• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTRET KESEHATAN

3.1. Budaya Kesehatan Ibu dan Anak

3.1.4. Persalinan dan Nifas

3.1.4.3. Pasca Persalinan

Perawatan pasca persalinan adalah ibu dibersihkan, dukun membuatkan satu gelas air putih yang telah dibacakan doa atau mantra. Air yang dibacakan mantra tersebut dalam istilah lokal disebut air tawe (air penawar) yang berfungsi untuk mengembalikan posisi rahim seperti semula. Masyarakat menyakini bahwa ibu yang telah melahirkan, saraf-saraf pada alat reproduksi (rahim, panggul vagina) banyak yang terputus. Menurut informan (Sn, 73 tahun) ada 40 syaraf pada bagian tersebut terputus.

“…Itu perempuan kalau habis melahirkan banyak putus urat-uratnya bagaimana itu besarnya anak yang keluar baru mengejan juga lama jadi banyak yang putus ada itu sekitar 40 uratnya perempuan yang putus, urat-urat bagian rahim dengan jalan lahir vagina itu mengendormi jadi lebar jadi harus di parape pake air tawe (air penawar) supaya kembali itu urat-urat yang kendor” (Sn, 73 tahun)

Berdasarkan observasi dan wawancara dengan informan Sh terdapat ritual lain yang dilakukan oleh dukun sesaat setelah bayi lahir yakni, merapatkan kembali jalan lahir (vagina) dalam istilah lokal disebut parape (merapatkan) agar jalan lahir kembali rapat seperti semula, kandungan tidak turun dan melebar. Ritual merapatkan jalan lahir dilakukan dengan cara dukun menekan jalan lahir dengan menggunakan tumit kaki dukun sambil menarik tangan ibu. Dilakukan terlebih dahulu menggunakan kaki

kanan dilanjutkan dengan kaki kiri. Merapatkan jalan lahir selain dilakukan oleh dukun pada hari pertama kelahiran, juga dapat dilakukan oleh suami beberapa hari setelah melahirkan, dalam jangka waktu hingga tiga hari pasca persalinan. Tindakan ini dilakukan sebanyak 2 kali sehari pada pagi dan sore hari.

“…Kalau sudah di kasih minum air tawe (air penawar) perempuan yang baru melahirkan bisa juga di kasih rapat itunya (jalan lahir) pake cara parape (merapatkan) cara-caranya gampang pake tumit sambil di tarik tangan ibu, yang pertama dilakukan pada kaki kanan dilanjutkan dengan kaki kiri. Parape (merapatkan) bisa juga suaminya kerja kalau mau bagus biasa dikerja selam 3 hari berturut 2 kali sehari pagi dengan sore” (Sn, 73 tahun)

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan Sn, peralatan yang biasa digunakan untuk memotong tali pusat diantaranya adalah bulo tajam (bambu gurisat). Alat ini masih sering digunakan oleh dukun bersalin hingga saat ini. Selain itu dukun bersalin juga sering menggunakan silet yang dibeli di warung sekitar rumah. Silet dicuci dengan air hangat untuk melunakkan silet tersebut saat pemotongan tali pusat. Alat lain yang digunakan adalah gunting apabila tidak ada bambu gurisat atau silet.

Informan Sn (73 tahun) menceritakan tentang tata cara pemotongan tali pusat, yaitu terlebih dahulu tali pusat diikat dengan benang putih atau benang hitam menjadi 3 bagian dengan jarak dari tali pusat sekitar 3 ruas jari, begitu seterusnya hingga ikatan ketiga. Menurut informan pemotongan tidak boleh terlalu pendek karena tempat tersebut adalah tempat bayi bernafas. Pemotongan dilakukan antara ikatan kedua dengan ikatan ketiga dengan tujuan agar tidak keluar darah dari tali pusat bayi.

“…Dari dulu saya sudah jadi sanro (dukun) masih gadis ka saya sudah jadi sanro, banyakmi yang sudah saya kasih melahirkan, tidak ada alat-alat tersendiri saya pake dari dulu begitu-begitu ji paling untuk potong rette loloh’na (potong tali pusat), itu yang di pake bulo (bambu), goncing (gunting) biasa pisau biasa juga silet yang di beli di warung dengan pitte pute (benang putih) sama pitte lotong (benang hitam) kalau mau mi dikerja dicuci pake air hangat supaya lembek itu silet dipake memotong, kalau mau dipotong itu di sio (dikat) dulu pake pitte (benang) jadi 3 bagian...sampai ikatan ketiga, cara pemotongnya tidak boleh terlalu pendek dipotong di tengah anara ikatan satu sama ikatan 3 karena itu tempatnyat anak bayi bernafas. Nyawa-nyawanya disitu” (Sn, 73 tahun)

Seorang informan lain mengatakan bahwa biasanya sebelum tali pusat dipotong terlebih dahulu diberikan alas berupa emas atau uang logam kemudian dibacakan doa oleh dukun bersalin (sanro makkiana). Berikut kutipan doanya:

“Bismillah nabi salewe asengna bulue, nabi cella asengna darae, nabi rummu asengna jukue, nabi getting asengna urue, nabi ci gareppu asenna bukue ” artinya “ Nabi Salewa namanya bambu, nabi merah namanya darah, nabi rummu namanya ikan, nabi getting namanya urat/ syaraf, nabi cigareppu namanya tulang” (Sn, 73 tahun)

Berdasarkan penelusuran peneliti, diketahui bahwa pada tahun 2009 ada 1 kematian ibu dan bayi. Ibu meninggal beberapa hari setelah melahirkan. Ari-ari baru keluar tiga hari setelah ibu melahirkan dan perutnya membesar seperti ibu hamil. Menurut pengakuan informan, adik ibu meninggal yang sempat menyusui bayinya, berdasarkan diagnosa dokter penyebab kematian bayi adalah busung lapar. Bayi tersebut sempat mendapatkan

penangan medis di RSUD Djafar Harun (RSUD Kabupaten Kolaka Utara) namun tidak tertolong.

“…Itu anak kasian meninggal mamanya waktu lahir ki tahun 2009, anaknya saya punya ade’ masih muda dia meninggal jadi kemanakanku itu anak sempat saya kasih tetek (menyusui) tapi begitumi tidak ada kasiank mamanya, sakit-sakitan tidak lama hidupnya, waktu sakit perutnya besar baru kecil badanya waktunya parah sakitnya sempat di bawah ke rumah sakit djafar Harun dia bilang dokter SR busung lapar katanya…”(Nh, 31 tahun)

Selain itu, diketahui pula bahwa sekitar tahun 2011 ada 1 kematian bayi karena perdarahan tali pusat. Persalinan tersebut dilakukan oleh dukun. Bayi baru lahir tersebut mengalami perdarahan satu minggu setelah kelahiran dan terlambat dibawa ke fasilitas kesehatan untuk mendapat penangan medis dengan alasan sulit menemukan alat transportasi untuk merujuk bayi tersebut.

“ …Tahun 2012 eh buka tahun 2011 itu waktu dia meninggal baru-baru lahir sama dukun itu anaknya mama “I” anu berdarah tali pusarnya satu minggu itu lahirnya baru di bawa juga ke rumah sakit tapi dia bilang dokter lambatmi di bawah tidak selamat itu anak, bagaimana itu waktu susah juga kapal apa lagi ada juga tradisi disini tidak boleh itu anak-anak dibawah pergi dari rumah kalau belum ma’bantang (ritual dimandikan) ”(Nw, 29 tahun)

Terkait dengan kematian ibu maternal, dari penelusuran yang dilakukan peneliti diketahui bahwa sekitar tahun 2006 ada 1 orang ibu meninggal dalam proses bersalin sebelum bayi dilahirkan dengan penolong persalinan adalah dukun. Selain itu

pada tahun 2009, ada 1 kematian ibu. Ibu tersebut melahirkan dengan bantuan dukun namun ari-ari/plasenta belum bisa dikeluarkan oleh dukun.

Menurut cerita ibu Nh, (adik kandung ibu yang meninggal) penyebab kematian ibu tersebut adalah ari-ari (placenta) yang masih tertinggal dalam rahim atau placenta lengket pada dinding rahim dalam waktu yang lebih lama dari kebiasaan. Tiga hari setelah lahirnya bayi, placenta berhasil dikelurkan oleh dukun melalui bongkar balango setelah sebelumnya dilakukan upaya pengurutan perut oleh dukun tersebut dalam kondisi berbau busuk. Setelah placenta dikeluarkan perut dan jalan lahir (vagina) ibu membengkak, karena khawatir dukun tidak bisa melakukan upaya perawatan dan pengobatan, akhirnya keluarga memutuskan membawa ibu tersebut ke rumah sakit daerah (RSUD) Djafar Harun. Fasilitas medis di rumah sakit kabupaten belum memadai sehingga perlu dirujuk ke RSU Kendari, tetapi pasien tidak mau karena sudah pasrah menerima nasib bahwa dirinya akan meninggal.

“…Kalau di sini sebenarnya gampang-gampang orang melahirkan jarang ada yang bermasalah paling biasa kejadian ari-ari yang susah keluar atau lahir anaknya tapi berdarah terus pusarnya, kalau bermasalah dikirim ke rumah sakit baikmi di bawah pulangmi tapi kalau sampai meninggal jarang tapi ada, pernah dulu ada tahun 2006 meninggal tidak bisa keluar anaknya dia mati juga kasiank dengan anak diperutnya dia bilang dukun kering mi itu ketubannya jadi tidak bisami keluar jadi mati di dalam kasian, terus kejadiannya juga itu saya punya ade sendiri melahirkan tapi lahir mi anaknya tapi tidak mau keluar ari-arinya setengah mati dikerja dukun tapi tidak keluar-keluar nanti 3 hari baru keluar setengah mati dia urut dukun baru keluar sampai busukmi itu ari-ari waktu keluar, sudahnya keluar itu ari-ari-ari-ari bengkak

perutnya sama tempat lahirnya (jalan lahir) anak-anak jadi di bawa pergi rumah sakit Djafar Harun tapi tidak bisa juga ditangani karena tidak lengkap juga alatnya jadi disuruh bawa ke rumah sakit di Kendari tapi tidak mau sekali mi saya punya ade dia pasrahmi kalau memang sudah ajal” (My, 27 tahun)