• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOLABORASI PERAWAT KLIEN DALAM PENANGANAN KESEHATAN JIWA KOMUNITAS: LITERATURE REVIEW

Dalam dokumen M01891 (Halaman 96-105)

PADA REMAJA Nurul Devi Ardian

KOLABORASI PERAWAT KLIEN DALAM PENANGANAN KESEHATAN JIWA KOMUNITAS: LITERATURE REVIEW

Candra Dewi Rahayu

Mahasiswa Magister Keperawatan FK Universitas Diponegoro Email: camdra.ners@gmail.com

Abstrak

Latar Belakang. Penting bagi perawat untuk mengikutsertakan klien dalam proses

perawatannya, perawat dituntut untuk mampu memberikan asuhan fokus kepada klien sehingga meningkatkan kemamapuan dalam menentukan pilihan bantuan sesuai dengan kebutuhannya. Asuhan keperawatan harus memadukan antara proses pembelajaran dan pemeberian asuhan. Perawat komunitas harus mampu mengorganisir proses pengambilan keputusan karena hal ini meningkan pemahaman keluarga dan masyarakat sehingga meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.

Tujuan. Meningkatkan kolaborasi perawat klien dalam penangan kesehatan jiwa komunitas

Metoda. Literature review ini dilakukan dengan mengumpulkan hasil publikasi ilmiah pada

tahun 2010-2015 dengan penelusuran EBSCO, ProQuest, PubMed, BMC dan Google search. Penelusuran dengan metoda boleon, full teks, pdf, medeline dengan kata kunci “clinical

decision making” and “mental heath” and “primary care”. Metodologi yang digunakan dalam

publikasi ilmiah dengan metoda kuantitatif, kualitatif dan RCT dilakukan oleh perawat kepada pasien dengan gangguan jiwa di masyarakat. Selanjutnya data direview dengan penggunakan CASP tools dan diekstraksi kemudian dikelompokkan untuk dibahas dan disimpulkan.

Hasil. Hasil penelusuran mendapat 4 publikasi ilmiah dengan kualitas baik. Hasil

penelusuran literatur menunjukan bahwa keterlibatan klien dalam penangan kesehatan jiwa di komunitas akan menurunkan konflik dalam pengambilan keputusan. Lima komponen kunci dalam konsep hubungan perawat klien yaitu mendasari etos, ketenagaan, intervensi, indikator dan hasil. Ilustrasi hubungan perawat klien adalah pemberdayaan klien dan pengambilan keputusan bersama.

Kesimpulan. Pengalaman dan tingkat pemahaman akan berpengaruh terhadap pengambilan

keputusan oleh pengasuh (care giver). Akan tetapi yang terjadi di Indonesia asuhan keperawatan belum mencerminkan asuhan yang berfokus pada klien. Belum teridentifikasinya kasus kesehatan jiwa di komunitas serta deskriminasi terhadap klien dengan gangguan jiwa menunjukan kolaborasi perawat klien belum optimal.

Kata Kunci: Kolaborasi, Kesehatan Jiwa Komunitas, Pengambilan Keputusan, Asuhan

Keperawatan

Pendahuluan

Kesehatan jiwa masyarakat (community mental health) telah menjadi bagian masalah kesehatan masyarakat (public health) yang dihadapi semua negara. Salah satu pemicu terjadinya berbagai masalah dalam kesehatan jiwa adalah dampak moderenisasi dimana tidak semua orang siap untuk menghadapi cepatnya perubahan dan kemajuan teknologi baru yang secara tidak langsung akan berdampak terhadap daya emban ekonomi masyarakat. Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan, prevalensi gangguan jiwa berat/skizofrenia di daerah pedesaan ternyata lebih tinggi dibanding daerah perkotaan di daerah pedesaan, proporsi

Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas “Pera Pera at dalam Pelayanan Kesehatan Primer menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN

“ Se ara g, 7 No e ber 5

80

rumah tangga dengan minimal salah satu anggota rumah tangga mengalami gangguan jiwa berat dan pernah dipasung mencapai 18,2 persen. Sementara di daerah perkotaan, proporsinya hanya mencapai 10,7 persen. Hal ini memberikan konfirmasi bahwa tekanan hidup yang dialami penduduk pedesaan lebih berat dibanding penduduk perkotaan. Salah satu bentuk tekanan hidup itu adalah kesulitan ekonomi.

Masalah kesehatan jiwa hasil survei Riskesdas sampai tahun 2013 di Indonesia sangat besar. Diperkirakan 72.800 penyandang gangguan jiwa berat di Indonesia dan gangguan mental emosional 19,5 juta orang dengan 1 juta kasus gangguan jiwa berat. Dari jumlah itu, sekitar 18.000 kasus “ditangani” dengan dipasung. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat belum sepenuhnya memahi kebutuhan bagi keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Barry K.J 2007 menjelaskan bahwa penting bagi perawat untuk mengikutsertakan keluarga dalam proses perawatan, perawat dituntut untuk mampu memberikan asuhan yang fokus kepada keluarga sehingga keluarga mampu memilih bantuan sesuai dengan kebutuhan. Penelitian yang dilakuan oleh Elaine Haycock-Stuart tahun 2012 dalam memeberikan asuhan keperawatan yang berfokus pada pasien perawat harus mampu memadukan antara proses pembelajaran dan pemeberian asuhan, perawat komunitas harus mampu mengorganisir proses pengambilan keputusan karena hal ini meningkan pemahaman keluarga dan masyarakat sehingga meningkatkan kualitas asuhan keperawatan (Margaret M. Mahon, 2010) dalam penelitiannya juga disebutkan bahwa peran perawat komunitass adalah melakukan pendampingan proses pengambilan keputusan.

Gangguan jiwa tidak menyebabkan kematian secara langsung namun akan menyebabkan penderitaannya menjadi tidak produktif dan menimbulkan beban bagi keluarga serta lingkungan masyarakat sekitarnya. Seperti yang diuangkapkan hasil survei oleh word bank bahwa beberapa negara menunjukan bahwa hari-hari produktif yang hilang atau disability Ajusted Life Years (DALY’s) sebesar 8,1% dari global burden of Disease disebabkan oleh maslah kesehatan jiwa. Angka ini lebih tinggi pada dampak yang disebkan oleh penyakit TB (7,2%), Kanker (5,8%) maupun Penyakit Jantung (4.4%). Tingginya masalah tersebut menunjukan bahwa masalah kesehatan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang besar dibanding dengan massalah kesehtan lainnya di masyarakat.

Rencana strategis Kemenkes 2010-2014 menjelaskan bahwa visi pembangunan kesehatan Indonesia adalah menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas, meningkatkan surveyor, monitoring dan informasi kesehatan serta meningkatkan pemberdayaan masyarakat namun sampai pada saat visi tersebut belum tercapai. Peran serta masyarakat dalam penanganan kesehatan jiwa sangatlah penting untuk itu dibutuhkan kerjasama antara tim kesehatan dengan klien dalam hal ini adalah masyarakat. Keterlibatan klien akan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam pengambilan keputusan untuk mendapatkan pertolongan yang tepat sesuai dengan gangguan yang dialaminya (Claire Henderson at all 2012).

Puskesmas merupakan fasilitas kesehatan tingakat I yang diharapkan mampu menjadi ujung tombak langkah keberhasilan visi kementrian kesehatan untuk memberikan akses pelayanan kesehatan yang berfokus pada keluarga (family centered care). Akan tetapi hal ini belum bisa dilakssanakan oleh pukesmas terbukti dari penelitian yang dilakuan Keliat dkk tahun 2011 menunjukan bahwa 46% pasien yang dirawat di lima rumah sakit jiwa di Pulau Jawa

Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas “Pera Pera at dalam Pelayanan Kesehatan Primer menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN

“ Se ara g, 7 No e ber 5

81

mempunyai kemampuan tinggal di masyarakat, tetapi mereka tidak pulang karena tidak tersedianya pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat. Membukitikan bahwa sumberdaya Puskesmas belum malakukan peranannya sebagai sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pratama melalui fungsi rehabilitatif.

Sejak tahun 2001, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasikan pelayanan kesehatan jiwa seharusnya dilakukan di masyarakat. Namun, program pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas belum menjadi program pelayanan pokok di Indonesia. Menyelesaikan masalah kesehatan jiwa bukan melalui pembangunan rumah sakit jiwa yang baru, melainkan mengembangkan pelayanan kesehatan jiwa berbasis masyarakat, menggunakan komunikasi dialogis dalam penyelesaiannya serta reflektife learning bagi masyarakat (Barry K.J 2007). Dengan alasan ini penulis merasa penting untuk meningkatkan kolaborasi perawat-klien dalam hal ini adalah masyarakat sebagai upaya untuk menacapai masyarakat yang sehat jiwa Tujuan

Secara umum meningkatkan kolaborasi perawat klien dalam penangan kesehatan jiwa komunitas. Secara khusus mengetahi peran perawat dalam penanganan kesehatan jiwa masyarakat. Selain itu mengetahui metoda efektif tenaga kesehatan dalam penanganan kesehatan jiwa masyarakat, mengetahui pentingnya keterlibatan klien dalam pengambilan keputusan penanganan kesehatan jiwa masyarakat, mengetahui manfaat pentingnya pengambilan keputusan klinis dengan melibatkan masyarakat.

Metode

1. Kriretia Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inkkusi yaitu artikel dengan metoda penelitian kulaitatif, kuantitatif atau campuran pada tahun 2010-2015 dengan menggunakan bahasa ingris dan full teks. Pemilihan sampel pada artikel adalah perawat dan atau pasien dengan gangguan jiwa di komunitas. Asuhan keperawatan yang diberikan adalah asuhan keperawatan yang berfokus pada klien (pasien, klien dan komunitas) sehingga dalam pemberian asuhan keperawatan harus melibatkan klien termasuk dalam hal pengambilan kepetusan untuk menentukan pilihan bantuan yang tepat sesuai dengan masalah.

2. Strategi Pencarian Literatur

Systematic review ini dilakukan dengan mengumpulkan hasil publikasi ilmiah pada tahun 2010-2015 dengan penelusuran EBSCO, ProQuest, PubMed, Google search, American Journal Of Nursing (AJN). Penelusuran dengan metoda boleon, full teks, pdf, medeline dengan kata kunci “clinical decision making” and “mental heath” and “primari care”. 3. Ekstraksi data dan motede pengkajian kualitas studi

Data dari artikel direview dengan penggunakan CASP tools dan diekstraksi kemudian dikelompokkan untuk dilakukan triangulasi untuk dilakukan pembahasan dan disimpulkan sehingga dikeahui kualitas jurnal. Penentuan kualitas jurnal dengan menggunakan prosentase hasil ekstraksi yaitu jurnal dikategorikan menjadi kualitas baik, sedang dan kulaitas tidak baik. Jurnal dikategorikan baik jika propsentase 80%-100%, cukup jika 65%-79% dan tidak baik jika prosentase <64%.

Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas “Pera Pera at dalam Pelayanan Kesehatan Primer menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN

“ Se ara g, 7 No e ber 5 82 Gambar 1 Diagram Prisma Identifikasi EBSCO BMC PubMed ProQuest Google search

Clinical Decision Making & Mental Healt n=1.467 Clinical Decision Making & Mental Healt & primary care n=149

Clinical Decision Making & Mental Healt n= Clinical Decision Making & Mental Healt & primary care n=

Clinical Decision Making & Mental Healt n=1.856 Clinical Decision Making & Mental Healt & primary care n=209 Skrening 1. PDF 2. Full Teks 3. Bahasa Inggris 4. Free Download 5. Medeline 6. Peer Review 7. Tahun 2010-2015 1. EBSCO n=28 2. ProQuest n= 3. Pub Med n=45 4. BMC PH n= 8 5. Google Search Kelayakan

1. Sampel adalah perawat dan klien (pasien dan keluarga) yang mengalami gangguan jiwa di komunitas.

2. Pengambilan keputusan melibatkan klien 3. Pengambilan keputusan

dalam penangan gangguan jiwa 1. EBSCO n= 10 2. ProQuest n= 3. Pub Med n= 6 4. BMC n= 3 5. Google Search n=1 Analisis

1. Kolaborasi perawat klien dalam penanganan kesehatan jiwa 1. EBSCO n= 2 2. ProQuest n= 1 3. Pub Med n=1 4. BMC n=1 5. Google Search n=1 Sitematik Review n=4

Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas “Pera Pera at dalam Pelayanan Kesehatan Primer menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN

“ Se ara g, 7 No e ber 5

83

4. Analisa Data

Data dikumpulkan berdasarkan tujuan, sampel dan hasil yang sebanding kemudian dilakukan analisis (table 1) sehingga dapat pula dilihat heterogenitas dari hasil penelitian yang ditemukan dalam studi (publikasi ilmiah). Jika dalam temuan jurnal tidak sesuai dengan kirteria baik kriteria inklusi maupun kriteria eksklusi ataupun hasil tidak sesuai yang telah ditetapkan maka jurnal tersebut tidak dilakukan sistematik review (dihapus). Sistematik review ini bertujuan untuk untuk memperkuat hasil dari studi/penelitian tersebut. Dalam review ini ada dua jurnal yang kemudian tidak dilakukan analissis (dihapus)

Tabel 1

Karakteristik artikel yang didapatkan (N=4) No Penulis/Th Judul Jurnal/

Metode Tujuan Hasil 1 Claire Henderson, Elaine Brohan, Sarah Clement, Paul at all Th. 2012 A decision aid to assist decisions on disclosure of mental health status to an employer: protocol for the CORAL exploratory randomised controlled trial BMC Psychia try, 12:133 Single- blind RCT Untuk menguji CORAL decision aid tool dengan menguji kemampuan pengambilan keputusan dalam mencari pertolongan sesuai dengan masalah baik segera ataupun setelah tiga bulan pasca uji.

Bantuan pengambilan keputusan dengan CORAL menunjukkan membantu pengguna layanan kesehatan jiwa serta memperjelas kebutuhan dan nilai-nilai tentang pengungkapan masalah mereka dan menyebabkan pengurangan konflik dalam pengambilan keputusan 2 Paulina Bravo, Adrian Edwards, Paul James Barr, at all Th.2015 Conceptualis ing patient empowerme nt: a mixed methods study BMC Health Service s Researc h15:25 2 mixed method s study Mengembangkan konsep kolaborasi perawat-klien, dengan menggunakan pendekatan pemberdayaan klien, self management, pengambilan keputusan bersama

1. Hubungan perawat klien dapat dilakukan pada semua level dengan tingkat pemahaman klien.

2. Level ini kan menentukan penggunaan indikator yang digunakan

3. Lima komponen kunci dalam konsep hubungan perawat klien adalah mendasari etos, ketenangan, intervensi , indikator dan hasil. 4. Ilustrasi hubungan perawat

klien adalah pemberdayaan klien dan pengambilan keputusan bersama Magenta BSimmons, Sarah E Hetrick and Anthony F Jorm Th. 2011 Experiences of treatment decision making for young people diagnosed with depressive disorders: a qualitative BMC Psychia try 11:194 Qualita tive Mengeksplorasi pengalaman dan keinginan klien dan pengasuh (caregivers) dalam keterlibatannya pengambilan keputusan untuk penanganan depresi 1. Pengalaman keterlibatan klien bervariasi dan dipengaruhi oleh klien sendiri serta tim kesehatan (dokter ataupun perawat). 2. Untuk pengasuh

(caregivers), pengalaman keterlibatan lebih homogen .

3. Keinginan untuk terlibatan bervariasi dari masing-

Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas “Pera Pera at dalam Pelayanan Kesehatan Primer menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN

“ Se ara g, 7 No e ber 5 84 study in primary care and specialist mental health settings

massing klien pengasuh (caregivers) namun sebagian besar terlibat dalam pengambilan keputusan setidaknya. 4. Teridentikasi adanya

hambatan dalam pengambilan keputusan baik dari klien ataupun pengasuh (caregivers). Sandra E Moll Th. 2014 The web of silence: a qualitative case study of early intervention and support for healthcare workers with mental ill-health BMC Public Health, 14:138 Qualita tive, case study Untuk mengeksplorasi kekuatan individu dan organisasi, serta mengidentifikasi hambatan dan peluang untuk berubah dalam menentukan intervensi petugas kesehatan dikomunitas dalam menangani masalah gangguan jiwa

Hasil penelitian menunjukan bahwa beberapa penyebab tenaga kesehatan memberikan laporan secara lambat bahkan tidak melaporkan temuan gangguan jiwa dikernakan ketidakpastian dalam mengidentifikasi masalah kesehatan mental, stigma mengenai kesehatan mental yang buruk, wacana kompetensi profesional, ketegangan sosial , tekanan beban kerja , harapan kerahasiaan dan kurangnya akses yang tepat untuk mendukung kesehatan mental.

Hasil

Systematic review yang dilakukan dengan metoda kulaitatif, kuantitatif dan RCT pada empat jurnal yang dianalisis yang didapat dengan menggunakan metoda boleon dari e juranal EBSCO, ProQuest, PubMed, BMC dan google search (gambar 1). Hasil penelitian kualitatif dengan mengidentifikasi beberapa tema, sedangkan hasil penelitian RCT dilakukan perlakuan untuk menguji CORAL decision aid tool penelitian ini dilakukan dengan single blind yang kemudian di lakukan follow up untuk mengetahui efektifitas dari perlakuan/tindakan.

1. Peran Kepemimpinan Keperawatan Komunitas

Perawatan berkualitas dianggap sebagai komponen penting dari profesi keperawatan. Kebijakan baru-baru ini telah menekankan peran kepemimpinan dalam memenuhi agenda kualitas. Sebagai pergeseran keseimbangan perawatan dari rumah sakit kepada masyarakat ada keharusan untuk mengkonfirmasi lebih efektif kualitas perawatan pasien dan keluarga dalam menerima perawat yang bekerja di masyarakat (Elaine Haycock-Stuart, 2012). Penekanan kebijakan layanan kesehatan menekannya penawaran yang sama kepada semua perawat untuk membuat unsur-unsur praktik klinis mereka sehingga menunjukan perawatan yang berkualitas tinggi dan memverifikasi apa yang benar-benar penting untuk pasien dan keluarga.

Pengembangan kapasitas kepemimpinan dikeperawatan komunitas dipandang sebagai instrumen dalam mencapai kualitas pelayanan sebagai pergeseran perawatan kesehatan ke masyarakat. Komponen sumberdaya manusia yang berperan dalam meningkatkan asuhan keperawatan komunitas yaitu perawat, pengunjung kesehatan, perawat sekolah, staf perawat dan asisten kesehatan yang bekerja dimasyarakat sehingga menurut Sandra E Moll tahun 2014 dibutuhkan kemampuan mengorganisasi serta self assesmen sehingga

Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas “Pera Pera at dalam Pelayanan Kesehatan Primer menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN

“ Se ara g, 7 No e ber 5

85

pelaporan kegiatan asuhan keperawatan komunitas terstruktur dan terlapor cepat dan sesuai.

Asuhan keperawatan yang berkualitas adalah asuhan keperawatan yang mengedepankan nilai-nilai profesional profesi, dengan biaya yang minimal, pasien dan keluarga puas dengan asuhan keperatana yang diberikan (Giordano 2010, Appleby et al. 2010). Keinginan pasien dan keluarga adalah dikutsertakan dalam proses asuhan dan pengambilan keputusan (Magenta B et all, 2011). Sehingga dibutuhkan strategi yang tepat untuk memenuhi standar asuhan keperawatan yang berkualitas.

2. Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas

Perawat kesehatan jiwa masyarakat merupakan tenaga perawatan dari puskesmas yang bertanggung jawab memberikan pelayanan keparawatan diwilayah kerja puskesmas. Fokus pelayanan pada tahap awal adalah anggota masyrakat yang mengalami gangguan jiwa akan tetapi peran perawat belum optimal sepeti yang diungkapkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Sandra E Moll 2014 dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa beberapa penyebab tenaga kesehatan memberikan laporan secara lambat bahkan tidak melaporkan temuan gangguan jiwa dikernakan ketidakpastian dalam mengidentifikasi masalah kesehatan mental, stigma mengenai kesehatan mental yang buruk, wacana kompetensi profesional, ketegangan sosial, tekanan beban kerja, harapan kerahasiaan dan kurangnya akses yang tepat untuk mendukung kesehatan mental. Magenta B el all 2011 Teridentikasi adanya hambatan dalam pengambilan keputusan baik dari klien ataupun pengasuh (caregivers) yaitu a system level, at a relationship level with clinicians and at a personal level. Hambatan A system level adalah kurangnya waktu dalam bertanya selama konsultasi, hambatan dalam relationship level adanya miskomunikasi antara klien dan perawat atau kurangnya komunikasi antara perawat dan klien serta adanya krisis kepercayaan (klien merasa tidak percaya dengan perawat dan tidak dipercayai oleh perawat). Personal level merupakan hambatan yang muncul dari diri klien dan caregivers sendiri keluarga menyangkal yang dialami klien adalah gangguan jiwa.

3. Asuhan Keperawatan Melibatkan Klien

Hubungan perawat klien akan terjalin jika dalam memberikan asuhan keperawatan klien dilibatkan, klien memahami setiap proses keperawatan yang dilakukan pada diri maupun keluarganya. Magenta B el all 2011 menejelaskan bahwa klien ingin terlibat dalam proses asuhan keperawatan contoh keterlibatan dalam pengambilan keputusan. Pengalaman keterlibatan klien bervariasi dan dipengaruhi oleh klien sendiri serta tim kesehatan (dokter ataupun perawat) sedangkan pengasuh (caregivers), mempunyai pengalaman keterlibatan lebih homogen. Hasil penelitian Paulina Bravo et all 2015 mengidentifikasi hubungan perawat klien dapat dilakukan pada semua level dengan tingkat pemahaman klien. Level ini akan menentukan penggunaan indikator yang digunakan. Lima komponen kunci dalam konsep hubungan perawat klien adalah mendasari etos, moderator, intervensi , indikator dan hasil. Ilustrasi hubungan perawat klien adalah pemberdayaan klien dan pengambilan keputusan bersama

Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas “Pera Pera at dalam Pelayanan Kesehatan Primer menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN

“ Se ara g, 7 No e ber 5

86

Pembahasan

Dari studi literatur didapatkan bahwa keterlibatan klien dalam asuhan keperawatan kurang optimal hal ini juga dalap dilihat dari sistem peleporan perawat yg dijelaskan dalam penelitian Sandra E Moll tahun 2014 yang menunjukan bahwa sistem pelaporan tidak optimal karena masalah dilaporkan secara lambat dan bahkan tidak dilaporkan hal ini akan menghambat proses identifikasi dan proses pengambilan kebijakan (regulasi) dari pemerintah. Regulasi mepunyai hubungan dalam keberhasilan dan peningkatan program/sistem kerja yang ada di komunitas dalam hal ini adalah masyarakat yang sehat jiwa (Lara Corr, 2014).

Keinginan klien untuk terlibat dalam proses kepeerawatan, setidaknya dalam pengambilan keputusan hal ini menegaskan kembali penelitian yang telah dilakukan oleh Jan Flotin 2007 yang menejelaskan bahwa klien lebih menyukai jika berpartisipasi dalam pengambilan keputusan klinis keperawatan dan berharap diikutkan dalam asuhannya. Penelitian tersebut menegaskan bahwa klien lebih menyukai dalam hubungan kolaborasi bukan hubungan yang otonom. Hal ini akan bermanfaat untuk meneliti lebih lanjut terkait sejauh mana keterlibatan klien serta hubungan kolaborassi antara klien dan tenaga kesehatan dalam pengambilan keputusan terutama pada masalah ganggun jiwa.

Claire Henderson tahun 2012 dengan penelitian tentang kemampuan pengambilan keputusan mentukan pilihan bantuan dengan Conceal Or ReveAL, or CORAL tools menjukan bahwa pengungkapan masalah menyebabkan pengurangan konflik dalam pengambilan keputusan, hal ini menegaskan penelitaian oleh Magenta B et all tahun 2011 menegaskan pengalaman dan keterlibatan klien dalan asuhan mempunyai efek positif terhadap kemampuan klien dalam pengambilan keputusan. Hubungan kolaborasi sangat dibutuhkan untuk itu kolaborasi perawat klien harus menunjukan hubungan yang saling menghormati, saling percaya, berbagi informasi, komunikassi terbuka, pengambilan keputusan bersama sehingga, intervensi keperawatan harus memperhatikan nilai, kepercayaaan dan pilihan pasien sebagai landasannya (Blue-Banning M, Summers J, Frankland H, et al 2004 dan Keen D, 2007). National Collaborating Centre For Method and Tools menjelaskan Kolaborasi perawat klien klien dalam komunitas sangatlah penting karena proses keperawatan komunitas akan tergantung pada keadaan tertentu, serta keterampilan dan nilai-nilai yang dimiliki oleh individu dan kelompok yang terlibat dalam proses. Pada akhirnya, kolaborasi perawat-klien harus menarik pengetahuan klien terkait kesehatan tenaga kesehatan dituntut mempunyai keahlian dalam menggabungkan semua yang relevan faktor yang mempengaruhi dalam hubungan, kesimpulan atau rekomendasi. Untuk mencapai kolaborasi yang otimal diperlukan perawat yang mempunyai kualifikasi sehingga dibutuhkan pendidikan berkelanjutan bagi perawat atau dengan dengan membangun mitra bestari antara puskesmas dengan intansi pendidikan yang mempunyai perawat spesial komunitas atau spesialis jiwa untuk memberikan mentoring kepada perawat, keluarga dan masyarakat sehingga tercipta hubungan kolaborasi antara perawat pendidik (perawat spesialis), perawat klinik (perawat vokasi), keluarga dan masyaarakat.

Kesimpulan

Penelusuran literatur menunjukan bahwa pentingnya melibatkan klien dalam asuhan keperawatan dan hal ini juga disepakati oleh klien bahwa klien ingin diikutkan dalam proses keperawatan, akan tetapi hal ini belem sepenuhnyadengan berbagai alasan. Hasil ini bisa

Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas “Pera Pera at dalam Pelayanan Kesehatan Primer menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN

“ Se ara g, 7 No e ber 5

87

digunakan sebagai acuan bagi penelian selanjutnya untuk menggali lebih dalam bagaimana hubungan kolaborasi antara perawat klien serta strateginya dalam membangun hubungan yang efektif dan efisien sehingga kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan akan menjadi kebutuhan primer yang harus segera di penuhi.

Daftar Pustaka

Appleby J., Ham C., Imins C. & Jennings M. (2010) Improving NHS Productivity: More With the Same Not More of the Same.The King’s Fund, London.

Barry K.J, 2007, Collective inquiry: understanding the essence of best practice construction in mental health, Journal of Psychiatric and Mental Health Nursing, 2007, 14, 558–565 Blue-Banning M, Summers J, Frankland H, et al. Dimensions of family and professional

partnerships: constructive guidelines for collaboration. Except Child 2004;70:167–85. Claire Henderson. Elaine Brohan. Sarah Clement, (2012), A decision aid to assist decisions

on disclosure of mental health status to an employer: protocol for the CORAL exploratory randomised controlled trial, Henderson et al. BMC Psychiatry 2012, 12:133

Dalam dokumen M01891 (Halaman 96-105)