• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN BARU DALAM MELIHAT PERJALANAN PEMERINTAH

DI jaman Orde Baru, tidak akan pernah ada yang berani secara terbuka menulis dan berbicara tentang setahun pemerintahan Presiden Soeharto.

Apalagi membicarakannya dengan nada negatif. Rejim yang begitu kuat tidak memungkinkan masyarakat berbicara demikian. Sekarang, kalimat dan pembicaraan seperti itu berseliweran, seenaknya bahkan ngawur.

Membicarakan keberhasilan pemerintahan dalam menjalankan tugasnya untuk satu periode, disebut sangat tergantung dari tahun pertama. Ini jelas tidak mungkin. Lima tahun masa pemerintahan, kemungkinan baru dapat dilihat keberhasilannya enam bulan sebelum pemerintahan berakhir. Inilah yang terjadi di Indonesia sekarang. “Keberhasilan” reformasi seolah-olah hanya dapat dilihat dari kebebasan masyarakat, dan terutama elit dan politisi, untuk berbicara secara bebas tentang setahun pemerintahan Joko Widodo.

Ada beberapa dugaan terhadap muncul mencuatnya wacana tentang setahun pemerintahan Joko Widodo. Yang pertama adalah “kecemburuan”

kompetitor terhadap pemerintahan. Kedua, rasa penasaran terhadap jalannya pemerintahan dan negara, dan ketiga tentang keterbukaan informasi.

Perbincangan paling menarik, sekaligus lucu didengar melalui tayangan publik adalah berbagai komentar dari mereka yang tidak suka dengan pemerintahan sekarang. Beberapa jajak pendapat yang cenderung melihat hasil negatif dari pemerintahan ini, menyatakan secara menyolok bahwa pemerintahana telah gagal. Cara merendahkan seperti ini hanya dilakukan oleh mereka-mereka yang memandang politik sebagai kekuasaan dan keberhasilan menggaet kekuasaan saja. Jika gagal menggaet kekuasaan, maka apapun kelakukan yang dilakukan oleh penguasa adalah salah, minor dan gagal. Yang perlu diperbaiki dari hal ini adalaha bahwa, setiap pihak yang melakukan penilaian harus melibatkan filosofi sosial. Tidak ada masyarakat dan manusia yang selalu gagal, dan sebaliknya tidak ada masyarakat dan manusia yang berhasil. Karena itu untuk mengimbangi wacana, haruslah disertakan keberhasilan dari pemerintahana yang ada. Bahwa pemerintahan Joko Widodo

mampu mewujudkan kesadaran tentang sentralnya peran laut Nusantara, merupakan keberhasilan yang patut dicatat. Bahkan secara tersembunyi, mengandung kebenaran tinggi. Jika laut mampu dioperasionalkan, maka bukan saja melipatgandakan kekayaan Indonesia (karena kekayaan laut mempunyai nilai triliunan rupiah per tahun), tetapi juga mencerdaskan bangsa. Ahli kesehatan menyebutkan bahwa mengonsumsi ikan dapat mencerdaskan otak manusia. Ini harus dipikirkan oleh pengritik pemerintah.

Begitu gencarnya wacana tentang setahun pemerintahan Joko Widodo, menyiratkan bagaimana penasarannya masyarakat terhadap kinerja awal pemerintah sebagai patokan untuk pekerjaan tahun-tahun berikutnya. Pada titik ini, tidaklah harus pemerintahan Joko Widodo saja yang disorot, tetapi sesungguhnya rasa penasaran ini muncul berdasarkan kinerja yang dilakukan oleh pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Dengan demikian bukan sekedar kritik kepada pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono tetapi juga pemerintahan Megawati Sikeranoputri, bahkan Abdurahman Wahid. Mereka penasaran karena tidak ada perubahan yang begitu siginifikan yang dirasakan untuk membantu kualitas kehidupannya, terutama kualitas ekonomi dan sosial.

Keterbukaan informasi, berbicara dan politik, mungkin telah terpuaskan secara psikologis. Akan tetapi peningkatan kesejahteraan dan rasa kenyamanan (keamanan) rakyat masih sebegitu-begitu saja dari sejak jaman reformasi.

Inilah yang membuat munculnya berbagai harapan pada pemerintahan Joko Widodo, mumpung baru berjalaan setahun. Jika misalnya setahun ini masih dipandang belum mampu memberikan rasa aman dan sejahtera kepada rakyat, maka ada kesempatan untuk memberi masukan agar empat tahun ke depan lebih baik lagi sehingga dapat melebihi apa yang dicapai oleh pemerintah-pemerintah sebelumnya. Jadi, kritik yang dilakukan sebetulnya juga kepadaa pemerintahan sebelumnya. Tidak adil kalau pemerintahan sekarang saja dikritik karena fenomena sosial itu sambung menyambung, berpengaruh sejak awal, bukan pada masa sekarang saja.

Keterbukaan informasi dan berbicara merupakan refleks langsung dari banyaknya wacana setahun pemerintahan Joko Widodo ini. Yang dipertanyakan dalam keterbukaan ini adalah kualitas informasi yang berlalu lalang di tengah jagat sosial, baik dunia maya maupun dunia fakta. Kontrol informasi relatif dapat dilakukan di dunia nyata karena hal itu dapat disaring

dan dipilih. Akan tetapi tetap ada “organisator” yang selalu membuat informasi tidak berimbang, yang selalu membuat hal-hal miring. Fenomena demikian bukanlah cita-cita reformasi dan fenomena ini adalah sebuah kegagalan.

Menjelek-jelekkan lawan melalui “organisasi” jelas sebuah kegagalan karena organisasi dibuat untuk mengelola tujuan. Dan apabila tujuan itu sekedar menjatuhkan lawan belaka, ini bukanlah kualitas yang diperlukan reformasi.

Yang diperlukan adalah mengalahkan lawan secara ksatria. Reformasi dulu memerlukan sekian nyawa untuk berjuang dan nyawa itulah ksatria yang diperjuangkan dengan jujur.

Yang paling kurang etis adalah segala ciutan di dunia maya. Saling menjelekkan dan membuat grup untuk menyatakan keburukan lawan, berpotensi melebar ke dunia nyata. Konflik yang terjadi di dunia maya, berpotensi meluber ke dunia nyata yang pada akhirnya merugikan masyarakat.

Kualitas kehidupan dunia maya Indonesia terlihat disini dan akhirnya menjadi ciri dunia maya Indonesia, yaitu menjelek-jelekkan lawan. Seolah orang Indonesia hanya berani secara tersembunyi saja tanpa berani menunjukkan diri untuk mengritik seseorang. Padahal, kualitas dan keberanian itu bersumber di alam nyata. Demokrasi yang terjadi di alam “tersembunyi” seperti di dunia maya itu, tidak berarti apa-apa, tidak akan mempengaruhi jalannya demokrasi karena demokrasi terjadi di alam nyata.

Dengan demikian, masyarakat Indonesia tidaklah harus terlalu mempermasalahkan bagaimana pencapaian dari satu tahun pertama pemerintahan Joko Widodo. Segala wacana yang muncul dalam konteks satu tahun ini, dipandang sebagai sebuah pengetahuan saja, dan apabila memang mempunyai gagasan, silahkan ungkapkan secara positif. Menilai perjalanan pemerintahan akan lebih adil apabila sarana yang dimiliki oleh negara untuk mendukung kemajuan itu, komplit. Kekomplitan sarana itu misalnya rakyat yang terpelajar, saling menghargai perbedaan, tahu etika sosial, peralatan teknologi yang komplit, sampai dengan ketaatan atas norma-norma sosial.

Tentu juga perjalanan demokrasi yang panjang. Apabila tingkat kekomplitan sarana tersebut belum lengkap, jangan meminta lebih dari pemerintahan yang sedang berjalan. Semua pihak harus memahami hal ini agar tidak memberikan kesan: menjatuhkan kompetitor dengan berbagai cara.****

Ditulis 20 Oktober 2015

WACANA YANG BERKUALITAS,