• Tidak ada hasil yang ditemukan

Realitas dan Harapan

Fakta-fakta tentang pengobatan tradisional yang masih dilakukan oleh suku-suku terutama di Sumatera Selatan membuktikan bahwa masyarakat sampai saat ini masih sangat bergantung pada alam. Fakta-fakta tersebut kami dapatkan saat pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan tumbuhan berkhasiat obat degeneratif metabolik di subregion Sumatera Bagian Selatan yang dilakukan oleh tim dari Balai Litbang LHK Palembang tahun 2015. Berdasarkan realitas di lapangan (Gambar 2.1) menunjukkan bahwa dalam tatanan masyarakat tradisional terdapat orang-orang dengan pengetahuan tentang pengobatan yang didapat dari para leluhurnya secara turun-temurun.

Pengobat tradisional asal Suku Saling, Desa Taba, Kecamatan Gambar 2.1

Pada Gambar 2.1, pengobat tradisional tersebut bernama Ibu Nol, beliau banyak memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan obat. Pengobatan tradisional di suku Saling merupakan pengobatan alternatif (Asmaliyah

et al., 2015), karena sebagian masyarakat telah mengenal pengobatan medis.

Masyarakat menyebut pengobatan tradisional dengan sebutan “ubat ula’an” atau obat dusun, biasanya menjadi rujukan saat pengobatan medis belum menunjukkan penyembuhan.

Pengobat tradisional (battra) terdiri atas 2 jenis, yaitu pengobat yang menggunakan bahan obat dari tumbuhan untuk penyembuhannya dan pengobat yang mengobati dengan teknik penerawangan. Battra yang menggunakan tumbuhan sebagai obat, mengambil bahan dari hutan dan lingkungan sekitar (Gambar 2.2). Gambar 2.2 menunjukkan bahwa battra selama ini mengambil bahan tumbuhan untuk obat di hutan sekitar mereka, namun seiring perkembangan populasi manusia, keberadaan jenis-jenis tersebut mulai sulit ditemukan di hutan, dan battra memiliki cara untuk melestarikan jenis-jenis tersebut dengan menanam di sekitar rumah.

Lokasi pengambilan bahan tumbuhan untuk obat Gambar 2.2

Pengobat dan masyarakat tradisional memiliki cara tersendiri dalam menjaga alam. Pengambilan bahan untuk pengobatan haruslah memenuhi beberapa persyaratan yang tidak boleh dilanggar, di antaranya jumlah dan waktu pengambilan serta ciri khas dari tumbuhan tersebut. Hal ini merupakan kearifan lokal, di mana masyarakat memanfaatkan sumberdaya alam dalam batas tertentu sesuai kebutuhan mereka dan menanam beberapa jenis yang sulit ditemukan di alam agar secara pribadi mereka tidak mengalami kesulitan

dalam mendapatkannya. Penelitian di bidang etnobotani telah banyak dilakukan, tujuan utamanya adalah menggali dan mendokumentasikan kemampuan dan pengetahuan dari para pengobat tradisional dalam meramu dan menjelaskan khasiatnya. Dari hasil-hasil penelitian tersebut kita dapat mengembangkan berbagai jenis tumbuhan yang memiliki khasiat untuk obat dari penyakit-penyakit yang belum ditemukan obatnya, bagaimana teknik budidayanya, kandungan bahan aktif, pengujian bahan aktif dan berbagai kegiatan penelitian lanjutan dari bidang sosiologi, pertanian, kehutanan, dan kesehatan. Penelitian yang komprehensif akan menjadikan pengetahuan tradisional menjadi pengetahuan modern yang membawa nilai-nilai keilmiahan. Selain itu, upaya budidaya jenis merupakan salah satu bagian dari upaya konservasi jenis, di mana bahan bisa diambil dari hasil budidaya yang telah dimodifikasi dan dikembangkan, hal ini tentu menjadi langkah penyelamatan jenis-jenis yang jumlahnya sudah mulai berkurang atau langka di alam.

Dalam pemanfaatan sumber obat tradisional secara luas, terdapat beberapa kendala di antaranya beberapa jenis tumbuhan belum diuji secara ilmiah khasiatnya. Hal ini dikarenakan pemanfaatan obat tersebut dilakukan secara turun-temurun, sehingga dokumentasi dari jenis-jenis tersebut belum dilakukan secara baik. Namun demikian, saat ini berbagai upaya pendokumentasian jenis tumbuhan dan pemanfaatannya sebagai obat tradisional mulai banyak dilakukan, di antaranya studi etnobotani tumbuhan obat di Cianjur, Jawa Barat (Malini et al., 2017), studi etnobotani di Suku “Topo Uma” (Yulia et al., 2017), studi tumbuhan berkhasiat obat di subregion sumbagsel (Asmaliyah et al., 2015), dan kurang lebih 150 hasil penelitian etnobotani telah dipresentasikan dan dipublikasi melalui seminar yang diadakan oleh LIPI (Walujo, 2008). Namun demikian banyak dari penelitian yang yang telah dilakukan sebatas mendokumentasikan saja, belum ada uji lebih lanjut, sehingga hal ini memberikan peluang yang sangat luas bagi penelitian lanjutan, baik dari sisi jenis tumbuhan atau dari sisi lainnya.

Dengan kondisi hutan yang semakin terdegradasi, maka akan memengaruhi ketersediaan bahan baku tumbuhan untuk obat dialam. Tentu saja hal ini cukup menyulitkan bagi para battra. Namun demikian mereka berupaya utuk melakukan adaptasi dengan menanam jenis-jenis yang sulit

mereka temui di alam. Mereka memanfaatkan pekarangan di sekitar rumah untuk memudahkan pengambilan dan menjaga ketersediaan bahan baku. Selain itu para battra juga mengajak masyarakat setempat untuk ikut menanam jenis-jenis yang sulit ditemukan di alam. Hal ini karena masyarakat juga sadar kebutuhan mereka akan jenis tumbuhan tersebut. Ada juga yang menyimpan dalam bentuk serbuk dan diawetkan. Untuk transfer pengetahuan tentang tumbuhan berkhasiat obat, masyarakat di beberapa suku telah melakukan itu, mereka berusaha mengingat jenis-jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh para battra untuk mengobati penyakit. Yang tidak bisa diturunkan adalah mantra, ucapan atau jampi-jampinya.

Simpulan

Berbagai studi etnobotani merupakan base line data bagi penelitian lanjutan dan prospek pengembangan tumbuhan obat. Penelitian tentang budidaya, farmakologi, lingkungan, sosiologi, ekonomi dan kesehatan dapat berkolaborasi menggali potensi-potensi sumberdaya obat di alam Indonesia.

Daftar Pustaka

Asmaliyah, Hadi EEW, Muslimin I, Turjaman M, Thalib I. 2016. Quantitative pre-eliminary phytochemical screening of aqueous extracts of leaves of oroxylum indicum from five different places in sumatra island, Indonesia. International Journal of Pharmacognosy and Phytochemical

Research, 8(11), 1863–1869.

Asmaliyah, Hadi EEW, Waluyo EA, Muslimin I, Nopriansyah A. 2018. Tumbuhan Obat dan herbal Dari Hutan Untuk Penyakit Degeneratif Metabolik: Gaya Hidup Kembali ke Alam. In Unsri Press.

Asmaliyah, Muslimin I, Hadi EEW, Imanullah A. 2015. Penelitian dan

Pengembangan Tumbuhan Berkhasiat Obat Degeneratif Metabolik di Subregional Sumbagsel.

Geng Y, Hu G, Ranjitkar S, Shi Y, Zhang Y, Wang Y. 2017. The implications of ritual practices and ritual plant uses on nature conservation: a case study among the Naxi in Yunnan Province, Southwest China. Journal

of Ethnobiology and Ethnomedicine, 13(1), 58. https://doi.org/10.1186/

Hadi EEW, Widyastuti SM, Wahyuono S. 2016. Keanekaragaman dan Pemanfaatan Tumbuhan Bawah Pada Sistem Agroforestri di Perbukitan Menoreh, Kabupaten Kulon Progo. Jurnal Manusia Dan Lingkungan,

23(2), 206–214.

Hasanah U, Linda R, Lovadi I. 2014. Pemanfaatan tumbuhan pada Upacara Adat Tumpang Negeri Suku Melayu di Keraton Ismahayana Landak.

Protobiont, 3(3), 17–24.

Hikmat A, Zuhud EAM, Siswoyo, Sandra E, Sari RK. 2011. Revitalisasi konservasi tumbuhan obat keluarga (Toga) guna meningkatkan kesehatan dan ekonomi keluarga mandiri di Desa Contoh Lingkar Kampus IPB Darmaga Bogor (the Revitalization of Family Medicine Plant (Toga) Conservation for Crease Health and Econ. Jurnal Ilmu

Pertanian Indonesia, 16(2), 71–80. http://journal.ipb.ac.id/index.php/

JIPI/article/view/6600/5128

Malini DM, Madihah, Kusmoro J, Kamilawati F, Iskandar J. 2017. Ethnobotanical Study of Medicinal Plants in Karangwangi, District of Cianjur, West Java. Journal of Biology & Biology Education, 9(2), 345– 356. https://doi.org/10.15294/biosaintifika.v9i2.5756

Sai Murali RS, Nageswara Rao G, Basavaraju R. 2017. Looking through the lens of a conservation biologist: Life of medicinal plants in the Eastern Ghats of Andhra Pradesh, India. International Journal of Conservation

Science, 8(2), 333–348.

Singh KN, Lal B, Chand G, Todaria NP. 2012. Ecological Features And Conservation Of Arnebia euchorma. A Critically Endangered Medicinal Plant In Western Himalaya. Iternational Journal of Concervation Science,

3(3), 189–198. https://doi.org/10.2307/2752507

Suleiman Abubakar U, Ibrahim Khalifa B, Abdu F, Sanusi M, Abdu Gawuna T, Gambo Adamu J, Saidu Rogo S. 2018. Threatened Medicinal Plants of

Kano Flora and the Need for Urgent Conservation. 9(1), 173–178. www.

plantlist.org

Tiwari V, Negi KS, Rawat R, Mehta PS. 2017. In-situ conservation and

Traditional Uses of Medicinal Plants : A Case Study of Home Gardens in Nainital , Uttarakhand. 21(1).

Vutakuri N, Somara S. 2018. Natural and herbal medicine for breast cancer using Elettaria cardamomum (L.) Maton. Ijhm, 6(2), 91–96.

Walujo EB. 2008. Research Ethnobotany in Indonesia and the Future Perspectives. Biodiversitas, Journal of Biological Diversity, 9(1), 59–63. https://doi.org/10.13057/biodiv/d090114

Yulia C, Fachri, Ramadanil. 2017. Studi etnobotani tumbuhan obat Suku “Topo Uma” di Desa Oo Parese Kecamatan Kulawi Selatan Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Jurnal Biocelebes, 12(2), 2580–5991. https:// bestjournal.untad.ac.id/index.php/Biocelebes/article/view/9309