• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUSTER MEDIOR PBHK DAERAH MALUKU DAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMATIF

B. Kepemimpinan Transformatif

1) Kepemimpinan Personal

Kepemimpinan yang efektif berasal dari dalam diri. Sebelum seseorang memimpin orang lain, haruslah ia mengetahui dirinya sendiri. Disebut kepemimpinan personal karena hal ini menyangkut pilihan. Setiap pemimpin menjawab dua pertanyaan penting yaitu milik siapakah aku dan siapakah aku? Pertanyaan pertama, "Milik siapakah aku?" berurusan dengan memilih otoritas dan pendengar bagi hidup pribadi. Dengan kata lain, siapa yang digembirakan pemimpin? Pemimpin selalu menunjukkan milik siapakah mereka dengan cara bagaimana mereka mendefinisikan keberhasilan dalam dunia dewasa ini. Mereka mengira keberhasilan harus berurusan dengan kekuasaan dan posisi di dunia, dan juga kinerja dan opini dari orang lain. Pemimpin dapat menyatakan hal ini dengan cara yang disukai, tetapi Kitab Suci mengajarkan bahwa pada akhirnya manusia diciptakan untuk menggembirakan Allah. Dalam arena kepemimpinan personal, pemimpin pertama-tama harus memilih apakah dapat menggembirakan Allah atau tidak. Pertanyaan kedua "Siapakah Aku" berurusan dengan tujuan hidup. Apa yang Tuhan ingin lakukan melalui pemimpin? Kitab Suci mengajarkan bahwa

keberhasilan sejati adalah terpenuhinya misi hidup yang direncanakan Allah melalui manusia. Keberhasilan bergantung pada hubungan dengan Kristus dengan membiarkan Allah masuk ke dalam hidup pribadi. Apakah yang bersangkutan bersedia menyerahkan seluruh diri kepada-Nya dan menjalani hidup menurut kehendak-Nya, atau mau menjalani hidup ini dengan caranya sendiri.

Hasil dari keputusan untuk menggembirakan Allah dan menyerahkan kendali hidup Anda kepada-Nya merupakan suatu perubahan perspektif. Jika Anda menjalani hidup Anda yang tidak dipersiapkan untuk menggembirakan Allah atau memberi-Nya kontrol atas diri Anda, perspektif anda diarahkan ke dalam dan berfokus pada diri sendiri. jika anda menjalani hidup untuk menggembirakan Allah dan memberi-Nya ruang untuk mengepalai anda, perspektif anda berarah keluar dan ditandai dengan kepercayaan kepada Allah yang akan memimpin hidup anda (Ken Blanchard, 2006 :27).

Pada awal pelayanannya, Yesus menunjukkan keinginan-Nya untuk menggembirakan Bapa dan menyerahkan kontrol atas hidup-Nya kepada Bapa-Nya. Yesus membuat pernyataan publik tentang pilihan-Nya ketika Dia menyerahkan semua kepada Bapa-Nya dan menegaskan bahwa Yohanes membaptis-Nya "untuk memenuhi kehendak Allah" (Mat 3:1 5). Keinginan Yesus untuk menggembirakan Allah ditunjukkan secara lebih dramatis lagi sesudah pembaptisan-Nya, ketika Dia pergi ke padang gurun dan dicobai oleh iblis. Peristiwa yang terekam dalam Injil menunjukkan bahwa selama masa hidupnya Yesus harus memutuskan milik siapakah Dia dan siapakah Dia. Apakah Dia hidup

dengan misi yang diberikan Bapa-Nya untuk menyelesaikan tujuan Bapa-Nya atau tujuan iblis? Dalam seluruh situasi ini, Yesus memilih kehendak Bapa-Nya (Ken Blanchard, 2006 :27).

Satu contoh penting dari suatu bentuk kepemimpinan personal yang transformasional adalah rasul Paulus. Dia dilahirkan di Tarsus; ia adalah seorang Yahudi asli dari suku Benyamin (Fil 3:5). Dia dididik oleh seorang rabi dan ahli hukum di Yerusalem dibawah Gamaliel, seorang guru terbesar dalam adat istiadat bangsa Yahudi (Kis 22:3). Sehingga dia tabu Firman Allah. Dia dengan penuh rasa benci menyiksa orang-orang Kristen dan mengejar mereka di Yerusalem hingga ke Damaskus, yang berjarak 130 mil. Lalu ia bertemu dengan Yesus dalam perjalanan ke Damaskus (Kis 9:5). Setelah pertemuannya yang dramatis dengan Yesus itu, Paulus menjadi buta karena cahaya yang berkeliauan dan tetap buta salama tiga hari sampai Ananias meletakkan tangannya atasnya seperti yang diperintahkan Tuhan. Melalui kekuatan Roh Kudus, penglihatan Paulus pulih kembali. Dia dibaptis dan kemudian mulai mewartakan dengan berani dalam sinagoga-sinagoga bahwa Yesus adalah Putera Allah. Akibatnya, hidupnya sendiri terancam (Kis 9:20-25). Dia pergi menyendiri ke padang Arabia dan sesudah beberapa waktu kembali ke Damaskus (Gal 1:15-19). Sesudah tiga tahun mewartakan, Paulus akhirnya tiba di Yerusalem, di mana dia bertemu dengan murid-murid lain, dan pelayanannya kepada bangsa-bangsa lain mendapat pengukuhan (Ken Blanchard, 2006 :28).

Jelasnya, rasul Paulus mempunyai pengetahuan yang dibutuhkan untuk tugas ini. Dia menjalani suatu persiapan dalam waktu lama. Dia mengetahui Firman Allah. Ketika akhirnya dia bertemu dengan Yesus, dia membuat komitmen dalam hatinya. Akan tetapi, hal itu tidak berarti dia siap melayani. Semangat awalnya tidak memberi hasil yang dia harapkan. Sehingga dia pergi ke padang Arabia dan menggunakan waktu untuk berkomunikasi dengan Allah, melengkapi pengetahuannya tentang apa yang dialaminya dalam hatinya.

Selama masa hidupnya di padang Arabia, transformasi kepemimpinan Paulus sendiri menjadi lengkap dia sepenuhnya menyerahkan diri kepada Allah dan rencana Allah baginya, dia mulai percaya kepada kehadiran Allah dan ketentuan-Nya, dia menjadi percaya kepada cinta Allah yang tak bersyarat, dan dia menerima dan tinggal di dalam Yesus. Dia kemudian kembali ke Damaskus, bersiap diajar dan diperlengkapi dengan berbagai keterampilan yang penting (Ken Blanchard, 2006 :29).

Perspektif Personal Memimpin Seperti Yesus ditunjukkan oleh contoh pengalaman pribadi berikut: ”Sesudah berpikir, menulis dan mengajar tentang Memimpin Seperti Yesus selama beberapa tahun, Phil mulai merasa tidak berkoneksi dengan peran itu. Suatu sore sebelum menghadiri pertemuan Memimpin Seperti Yesus, dia duduk dengan tenang di ruang hotelnya untuk melihat apakah dia sudah mengalami lagi koneksi dirinya dengan apa yang dimaksudkan dengan Memimpin Seperti Yesus baginya. Pernyataan berikut ini merupakan hasil dari refleksinya selama beberapa saat itu. Saya telah dipanggil

dan menerima undangan untuk masuk ke dalam hubungan personal dengan Yesus Kristus sebagai Penyelamat, Tuhan, guru dan temanku. Sebagai pengikut Yesus, saya menikmati keistimewaan besar ini dengan menimba hikmat-Nya dan petunjuk untuk menjalani hidup sejalan dengan rencana dan tujuan Allah bagi saya sebagai makhluk spiritual yang tak pernah berhenti dengan ketentuan abadi dalam alam raya milik Allah. Saya adalah alat kasih Allah dan melalui darah Yesus Kristus menikmati pasokan cinta tak bersyarat yang tak habis-habisnya, penerimaan, dan nilai yang tidak bergantung pada cara hidup saya. Saya adalah pengurus sementara dari berbagai kekayaan yang dipinjam dari Allah untuk dinikmati, dipelihara, dan digunakan demi tujuan mereka sendiri. Saya akan dipanggil untuk memberikan pertanggungjawaban atas pelayanan saya ketika semua hal di dunia ini dikembalikan kepada pemiliknya. Semua orang yang saya pimpin diciptakan seturut citra Allah dan objek cinta-Nya. Dia memanggil saya untuk memperlakukan mereka sebagai biji mata-Nya. Dengan berusaha melayani, bukan dilayani seperti saya memimpin orang lain, saya akan membuat Yesus tersenyum. Yesus tidak pernah memanggil saya untuk mengikuti rencana yang cacat atau rencana yang akan gagal, termasuk bagaimana saya harus memimpin orang lain. Saya dipanggil bukan kepada keberhasilan tetapi kepada ketaatan sebagai saksi kepada orang lain dan sebagai pelaksana aktif rencana Allah demi kerajaan-Nya. Saya menerima dan menemukan kegembiraan dalam kebenaran dan bahwa terpisah dari Yesus saya tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi saya dapat

melakukan semua hal ini melalui Kristus yang menguatkan saya”. ( Ken Blanc, 2006:31-32).