• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu upaya yang dilakukan dengan sadar untuk mengembangkan serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga dapat berguna bagi orang lain serta masyarakat. Hal ini didukung oleh pernyataan yang dikemukakan oleh Rahmat (2018 : 6) yang menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan sadar dan sengaja, yang memberikan pengaruh untuk meningkatkan kedewasaan peserta didik sehingga para peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya sebagai bekal kehidupan di masyarakat. Di Indonesia sendiri terdapat tiga jalur pendidikan formal berjenjang yang tercantum pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab IV Pasal 14, jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Jenjang pendidikan meliputi: a) jenjang pendidikan dasar yaitu SD/MI, SMP/MTs; b) jenjang pendidikan menengah yaitu pendidikan menengah atas (SMA) dan jenjang menengah kejuruan (SMK); c) jenjang pendidikan tinggi, yaitu: politeknik, akademi, institut, sekolah tinggi, dan juga universitas.

Pada jenjang pendidikan dasar khususnya tingkat SD/MI, peserta didik – peserta didik usia sekolah memiliki tugas perkembangan sesuai dengan tiga aspek, yaitu (1) aspek motorik, mengembangkan dan menghaluskan keterampilan fisik dan koordinasi motorik; (2) aspek mental, mengembangkan keterampilan dasar peserta didik dalam hal membaca, menulis, dan berhitung; (3) aspek sosial, mengembangkan sikap sosial dalam kelompok maupun lembaga (Dantes, 2014:

6). Aspek-aspek perkembangan peserta didik usia sekolah tersebut dapat dicapai dengan adanya mata pelajaran yang terdapat pada jenjang sekolah dasar (SD),

2 mulai dari matematika, pendidikan kewarganegaraan, ilmu pengetahuan, bahasa Indonesia, seni budaya, olahraga, pendidikan agama, bahasa daerah dan mata pelajaran lainnya. Peserta didik juga membutuhkan suatu kegiatan yang mampu melatih kemampuan yang dimiliki. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilakukan di dalam ruangan/kelas maupun di luar ruangan sebagai contoh ekstrakurikuler. Hal tersebut dijelaskan oleh Piaget (Suparno, 2007: 150) bahwa peserta didik memerlukan latihan dalam mengungkapkan gagasan sehingga mampu memahami suatu persoalan.

Namun pembelajaran yang dilakukan perlu disesuaikan dengan tahapan perkembangan kognitif peserta didik menurut Piaget (Suparno 2007: 70), yaitu peserta didik yang berusia sekitar 7 sampai 11 tahun pada jenjang Sekolah Dasar (SD) berada pada tahap operasional konkret sehingga peserta didik merasa tertarik dan mampu mengikuti proses kegiatan pembelajaran dengan aktif. Pada tahapan operasional konkret ini, peserta didik cenderung mudah dalam memahami sesuatu yang dipelajarinya dengan menggunakan benda nyata. Cara berpikir peserta didik dalam tahapan ini tidak lagi didominasi oleh persepsi, tetapi peserta didik dapat menggunakan pengalaman mereka sebagai acuan. Oleh sebab itu guru harus dapat memilih atau menggunakan pendekatan dan media pembelajaran yang sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik yaitu operasional konkret.

Data yang didapatkan melalui observasi di kelas serta wawancara yang dilakukan dengan guru kelas III SD pada dua sekolah dasar yaitu SD Negeri Sompokan dan SD Sanjaya Tritis, dapat disimpulkan bahwa peserta didik masih senang bermain namun terlihat sedikit yang memainkan permainan tradisional.

Permainan tradisional sejatinya mengandung banyak nilai yang mampu mengembangkan karakter peserta didik, maka dari itu permainan tradisional perlu dilestarikan agar tidak terlupakan. Hal ini didukung dengan pernyataan yang dijelaskan oleh Mulyani (2016: 47-48) bahwa permainan tradisional adalah suatu permainan warisan dari nenek moyang yang wajib dan perlu dilestarikan karena mengandung nilai-nilai kearifan lokal. Melalui permainan tradisional, kita dapat mengasah berbagai aspek perkembangan anak.

3 Fakta di lapangan menunjukkan bahwa mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang cukup sulit untuk dipelajari. Hal ini didapatkan dari hasil wawancara yang dilakukan dengan guru kelas III dari dua SD yaitu SD Negeri Sompokan dan SD Sanjaya Tritis. Guru dari dua SD tersebut mengatakan bahwa peserta didik khususnya kelas III SD rata-rata masih kesulitan dalam hal berhitung. Peserta didik juga masih belum bisa berkonsentrasi saat mata pelajaran matematika berlangsung, sehingga kesulitan dalam menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan materi dasar matematika, yaitu operasi hitung sederhana (penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian).

Permasalahan yang ditemukan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang sulit dipahami dan tidak disukai peserta didik. Hal ini didukung oleh pernyataan Abdurrahman (2009: 251) bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang dianggap paling sulit untuk dipelajari oleh peserta didik kelas III di SD Negeri Sompokan dan SD Sanjaya Tritis. Pernyataan tersebut menimbulkan pandangan atau pikiran yang negatif terlebih dahulu mengenai matematika. Alasan peserta didik malas belajar matematika adalah kurangnya kesadaran peserta didik akan manfaat pentingnya matematika yang mereka pelajari untuk kehidupan mereka sehari – hari.

Sedangkan Sundayana (2015: 2) menjelaskan matematika merupakan salah satu komponen dari serangkaian mata pelajaran yang mempunyai peranan penting dalam pendidikan. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun sampai saat ini masih banyak peserta didik yang merasa matematika adalah mata pelajaran yang sulit, tidak menyenangkan, bahkan momok yang menakutkan. Hal ini dikarenakan masih banyak peserta didik yang mengalami kesulitan-kesulitan dalam mengerjakan soal-soal matematika (Sundayana, 2015: 2).

Selain peserta didik di dua SD yang masih kesulitan memahami materi pada mata pelajaran matematika, guru Kelas III dari SD Negeri Sompokan dan SD Sanjaya Tritis yang menjadi narasumber juga mengatakan bahwa sejauh ini guru menggunakan media pembelajaran konvensional sederhana, yaitu berupa gambar dan juga dengan memanfaatkan benda di lingkungan sekitar. Guru sering kali

4 ingin menggunakan media berupa audio visual seperti contohnya dengan video, namun hal tersebut sering mendapat kendala berupa sarana prasarana yang tidak memadai, sehingga guru mengajar dengan menggunakan media yang sudah ada, contohnya menjelaskan materi dengan bantuan gambar yang tertera pada buku cetak. Kendala lain yang dialami oleh guru adalah kurangnya waktu untuk membuat serta mempersiapkan media yang akan digunakan dalam pembelajaran, sehingga guru menggunakan media yang tersedia dengan memanfaatkan benda yang ada di lingkungan sekitar.

Data yang didapatkan juga didukung oleh hasil observasi langsung di SD Negeri Sompokan dan SD Sanjaya Tritis yang menunjukkan bahwa selama proses pembelajaran berlangsung guru lebih dominan menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan suatu materi, terlebih saat penyampaian materi pada mata pelajaran matematika. Pada mata pelajaran matematika untuk menjelaskan materi guru lebih sering memanfaatkan papan tulis untuk menggambar dan juga menghitung menggunakan rumus-rumus yang berkaitan dengan materi yang sedang dijelaskan. Sesuai hasil observasi yang dilakukan di dua SD tersebut dapat disimpulkan bahwa saat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar di kelas, sekitar 30% dari keseluruhan peserta didik sering kali tidak berfokus kepada materi apa yang disampaikan guru, tetapi beberapa peserta didik tersebut sibuk sendiri, sibuk berbicara, bermain, dan berjalan-jalan selama pelajaran berlangsung. Hal ini ditunjukkan dengan guru memberikan teguran langsung kepada peserta didik yang tidak fokus dan tidak memperhatikan guru yang sedang menyampaikan materi pembelajaran, sehingga menyebabkan peserta didik fokus ke hal lain daripada ke materi dan guru.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara mengenai analisis kebutuhan yang telah dilakukan oleh peneliti menunjukkan beberapa permasalahan yang dialami oleh 30% - 35% dari total keseluruhan peserta didik kelas III di dua SD yaitu SD Negeri Sompokan dan SD Sanjaya Tritis, bahwa kurangnya penggunaan media pembelajaran dapat berpengaruh pada tercapainya tujuan pembelajaran khususnya mata pelajaran matematika, hal ini didukung oleh pernyataan Suratno (Rozie, 2018: 11-12) bahwa media pembelajaran memiliki peran dan fungsi

5 penting dalam proses belajar mengajar, pemilihan media pembelajaran yang tepat akan mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran, dalam kegiatan tersebut guru harus memilih media pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan. Setelah menganalisis kebutuhan guru serta peserta didik, peneliti terdorong untuk melakukan pengembangan modul media pembelajaran berupa modul guru yang berjudul Belajar Matematika Menggunakan Permainan Tradisional Untuk Peserta didik Kelas III SD Tema 1 dan 2 guna membantu guru dalam menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dengan memanfaatkan permainan tradisional sebagai media pembelajaran materi tema 1 dan 2 kelas III SD khususnya pada mata pelajaran matematika.

Dengan menggunakan produk modul guru diharapkan dapat membantu guru dalam menyampaikan materi serta membantu guru dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih efektif dan efisien. Penggunaan permainan tradisional sebagai media pembelajaran juga diharapkan mampu meningkatkan rasa ingin tahu peserta didik sehingga peserta didik lebih bisa memusatkan perhatian pada penjelasan guru selama pembelajaran berlangsung, agar dapat tercipta lingkungan belajar yang lebih menyenangkan serta kondusif. Dengan demikian, peneliti berharap bahwa produk modul guru yang berjudul Belajar Matematika Menggunakan Permainan Tradisional Untuk Peserta didik Kelas III SD Tema 1 dan 2 ini bisa digunakan sebagai sarana media pembelajaran guna memberikan referensi atau gambaran mengenai media pembelajaran dengan menggunakan permainan tradisional yang dapat dimanfaatkan oleh guru, mengenalkan kembali kepada peserta didik tentang permainan tradisional yang sudah jarang dimainkan, menumbuhkan sikap maupun karakter peserta didik melalui permainan tradisional, serta mengukur pemahaman peserta didik mengenai materi yang sudah dipelajari terkait tema 1 dan 2 Kurikulum 2013.