• Tidak ada hasil yang ditemukan

Musrenbang: partisipasi publik dalam menyusun rencana kerja

Bagian II : Studi Kasus

4. Analisis studi kasus proses kebijakan perencanaan dan anggaran

4.1. Musrenbang: partisipasi publik dalam menyusun rencana kerja

Untuk menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2007, yang berfungsi sebagai dokumen perencanaan tahunan, Pemerintah menyelenggarakan Rapat Koordinasi Pusat (Rakorpus) atau Musrenbang Pusat, Musrenbang Provinsi dan Musrenbang Nasional. Musrenbang nasional sendiri bertujuan untuk mendapatkan keselarasan antara RKPD dan RKP, maka penyusunan RKP memerlukan masukan dari daerah, khususnya yang akan mempengaruhi kegiatan pembangunan yang terkait dengan pendanaan kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan di daerah. Seluruh masukan dari forum dialog pada Musrenbangnas ini selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh Kementerian Negara PPN/Bappenas bersama-sama seluruh kementerian/lembaga terkait di dalam penyempurnaan naskah akhir RKP untuk selanjutnya dilaporkan pada Sidang Kabinet pembahasan RKP untuk tahun berikutnya (yang akan ditetapkan dalam Pepres).

Sedangkan, untuk menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), yang berfungsi sebagai dokumen perencanaan tahunan, Pemerintah Daerah perlu menyelenggarakan forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) secara berjenjang, mulai dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota hingga tingkat provinsi, termasuk penyelenggaraan Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (Forum SKPD) di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota. Hasil dari Musrenbang daerah akan dijadikan pertimbangan dalam Musrenbang Nasional yang diadakan oleh Bappenas.

Waktu pelaksanaan Musrenbang dari tingkat desa/kelurahan hingga tingkat nasional akan diatur berdasarkan Surat Edaran Bersama Menneg PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri mengenai Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musrenbang.

Tujuan diadakannya mekanisme musrenbang adalah untuk menangkap aspirasi publik yang diwakilkan pada peserta musrenbang di setiap level pemerintahan, untuk kemudian dikaji dan disinkronisasikan sebagai Rencana Kegiatan Pemerintah (baik pusat maupun daerah) tahun berikutnya. Hal ini diadakan agar masyarakat dapat memberikan masukan serta menumbuhkan keterlibatan mereka dalam proses

pembangunan. Adanya desentralisasi dan kebangkitan demokrasi tentu berimbas pada besarnya porsi suara publik dalam menentukan arah pembangunan. Penentuan arah dan rencana pembangunan secara sepihak oleh pemerintah pusat menjadi rentan terhadap penolakan, kecemburuan dan lemahnya sense of belonging dari publik secara umum.

Walau begitu, mekanisme perencanaan dari bawah sebenarnya sudah dimulai semenjak era-Soeharto. Pada masa itu, mekanisme perencanaan dan pengendalian pembangunan nasional terutama pembangunan daerah, mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri No.9 Tahun 1982 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah atau yang lebih dikenal sebagai P5D. Pedoman ini pada dasarnya menganut perencanaan berjenjang dari bawah keatas dari mulai tingkat desa sampai dengan tingkat nasional. Ritual mekanisme perencanaan ini dimulai dengan Musbangdes ditingkat Kelurahan atau Desa, kemudian Temu Karya Pembangunan ditingkat Kecamatan, Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakorbang) DT II di Kabupaten atau Kotamadya, dan Rakorbang DT I untuk tingkat propinsi. Sedangkan untuk beberapa propinsi yang terletak pada suatu wilayah pengembangan utama atau mempunyai kepentingan bersama dilakukan Konsultasi Regional Pembangunan (Konregbang), untuk kemudian bermuara pada Konsultasi Nasional Pembangunan (Konasbang) di tingkat pusat. Didalam setiap pertemuan perencanaan pembangunan sebetulnya diharapkan terjadi interaksi antar pelaku (stake holders) pembangunan dan penerima manfaat hasil pembangunan yang berada di daerah. Misalnya saja pada penyelenggaraan Musbangdes masyarakat desa atau kelurahan selaku penerima manfaat langsung dari hasil pembangunan seharusnya turut berpartisipasi menentukan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan dan mengetahui dampak yang akan ditimbulkan serta "social cost" yang harus dibayar. Sepertinya pertemuan ini sudah sangat ideal dan memadai namun pada pelaksanaannya hak masyarakat dan partisipasi masyarakat ini hanya diwakili oleh LKMD, sedangkan Rakorbang yang berada di DT II umumnya hanya diikuti oleh aparat pemerintah dan perwakilan DPRD yang biasanya diwakili oleh anggota panitia anggaran, tidak ada lagi keterlibatan masyarakat awam didalam proses perencanaan pembangunan selanjutnya. Peserta dari birokrasi biasanya berasal dari dinas-dinas sektoral. Yang diharapkan didalam penyelenggaraan Rakorbang ini sebenarnya adalah terjadinya pemadu-serasian antara pendekatan "top down" yang dimiliki oleh instansi sektoral dan pendekatan "bottom up" yang diemban oleh instansi daerah berdasarkan dari usulan masyarakat melalui Musbangdes dan Temu Karya Pembangunan. Didalam prakteknya forum ini lebih bersifat pemangkasan usulan atau keinginan daerah oleh instansi diatasnya dengan alasan prioritas dan ketersediaan dana. Hasil dari Konasbang dihimpun dan dievaluasi oleh Bappenas, disusun menurut prioritasnya,

menjadi Musrebang (yang diatur dalam UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional), namun tetap menempatkan peran yang besar pada Bappenas.

Model perencanaan dengan skema Musrenbang dapat memberikan dua manfaat nyata yaitu: (1) dapat mendorong meningkatkan partisipasi, prakarsa, dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan serta mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan (keadilan) di seluruh daerah. (2) memperbaiki alokasi sumberdaya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat yang lebih rendah.

Untuk lebih jelas mengenai mekanisme ini, selanjutnya akan dipaparkan secara singkat mengenai profil dari musrenbang pusat, musrenbang daerah (dari level desa hingga provinsi) dan musrenbang nasional.

Skema Makro dari Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)

4.1.1. Musrenbang pusat

Pelaksanaan Musrenbangpus tidak menunggu hasil dari musrenbang daerah admistratif di bawahnya, namun akan tergantung dari ketersediaan RKP awal dan SEB Menteri PPN/Kepala Bappenas-Menteri Keuangan tentang Pagu Indikatif awal (selain itu RPJP dan RPJM). Musrenbang pusat biasanya diadakan pada bulan Maret. Pesertanya berasal dari seluruh Sekjen, Sesmen, Sestama, dan Kepala Biro Perencanaan dari seluruh Departemen/Kementerian/Lembaga; (2) Seluruh Kepala

Musrenbang desa/kelurahan Musrenbang /Rakorbang pusat Musrenbang provinsi/daerah Musrenbang nasional Musrenbang kecamatan Musrenbang kota/kabupaten Apakah input dan outputnya?

Siapakah peserta dan penanggung jawab? Bagaimanakah pelaksanaan Musrenbang?

RKPD, RPJPD, RPJMD,

RKA SKPD, APBD RKP, RPJP, RPJM, RKA K/L, APBN Sebelum

Maret Sebelum April April-Mei

Bappeda Provinsi (sebagai peninjau). Tujuan penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pusat antara lain adalah

(1) Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan dan penganggaran yang tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah dan rancangan awal Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-KL) dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004-2009.

(2) Membahas program, kegiatan pokok dan pagu anggaran yang tertuang dalam rancangan awal Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-KL) sebagai dasar penyempurnaan rancangan Rencana Kerja Pemerintah yang telah disusun.

(3) Membahas program utama, kegiatan pokok, lokasi kegiatan dan pagu anggaran Kementerian/Lembaga (mainstreaming) yang penting dan mendesak untuk segera dilaksanakan, mempunyai dampak nyata, terukur dan langsung dirasakan oleh masyarakat, sesuai dengan prioritas pembangunan yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah. (4) Melakukan sinkronisasi kebijakan pemerintah baik melalui kerangka

regulasi (peraturan perundang-undangan) dan kerangka anggaran baik yang bersumber dari dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan maupun dana perimbangan agar terwujud penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.

(5) Mengembangkan dan memperkuat partisipasi dalam penyusunan RKP. (6) Mengembangkan dan memeperkuat mekanisme pengendalian dan

pengawasan (safeguarding) terhadap pelaksanaan RKP.

Sedangkan, bahan/input yang dibutuhkan dalam Musrenbangpus/Rakorbangpus antara lain adalah: a) Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004-2009; b) Rancangan Rencana Kerja Pemerintah tahun berikutnya yang disiapkan oleh Kementerian Negara PPN/Bappenas; c) Surat Edaran Bersama Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan yang memuat pokok-pokok arah kebijakan fiskal dan kerangka eknomi makro tahun berikutnya; d) Rancangan awal Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja KL) yang memuat rencana kegiatan, lokasi dan pagu anggaran yang akan dilaksanakan di pusat dan daerah melalui dana dekonsentrasi dan/atau tugas pembantuan tahun berikutnya.

Hasil yang diharapkan dari kegiatan Musrenbangpus secara umum diharapkan dapat membentuk suatu kesepakatan di kalangan stakeholders pusat tentang rencana kerja di tahun berikutnya. Misalkan, pada tahun 2005 saja, Musrebangpus memiliki

agar sesuai dengan pencapaian sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004-2009; b) Indikasi kebijakan dana perimbangan; c) Rumusan kegiatan yang memerlukan pembiayaan dari pinjaman/hibah, baik dari dalam negeri maupun luar negeri; d) Kesepahaman tentang koordinasi, sinergi dan pengendalian dan pengawasan (safeguarding) terhadap pelaksanaan Rencana Kerja Pemerintah.

4.1.2. Musrenbang Desa/Kelurahan hingga Provinsi/Daerah

Musrenbang Provinsi sebenarnya merupakan skema puncak dari aspirasi tingkat daerah sebelum perencanaan pembangunan dibawa pada tingkat nasional. Musrenbang Provinsi/Daerah akan menunggu hasil pelaksanaan Musrebangpus dan Musrebang Kota/Kabupaten, atau dengan kata lain menjadi suatu pertemuan aspirasi dari bawah dan arahan dari atas. Musrenbang Provinsi akan diadakan sekitar bulan April (biasanya awal April).

Pendekatan dari bawah ke atas (bottom up) ini sejalan dengan tujuan desentralisasi untuk dapat memenuhi aspirasi daerah, meningkatkan akuntabilitas, transparansi, partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan di tingkat daerah, memastikan adanya pelayanan masyarakat yang berkualitas di setiap daerah, dan menciptakan kesejahteraan sosial bagi masyarakat.

4.1.3. Musrenbangnas

Musrenbangnas merupakan wadah final penyusunan perencanaan pembangunan yang melibatkan partisipasi publik. Biasanya diselenggarakan pada bulan April-Mei agar hasil Musrenbangnas dapat sesegera mungkin disusun menjadi bahan dasar RAPBN tahun berikutnya. Peserta dari Musrenbangnas adalah presiden, menteri-menteri, gubernur, kepala Bappeda seluruh daerah, sekjen/sekmen/sestam dan kepala biro perencanaan, kepala biro keuangan dan sesditjen dari seluruh kementrian/lembaga, serta bupati dan walikota (hanya sebatas peninjau). Pembiayaan Musrenbangnas diambil oleh APBN pada tahun penyelenggaraan tersebut. Penanggung jawab Musrenbangnas adalah Menneg PPN/Kepala Bappenas dengan penanggungjawab teknis yakni Sekretaris Meneg PPN/Sekretaris Utama Bapenas dan juga Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah.

Tujuan diadakan musrenbangnas adalah: (1) menyempurnakan rancangan awal RKP tahun berikutnya untuk dijadikan rancangan akhir RKP berikutnya dengan acuan RJPM; (2) Sinkronisasi dan penyempurnaan rancangan awal Renja K/L menjadi rancangan akhir Renja K/L dengan memperhatikan prioritas yang tertuang pada rancangan awal RKP dan RKPD; (3) Sinkronisasi dan mainstreaming program,

kegiatan pokok, lokasi kegiatan dan pagu anggaran baik yang disusun oleh pemda maupun oleh K/L yang bersifat mendesak dan berpengaruh pada kehidupan secara nyata; (4) Memperkuat koordinasi dan sinergi kebijakan pemerintah baik melalui kerangka regulasi dan kerangka investasi/pelayanan publik untuk memudahkan dalam hal pendanaan dekonsentrasi; (5) mengembangkan dan memperkuat proses partisipasi dalam penyusunan RKP; (6) Mengembangkan dan memperkuat mekanisme pengendalian dan pengawasan terhadap pengawasan RKP di tahun berikutnya.

Sedangkan, masukan yang diperlukan dalam Musrenbang nasional adalah: (1) RPJM nasional 2005-209 yang ditetapkan dalam PP No 7/2005; (2) SEB Menneg PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan yang memuat pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro yang tertuang dalam bentuk pagu indikatif RAPBN tahun berikutnya; (3) Rancangan RKP tahun berikutnya yang disiapkan Bappenas dengan telah memperhatikan hasil dari Rapat Kordinasi Pembangunan Tingkat Pusat (Rakorbangpus) yang telah diadakan; (4) Rancangan Renja K/L yang mempertimbangkan Rakorbangpus dan rancangan awal RKP; (5) Usulan tentang rencana kegiatan dan prioritas program pembangunan di daerah sesuai dengan hasil kesepakatan dalam Musrenbang daerah dan program prioritas rancangan awal RKP.

Agenda dalam Musrenbang Nasional akan berupa sidang pleno dan sidang kelompok. Sidang pleno akan berisi mengenai: a) pengarahan umum oleh Presiden, b) pengarahan prioritas pembangunan nasional oleh Menneg PPN/Kepala Bappenas yang ditetapkan dalam rancangan RKP; c) pengarahan menteri keuangan tentang arah kebijakan fiskal; d) pengarahan Menteri Dalam Negeri tentang langkah-langkah pengendalian dan pengawasan dalam mendukung prioritas pembangunan 2007; serta e) dialog para menteri dengan para gubernur tentang isu pembangunan strategis (nasional dan daerah) yang mendesak serta pencapaian pembangunan daerah yang tertuang dalam RKPD. Sedangkan sidang kelompok akan dilakukan saat: a) pembahasan kesesuaian usulan prioritas kegiatan pemerintah daerah yang ada pada RKPD dengan rancangan Renja K/L yang ada dalam rancangan RKP; b) pembagian kelompok berdasar bidang dan prioritas pembangunan; c) pembagian kelompok berdasar pembagian wilayah pembangunan.

Hasil yang diharapkan adalah: (1) masukan dari K/L dan pemda (kabupaten/kota) untuk perbaikan dan penyempurnaan rancangan awal RKP  rancangan akhir RKP; (2) masukan pemerintah provinsi untuk perbaikan rancangan Renja K/L menjadi rancangan akhir Renja K/L serta program dan kegiatan K/L yang telah dijabarkan ke dalam kerangka regulasi dan kerangka investasi/pelayanan publik yang akan didukung oleh pendanaan APBN tahun berikutnya; (3) Kesepakatan antara

tahun berikutnya; (5) Kesepahaman tentang koordinasi, sinergi, pengandalian dan pengawasan (safeguarding) terhadap pelaksanaan RKP tahun berikutnya.

4.1.4. Rangkuman Analisis

Musrenbang merupakan upaya pemerintah dalam melibatkan peran serta publik dalam pengambilan kebijakan perencanaan pembangunan. Rencana teknis dan panduan mengenai Musyawarah Rencana Pembangunan disusun dengan sangat terperinci dan detail, mulai dari masukan yang diperlukan pada tiap tahap hingga tim pendampingan. Musrenbang merupakan proses pembuatan kebijakan yang mengedepankan sisi inklusifitas. Keterbukaan perencanaan pembangunan untuk suara masyarakat ini dianggap proses yan terbaik. Namun, di sisi lain masih banyak ketidakpuasan publik tentang proses ini.

Pendapat tersebut menyiratkan kekecewaan karena masih terjadi tidak teradopsinya program ataupun proyek yang diajukan dari bawah oleh pemerintah pusat/daerah. Yang menarik adalah bahwa sebagian besar kekecewaan tersebut ada pada level RKPD (atau berkaitan dengan APBD). Hal ini terjadi, misalkan di Kabupaten Bantul, Kota Malang, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Bandung, dan lain-lain. Opini yang cenderung terbentuk adalah bahwa skema musrenbang tidak dapat menjamin perencanaan pembangunan bagi masyarakat di level bawah. Bahkan ada kalanya, DPRD pun turut menodai kesepakatan yang sudah terbentuk dari tingkat bawah, karena penolakan sebagian besar aspirasi. Isu lainnya adalah belum terwakilkannya kaum masyarakat yang selama ini terpinggirkan, khususnya keterwakilan jender (wanita). Imbas dari rendahnya penerimaan aspirasi level bawah pada Musrenbang daerah adalah: ketidak pastian diterimanya usulan proyek membuat penduduk menjadi kecewa dan kehilangan motivasi untuk ikut kegiatan yang tidak jelas kontribusinya secara langsung dengan mereka.

Pada skala nasional, terdapat kekhawatiran bahwa musrenbangnas hanya menjadi ajang dengar dan sosialisasi program yang sudah di-setting sebelumnya oleh pusat. Dugaan itu mungkin tidak terlalu beralasan, mengingat: a) ada kalanya tuntutan daerah juga tidak sepenuhnya merupakan prioritas yang memberikan dampak positif bagi banyak orang; b) di sisi lain, masih tetap diterimanya beberapa usulan kerja/program dari bawah. Pembuatan keputusan melalui proses tawar-menawar dan negosiasi antar pembuat keputusan sering disebut penyesuaian mutual partisipan. Dengan kata lain, pembuatan keputusan adalah proses penyesuaian dan kompromi yang memfasilitasi kesepakatan dan koordinasi. Pembuatan keputusan di tengah tingkat heterogensi yang tinggi akan sangat sulit dilakukan, karena memerlukan kompromi yang besar.

Kecurigaan bahwa Musrenbangnas sudah di-setting sebelumnya, mungkin bermula dari agenda musrenbangnas yang tidak memberikan cukup waktu bagi perwakilan daerah dalam memaparkan pentingnya kebutuhan suatu rencana pembangunan di daerahnya. Berikutnya, ketiadaan sebuah parameter khusus (yang lebih mendetail) yang bisa dijadikan tolak ukur penerimaan rencana pembangunan suatu daerah. Akibatnya, keputusan Musrenbangnas menjadi bias. Sebagai catatan, sumber kami mengatakan bahwa Musrenbang nasional adalah wadah politik perencanaan yang sarat akan kepentingan dan upaya strategis “menjaga hubungan baik” antara pusat dan daerah. Alhasil, keputusan prioritas pembangunan di daerah (yang berkaitan dengan Renja K/L dan dana dekonsentrasi) lebih didasari oleh keputusan politis semata, bukan atas efektifitas dan pembangunan berdaya-guna. Jadi skema Musrenbang pada dasarnya sudah mencoba untuk menjadi inklusif; namun tidak terstruktur dan tidak menganut orientasi outcome focused. Pertimbangan bahwa skema musrenbang juga akan memberikan hasil yang strategis juga lemah.

Penyelenggaraan Musrenbang sebenarnya dapat dilihat sebagai teknik seminar keputusan ala Lasswell (dan juga idenya tentang planetarium sosial). Warga dalam model ini bukan ujung dari garis penyampaian kebijakan, tetapi aktif dalam menentukan pilihan dan memilih serta mengevaluasi campuran kebijakan. Tujuannya adalah meningkatkan pengetahuan diri dan kesadaran akan masyarakat dan untuk menciptakan sebuah forum yang bisa memperkaya agenda politik.

Jika Lasswell memandang ilmu kebijakan punya peran untuk mencerahkan, membebaskan dan mendemokratisasikan, maka Dror dengan model “Normatif-Optimum” tampaknya tidak peduli pada publik dalam proses pembuatan kebijakan15

15

Banyak pemikir telah menunjukkan bahwa demokrasi tergantung pada pencerahan opini publik: apa yang mereka maksud, pada umumnya, adalah bahwa warga negara mesti cukup tahu isu-isu publik agar ia bisa mengemukakan opini yang cerdas sebagai dasar pilihan bagi mereka. Jelas, kondisi seperti ini hanya terpenuhidalam utopia. Tetapi jika keberasilan demokrasi tergantung pada kemampuan penduduk untuk menilai isu kebijakan isu utama, maka sekarang demokrasi sudah berantakan. Dalam dunia yang lebih sederhana, segelintir orang punya privilise bisa mengatahui semua isu kebijakan utama dan mengatahui semua pihak yang juga mengatahui semua isu-isu tersebut. Tetapi dalam masyarakat modern yang kompleks, problem utamanya sangat beragam dan dibutuhkan banyak pengatahuan yang sulit untuk menanganinya, sehingga tidak ada satu orang pun . Dror memberikan sebuah argumen bahwa peran publik dalam kebijakan publik bersifat marginal dan terbatas pada upaya mengevaluasi bagaimana suatu kebijakan diputuskan dan apa manfaat komponen-komponennya (dan siapa pembuatnya dan apa gaya pembuatan kebijakan). Jadi publik seharusnya tidak sanggup menilai kebijakan spesifik menurut pendapat mereka sendiri.

Kasus musrenbang menjadi cermin adanya hubungan paradoksial antara nilai demokrasi (yang mengakomodasikan kepentingan masyarakat, nilai keadilan dan pemerataan) dengan nilai birokrasi (yang menjunjung efektifitas pelaksanaan dan melihat tujuan semata), yang justru menciptakan demokrasi semu (ersazt democracy). Proses formulasi kebijakan dalam alam demokrasi akan menekankan dialog antar pihak, namun musrenbang justru menjadi sarana pengarahan perencanaan yang disepakati secara “bulat”. Sehingga, musrenbang tetap menjadi keputusan elitis (pusat) yang seolah-olah mengutamakan kepentingan rakyat banyak.

Secara positif, perlu dipahami juga bahwa tidak mungkin seluruh pengajuan rencana dari bawah diterima begitu saja sebagai bahan RKP. Pemerintah pusat, lewat Bappenas sebagai koordinator penyelenggara Musrebang memiliki kewenangan untuk menampung seluruh aspirasi dan merumuskannya dalam suatu rencana kerja yang saling bersinergi dan sesuai dengan prioritas pembangunan (rancangan RKP dan juga RPJM/RPJP). Justru Bappenas harus menjadi badan pemerintah yang menyelaraskan dan membuat arahan kerja pemerintah. Hal yang menarik lainnya adalah, jika penyelenggaraan Musrenbang justru diadakan untuk “benar-benar” mendengarkan aspirasi rakyat banyak, tentunya justru akan terjadi perencanaan yang lamban karena perdebatan, tuntutan, negosiasi yang berjalan alot. Maka, dilema yang terjadi adalah: apakah Musrenbangnas akan lebih ditekan menjadi wadah partisipasi publik yang sempurna (dengan konsekuensinya perencanaan yang berpotensi melambat) atau justru membiarkan berjalan seperti sekarang (trade off antara partisipasi dan waktu perencanaan pembangunan)?

4.2. Kebijakan anggaran di era demokrasi