• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pangkas Pelawan untuk Energi

Pemanfaatan pelawan sebagai sumber energi, baik sebagai kayu bakar maupun sebagai bahan baku pembuatan arang pelawan akan optimal dan berlangsung secara berkelanjutan jika dikelola secara baik dengan sistem pangkas, baik di hutan alam maupun hutan tanaman. Jika sistem pangkas dibangun dalam bentuk hutan tanaman, maka pengelola dapat memilih lokasi sedekat mungkin dengan industri pembuatan arang untuk mengurangi biaya transportasi. Hutan tanaman yang dibangun untuk menhasilkan energi saat ini sudah mulai banyak dikembangkan di negara maju, khususnya negara-negara Eropa, China dan Amerika. Hutan ini dikenal dengan istilah Energy

Forest (Rocha et al., 2016), dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan dengan

istilah Hutan Tanaman Energi. Pembangunan hutan tanaman energi dapat mengurangi tekanan terhadap hutan alam sekaligus mengurangi kegiatan eksploitasi yang bersifat illegal.

Sistem pangkas (Coppice system) merupakan pilihan sistem silvikultur paling efektif untuk pengelolaan hutan tanaman energi karena dapat dikelola dengan daur yang lebih cepat untuk menghasilkan biomassa (Erikson

et al., 2002). Kemampuan pelawan untuk menghasilkan trubusan dan

spesifikasi kebutuhan kayu pelawan pada sektor industri arang pelawan yang membutuhkan kayu dengan diameter kecil (6–10 cm) merupakan alasan kuat untuk membangun sistem pangkas pelawan untuk penghasil kayu energi.

Pembuatan sistem pangkas pelawan dalam bentuk hutan tanaman pada tahap awal membutuhkan kegiatan penanaman. Pembuatan tanaman pelawan merupakan rangkaian proses yang memang membutuhkan pengetahuan silvikultur dan manajemen sehingga pemenuhan bahan baku pada sektor industri dan pengelolaan sistem pangkas dapat berjalan beriringan. Pengetahun silvikultur yang perlu dipahami dimulai dari kegiatan sumber benih, pembibitan, penanaman terutama pengaturan jarak tanam dan aspek pemeliharaan. Selanjutnya pada tahap pengelolaan sistem pangkas

perlu diketahui daur pangkas yang optimal, pemeliharaan trubusan termasuk jumlah trubusan yang optimal untuk dipelihara untuk tujuan produksi pada daur berikutnya.

Hingga saat ini informasi sistem silvikultur pembangunan tanaman pelawan dan pengelolaannya masih sangat terbatas sehingga masih terbuka kegiatan riset terkait pengelolaan sistem pangkas pelawan untuk kayu energi. Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi sebaran alaminya, pohon induk pelawan juga menghasilkan biji untuk regenerasi. Biji terdapat dalam buah yang berbentuk bulat kecil dengan diameter sekitar 0,5 cm (Gambar 13.2). Biji juga berbentuk bulat dengan diameter yang lebih kecil sekitar 0,1 cm dan dapat dikecambahkan di persemaian sebagai sumber bibit untuk penanaman. Biji yang dikecambahkan secara langsung di persemaian membutuhkan waktu yang lama untuk berkecambah yaitu sekitar 9–12 bulan (Hengki Siahaan et

al., 2020), sehingga masih diperlukan penelitian untuk mempercepat atau

memecahkan dormansi biji pelawan. Namun demikian, untuk memperoleh sumber benih yang lebih cepat dapat digunakan anakan yang terdapat di bawah pohon induk karena biji dapat pula berkecambah secara alami. Anakan hasil cabutan dapat dipelihara sekitar 6–9 bulan di persemaian untuk siap ditanam di lokasi penanaman. Penggunaan anakan alam merupakan strategi yang baik untuk memperoleh sumber bibit pelawan secara cepat.

Buah pohon pelawan yang masih muda (kiri) dan yang sudah Gambar 13.2

Tanaman pelawan yang ditanam dengan jarak tanam 2 m x 1 Gambar 13.3

m dan umur 3 tahun (kiri) dan trubusan pelawan (kanan) Penanaman bibit pelawan dapat dilakukan dengan jarak tanam yang cukup rapat, misalnya 2 m x 1 m, 2 m x 2 m atau 2 m x 3 m, karena tanaman pelawan dipanen dengan ukuran diameter yang relatif kecil, yaitu 6–10 cm. Variasi pertumbuhan, baik variabel tinggi maupun diameter pada beberapa jarak tanam yang berbeda (2 m x 1 m; 2 m x 1,5 m; 1,5 m x 1,5 m; dan 1,5 m x 1 m) belum terlihat pada pertumbuhan awal tanaman hingga umur 3 tahun (Hengki Siahaan et al., 2020). Selanjutnya dilaporkan juga bahwa riap pertumbuhan tinggi dan diameter pelawan masing-masing mencapai 153 cm/tahun dan 1,5 cm/tahun. Gambar 13.3 (kiri) menunjukkan performansi pertumbuhan tanaman pelawan umur 3 tahun dan Gambar 13.3 (kanan) menunjukkan pertumbuhan tunas umur 3 bulan setelah dipangkas.

Penanaman untuk sistem pangkas pelawan dilakukan pada jarak tanam yang cukup rapat, namun demikian masih terdapat ruang pertumbuhan antar tanaman. Pemberian ruang antar tanaman dimaksudkan untuk memberi ruang pertumbuhan bagi tunas setelah pemanenan tahap pertama dilakukan. Besarnya ruang pertumbuhan yang optimal dan jumlah tunas yang dipelihara untuk daur pemanenan kedua dan seterusnya masih memerlukan kegiatan

penelitian lebih lanjut. Demikian pula bagaimana kualitas arang yang dihasilkan pada berbagai variasi jarak tanam, umur pemanenan, jumlah tunas yang dipelihara pada masing-masing daur serta aspek manajemen merupakan ruang yang masih terbuka untuk berbagai kegiatan penelitian sehingga sistem pangkas pelawan dapat menjadi sumber energi yang berkualitas bagi industri arang pelawan di Sumatera Selatan.

Simpulan

Pengelolaan pelawan dengan sistem pangkas (Coppice system) merupakan salah satu alternatif strategi untuk menyediakan kayu pelawan secara berkelanjutan sebagai sumber energi bagi sektor industri, terutama industri arang pelawan di Sumatera Selatan. Penelitian lebih lanjut masih sangat terbuka terutama dari aspek silvikultur, manajemen pengelolaan serta kualitas kayu maupun arang pelawan.

Daftar Pustaka

Cahyono, T.D., Coto, Z., & Febrianto, F. (2008). Analisis Nilai Kalor Dan Kelayakan Ekonomis Kayu Sebagai Bahan Bakar Substitusi Batubara Di Pabrik Semen. Forum Pascasarjana, 31, 105–116.

Erikson, H.M., Hall, J.P., & S. Helynen. (2002). Bioenergy from Sustaineble

Forestry Guiding Principles and Practice. (J. Richardson, R. Bjorheden, P.

Hakkila, A.T. Lowe, & C.T. Smith, Eds.). New York: Kluwer Academic Publishers.

Hengki Siahaan, Sumadi, A., & Purwanto. (2020). Utilization and cultivation opportunities of pelawan (Tristaniopsis merguensis Griff.) as a biomas energy source in Southern Sumatera Utilization and cultivation opportunities of pelawan (Tristaniopsis merguensis Griff.) as a biomas energy source in. In IOP Conference Series: Earth and

Environmental Science. IOP Publishing.

https://doi.org/10.1088/1755-1315/415/1/012009

Henri, Hakim, L., & Batoro, J. (2018). Kearifan Lokal Masyarakat sebagai Upaya Konservasi Hutan Pelawan di Kabupaten Bangka Tengah, Bangka Belitung. Jurnal Ilmu Lingkungan, 16(1), 49–57. https://doi. org/10.14710/jil.16.1.49-57

Purwanto, Sumadi, A., & Siahaan, H. (2018). Seleksi Jenis-Jenis Kayu yang Potensial Dikembangkan Sebagai Sumber Energi Biomassa di Sumatera Selatan. In M. Aryadi, Y. Nugroho, Basir, Rahmiyati, & A. Natalia (Eds.), Silvikultur untuk Produksi Hutan Lestari dan Rakyat Sejahtera (pp. 893–900). Banjarbaru: Lambung Mangkurat University Press. Rocha, M.F.V, Vital, B.R., Carneiro, A.C.O., Carvalho, A., Cardoso, M.T., &

Hein, P.R.G. (2016). Effect of Plant Spacing on the Phyisical, Chemical and energy Properties of Eucalyptus Wood and Bark, 28(3), 243–248. Siahaan, H., Sumadi, A., Kurniawan, A., Purwanto, & Imanullah, A. (2019).

Budidaya dan pemanfaatan kayu energi jenis lokal potensial di sumatera selatan. Dalam: Pamungkas, G., Widyati, E., Abdullah, L., Yulianti, M., Narendra, B.H., Yuniati, D. … Darmawan, S. (Eds.). Penyediaan

Feedstock Energi Terbarukan dari sektor Kehutanan (pp. 175–194).

Bogor: IPB Press.

Turjaman, M., Faulina, S.A., Aryanto, Najmulah, Yani, A., & Hidayat, A. (2019). Isolasi, identifikasi dan pemanfaatan fungi yang berasosiasi dengan Tristaniopsis obovata. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi

Alam, 16(1), 73–90.

Xue, Y., Zhang, W., Zhou, J., Ma, C., & Ma, L. (2013). Effects of stump diameter , stump height , and cutting season on Quercus variabilis stump sprouting, 28(3), 223–232.

Yarli, N. (2011). Ekologi pohon pelawan (Tristaniopis merguensis Griff.) sebagai

inang jamur pelawan di Kabupaten Bangka Tengah. Bogor Agriculture

University.

Yulianti, M., & Abdullah, L. (2019). Pemetaan Sebaran Kaliandra Sebagai Penghasil Kayu Energi di Majalengka dan Kuningan Jawa Barat. Dalam: Pamungkas, G., Widyati, E., Abdullah, L., Yulianti, M., Narendra, B.H., Yuniati, D. … Darmawan, S. (Eds.). Bunga Rampai Inovasi Penyediaan

Feedstock Energi Terbarukan dari Sektor Kehutanan menuju Kemandirian Energi Nasional (pp. 133–138). Bogor: IPB Press.