• Tidak ada hasil yang ditemukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJ

LANDASAN TEOR

A. Kajian Pustaka

2. Metode Montessor

Uraian tentang metode Montessori membahas beberapa hal antara lain sejarah Montessori dan prinsip pendidikan dengan metode Montessori.

a. Sejarah Montessori

Maria Montessori adalah salah satu tokoh yang mengembangkan suatu sistem pendidikan yang berfokus dengan anak usia dini (Morrison, 2012:67). Maria Montessori adalah seorang wanita yang lahir di Chiaravalle, Italia Utara pada tahun 1870. Montessori lahir dari keluarga yang berada dan memiliki pendidikan yang tinggi. Ayahnya, Alessandro Montessori adalah seorang yang konservatif, yang memegang nilai-nilai tradisional tentang peran wanita, sedangkan ibunya, Renilde Stoppani, adalah sosok yang mendampingi dan mendorong Montessori dalam mencapai cita-citanya. Montessori lahir pada saat Italia masih mengalami keterbelakangan karena tingkat buta huruf yang cukup besar. Keadaan ini membuat orang tua Montessori memutuskan untuk pindah ke Roma demi memberikan pendidikan yang lebih baik bagi Montessori (Magini, 2013:7-11).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

Seperti anak-anak pada umumnya, Montessori menempuh pendidikan yang dimulai dari Sekolah Dasar di Via di San Nicolὸ. Sejak Sekolah Dasar, Montessori mulai memiliki ketertarikan terhadap ilmu matematika. Setelah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar, Montessori melanjutkan sekolah jurusan teknik di Regia Scuola Tecnica Michelangelo Buonarroti pada tahun ajaran 1882/ 1883. Pada tahun 1886 sampai 1889, Montessori melanjutkan di akademi kejuruan teknik dengan mengambil jurusan Ilmu Fisika dan Matematika. Setelah menyelesaikan pendidikan di akademi, Montessori menempuh kuliah di Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas La Sapienza Roma paada tahun 1890. Namun, pada tahun 1892, Montessori beralih ke Fakultas Kedokteran dan menyelesailan studinya (Magini, 2013:13-14).

Selama menempuh perkuliahan di universitas, Montessori juga menjalankan penelitian di klinik psikiatri sebagai asisten dokter. Hal ini membuat Montessori tertarik pada anak-anak yang mempunyai „kelemahan‟ dalam berpikir atau feeble- minded children. Ketertarikan ini membuat Montessori mulai membaca beberapa penelitian yang juga meneliti mengenai anak-anak yang feeble-minded children

(Magini, 2013:7-11). Beberapa ahli yang tulisannya dipelajari oleh Montessori adalah Jean Itard, Edward Seguin, dan dua orang dokter dan psikolog yang berasal dari Perancis. Itard melakukan eksperimen tentang “anak liar”. Menurut Itard, anak-anak mengalami tahap perkembangan dengan melibatkan beberapa aktivitas yang sesuai dengan periode usia tertentu. Akan tetapi, anak yang mengalami gangguan fisik dan mental akan mengalami kehilangan potensi dari tahap perkembangan yang menganggu pertumbuhannya (Gutek, 2013:10-11). Edward

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

Seguin melakukan penelitian lebih lanjut dari teori Itard dengan mencetuskan “pedagogia ortofrencia” yaitu pendidikan bagi anak tunagrahita. Menurut Seguin, cacat mental adalah akibat dari kelemahan sistem saraf yang berdampak pada tidak berfungsinya saraf sebagai semestinya. Hal tersebut membuat Seguin melakukan pendekatan mekanis untuk melatih otot-otot tubuh dan sensorial melalui latihan hidup sehari-hari (Magini, 2013:26). Berdasarkan kedua penelitian di atas, Montessori mengembangkan dua prinsip dalam pendekatannya yaitu (1) keterbelakangan mental membutuhkan suatu jenis pendidikan khusus dan tidak hanya melalui penanganan medis dan (2) jenis pendidikan khusus tersebut dilakukan dengan menggunakan bahan dan alat peraga pembelajaran (Gutek, 2013:12).

Berbagai hal yang dipelajari Montessori dari Itard dan Seguin membuatnya tertarik menjadi direktur penanganan anak atas tawaran Insinyur Edorado Talamo, seorang penanggung jawab proyek pengelolaan lingkungan San Lorenzo. Saat itu Montessori membuat keputusan untuk membuat tempat penampungan anak-anak miskin yang ditinggal orang tuanya untuk bekerja yang dikenal dengan nama

Casa dei Bambini (Children’s houses). Tawaran ini dimaksudkan Talamo agar anak-anak mendapat sebuah kegiatan dan tidak menjadi liar. Melalui Casa dei Bambini inilah Montessori menerapkan metode hasil eksperimennya yang sudah dimodifikasi dan uji coba di sekolah anak-anak tunagrahita (Magini, 2013:45-48). Maria Montessori terus menerus mengembangkan beberapa sekolah berdasarkan metode penelitiannya. Montessori mulai menjalankan perannya sebagai pendidik. Lingkungan sekolah diciptakan selayaknya lingkungan rumah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

anak. Montessori juga menyiapkan beberapa perabotan yang ukurannya disesuaikan dengan anak-anak. Selain itu, Montessori juga menyiapkan beberapa alat peraga yang bisa digunakan oleh anak-anak seperti balok silinder. Ia mengamati anak-anak dengan aktivitasnya. Salah satunya, Montessori mengamati anak yang sedang mencoba memasangkan balok silinder ke tempatnya. Walaupun anak tersebut berulang kali tidak berhasil untuk memasangkannya, tetapi anak tersebut tetap mencoba hingga berhasil. Hal lain yang dilakukan Montessori adalah mencoba menganggu dengan beberapa keramaian, namun anak tersebut tetap berkonsentrasi memasangkan balok. Pengalaman tersebut menarik minat Montessori bahwa konsentrasi akan membuahkan kepuasan batin yang tidak ternilai ketika ia berhasil (Magini, 2013:48-49).

Keberhasilannya dalam mendidik anak-anak menggunakan alat peraga dan observasinya mengembangkan ide-ide mengenai pendidikan membawa Montessori menjadi tokoh terkenal kala itu. Selain itu, penelitian dan pengembangannya dalam dunia pendidikan membawanya pada sebuah penghargaan. Montessori juga menjadi nominasi Nobel Perdamaian sebanyak tiga kali. Montessori terus mengembangkan metode pendidikannya ini dengan beberapa seminar yang diselenggarakan. Montessori pun juga mendemostrasikan penggunaan alat peraganya hingga menjelaskan perubahan sikap anak dan lingkungan masyarakat sekitar melalui pendekatannya (Magini, 2013:63). Beberapa hal terus Montessori kembangkan hingga pada bulan Mei 1952. Kongres kesembilan di London merupakan kongres yang terakhir Montessori

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

laksanakan. Montessori meninggal di usia ke-82 pada tanggal 6 Mei 1952 di Noordwijk, Belanda (Magini, 2013:97).

b. Prinsip Pendidikan dengan Metode Montessori

Metode Montessori menekankan bahwa proses belajar yang diselenggarakan kepada anak paling baik terjadi di lingkungan yang tertata dan terstruktur (Gutek, 2013:25). Selain itu, persiapan lingkungan menjadi hal yang penting karena dapat mendorong anak melakukan hal-hal spontan untuk belajar. Menurut Montessori (dalam Magini, 2013:33) mengatakan, “Suatu kelas yang anak-anaknya bisa bergerak bebas secara cerdas dan sukarela tanpa adanya perilaku kasar dan tidak sopan, menurutku, merupakan kelas yang sangat displin”. Senada dengan hal tersebut Montessori (dalam Gutek, 2013:77) berpendapat bahwa mengkreasikan kembali lingkungan pembelajaran merupakan salah satu upaya agar anak dapat mendapatkan lingkungan yang tepat untuk belajar. Montessori juga memastikan bahwa lingkungan belajar yang dipersiapkan dapat menuntut anak untuk belajar menjadi mandiri. Oleh karena itu, persiapan lingkungan merupakan hal penting yang perlu dilakukan karena anak diberikan kebebebasan untuk mencapai kemandiriannya dalam belajar.

Aktivitas anak dipandu oleh seorang direktris yang bertugas untuk memandu proses pembelajaran tanpa campur tangan lebih jauh tentang aktivitas yang dilakukan oleh anak. Peran direktris dalam kelas adalah menyiapkan lingkungan belajar untuk anak dengan beberapa alat peraga serta mengobservasi aktivitas dan perkembangan yang telah dicapai oleh masing-masing anak (Lillard, 1997:18).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

Oleh karena itu, fokus dari metode Montessori adalah anak sebagai individu yang melakukan setiap aktivitas belajarnya secara mandiri.

Senada dengan pernyataan di atas hal ini juga sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Paula Lillard dan Lynn Jessen.

“Kini, kami memberikan sebuah misi dalam kehidupan: yaitu untuk memahami masa kecil dan tujuannya, dan untuk berbagi pemahaman ini dengan orang tua sehingga mereka dapat membantu anak mereka melewati dengan baik masa kecilnya dan mencapai tujuan dari masa kanak-kanak …” (Lillard dan Jessen, 2003:23).

Pernyataan di atas dapat menggambarkan bahwa tujuan dari metode Montessori adalah memahami anak sebagai individu dan membantunya dalam mencapai masa kanak-kanak dengan baik melalui lingkungan yang telah dipersiapkan.

Menurut Lillard (2005:29-33), metode Montessori memiliki delapan prinsip dalam pendidikannya, yaitu 1) keleluasaan dalam bergerak, 2) kebebasan dalam memilih material apa yang akan digunakan, 3) adanya ketertarikan minat, 4) pentingnya minat intrinsik dengan menghapuskan motivasi eksternal berupa hadiah dan hukuman, 5) belajar bersama dengan teman sebaya, 6) belajar sesuai konteks, 7) pentingnya gaya interaksi guru terhadap anak, dan 8) pentingnya keteraturan lingkungan dan pikiran. Hal ini pun juga menegaskan bahwa aktivitas belajar anak merupakan aktivitas belajar sambil bermain yang dapat mengoptimalkan perkembangannya. Berdasarkan dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa metode Montessori adalah metode yang menekankan prinsip dasar pembelajaran pada kebebasan dan kemandirian dengan persiapan lingkungan sebagai faktor pendukungnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28