• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Dasar dan Karakteristik SPBM

a. Beberapa dukungan Teori tentang Pembelajaran Berbasis Masalah Sebagai suatu pendekatan pembelajaran, maka pembelajaran berbasis

B. Konsep Dasar dan Karakteristik SPBM

Sanjaya (2008) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat tiga ciri utama dari SPBM.

Pertama, SPBM merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam

implementasi SPBM ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. SPBM tidak mengharapkan siswa hanya sekadar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui SPBM siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.

Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah.

SPBM menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran.

Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan

berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.

Kunandar (2007:354) menyatakan bahwa: pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir dan keterampilan penyelesaian masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari mata pelajaran. Sedangkan Faizin dan Sulistio (2008) mengemukakan pengertian pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran terpusat melalui masalah-masalah yang relevan. (Faizin-Sulistio-blogspot.com/2008).

Hal tersebut juga senada dengan pendapat Zulharman (2008) yang menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah merupakan pembelajaran yang bertolak dari problem yang ada dalam konteks nyata (Zulharman 79.wordpress. com/2008). NCTM (2000) menyatakan bahwa memecahkan masalah berarti menemukan cara atau jalan mencapai tujuan atau solusi yang tidak dengan mudah menjadi nyata. Sedangkan Poyla (Hudoyo, 1979) mendefinisikan pemecahan masalah adalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai.

Poyla memberikan penjelasan yang spesifik tentang strategi pembelajaran berbasis masalah khusus untuk mata pelajaran matematika. Menurut Poyla strategi digunakan dalam pembelajaran matematika dan sangat penting dalam

DUMMY

menumbuhkan kemampuan matematis adalah strategi pembelajaran berbasis masalah. Menurut Poyla untuk mempermudah memahami dan menyelesaikan suatu masalah, terlebih dahulu masalah tersebut disusun menjadi masalah-masalah sederhana, lalu dianalisis (mencari semua kemungkinan langkah yang akan ditempuh), kemudian dilanjutkan dengan proses sintesis (memeriksa kebenaran setiap langkah yang dilakukan). Langkah Poyla tersebut dapat disederhanakan menjadi 4 (empat) langkah yaitu: 1) memahami masalah, 2) membuat rencana pemecahan, 3) melaksanakan rencana, dan 4) melihat kembali.

Pandangan tentang strategi pembelajaran berbasis masalah secara lebih operasional dikemukakan oleh Word (2002) dan Stepein (1993) yang menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahapan-tahapan metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan.

Untuk mengimplementasikan SPBM, guru perlu memilih bahan pelajaran yang memiliki permasalahan yang dapat dipecahkan. Permasalahan tersebut bisa diambil dari buku teks atau dari sumber-sumber lain misalnya dari peristiwa. Dilihat dari konteks perbaikan kualitas pendidikan, maka SPBM merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk memperbaiki sistem yang terjadi di lingkungan sekitar, dari peristiwa dalam keluarga atau peristiwa kemasyarakatan.

Strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat diterapkan apabila guru memiliki beberapa pemikiran/pertimbangan sebagai berikut: 1. Manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekadar dapat

mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahami secara penuh, permasalahan substansi bahan ajar yang akan dipelajari. Dengan demikian, siswa menjadi lebih kuat pemahamannya terhadap konsep yang diajarkan oleh guru dalam proses pembelajaran.

2. Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan berpikir rasional siswa, yaitu kemampuan menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat judgment secara objektif. Dengan kata lain, apabila guru menginginkan kemampuan siswa berpikir tingkat tinggi, maka penggunaan pembelajaran berbasis masalah pada setiap pembelajaran sangat tepat untuk digunakan.

3. Manakala guru menginginkan kemampuan siswa-siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa. Pertimbangan

Bab-5: Pembelajaran Berbasis Masalah

168

DUMMY

ini dimaksudkan apabila guru melihat selama ini siswa-siswanya tidak memiliki kemandirian dalam memecahkan setiap permasalahan melalui berbagai pendekatan, model dan strategi pembelajaran, maka pembelajaran berbasis masalah menjadi pilihan yang sangat tepat untuk digunakan. 4. Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam

belajarnya. Tanggung jawab siswa dalam belajar sering terabaikan untuk ditumbuhkembangkan melalui proses pembelajaran, akibatnya rasa tanggung jawab siswa pada aktivitas lainnya pun juga menjadi tidak terbangun secara optimal. Apabila kondisi tersebut terjadi, dan guru ingin meningkatkannya melalui proses pembelajaran, maka pilihan strategi pembelajaran berbasis masalah sangat tepat untuk digunakan.

5. Jika guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubungan antara teori dengan kenyataan).

Richard I.Arends (2007), menyatakan bahwa para ahli pembelajaran berbasis masalah (Gordon, 2001; Karjcik, 2003; Slavin, Madden, Dolan & Wasik, 1994; Torp dan Sage, 1998) mendeskripsikan bahwa model pembelajaran berbasis masalah ini memiliki fitur-fitur sebagai berikut: 1. Pertanyaan atau masalah perangsang. Pembelajaran harus disiapkan

dengan sejumlah pertanyaan-pertanyaan atau masalah -masalah yang dapat menjadi perangsang bagi siswa untuk menemukan masalah lain dan/atau dapat berpikir untuk meneliti masalah yang ditemukannya berdasarkan ungkapan guru. Oleh sebab itu, guru harus memiliki kemampuan untuk memunculkan masalah sebagai pancingan untuk siswa.

2. Fokus interdisipliner. Permasalahan yang dikemukakan sebaiknya permasalahan yang memerlukan dan menuntut siswa untuk berpikir tidak hanya terfokus pada satu disiplin ilmu saja, tetapi dapat didekati dari berbagai disiplin ilmu. Dengan demikian, siswa memiliki kemampuan untuk berpikir komprehensif dalam menghadapi masalah. Contoh: “masalah polusi udara”, masalah ini dapat dijadikan masalah yang interdisipliner, dengan mengajak siswa untuk membahasnya dari berbagai sudut pandang yaitu: bagaimana dilihat dari sudut pandang biologi, ekonomi, sosiologi, manajemen pemerintahan, kebijakan publik, tata ruang, dan sebagainya. 3. Investigasi autentik

Pembelajaran berbasis masalah ini menghendaki siswa melakukan investigasi/penyelidikan masalah-masalah autentik dan solusi riil terhadap masalah yang mereka ingin pecahkan. Dalam kegiatan ini maka

langkah-DUMMY

langkah ilmiah harus dilakukan siswa untuk memecahkan masalah; merumuskan masalah nyata, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, menganalisis dan menyimpulkan. Pada tahap proses pemecahan masalah tidak menutup kemungkinan siswa diajak untuk melakukan eksperimen. Oleh sebab itulah pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang dapat membentuk siswa memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi, karena tidak hanya menerapkan satu cara pemecahan masalah tetapi dapat berbagai alternatif pemecahan masalah dilakukan secara utuh dan komprehensif.

4. Produksi Artefak dan Exhibit

Produk pembelajaran berbasis masalah yang perlu ditumbuhkembangkan kepada siswa adalah dalam bentuk terdokumentasikan itu dapat dalam bentuk debat bohong-bohongan, laporan, model fisik, video, program komputer, dan lain sebagainya. Dengan produk tersebut siswa akan dapat menjelaskan kepada orang lain hasil keputusan yang mereka peroleh dari kegiatan pemecahan masalah.

5. Kolaborasi.

Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa bekerja bersama-sama temannya baik secara kelompok besar maupun kelompok kecil. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran ini dituntut membangun kemauan siswa untuk dapat bekerja sama dalam kelompok untuk membahas permasalahan yang diajukan atau masalah yang ditemukannya sendiri. Dengan cara seperti ini, paling tidak apabila pembelajaran berbasis masalah dilakukan secara benar sesuai dengan prinsip dan karakteristik pembelajaran, maka ada beberapa dampak tidak langsung yang dapat diperoleh siswa setelah pembelajaran berbasis masalah diimplementasikan dalam proses pembelajaran di kelas, yaitu:

1. Keterampilan melakukan penelitian/penyelidikan sebagai dasar pemecahan masalah secara ilmiah. Keterampilan ini pada gilirannya akan menjadi kebiasaan yang baik di masa yang akan datang dalam kehidupannya sehari-hari.

2. Perilaku dan keterampilan sosial. Hal ini dapat dicapai karena pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa untuk melakukan diskusi dan pembahasan secara bersama-sama dengan teman-temannya.

3. Keterampilan belajar mandiri. Keterampilan ini diperoleh sebagai dampak dari kemandirian mereka dalam memecahkan berbagai permasalahan yang dikemukakan kepadanya.

Bab-5: Pembelajaran Berbasis Masalah

170

DUMMY