• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTRET KESEHATAN

3.1. Budaya Kesehatan Ibu dan Anak

3.1.4. Persalinan dan Nifas

3.1.4.4. Masa Nifas

Pada masa nifas, aktifitas ibu kembali normal sehari atau 3 hari pasca bersalin. Ibu sudah mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, mengangkat air dari sumur atau menjual ikan. Ibu tidak dapat beraktifitas normal pada kondisi tertentu seperti mengalami ari-ari susah keluar. Umumnya ibu harus istirahat 3 hari sampai 1 minggu untuk bisa beraktifitas kembali seperti biasa.

“…Kalau sudah melahirkan biasa saja kembali kayak biasa memasak, mencuci, angkat air urus anak-anak yang lain, kalau saya anakku baru satu hari ke dapurmi memasak saya kerja semua kembali pekerjaan rumah tangga bisa malah baru 3 hari saya bantu bapaknya kerja angkat ikan ituji biasa tinggal-tinggal tidak kerja kalau waktu melahirkan susah keluar ari-ari jadi istrahat dulu tapi paling juga 3 hari atau paling lama 1 minggu” (My, 27 tahun)

Perawatan yang dilakukan pada masa nifas berdasarkan hasil observasi dan wawancara mendalam adalah perawatan payudara, perawatan ibu dan bayi dan perawatan jalan lahir (vagina). Masyarakat Etnik Bajo di Sulaho merawat ibu pada masa nifas dengan ritual ma’saula (mengurut), dilakukan oleh dukun yang menolong persalinan ibu nifas tersebut. Ritual ini berlangsung selama tiga hari setelah melahirkan, dilakukan pada

hari kedua pada pagi dan sore hari. Pengurutan dilakukan dengan menggunakan minyak kelapa/boka’.

“…Selama ini dari anak pertama sampai sekarang, kalau habis melahirkan biasanya ma’ saula (mengurut) sama dukun itu yang di urut mulai tetek (payudara), bagian peranakan (rahim) sama tempat keluarnya anak-anak (jalan lahir) dikerja sama dukun satu hari sampai hari ke 3 tiap hari dukun datang biasa waktu pagi sama sore”(Ft, 26 tahun)

Pengurutan payudara bertujuan untuk merangsang produksi ASI dan melancarkan ASI sehingga ASI menjadi banyak. Pijatan pada bagian seputar perut dan pinggul untuk mengembalikan posisi rahim seperti semula karena pasca bersalin posisi rahim bergeser atau turun sehingga dibutuhkan pemijatan untuk mengembalikan posisi rahim ke tempat semula. Kegiatan perawatan jalan lahir atau dalam istilah lokal disebut dengan ma’parape (merapatkan) jalan lahir (vagina) dilakukan untuk mengembalikan dan merapatkan jalan lahir karena diyakini bahwa dalam proses persalinan banyak saraf dari organ kewanitaan yang terputus.

“…Tidak ada yang disiapkan kalau mau ma’saula (mengurut) cuma minyak boka (minyak kelapa) yang ditaroh dia tas piring bisa juga di cangkir sembarang yang penting terbuka, harus diurut supaya lancer air tetek (ASI) keluar, baru banyak kalau di urut tidak terputus putus, kalau perut diurut untuk kasih kembali peranakan (rahim) kalau ma’parape (merapatkan) supaya kembali bagus jalanya anak keluar (vagina) biar tidak longgar juga he he...”(My, 27 tahun)

Adapun tata cara ma’saula (mengurut) payudara berdasarkan observasi pada ibu nifas adalah dukun berada dalam posisi duduk dengan kaki menyilang, posisi tepat di belakang ibu

yang akan di urut, kemudian dukun mulai membasuh kedua telapak tangan dengan menggunakan minyak kelapa dan mulai melakukan pijatan pada daerah payudara secara perlahan sekitar 5 menit.

Selanjutnya ibu berbaring di lantai yang beralaskan tikar dengan posisi kedua kaki ditekuk seperti posisi saat akan melahirkan, posisi dukun berada di samping ibu dan mulai melakukan pijatan di daerah perut bagian bawah, pinggul dan selanjutnya pada perut bagian atas. Ibu masih dalam posisi yang sama namun posisi kedua kaki lebih lebar dari sebelumnya dan posisi dukun berada di depan jalan lahir, dukun mulai melakukan perawatan jalan lahir atau dalam istilah lokal disebut dengan

ma’parape (merapatkan).

Berdasarkan observasi dan wawancara diketahui bahwa, selain ritual ma’saula (mengurut) terdapat ritual lain yakni, ritual siraman pertama kali oleh dukun dengan menggunakan air yang sudah di baca mantra khusus atau dikenal dengan ma’tawe (penawar). Air yang dibacakan mantra (air tawe) bertujuan mengembalikan alat reproduksi ibu bersalin seperti semula, biasanya air tawe (penawar) diminum sesaat setelah melahirkan dan dapat pula di campur pada air yang digunakan mandi pada siraman pertama kali. Ritual ini merupakan rangkaian dari ritual

ma’saula (mengurut). Ritual siraman menjadi simbol bahwa ibu

telah kembali bersih dari kotoran setelah melahirkan.

Berdasarkan hasil observasi tata cara siraman yang dilakukan oleh dukun adalah: mengambil air yang telah dibacakan doa atau jappi-jappi (ma’tawe) dengan gayung untuk menyiram tubuh ibu yang baru bersalin. Air dalam satu gayung digunakan untuk menyiram badan ibu dimulai dari menyiram rambut dan anggota tubuh sebanyak 3 kali. Setelah ritual siraman oleh dukun selesai, ibu melanjutkan mandi sendiri.

“…Satu hari sudahku melahirkan di mandi sama dukun tapi sebelumnya di saula (diurut) dulu sama dukun, caranya dimandi dukun ambil air di timbah (gayung) disiramkan ke badan tapi itu air dibacakan doa atau jappi-jappi sama dukun (ma’tawe) Air dalam satu satu timba dipake untuk menyiram badan’ta dimulai dari menyiram rambut terus badan sama yang lain. Air yang sudah di tawe (dibacakan mantera) yang ada dalam 1 timbah tidak langsung disiram 1 kali tapi 3 kali, seperti kalu berudhu supaya manjur, setelah ritual memandikan (siraman) oleh dukun selesai ibu baru boleh mandi sendiri” (Sh, 30 tahun)

3.1.5. Menyusui

Menyusui adalah proses pemberian susu dari payudara ibu kepada bayi atau anak kecil dengan air susu ibu (ASI). Bayi menggunakan refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan susu. Masyarakat Etnik Bajo di Sulaho beranggapan bahwa menyusui bayi adalah hal yang sangat penting dan menjadi hak yang harus didapatkan bayi dan sudah alamiah jika seorang ibu harus menyusui bayinya.

“…Kalau di Sulaho ibu dia kasih tetek (menyusi) semua anak-anak karena penting itu, cuma itu makanannya anak bayi jadi harus dikasih minum air susu jadi wajar sekali itu kalau ibu kasih tetek (menyusi) sudah kodratnya ibu kasih tetek (menyusui)” (Ne, 30 tahun)

Masa menyusui pada masyarakat Etnik Bajo adalah sejak hari kelahiran, namun batas waktu menyusui tidak ada aturan atau tradisi yang mengikat untuk berhenti memberi ASI tergantung kondisi ibu dan lingkungan. Terkadang ibu berhenti menyusui bila ibu hamil. ASI tidak serta merta dihentikan, ada beberapa ibu meminta tolong untuk menyusui anaknya, baik

kepada saudara atau tetangga yang masih menyusui anaknya. Ada pula yang memberikan ASI dalam kondisi hamil, tak jarang seorang ibu menyusui dua anak mereka sekaligus. Ada ibu yang menyusui anaknya hingga usia 4 tahun.

“… Dikasih tetek (menyusui) dari lahir kalau adami airnya tetek tapi kalu belum keluar biasa saya kasih saudara kalau ada juga anak kecilnya nanti baru saya kasih tetek (menyusui) kalau adami airnya, kalau lamnya tidak tentu tergantung samapinya biasa hamilki lagi kalau satu tahun hamilki biasa berhentimi tapi ada juga saya anakku tetapji saya kasih tetek (menyusui) biar hamil sampai lahir adenya masih saya kasih tetek (menyusui) kakanya bersamaan, ada malah tetanggaku dia masih kasih tetek (menyusui) anaknya sampai 4 tahun” (Ft, 26 tahun)

Biasanya anak dihentikan menyusui ketika disubstitusi dengan susu formula atau susu cair kaleng dan biasanya mereka memberikan susu kaleng merek tertentu yang mudah diperoleh. Alasan ibu memberikan ASI karena mudah diberikan, praktis, murah dan gratis dibandingkan jika harus memberikan susu formula yang harganya mahal.

“…Lebih saya suka kasih tetek (menyusui) anakku, lebih gampang, tidak cape-cape dibikin di banding susu baru murah tidak dibayar gratis, tapi saya ada anakku yang cepat berhenti saya kasih tete (menyusui) karena hamil jadi saya kasih susu cap enak” (Rsm, 31 tahun)

Air susu ibu (ASI) yang keluar pertama kali berwarna kuning dan kental (colostrum) dianggap kotor dan basi, sehingga biasanya dibuang terlebih dahulu. ASI yang pertama kali keluar diperas hingga keluar ASI yang mulai jernih dan tidak kental lagi dengan tujuan untuk membersihkan puting susu. Seorang informan menyikat puting payudara dengan sikat gigi sampai

menghilang semua bercak putih yang melengket pada puting payudara ibu. Selanjutnya ASI yang sudah dianggap bersih baru disusukan kepada bayi. Hal ini berbeda dengan anggapan medis bahwa air susu yang pertama kali keluar berwarna kuning

(colostrum) bermanfaat untuk dikonsumsi bayi karena

mengandung zat pendukung imunitas untuk menjaga daya tahan tubuh bayi dari serangan penyakit.

“…Pertama keluar air tetek (ASI) itu yang kental warna agak kuning-kuning saya buang karena sudah ditau semuami di kampong sini kalau itu susu basi, kotor jadi di buang dulu sampai bersih jernih tidak kuning, biasa saya bersihkan pake sikat gigiku saya sikat sampainya bersih tidak adami sisanya di putingnya tetek (payudara)” (Rs, 31 tahun)

Aktor-aktor yang berperan dan berpengaruh dalam masa menyusui adalah ibu, saudara kandung ibu dan bapak, atau tetangga terdekat yang masih menyusui bayinya. Hal ini dilakukan jika ASI ibu yang baru saja melahirkan belum keluar, karena pada beberapa kasus terdapat ibu yang tidak langsung mengeluarkan air susu sesaat setelah melahirkan ataupun ketika ibu bayi sedang tidak di rumah sementara bayi membutuhkan ASI. Pemberian ASI bisa dilakukan ibu dimana saja baik di rumah sendiri, di rumah tetangga maupun tempat umum.

“…Di sini enak kalau kasih susu anak-anak kalau lagi banyak anak bayi, apa lagi disini jarang tidak ada anak kecil jadi saling mengerti, saling membantu kalau pergi-pergi tidak bisaki kasih tetek anak bayi dititip sama saudara, neneknya tetangga yang ada anak kecil jadi dia yang kasih susu saya mamaku biasa juga dia kasih susu karena ada juga anak kecilnya” (Ft, 26 tahun)

Selama menyusui, makanan yang dianjurkan untuk dikonsumsi ibu adalah kacang tanah dan pepaya yang dipercaya dapat memperbanyak ASI selama masa menyusui. Umumnya dalam satu minggu sekitar 1-2 kali mereka mengonsumsi sayur, terutama jika ada yang pergi ke pasar. Makanan yang tidak boleh dikonsumsi selama menyusui adalah makanan yang terbuat dari beras ketan hitam dan cumi-cumi karena dapat berakibat buruk pada bayi yaitu menimbulkan penyakit diare pada anak.

“…Kalau lagi kasih tetek (menyusui) begini mengenai makanan biasa saja paling disuruhki makan kacang, pepaya karena itu kacang sama papaya bisa katanya dia bikin banyak sekali air tetek, kalau makanan yang tidak boleh cumi sama makanan dibikin dari beras ketan hitam karena katanya kalau itu dimakan dia bikin berak-berak (diare) anak-anak (bayi)” (My, 27 tahun)