• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER KREATIF DAN CINTA BUDAYA LOKAL MAHASISWA PGSD

Supriadi

Mahasiswa S3 Pendidikan Matematika SPS UPI Dosen UPI Kampus Serang

Abstrak

Lidi merupakan sebuah media dalam pembelajaran matematika yang sudah lama membudaya dalam pembelajaran matematika SD. Operasi perkalian dapat disajikan dengan kreatif menggunakan lidi. Karakter kreatif dan cinta budaya dapat meningkat dalam perkuliahan pemecahan masalah mahasiswa PGSD. Pembelajaran matematika berbasis budaya (ethnomatematika) diharapkan dapat dijadikan sebagai suatu inovasi dalam pendidikan berbasis karakter bangsa.

Kata Kunci: Lidi,Etnomatematika,Mahasiswa PGSD

PENDAHULUAN

Tidak bisa dipungkiri sebuah ungkapan ―matematika merupakan bagian tak terpisahkan dalam kehidupan seseorang‖. Karena setiap aktivitas yang dilakukan seseorang, tentu tidak akan terlepas dari matematika. Matematika merupakan aspek penting untuk membentuk sikap, demikian menurut Ruseffendi (1991), sehingga tugas pengajar selain menyampaikan materi matematika dengan baik juga harus dapat membantu pembentukan sikap peserta didiknya. Budaya kita telah lama ada, namun banyak siswa kita yang tidak tahu budayanya sendiri. Pembelajaran berbasis budaya dalam pembelajaran matematika merupakan salah satu inovasi dalam menghilangkan anggapan bahwa matematika itu kaku.

Ethnomathematics adalah studi matematika yang mempertimbangkan budaya di mana matematika muncul . Etnomatematika adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan realitas hubungan antara budaya lingkungan dan matematika saat mengajar. (Kurumeh, 2004). Jika kita tengok negara-negara lain, keberhasilan negara Jepang dan Tionghoa dalam pembelajaran matematika karena mereka menggunakan Etnomatematika dalam pembelajaran matematikanya.(Tereziaha, 1999; Obodo, 2000; Kurumeh, 2004; Uloko dan Imoko, 2007).

Isu pendidikan berbasis karakter menjadi tujuan utama dalam penelitian pendidikan matematika saat ini. Menurunnya karakter mahasiswa terlihat dari nilai kognitif yang rendah, kemampuan kreatif yang rendah. Walaupun penggunaan tekhnologi komputer, internet sudah dipenuhi oleh mahasiswa, namun kemampuan masih rendah.Itu terlihat dari rata-rata nilai UTS dan UAS yang rendah. Mahasiswa yang beragam dalam perkuliahan dari latarbelakang yang berbeda seperti IPA,IPS dan bahasa turut mempengaruhi akan rendahnya prestasi tersebut (Supriadi,2005)

Pemahaman budaya daerah yang dimiliki mahasiswa PGSD masih rendah, banyak yang lebih mengetahui budaya asing sampai penampilan seseorang mahasiswa dalam perkuliahan banyak yang dipengaruhi budaya asing. Seperti nilai budaya sunda yang banyak melekat di kehidupan mahasiswa, banyak yang tidak memahaminya.

Karakter mahasiswa PGSD berdasarkan pengamatan Supriadi (2005) adalah pertama, mahasiswa PGSD cenderung menyenangi soal-soal yang berbentuk rutin sehingga saat diberikan soal-soal yang bersifat tidak rutin mereka cenderung kesulitan, suasana kegiatan belajar mengajar mahasiswa PGSD cenderung tidak terlalu aktif dan kumunitas belajar yang saling belajar yang belum terbentuk secara optimal.

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung 155 Dengan adanya sejumlah informasi permasalahan tersebut memunculkan pemikiran dari pengajar untuk mencari solusi yaitu diperlukannya suatu strategi pembelajaran yang dapat menciptakan suasana saling belajar antara dosen dengan mahasiswa dan mahasiswa dengan mahasiswa. Pendekatan etnomatematika (Pembelajaran Matematika Berbasis Budaya) dapat dijadikan untuk mengatasi permasalahan di atas.

KAJIAN PUSTAKA

Pembelajaran berbasis budaya merupakan suatu model pendekatan pembelajaran yang lebih mengutamakan aktivitas siswa dengan berbagai ragam latar belakang budaya yang dimiliki, diintegrasikan dalam proses pembelajaran bidang studi tertentu, dan dalam penilaian hasil belajar dapat menggunakan beragam perwujudan penilaian (Sardjiyo Paulina Pannen, 2005). Pembelajaran berbasis budaya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu belajar tentang budaya, belajar dengan budaya, dan belajar melalui budaya (Goldberg, 2000). Teori Konstrukstivisme dalam pendidikan terutama berkembang dari hasil pemikiran Vygotsky (Social and Emancipatory Contructivism). Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran berbasis budaya, yaitu substansi dan kompetensi bidang ilmu/bidang studi, kebermaknaan dan proses pembelajaran, penilaian hasil belajar, serta peran budaya .Pembelajaran berbasis budaya lebih menekankan tercapainya pemahaman yang terpadu (integrated understanding) dari pada sekedar pemahaman mendalam (inert understanding) (Krajcik, Czemiak, Berger,1999.

Proses penciptaan makna melalui proses pembelajaran berbasis budaya memiliki beberapa komponen, yaitu tugas yang bermakna, interaksiaktif, penjelasan dan penerapan ilmu secara kontekstual, dan pemanfaatan beragam sumber belajar (diadaptasi dari Brooks & Brooks,1993, dan Krajcik, Czerniak Berger, 1999). Penilaian hasil belajar tidak semata-mata diperoleh dari siswa dengan mengerjakan tes akhir atau tes hasil belajar yang berbentuk uraian (terbatas) atau objektif saja. Konsep penilaian hasil belajar dalam pembelajaran berbasis budaya adalah beragam perwujudan (multiplerepresentations). Dalam pembelajaran berbasis budaya, budaya menjadi sebuah metode bagi siswa untuk mentransformasikan hasil observasi mereka ke dalam bentuk dan prinsip yang kreatif tentang bidang ilmu Salah satu wujud pembelajaran berbasis budaya adalah etnomatematika (Ethnomathematics).

Ethnomathematics adalah studi tentang matematika yang memperhitungkan pertimbangan budaya di mana matematika muncul dengan memahami penalaran dan sistem matematika yang mereka gunakan. (Ubiratan D'Ambrosio,1985). Kajian etnomatematika dalam pembelajaran matematika mencakup segala bidang:arsitektur, tenun, jahit, pertanian, hubungan kekerabata, ornamen, dan spiritual dan praktik keagamaan sering selaras dengan pola yang terjadi di alam atau memerintahkan sistem ide-ide abstrak.

Lidi merupakan perkakas budaya sunda yang banyak digunakan dalam filosofi-filosofi budaya. Media lidi sudah bersahabat dengan guru dan siswa SD di kelas rendah saat mempelajari operasi penjumlahan dan pengurangan. Lidi dapat digunakan juga dalam operasi perkalian yang dapat digunakan dalam mengamati kemampuan kreatif siswa dan mahasiswa PGSD pada khususnya. Penggunaan tekhnologi yang berasal dari luar dan dari dalam harus saling mengimbangi dalam pembelajaran matematika. Penggunaan lidi bukan berarti kita kembali ke tradisional material, namun bertujuan untuk menggali aspek kecintaan budaya local dalam pembelajaran matematika. PROSEDUR, HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Penelitian ini bermanfaat untuk mengkaji substansi yang mendalam pada penelitian ini, Pendekatan ethnomatematika dirancang dalam suatu pembelajaran matematika, yaitu pada operasi perkalian dengan cara yang tidak biasa dilakukan di SD. Media yang digunakan adalah lidi yang dikaitkan dengan perkakas budaya sunda. Filosofi-filosofi dalam perkakas lidi banyak dijelaskan seperti makna persatuan, adat, dan lain-lain.

156 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung

Metode penelitian adalah penelitian tindakan kelas, yaitu pada kelas semester VII pada matakuliah pemecahan masalah sebanyak dua siklus pembelajaran. Menurut data yang diperoleh oleh para mahasiswa adalah para guru pada umumnya kurang memiliki cara atau strategi yang lain dalam mengajarkan operasi perkalian pada siswa. Kemudian, dosen dengan mahasiswa merancang suatu strategi yang lain. Suatu strategi yang menghubungkan budaya setempat, yaitu dikhususkan pada perkakas budaya sunda yaitu sapu lidi. Kemudian strategi tersebut diberi nama ―perkalian lidimatika‖.

Contoh: 11 x 11=

Kemudian dosen membuat kelompok-kelompok belajar yang terdiri dari mahasiswa PGSD, yang semuanya terdiri dari 12 kelompok. Satu kelompok terdiri dari 3 orang. 1 orang akan menjadi guru model dan 2 orang akan menjadi observer. Tahap perencanaan yang ditekan kan adalah posisi duduk awal siswa yang konvensional . Lembar kerja siswa terdiri satu soal agar lebih mudah dalam menganalisis hasil pekerjaan siswa. Setelah tahap perencanaan (plan) dianggap selesai, minggu depannya para mahasiswa mengimplementasikan rancangan pembelajaran pada setiap sekolah dasar yang di pilih oleh setiap kelompok. Jenjang kelas yang diobservasi adalah kelas tinggi, yaitu kelas 6 Pada tahap pelaksanaan ini (do) para mahasiswa diharapkan dapat menemukan temuan- temuan yang berharga terhadap semua aktivitas siswa terutama permasalahan, apakah siswa mengalami kesulitan dalam menggunakan strategi yang tidak biasa? Bagaimana guru memberikan perbaikan terhadap permasalahan tersebut. Setelah setiap pembelajaran selesai, maka tahap refleksi dilakukan di kelas saat perkuliahan selanjutnnya berlangsung. Pada tahap refleksi ini sejumlah temuan ditemukan:

1. Strategi ini sangat di senangi oleh siswa yang belum mahir dengan cara perkalian bersusun. Namun bagi siswa yang sudah terbiasa dengan cara perkalian bersusun siswa kurang menyenanginya.

2. Sebagian siswa mengalami kesulitan dalam menentukan posisi satuan, puluhan, ratusan dst. 3. Siswa kurang bisa berdiskusi dengan teman-teman lainnya, karena dengan posisi duduk yang

konvensional

Para mahasiswa membahas hasil temuan-temuan di atas dengan tetap fokus pada aktivitas siswa. Hasil rangkuman refleksi diperoleh: Siswa yang belum menyesuaikan pada strategi perkalian garis belum tentu karena tidak senang dengan strategi yang diberikan oleh Guru model, karena boleh jadi penyajian strategi perkalian lidimatika tersebut kurang jelas untuk lebih mudah dipahami oleh pemahaman siswa. Sehingga diperlukan suatu perubahan terhadap penyajian strategi perkalian garis tersebut agar lebih mudah dipahami oleh siswa. Kesulitan seperti letak garis dan titik potong yang berfungsi sebagai satuan,puluhan atau ratusan? Kemampuan berpikir kreatif dalam kasus ini ditekankan pada proses berpikir mahasiswa dalam membuat sesuatu yang baru dan original.

1

2

1

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung 157 Dari hasil diskusi antar mahasiswa dengan dosen, diperoleh beberapa perbaikan untuk kegiatan pembelajaran berikutnya yaitu: posisi duduk diubah dengan huruf U dengan dibagi kelompok dengan 4 orang tiap kelompok, LKS diberikan 1 soal yaitu tetap. Strategi operasi perkalian dimodifikasi dengan diberikan nama lambang bilangannya seperti satuan,puluhan atau ratusan dan diberikan narasi agar siswa masih bisa mengingat penjelasan guru. Seperti pada gambar di bawah ini: 11 x 11=121

1 puluhan 1 satuan 1 puluhan

1 satuan

Kemudian dalam tahap perencanaan untuk siklus 2 dipersiapkan langkah-langkah dalam perbaikan pembelajaran berikutnya:1. Guru model bergantian 2. Posisi duduk 3. LKS 4. Modifikasi strategi operasi perkalian 5. Untuk open lesson 2 di tentukan kelas yang berbeda walaupun masih satu tempat. Kemudian pada tahap implementasi (do), semua rancangan dalam tahap perencanaan dilakukan oleh guru model. Selanjutnya dalam tahap refleksi (see) semua permasalahan dapat teratasi dengan baik. Siswa SD sebagian besar lebih mudah memahami dan tertarik untuk menggunakan cara perkalian karena unik.

Penggunaan media lidi yang berasal dari perkakas budaya sunda dapat menjadi awal kecintaan mahasiswa dalam memahami hasil budaya daerahnya sendiri. Kerjasama, gotong royong antar mahasiswa merupakan karakter bangsa Indonesia yang harus selalu ditanamkan.

KESIMPULAN

1. Pembelajaran Etnomatematika menumbuhkan komunitas belajar yang baik, walaupun mahasiswa konsentrasi IPS, namun matematika menjadi semakin menyenangkan bagi mereka. Jika pembelajarannya mengutamakan nilai-nilai budaya antara dosen dan mahasiswa.

2. Media Lidi sangat sederhana namun memiliki manfaat dalam meningkatkan kreativitas mahasiswa PGSD.

3. Penggunaan lidi dalam pembelajaran matematika dapat menjadi sisipan akan budaya persatuan bangsa yang digambarkan dalam lidi.

4. Pembelajaran matematika menjadi tidak kaku, yang hanya mengacu pada matematikanya sendir. Namun pembelajaran matematika menjadi sesuatu yang dinamis dengan dikaitkan budaya yang baik.

5. Penelitian ini dapat menjadi motivasi bagi penulis,pembaca dan mahasiswa untuk terus menggali lebih dalam lagi akan penelitian ethnomatematika. Agar tujuan pembelajaran matematika dalam membentuk karakter bangsa dapat tercapai.

Narasi Guru: Bilangan 11 pertama

Pertama: Buatlah 1 ruas garis horizontal sejajar yang kita beri jarak saling berjauhan dengan 1 garis horizontal lainnya

Bilangan 11 kedua

Kedua: Buatlah 1 ruas garis vertical sejajar yang kita beri jarak saling berjauhan dengan 1 gari vertikal lainnya

Ketiga: Lihatlah ada 1 titip potong untuk satuan,2 titik potong untuk ratusan dan 1 titik potong untuk ratusan. Sehingga 11x11=121 1 titik potong 2 titik potong 1 titik potong

158 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung

DAFTAR PUSTAKA

Kurumeh MSC (2004). Pengaruh pendekatan pengajaran ethnomathematics pada prestasi siswa dan minat dalam geometri dan pengukuran. Tesis Ph.D yang tidak dipublikasikan. Universitas Nigeria, Nsukka.

Ruseffendi, E.T. (1984). Dasar-Dasar Matematika Modern untuk Guru. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Sardjiyo Paulina Pannen (2005). Pembelajaran Berbasis Budaya: Model Inovasi Pembelajaran dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi:Universitas Terbuka. Makalah Supriadi (2005). Pengamatan Kemajuan Pembelajaran Matematika PGSD UPI Serang. Makalah. Uloko ES, Imoko BI (2007). Pengaruh ethnomathematics mengajar pendekatan dan jenis kelamin terhadap prestasi siswa dalam Lokus. J. Natl. Assoc. Sci. Humanit. Educ. Res. 5 (1): 31-36.

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung 159

INTUISI DALAM BERMATEMATIKA: FAKTA DAN

IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA