• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. KEDUDUKAN KAUM RELIGIUS DALAM GEREJA MENURUT HUKUM GEREJA GEREJA

2. Profesi sebagai Kekhasan Religius

Status hidup religius dalam Gereja antara lain dinyatakan dalam Kitab Hukum Kanonik, Kanon 573, § 1 sebagai berikut :

Hidup yang dibaktikan dengan memprofesikan nasehat-nasehat injil adalah bentuk kehidupan yang tetap dimana orang beriman dengan mengikuti Kristus secara lebih dekat dan atas dorongan Roh Kudus, dipersembahkan secara lebih utuh kepada Allah yang paling dicintai agar demi kehormatan bagi-Nya dan demi pembangunan Gereja serta keselamatan dunia mereka dilengkapi dengan alasan baru dan khusus mengejar kesempurnaan cinta kasih dalam pelayanan Kerajaan Allah dan sebagai tanda unggul Gereja mewartakan kemuliaan surgawi”.

Dari kanon ini, dapat ditelusuri status hidup religius yang titik tolaknya terletak pada profesi nasehat-nasehat injil. Memprofesikan ketiga nasehat Injil merupakan ciri khas dari hidup bakti. Orang yang dipanggil secara khusus oleh Allah, menjawabnya dengan penyerahan diri dalam bentuk kaul atau profesi religius. Dan inti profesi itu terdapat dalam hidup religius yang harus semakin dekat dengan Kristus. Usaha untuk lebih dekat dengan Kristus ini, merupakan usaha untuk menanggapi panggilan Tuhan. Tuhan yang telah mencintainya, kini akan lebih dikasihinya dalam kehidupan nyata. Kalau seorang religius hidup semakin dekat dengan Kristus Yesus, berarti dia mau mempersembahkan diri secara lebih utuh. Penyerahan kepada Allah menjadi orientasi dan arah hidup religius. Allah menjadi andalan hidup satu-satunya, tiada andalan lain yang mampu menggantikan Allah. Seluruh hidup religius diserahkan hanya kepada Allah saja. Dengan demikian Allah menjadi yang paling dicintai atau dengan kata lain religius harus mencintai Allah sebagai satu-satunya yang perlu. Hanya Allahlah yang dapat menjadi andalan hidup (Sardi, 2008:32).

Semuanya itu haruslah menpunyai tujuan. Dalam hidup religius ada tiga tujuan penting, yakni demi kehormatan bagi Allah. Allah harus dimuliakan dalam hidup religius. Hal ini harus menjadi nyata dalam sasaran yang kedua yakni demi

pembangunan Gereja. Dengan hidup yang penuh penyerahan diri kepada Allah, sebenarnya dunia ini dibangun, kasih ditumbuhkan dan harapan akan Allah sebagai satu-satunya yang perlu menjadi nyata. Dan sasaran yang ketiga adalah demi keselamatan dunia. Hidup religius menjadi bermakna justru karena dunia ini akan diselamatkan oleh Allah, Sang penyelamat berperan dalam hidup religius, yang menanggapi panggilannya dalam kancah kehidupan dunia. Dengan demikian hidup religius menjadi bermakna karena Allah menjadi pusat kehidupan dan sumber segala aktivitasnya.

Mengingat status hidup yang khusus para religius mempunyai kewajiban yang menantang untuk senantiasa ditunaikan. Adapun kewajiban adalah bahwa religius haruslah mengejar kesempurnaan cinta kasih dalam pelayanan Kerajaan Allah. Usaha untuk mencapai kesempurnaan hidup demi Kerajaan Allah merupakan suatu kewajiban utama religius. Usaha untuk hidup sempurna berarti hidup yang telah dipesembahakan kepada Allah itu haruslah sempurna, berani mengalahkan segala yang menghalangi usaha untuk mencapai kesempurnaan hidup itu. Kesempurnaan hidup menjadi sungguh-sungguh berarti karena terarah kepada Kerajaan Allah. Allah meraja dan menguasai segalanya. Kuasa jahat dikalahkan, menjauh dan hilang justru karena Allah meraja, kebahagiaan bersama Allah menjadi kenyataan hidup ini, dan kesempurnaan demi Kerajaan Allah itu haruslah diusahakan terus menerus tiada hentinya. Selain itu kewajiban utama yang ditunaikan oleh religius yakni peranaan sebagai tanda unggul Gereja mewartakan kemuliaan surgawi. Itu berarti bahwa hidup religius yang harus menampakkan dalam jaman sekarang ini hidup eskatologis.

Menjadi tanda unggul Gereja mau menunjukkan bahwa kewajiban utana ini merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Justru karena kewajiban itu, maka hidup religius menjadi berarti. Bukan hanya tidak menjadi skandal saja, tetapi menjadi tanda unggul Gereja mewartakan kemuliaan surgawi.

Dalam jaman sekarang yang penuh tantangan ini, mungkinkah religius mampu melaksanakan kewajiban itu? Justru karena penyerahan total kepada Allah, maka Allah sendirilah yang akan memampukan religius dalam rangka menjalani hidup dan menjawab panggilan-Nya itu. Allah menjadi satu-satunya yang perlu dan penting dalam hidup religius (Sardi, 2008:35).

Dalam Kanon 573, § 2 dikatakan bahwa bentuk hidup dalam tarekat hidup bakti yang didirikan secara kanonik oleh otoritas Gereja yang berwewenang, dipilih dengan bebas oleh orang-orang Kristiani yang dengan kaul atau ikatan suci lainnya menurut peraturan masing-masing tarekat, mengikrarkan nasehat-nasehat injili:kemurnian, kemiskinan dan ketaatan dan lewat cinta kasih yang menjadi tujuan kaul-kaul tersebut dan dengan demikian mereka digabungkan dengan Gereja serta misterinya secara istimewa. Dengan adanya pendirian yang resmi oleh kuasa Gereja yang berwewenang mau menyatakan bahwa adanya tarekat religius itu resmi dan diakui adanya. Gereja secara resmi mendirikan, menerima, mengakui dan mau mengembangkannya. Anggota yang karena dipanggil oleh Allah untuk bergabung ke dalam tarekat mengucapkan profesi nasehat-nasehat Injil:kemurnian, kemiskinan dan ketaatan. Para religius digabungkan dengan Gereja serta misterinya secara istimewa. Hidup religius

diperlukan dalam rangka hidup menggereja. Hidup menggereja diperkaya dengan adanya hidup religius.

Oleh karena itu dalam Kanon 573, § 1 disebutkan: “Status mereka yang mengikrarkan nasehat-nasehat injili dalam tarekat-tarekat semacam itu melekat pada kehidupan serta kekudusan Gereja, oleh karena itu haruslah dipupuk dan dimajukan oleh semua saja di dalam Gereja”. Hidup religius sendiri menjadi bagian integral dalam hakikat Gereja, sebab melekat pada kehidupan dan kekudusan Gereja. Gereja yang mengembara dan yang ada di dunia ini haruslah kudus.

Hidup religius diharapkan akan memberikan sumbangan demi kekudusan Gereja. Dengan demikian cara hidup dengan memprofesikan nasehat-nasehat Injil haruslah dibina dan dimajukan oleh semua umat beriman. Hidup membiara yang menpunyai kegiatan pokok memuji dan meluhurkan Allah dan demi kehidupan menggereja dan dunia ini, bagaimanapun juga terap merupakan nafas kehidupan Gereja. Hidup menggereja tidaklah dapat lepas dari hidup religius demikian itu. Hidup menggereja mendapat artinya yang semakin penuh dalam hidup religius (Sardi, 2008:37).