i ASEAN “

Semarang, 7 November 2015

41

perbedaan yang signifikan tekanan darah, sebelum dan setelah dilakukan bekam pada kelompok kontrol.

Tabel 2.6

Uji kenormalan data dan analisis uji beda berpasangan pada kelompok perlakuan (n=40)

Tekanan Darah Setelah Bekam

Tests of Normality

p-value

Shapiro-Wilk

Statistic df Sig.

Tekanan Darah Diastol 0.899 40 0.002 Mann-Whitney = 0,000 Tekanan Darah Sistol 0.963 40 0.208 Independent t-test = 0,000

Berdasarkan Tabel 2.6 dapat diketahui bahwa setelah dilakukan uji kenormalan data hanya satu variabel dengan distribusi data normal yaitu tekanan darah sistol setelah bekam dengan nilai α = 0,208. Sedangkan pada variabel tekanan darah diastol setelah bekam didapatkan nilai α = 0,002 (< 0,05). Pada variabel tekanan darah diastol setelah bekam uji statistik menggunakan uji statistik non-parametrik Mann-Whitney, diperoleh p-value = 0.000 (< 0,05). Sedangkan Pada variabel tekanan darah sistol setelah bekam uji statistik menggunakan uji statistik parametrik Independent t-test, diperoleh p-value = 0.000 (< 0,05).

Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tekanan darah pada pasien hipertensi antara yang tidak dilakukan bekam dengan yang dilakukan bekam di Kelurahan Susukan Kecamatan Ungaran Timur. Bekam merupakan metode pengobatan dengan cara mengeluarkan darah yang terkontaminasi toksin atau oksidan dari dalam tubuh melalui permukaan kulit ari. Dalam istilah medis dikenal dengan istilah ‘Oxidant Release Therapy’ atau ‘Oxidant Drainage Therapy’ atau istilah yang lebih populer adalah ‘detoksifikasi’. Bertujuan untuk menetralkan oksidan di dalam tubuh sehingga kadarnya tidak makin tinggi (Asmui, 2014).

Apabila dilakukan pembekaman pada satu poin, maka kulit (kutis), jaringan bawah kulit (sub kutis), fasia, dan otot akan terjadi kerusakan dari mast-cell atau lain-lain. Akibat dari kerusakan ini akan dilepaskan beberapa zat seperti serotonin, histamine, bradikinin, slow reacting substance (SRS). Zat-zat ini akan meyebabkan dilatasi kapiler dan arteriol serta

flare reaction pada daerah yang dibekam. Dilatasi kapiler juga dapat terjadi ditempat yang jauh dari tempat pembekaman, ini menyebabkan terjadinya perbaikan mikrosirkulasi pembuluh darah. Akibatnya timbul efek relaksasi (pelemasan) otot-otot yang kaku serta akibat vasodilatasi umum akan menurunkan tekanan darah secara stabil. Proses ini akan terjadi pelepasan corticotrophin releasing faktor (CRF), serta releasing faktor lainnya oleh adenohipofise. CRF selanjutnya akan menyebabkan terbentuknya adrenocorticotropic hormone (ACTH), corticotropihin, dan corticosteroid. Corticosteroid ini akan menyembuhkan peradangan dan menstabilkan permeabilitas sel (Kusyati, 2012).

Golongan histamine yang ditimbulkan mempunyai manfaat dalam proses reparasi (perbaikan) sel dan jaringan yang rusak, serta memacu pembentukan reticulo endothelial cell, yang akan meninggikan daya resistensi (daya tahan) dan imunitas (kekebalan) tubuh. Sistem imun terjadi melalui pembentukan interleukin dari cell karena faktor neural,

Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas “Pera Perawat sala Pelaya a Kesehata Pri er e uju Masyarakat Eko o i ASEAN “

Semarang, 7 November 2015

42

penngkatan jumlah sel T karena peningkatan set-enkephalin dan endorphin yang merupakan mediator antara susunan saraf pusat dan sisem imun, substansi yang mempunyai fungsi parasimpatis dan sistem imun serta peranan kelenjar pituitary dan

hypothalamus anterior yang memproduksi CRF (Kusyati, 2012). Pembekaman kulit akan menstimulasi kuat syaraf permukaan kulit yang akan dilanjutkan pada cornu posterior medulla spinalis melalui syaraf A-delta dan C serta traktus spinothalamicus kearah

thalamus yang akan menghasilkan endorphin. Sedangkan sebagian rangsangan lainnya akan diteruskan melalui serabut aferen simpatik menuju ke motor neuron dan menimbulkan reflek intubasi nyeri, efek lainnya adalah dilatasi pembuluh darah kulit dan peningkatan kerja jantung (Kusyati, 2012).

Sedangkan sistem endokrin terjadi pengaruh pada sistem sentral melalui hypothalamus dan

pituitary sehingga menghasilkan ACTH, thyroid stimulating hormone (TSH), follicle stimulating hormone-luteinizing hormone (FSH-LH), antideuretik hormone (ADH), sedangkan melalui sistem perifer langsung berefek pada organ untuk menghasilkan hormon-hormon insulin, thyroxin, adrenalin, corticotropin, estrogen, progesterone,

testoteron. Hormon-hormon inilah yang bekerja ditempat jauh dari yang dibekam (Kusyati, 2012). Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Eka Etik Putri ebelumnya. Hasil dari penelitian hanya efektif buat penurunan sistol tapi tidak efektif untuk penurunan diastol.

KESIMPULAN

Terdapat perbedaan yang sigificant antara nilai tekanan darah sistole dam diastole sebelum dan sesudah dilakukan terpi bekam.

Dalam dokumen M01891 (Halaman 54-59)