• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTRET KESEHATAN

3.1. Budaya Kesehatan Ibu dan Anak

3.1.3. Masa Kehamilan

Kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin, lazimnya masa kehamilan adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan menjadi momen berharga dan membahagiakan yang ditunggu

setiap rumah tangga hingga seorang manusia baru terlahir ke dunia. Bagi masyarakat Etnik Bajo memiliki anak adalah anugerah Tuhan karena anak akan menjadi penerus garis keturunan dan penopang ekonomi keluarga.

Terdapat benda yang wajib dipakai oleh ibu hamil untuk tujuan menghindarkan ibu dan janin dari gangguan mahkluk halus. Benda-benda yang dimaksud diantaranya adalah bawang merah yang harus disematkan pada kain sarung atau baju ibu hamil saat bepergian ke luar rumah dan boleh dilepas ketika sudah berada dalam rumah karena dianggap sudah aman. Bawang putih dan jahe (pesse layya) juga sering digunakan untuk mengusir mahluk halus pada saat hamil sampai setelah melahirkan dengan cara disematkan pada baju menggunakan peniti. Ariango (bengle) biasanya digunakan oleh ibu hamil dan bayi dengan cara diikatkan pada benang yang dipakai pada tangan ibu, dan tangan bayi dan atau melingkari perut bayi.

Gambar 3. 1

Ariango dan Gelang Hitam yang Dipakai Balita Sumber: Dokumentasi Penelitian 2014

Etnik Bajo di Sulaho mengenal pantangan yang diyakini berpengaruh pada kehamilan ibu, diantaranya adalah duduk di depan pintu rumah diyakini menyebabkan persalinan mengalami kesulitan atau bayi akan susah keluar. Keluar malam hari juga pantang dilakukan karena banyak mahluk halus berkeliaran yang dapat mengganggu janin. Suami tidak boleh menyembelih ayam dan semua macam binatang tidak boleh dibunuh saat istrinya hamil karena dapat mengakibatkan bayi yang terlahir mengalami cacat atau salah satu anggota tubuhnya hilang. Selain pantangan tersebut, ada pantangan memakan jenis makanan tertentu. Salah satunya adalah air es karena dapat menyebabkan anak cepat berkembang dalam kandungan sehingga janin menjadi terlalu besar dan susah dilahirkan. Mengonsumsi susu atau jagung dapat menyebabkan anak dalam kandungan menjadi gemuk sehingga susah dilahirkan. Kerak nasi diyakini dapat membuat ari-ari (plasenta) sulit lepas saat melahirkan karena lengket di dinding rahim.

“…Ia, ada, biasa itu kalau bicara masalah pantangannya, banyak. Ndak boleh orang keluar malam terlalu toh. Kalau sudah larut malam tidak boleh kah banyak ditakut takuti, begitu, selama hamil sampai melahirkan. Umur 1 bulan anak tidak boleh jalan kemana mana toh Takut ada katanya setang, Itu kalau makanan yang katanya ndak bisa dimakan kita orang hamil, dilarangki minum susu, minum es, jagung, karena takut itu anakka katanya besar karena makanan bergizi semua…”(Ms, tahun)

“…Banyak sebenarnya, dilarang keluar malam karena banyak parakangg (manusia jadi-jadian) kalau persoalan makanan apa di’ ndk ada kayaknya oh dilarang makan keraknya nasi karena nanti lengkat ari-ari tidak bisa keluar kalau nanti melahirkan ki kalau makan kerak nasi waktu hamil” (Nh, 31 tahun)

Namun beberapa ibu hamil saat ini sudah mulai mengabaikan pantangan tersebut meskipun orang tua masih meyakini pantangan tersebut. Informan Rsm (31 tahun) yang sedang hamil anak kelima mengaku masih mengikuti pantangan tersebut pada kehamilan anak pertama sampai anak keempat tetapi pada kehamilan kali ini sudah mulai mengabaikan pantangan tersebut karena alasan merepotkan.

“…Dulu waktu hamil anak pertama sampai anak keempat pakeki bawang merah di kasi peniti di taro di baju sebelah kanan. Tapi sekarang tidak lagi, dulu saya pake karena takut tapi sekarang tidak lagi karena bikin repot”(Rsm, 31 tahun)

Sementara Informan lain ibu Sh (30 tahun) yang baru melahirkan anak kesepuluh mengatakan bahwa ibu hamil sekarang mulai jarang memperhatikan pantangan-pantangan tersebut sehingga dianggap menjadi penyebab terjadinya gangguan kehamilan. Proses melahirkan anak pertama sampai ke 9, dilakukan sendiri tanpa masalah, baru memanggil dukun untuk memotong tali pusat sekaligus merawat bayi dan dirinya. Informan mengaku kehamilan anak ke sepuluh telah mengabaikan beberapa pantangan sehingga saat melahirkan mengalami kesulitan, terjadi pendarahan dan ari-ari atau plasenta sulit keluar. Informan meyakini masalah tersebut terjadi akibat mengabaikan pantangan selama masa kehamilan.

Peran suami dalam perawatan kehamilan berdasarkan penelusuran pada beberapa informan diketahui kurang berperan terutama saat mendampingi istri melakukan pemeriksaan kehamilan atau Antenatal care (ANC) demikian pula saat periksa ke dukun. Suami membantu kegiatan domestik isteri seperti mengangkut air untuk kebutuhan rumah tangga karena air biasanya diambil dari sumur tetangga. Minimnya peran yang

diberikan oleh suami karena suami sibuk melaut sehingga terkadang bermalam di laut.

Gizi dan nutrisi yang cukup pada ibu hamil penting diperhatikan dan harus dipenuhi selama kehamilan berlangsung. Risiko kesehatan janin dan ibu hamil akan berkurang jika mendapatkan nutrisi yang seimbang. Terkait pola makan ibu hamil pada Etnik Bajo di Sulaho, tidak ada makanan khusus atau tambahan saat kehamilan. Jenis makanan yang dikonsumsi adalah makanan yang biasa dikonsumsi sehari-hari seperti nasi dan ikan sementara untuk sayur dan buah dikonsumsi jika ada persediaan, biasanya hanya pada hari pasar atau jika ada kemampuan untuk membeli sehingga tidak setiap hari ibu hamil mengonsumsi sayur.

Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan professional (dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, perawat) untuk ibu selama masa kehamilan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan. Pelayanan antenatal juga diberikan pada waktu pelaksanaan Posyandu, bakesra atau di Puskesmas. Standar pelayanan antenatal (antenatal care/ANC) adalah memberikan pelayanan kepada ibu hamil minimal empat kali, satu kali pada trimester I, satu kali pada trimester II, dan dua kali pada trimester III serta melakukan penimbangan berat badan ibu hamil dan pengukuran lingkar lengan atas (LILA).

Pola pemeriksaan kehamilan yang biasa dilakukan oleh ibu hamil (bumil) di desa ini adalah memeriksakan kehamilan ke dukun (sanro) dan beberapa ibu hamil melakukan pemeriksaan kombinasi antara pemeriksaan kehamilan ke bidan desa dan pemeriksaan kehamilan pada sanro. Ibu hamil yang memeriksakan kehamilan pada bidan desa melakukan pemeriksaan untuk memastikan kehamilan dan usia kehamilan

dan beberapa ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan karena mengalami masalah/keluhan tertentu.

“…Saya selau periksa sama sanro (dukun) tapi biasa periksa juga sama bidan ‘U’ di bakesra untuk tau kepastian hamil dengan berapa mi umurnya perutku atau untuk tensi tapi pertama-pertama saja, kalau sudah lewat mi masuk mi 5 atau 6 bulan ke dukun saja untuk urut…”(Sh, 30 tahun)

Bakesra adalah satu-satunya fasilitas kesehatan di Desa Sulaho namun ibu hamil tidak banyak memanfaatkan fasilitas tersebut untuk pemeriksaan kehamilan. Rendahnya kunjungan ibu hamil ke Bakesra, membuat bidan desa biasanya melakukan kunjungan ke rumah ibu hamil. Bila ibu hamil membutuhkan penanganan lebih lanjut, mereka akan dirujuk oleh bidan desa ke Puskesmas Lasusua yang terletak di kota kabupaten atau rumah sakit daerah (RSUD) Djafar Harun untuk mendapatkan perawatan sesuai mekanisme rujukan. Selain itu juga ada informan yang biasanya memeriksakan kehamilan ke Puskesmas karena bertepatan dengan waktu berbelanja di pasar yang ada di kota kabupaten.

“…Saya jarang ke bakaesra tapi Ada itu bidan ‘U’ yang biasa tinggal disini dia biasa datang dirumah untuk tensi dengan periksa-periksa perut…biasa juga itu kalau sering sakit-sakit perut atau ditakutkan sunsang di suruhki sama bidan ke rumah sakit untuk di komputer perut kalau parah sekali bidan langsung anatar sendiri sampai rumah sakit tapi saya malaska apa lagi kalau tidak banyakji saya rasa masalah apa lagi jauh sekali rumah sakit itu saja kalau saya kebetulan ke pasar Lasusua belanja sekalian perigi periksa juga di puskesman Lasusua (ibu kota kabupaten) kalau kebetulan hari pasar

jadi sekalian periksa dan belaja tapi hari pasar juga cuma 3 kali seminggu…“ (Ms, 31 tahun)

Ibu hamil melakukan kunjungan pertama (K1) biasanya pada awal trimester pertama kehamilan untuk mendapatkan kepastian kehamilan serta usia kehamilan. Pemeriksaan kehamilan selanjutnya hanya dilakukan jika merasa ada masalah pada kehamilan. Informan ‘Ns’ melakukan kunjungan saat usia kehamilan 3 bulan karena mengalami masa rasa mual yang berlebihan di pagi hari (morning sickness) dan tidak memiliki selera makan sehingga melakukan pemeriksaan ke bidan desa untuk mendapatkan perawatan. Setelah melewati masa ngidam informan melanjutkan kunjungan kedua (K2) ke dukun hingga melahirkan.

“…Waktu 3 bulan perutku saya periksa di Puskesmas lasusua karena itu tidak bisa makan nasi, makan ikan, selalu mau muntah muntah (mual) kalau pagi makanya saya pergi periksa karena tidak tahan sekali, di sana dikasih obat saya minum kalau tidak enak lagi perasaanku kalau sudah bagus saya berhenti minum tapi sudah itu tidak pernah lagi pergi periksa ke dokter baru 1 kali itu saja waktu 3 bulan perutku, saya periksa sama dokter di lasusua, sudah sembuh ngidamku saya periksa sama nenek S saja, nenek S itu dukun di sulaho, dia yang urut sampai nanti mau melahirkan…”(Ns,30 tahun)

Selain kunjungan ke fasilitas kesehatan, beberapa ibu hamil melakukan kunjungan pertama (K1) pada dukun sejak trimester pertama, selanjutnya, ibu hamil memeriksakan kehamilan secara rutin setelah trimester 3 (usia kehamilan 5 -9 bulan) di sanro makkiana (dukun beranak) untuk diurut dengan tujuan memperbaiki posisi bayi dalam kandungan. Peneliti menemukan informan yang sama sekali tidak melakukan

pemeriksaan kehamilan ke bidan desa. Kunjungan kehamilan baru dilakukan ke dukun pada trimester akhir kehamilan.

“…Saya dulu-dulu mulai anak pertama sampai anak ke Sembilan tidak periksa nanti mau melahirkan umur 7 bulan perutku saya pergi sama sanro (dukun) untuk masaula (mengurut) nanti lagi ini anak ke sepuluh baru saya periksa di bakesra waktu 2 bulan umurnya perutku, mau cek saja, pernah juga ke Puskesmas waktu Masuk 5 bulan karena sakit belakangku tapi sekarang tidak pernah lagi di pegang bidan dukun saja yang pegang ini juga 7 bulan baru dia pegang sanro nenek S..”(Sh, 30 tahun)

Masalah kesehatan yang sering dialami ibu hamil adalah mual yang berlebihan pada pagi hari (morning sickness), sakit perut karena kontraksi yang berlebihan, nafsu makan yang menurun drastis dan berbagai keluhan lain yang dirasakan mengurangi kenyamanan dan aktifitas sehari-hari. Keluhan ibu hamil saat periksa di dukun bersalin (sanro makkiana) diantaranya adalah sakit pada bagian tulang ekor (potto), sakit pinggang, atau sakit saat buang air kecil (BAK).

“…Pernah datang petugas kesehatan banyak waktu Posyandu disini sempat periksa disitu umur 1 bulan mengidam saya pergi terus kontrol disitu selama tidak bisa makan sampai hilang itu rasa mengidam tapi kalau masalah sakit banyak ini sakit anuku sering sakit disini tapi sama dukun untuk urut 1 kali, biasa 3 atau 2 kalijaka periksa sama dukun Diurut naik ,diperbaiki posisinya itu anak didalam toh. Kalau lamanya tergantung dari kita, kalau dibilang berhenti, berhentimi…“(Sh, 31 tahun)

“…Itu ji kalau sakit potto (bagian tulang ekor), sakit pinggang, sakit pada saat buang air kecil keras perut

kaya sakit mau melahirkan, pergi ke dukun di pegang kaya dokter baru di urut pakai minyak caplang minyak kayu putih sekitar 5 menit Setelah selesai di urut di obat di tiup-tiup perut 3 kali”(My, 27 tahun)

Perawatan dan tindakan yang biasanya dilakukan oleh tenaga kesehatan pada ibu hamil antara lain wawancara mengenai riwayat kehamilan (anamnesa), pemeriksaan fisik meliputi pengukuran tekanan darah, pemeriksaan denyut jantung janin (DJJ), pemberian pil besi atau sulfas ferrosus (Fe), pengukuran lingkar lengan atas (LILA). Penimbangan berat badan tidak dilakukan baik di Bakesra maupun pada kunjungan rumah karena tidak tersedianya timbangan ibu hamil. Penimbangan ibu hamil biasanya dilakukan saat pelaksanaan Posyandu terpadu oleh tim kesehatan Puskesmas Lasusua setiap 3 bulan. Meskipun beberapa ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan pada bidan desa namun pil besi atau sulfas ferrosus (Fe) yang diberikan belum tentu diminum dengan alasan lupa karena sibuk bekerja. Umumya ibu hamil di Sulaho mengaku malas memeriksakan kehamilan ke Bakesra karena bidan desa tidak tinggal menetap di desa tersebut, yaitu biasanya 2-3 kali dalam seminggu, sementara untuk kegiatan Posyandu dilakukan 3 bulan sekali oleh petugas Puskesmas.

“...Kalau periksa sama bidan U disini biasa ditensi, dipegang-pegang perut, biasa juga ada alat di taroh diperut baru ditaroh di telinganya bidan katanya mau dengar suara jantung janin terus ditanya-tanyajuga, seperti anak keberapa, kapan terakhir haid macam-macam dia tanyakan kalau obat tidak ada obat obatan kumakan, cuma itu karena waktunya hamil ditensi darahku dia bilang lebih seratus darahku baru dakasihka ini obat untuk diminum anu katanya Pil besi

katanya tapi tidak kumakan itu obat biasa kulupa kalau sibuka kerja …” (Sh, 30 tahun)

Sementara untuk kunjungan, informan mengaku sulit menjangkau Puskesmas atau rumah sakit yang disediakan pemerintah karena alat transportasi menuju ibukota kabupaten sulit dijumpai. Masyarakat Sulaho harus menempuh jalur laut untuk menjangkau kedua fasilitas kesehatan (faskes) tersebut dengan alat transportasi lokal berupa perahu bermesin yang biasanya hanya beroperasi pada hari pasar. Sementara jalur darat sangat sulit untuk ditempuh karena kondisi jalanan cukup sulit dan berbahaya serta hanya dapat diakses dengan kendaraan roda dua.

“…Kalau masalah obat, nanti ada resep dari bidan atau, dokter, masih ada obatnya dakasihka itu kalau sudah baikan tidak diminum lagi, tapi kalau sakit diminum lagi…disinikan susah juga transportasi. Kadang tiba tiba kita sakit perut baru tidak ada perahu biasa kandas juga…baru hari pasarji ada perahu…”(Ms, 30 tahun)

Perawatan yang diberikan oleh dukun biasanya adalah urut perut (ma’saula). Menurut sanro Sn (dukun bersalin) ibu hamil harus diurut agar posisi janin sesuai dengan usia kehamilan sehingga saat melahirkan kepala janin tepat berada di panggul, selain itu ketika melahirkan tidak mengalami kesusahan mengeluarkan ari-ari atau plasenta (aerung). Jika ibu hamil malas melakukan ma‘saula (mengurut) saat hamil, maka posisi bayi dapat sungsang (melintang) atau ari-ari lengket dalam perut dan susah keluar. Lebih jauh informan mengatakan bahwa ibu hamil dapat mengurut perut saat trimester akhir yakni usia kehamilan 5 bulan hingga menjelang persalinan. Pada trimester pertama hingga kedua yakni usia kehamilan 1 hingga 4 bulan belum diperbolehkan untuk melakukan urut karena kondisi janin masih lemah. Bahan yang digunakan untuk mengurut adalah minyak

kelapa (boka’) atau minyak tawon. Air jappi-jappi (air yang sudah dibacakan mantra) diyakini berkhasiat untuk menghilangkan sakit pada bagian tubuh ibu hamil jika dioleskan di perut atau diminum untuk memudahkan bayi keluar saat bersalin. Selain itu informan menganjurkan pada ibu hamil agar melakukan aktifitas fisik lebih banyak menjelang persalinan karena diyakini dapat membantu kelancaran dalam proses persalinan.

“…Ibu hamil itu harus di urut kalau sudah masukmi 5 bulanya supaya nanti tidak sungsang anaknya, tidak melengket juga aerungnya (Ari-ari atau placenta) tapi tidak boleh di urut kalau masih hamil muda 1 sampai 5 bulan karena masih lemah sekali kandungan anaknya juga masih lemah, di buatkan juga air jappi-japi(air yang di bacakan mantra tertentu) bisa di oles di perut bisa juga di minum supaya tidak saki-sakit perut mudah juga nanti keluar anaknya, baru kalau sudah menjelang bulannya bagus kalau kerja berat bisa memudahkan nanti pada saat proses menjelang melahirkan justru kalau tidak kerja berat badan sakit semua dan susah melahirkan nantinya” (Ms, 30 tahun)

Pada masa kehamilan, Ibu hamil tetap menjalankan aktifitas seperti ketika belum hamil: memasak, menyapu, mengepel lantai dan mengangkat air dari sumur. Selain itu, isteri memiliki peran ganda yaitu tugas domestik dan membantu suami mencari nafkah. Sebut saja ibu Ms, yang bekerja mapalele (penjual ikan yang membeli ikan dari nelayan atau penjual ikan lain untuk di jual kembali) saat awal kehamilan (trimester I) hingga menjelang persalinan informan masih bekerja mengangkat 3-4 gabus besar berisi ikan bersama suaminya, informan yang telah mengalami kehamilan sebanyak 5 kali sudah mengalami keguguran sebanyak 2 kali dan tidak melakukan upaya pengobatan dan perawatan ketika mengalami keguguran

baik di sanro maupun petugas kesehatan, tetapi membiarkan pendarahan yang terjadi bersih dengan sendirinya.