• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

2.3. Religi 1. Kosmologi

2.3.3. Praktek Keagamaan

Seluruh penduduk di Sulaho beragama Islam. Tidak banyak kegiatan di masjid yang dilakukan oleh orang dewasa di Sulaho. Hal ini turut dipengaruhi oleh faktor pekerjaan yang mengharuskan sebagian besar laki-laki dewasa pergi melaut menjelang sore hingga dini hari atau bahkan bermalam di laut, sementara ibu-ibu tinggal di rumah untuk menjaga anak atau mengerjakan pekerjaan domestik. Kegiatan keagamaan yang

dilakukan berupa kegiatan dalam rangka pelaksanaan peringatan hari besar Islam seperti Maulid Nabi dan Isra Miraj. Tim peneliti mengikuti penyelenggaraan peringatan Isra Miraj di desa ini. Setiap rumah tangga memiliki kewajiban untuk mengumpulkan kue, makanan ringan atau minuman sesuai dengan kemampuan untuk dikumpulkan di masjid. Kue yang dikumpulkan sebagian besar adalah kue bolu yang dibuat sendiri atau diperoleh dengan cara memesan kepada tetangga.

Peringatan semacam ini rupanya kurang diminati oleh kelompok orang dewasa. Anak-anak mengantarkan kue sekaligus mengikuti acara tersebut, sehingga sebagian besar jamaah yang hadir adalah anak-anak. Kaum ibu tampak duduk menyandar di dinding masjid, jumlahnya tak lebih dari 30 orang ditambah anak-anak perempuan yang berkerumun di sekitar mereka. Banyak pula ibu-ibu yang memangku anak-anak mereka yang masih kecil. Tampak beberapa ibu tengah sibuk menyusun makanan yang dibawa oleh warga dan memasukkan makanan tersebut dalam kardus-kardus kecil. Tak jauh dari mimbar berderet kaum lelaki yang didominasi oleh anak-anak pula. Remaja dan orang tua tak lebih dari 20 orang di antara anak kecil yang hadir dalam acara tersebut.

Pada acara seperti ini orang tua telah terbiasa mendelegasikan anak-anaknya yang masih kecil untuk mengikuti peringatan Isra Miraj dan acara sejenis. Acara dimulai dengan pembukaan, pembacaan ayat suci Al Quran, sambutan Kepala Desa, tausiyah dan diakhiri dengan makan bersama. Anak-anak mulai berebut makanan yang ada, sementara ibu-ibu berusaha membuat anak-anak tenang dengan berucap untuk tidak berebut karena setiap anak akan mendapatkan bagian. Beberapa bapak dan ibu menikmati makan mereka di masjid sementara yang lainnya bergegas pulang setelah mendapatkan bagian. Beberapa ibu tampak menyapu pandangan mencari wadah yang tadinya

digunakan sebagai tempat kue. Semua anak membawa makanan yang di dapatnya menuju luar masjid.

Gambaran pelaksanaan acara tersebut, berlaku pula untuk peringatan acara keagamaan sejenis, seperti peringatan Maulid Nabi. Dalam rangka memasuki hari puasa, tepatnya sehari sebelum puasa dan hari raya idul fitri biasanya dilakukan kegiatan membaca (mabbaca) doa oleh salah satu sanro kampung yang ditujukan untuk anggota keluarga yang sudah meninggal. Sanro biasanya diundang oleh rumah tangga tertentu untuk mengirimkan doa. Ritual dilakukan dengan membakar dupa/ kemenyan, membaca doa, mantra serta membaca surat tertentu dalam Al Qur’an.

Disediakan makanan yang dibuat sebagai syarat seperti

sokko, leppe’-leppe’, buras dan kue lainnya tergantung kemauan

pemilik hajat. Jika yang meninggal laki-laki maka ada korek api dan rokok di antara makanan yang disajikan karena semasa hidupnya mereka biasanya merokok. Sanro membacakan doa dari rumah ke rumah sesuai dengan panggilan orang yang membutuhkan jasanya sebagai perantara pengirim doa untuk orang mati. Sedekah yang dapat diperoleh sanro sebesar Rp. 15.000,- s.d Rp. 400.000,- dari semua rumah tangga yang didatanginya.

Kegiatan keagamaan yang dilakukan anak-anak adalah kegiatan mengaji yang dirintis secara intensif oleh salah seorang penggerak keagamaan sekaligus guru pendidikan agama Islam di SDN Sulaho sejak tahun 1996. Ia seorang Etnik Sinjai, pendatang yang telah berdomisili di Desa Sulaho sejak tahun 1995. Berawal dari peran sebagai petugas pendamping kesehatan dalam pengembangan program PKSMT akhirnya menetap dan menjadi warga Desa Sulaho. Bersama istrinya ia memberikan pelajaran mengaji dan keagamaan kepada anak-anak. Pada tahun 1997 berdiri TK TPA yang menginduk di Kecamatan Lasusua, namun TK

TPA ini ternyata tidak dapat bertahan lama dan berhenti tahun 1998.

Kegiatan keagamaan untuk anak-anak lainnya adalah membimbing tuntunan sholat, hafalan doa-doa, dan kini tengah dirintis upaya untuk meningkatkan kemampuan anak memahami terjemahan Al Qur’an, seperti surat Al Fatihah. Sebenarnya sejak lama ada guru mengaji sukarela sebanyak dua orang, satu diantaranya karena usianya sudah tua dan sibuk dengan pekerjaan mapalele, ia tidak lagi mengajar karena tidak ada cukup waktu dan tenaga, satu lainnya memilih berhenti karena mengakui bahwa bacaan tajwid-nya belum sempurna. Sebuah gambaran bahwa ritme kehidupan agama telah dipondasi sejak dini.

Kegiatan mengaji dilakukan dua kali setiap hari yaitu pagi hari, sekitar jam 06.00 WITA sebelum berangkat sekolah dan siang hari sekitar jam 12.00 WITA atau sore hari, setelah sholat ashar. Pada jam 6 pagi biasanya guru mengaji mengajari anak-anak selama 20-30 menit sebelum anak-anak-anak-anak berangkat sekolah. Biasanya anak telah mengenakan seragam sekolah. Ada sekitar 30 anak yang mengaji dan tersebar pada 4 guru mengaji. Ada pula pembinaan remaja masjid oleh guru mengaji.

Selain itu terdapat maccera ayam ketika seorang anak dapat menamatkan bacaan Al Qur’an (khatam) yang disebut dengan cera’ baca. Acara biasanya dilakukan di rumah santri dengan mengundang guru mengaji. Bermacam makanan dibuat oleh empunya rumah seperti sokko hitam dan putih serta opor ayam. Ruangan sebagai tempat berlangsungnya cera’ baca telah ditata sedemikian rupa lengkap dengan makanan tersebut lalu sebuah Al Qur’an dan mukena diletakkan di atas bantal. Anak yang hendak melakukan cera’ baca mengenakan mukena dan duduk berhadapan dengan guru mengaji. Anak menirukan surat-surat tertentu dalam Al Qur’an yang dibaca oleh guru mengaji

dan selanjutnya guru mengaji menyimak ayat demi ayat tertentu dalam Al Qur’an yang dibaca oleh anak tersebut.

2.3.4. Praktek Kepercayaan Tradisional