• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemandirian Belajar Matematika

PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK Oleh : Nur Izzat

1. Kemandirian Belajar Matematika

Kemandirian belajar dalam matematika yang dimaksud pada makalah ini adalah kemandirian belajar pada pembelajaran matematika. Siswa-siswa yang mandiri dalam belajar matematika, mengerjakan tugas-tugas matematika dengan percaya diri, rajin, dan cerdik. Mereka secara proaktif mencari informasi ketika dibutuhkan dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk

92 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung

menguasainya. Ketika mereka menghadapi kesulitan seperti kondisi belajar yang buruk, guru yang membingungkan, buku teks yang sulit dipahami, mereka tidak lantas putus asa. Menurut Zimmerman (1990), siswa mandiri memandang kemahiran sebagai suatu proses sistematik dan dapat dikontrol, serta mereka menerima tanggungjawab yang lebih besar untuk mencapai hasil yang baik.

Secara umum, studi menunjukkan bahwa karakteristik berikut membedakan siswa yang belajar mandiri dengan siswa yang tidak (Corno, 2001; Weinstein, Husman dan Dierking, 2000; Zimmerman, 1998, 2000, 2001, 2002; dalam Montalvo dan Torres, 2004):

a) Mereka mengenal dan mengetahui bagaimana menggunakan serangkaian strategi kognitif (repetisi, elaborasi, dan pengorganisasian), yang membantu mereka untuk menghadirkan, mengubah, mengatur, mengelaborasi, dan memperoleh informasi.

b) Mereka mengetahui bagaimana merencanakan, mengontrol dan mengatur proses-proses mental mereka kepada pencapaian tujuan personal (metacognition).

c) Mereka menunjukkan serangkaian keyakinan motivasi dan meyesuaikan emosi, seperti pemahaman yang tinggi tentang self-efficacy akademik, menerima tujuan pembelajaran, pengembangan emosi positif terhadap tugas (misalnya; sukacita, rasa puas, antusiasme), serta kemampuan untuk mengontrol dan memodifikasi ini, menyesuaikannya untuk persyaratan tugas dan juga situasi belajar tertentu.

d) Mereka merencanakan serta mengontrol waktu dan usaha untuk menyelesaikan tugas-tugas, dan mereka mengetahui bagaimana mengkondisikan lingkungan belajar yang menguntungkan, seperti menemukan tempat yang cocok untuk belajar, dan mencari bantuan dari guru dan teman sekelas ketika mereka mengalami kesulitan.

e) Sedapat mungkin mereka menunjukkan usaha yang lebih besar untuk berpartisipasi dalam mengontrol dan mengatur tugas-tugas akademik, struktur kelas dan iklim (misalnya, bagaimana seseorang akan dinilai, persyaratan tugas, desain tugas kelas, mengatur kerja kelompok).

f) Mereka dapat menerapkan serangkaian strategi-strategi berkenaan dengan kemauan, dengan tujuan untuk menghindari ganguan internal dan eksternal, untuk menjaga konsentrasi, usaha, dan motivasi mereka ketika melakukan tugas akademik.

Dapat disimpulkan bahwa karakteristik siswa mandiri adalah siswa yang mampu melihat diri mereka sebagai agen dari perilaku mereka sendiri, mereka percaya bahwa belajar adalah sebuah proses proaktif, mereka memotivasi diri sendiri, dan mereka menggunakan strategi-strategi yang memungkinkan mereka untuk mencapai hasil akademik yang diinginkan.

Berikut ini adalah beberapa definisi kemandirian belajar yang dikemukakan oleh sejumlah pakar, diantaranya Corno dan mardiah (dalam Cho, 2003), mendefinisikan kemandirian belajar sebagai proses perencanaan dan monitoring yang disengaja dan menekankan pada pentingnya aktifitas kognitif dan metakognitif dalam kemandirian belajar.

Lebih luas dari Corno dan mardiah, Zimmerman mendefinisikan kemandirian belajar sebagai kemampuan menjadi siswa yang aktif dalam proses pembelajaran ditinjau dari sudut metakognitif, motivasi, dan perilaku (dalam Zimmerman, 1990 dan Cobb, 2003). Dari sudut metakognitif, siswa yang mandiri merencanakan, menentukan tujuan, mengatur, memonitor diri, dan mengevaluasi diri terhadap berbagai hal selama proses memperoleh kemahiran. Dari sudut motivasi, siswa mandiri menyadari kompetensinya, memperlihatkan keyakinan yang tinggi terhadap dirinya (high self- efficacy), dan ketertarikan terhadap tugas.

Siswa yang menyadari kompetensinya, memiliki self- efficacy yang tinggi dan mempunyai ketertarikan terhadap tugas, memulai pembelajaran dengan menampilkan usaha yang luar biasa dan tekun selama belajar. Dari segi perilaku, siswa mandiri memilih, menyusun, dan menciptakan lingkungan mereka untuk bisa belajar optimal. Mereka mencari petunjuk, informasi dan tempat dimana mereka paling suka belajar.

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung 93 Sementara, Pintrich dan Zusho (dalam Nicol dan Dick, 2005), mengemukakan definisi operasional kemandirian belajar sebagai suatu proses konstruktif aktif dimana siswa menentukan tujuan belajar mereka, mengamati, mangatur, dan mengontrol prilaku, motivasi dan kognisi mereka, dipandu dan dikendalikan oleh tujuan mereka dan fitur-fitur kontekstual dari lingkuangan.

Dari berbagai definisi tentang kemandirian belajar, Pintrich dan Groot (1990) menyimpulkan hanya tiga komponen penting untuk kecakapan di kelas. Pertama, kemandirian belajar meliputi strategi metakognitif siswa untuk merencanakan, memonitor dan memodifikasi kognisi mereka. Kedua, manajemen dan pengontrolan siswa terhadap usaha mereka pada tugas-tugas akademik di kelas. Misalnya, siswa yang cakap bertahan pada tugas-tugas sulit, mereka tidak cepat menyerah, dan mereka tetap konsentrasi dalam tugasnya, walaupun ada gangguan di kelas, sehingga memungkinkan mereka untuk melakukan yang lebih baik. Ketiga, aspek penting kemandirian belajar meliputi konsep keberadaan strategi kognitif yang digunakan siswa untuk belajar, mengingat dan memahami materi. Lebih jauh Pintrich dan Groot (1990) mengemukakan bahwa pengetahuan strategi kognitif dan metakognitif saja tidaklah cukup untuk meningkatkan kemampuan siswa. Siswa juga harus dimotivasi untuk menggunakan strategi-strategi itu, dan juga mengatur kongisi dan usaha mereka.

Menurut Eccles, ada tiga komponen motivasi yang berhubungan dengan komponen-komponen kemandirian belajar, yaitu; komponen pengharapan, komponen penilaian, dan komponen sikap (Pintrich dan Groot, 1990). Komponen pengharapan meliputi keyakinan siswa tentang kemampuan mereka untuk melakukan tugas, seperti kesadaran terhadap kemampuan, self-efficacy, attibutional style, dan keyakinan mengendalikan. Komponen pengharapan melibatkan jawaban dari pertanyaan, ―Dapatkah saya melakukan tugas ini?"

Komponen penilaian meliputi keyakinan dan tujuan siswa tentang pentingnya dan ketertarikan terhadap tugas. Meskipun komponen ini telah dibentuk dalam berbagai cara, (misalnya: tujuan melakukan atau belajar, orientasi instrinsik dan ekstrinsik, penilaian tugas dan ketertarikan instrinsik) esensi komponen motivaasi ini adalah alasan siswa untuk melakukan tugas. Dengan kata lain, merupakan jawaban dari pertanyaan, ―Mengapa saya melakukan tugas ini?‖

Komponen sikap meliputi reaksi emosi siswa terhadap tugas. Persoalan penting bagi siswa berhubungan dengan komponen ini melibatkan pertanyaan, ―Bagaimana perasaan saya tentang tugas ini?‖ Ada berbagai reaksi sikapyang mungkin relevan, misalnya; rasa marah, bangga, rasa bersalah, tapi dalam konteks belajar di sekolah, kelihatannya ada satu yang paling penting yaitu tes anxiety. Tes anxiety berkaitan dengan persepsi terhadap kemampuan.

2. Kontribusi Pendekatan Pendidikan Matematika Relaistik Terhadap Pengembangan