• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Mendata latar cerpen.

2. Mengaitkan latar cerpen dengan realitas sosial masa kini.

Materi:

Cara menjelaskan hubungan latar cerpen de- ngan realitas kehidupan sosial dan implemen- tasinya.

Kamu sudah sering membaca cerpen, bukan? Salah satu unsur yang terdapat di dalam cerpen adalah latar atau setting. Latar atau setting berhubungan dengan tempat, waktu, dan suasana berlangsungnya cerita di dalam cerpen.

Kata Kunci: Mendata Latar Cerpen – Mengaitkan Latar Cerpen

Bahan penciptaan cerpen tidak terlepas dari realitas yang ada dalam kehidupan. Bahan tersebut kemudian diolah oleh penulis dengan imajinasinya sehingga menjadi sebuah cerpen yang menarik. Pada pembelajaran kali ini, kamu diajak belajar menjelaskan hubungan latar suatu cerpen dengan realitas sosial. Ayo, baca dengan saksama cerpen berikut ini!

Gambar 10.2 Berdiskusi tidak harus di dalam kelas

Dok. Penerbit

O, Tuhan,

lembah yang dulu hijau kini masih terasa kesejukannya tetapi kesejukan itu hanya sementara bila air hujan tiada memberikan sentuhannya

(Sumber:http://www.cybersastra.com)

2. Jelaskan citraan, perasaan, dan pendapat penyair yang tersirat dalam puisi tersebut! 3. Jelaskan pesan-pesan penyair yang tersirat dalam puisi tersebut!

4. Jelaskan kaitan antara isi puisi tersebut dengan kehidupan nyata sehari-hari! 5. Kumpulkan pekerjaanmu kepada guru untuk dikomentari dan dinilai!

Kebanggaan Anggit

Karya: Nando

Keesokan harinya, Anggit melangkah malas- malasan. Di depan kelas langkahnya terhenti ketika mendengar namanya disebut-sebut dari dalam kelas.

”Kalian tahu tidak, berapa nilai matematika Anggit kemarin?” tanya Didi terdengar.

”Sepuluh!” jawab teman-teman yang lain serempak.

Hah, sepuluh?” Dewa melongo. ”Aduh, kapan ya aku bisa seperti dia?” ”Iya, ingin rasanya seperti Anggit. Tapi tidak bisa-bisa!” terdengar suara Astrid.

Di luar, Anggit tercenung. Selama ini, bagi Anggit, nilai sepuluh itu sudah biasa. Sangat biasa, karena ia selalu mendapatkannya dengan mudah. Tapi ternyata tidak demikian bagi teman-temannya. ”Nah, kalian pasti juga ingin tahu nilaiku berapa?” tanya Didi terdengar menyombongkan diri.

Terdengar suara tawa teman-teman, ”Yang jelas bukan sepuluh!” seru mereka. Didi tersenyum. ”Memang tidak! Tapi tidak sejelek dulu lagi,” sahutnya riang. ”Nilaiku delapan!” Teman- temannya kembali melongo.

158

Di depan kelas langkahnya terhenti ketika mendengar namanya disebut-sebut dari dalam kelas.

Keesokan harinya, Anggit melangkah malas-malasan.

Belum pernah Anggit merasa sebahagia ini. Dengan langkah ringan ia kemudian masuk ke kelas.

”Selamat pagi, teman-teman,” sapanya riang. Di sekolah Pagi hari Riang Tempat Waktu Suasana ”Lo,kok bisa?”

”Ya bisa, dong,” seru Didi. ”Aku kanbelajar sama Anggit!” sambungnya terdengar bangga.

Anggit jadi tercekat. Ia sama sekali tak menduga Didi sebangga itu padanya.

”Orang tua Anggit pasti bangga punya anak seperti dia,” kali ini suara Lastri.

”Bukan hanya orang tuanya. Anggit sendiri tentu juga bangga pada dirinya!” sambung Didi.

Bapak dan Ibu memang sangat bangga pada diriku, batin Anggit mengiyakan. Tapi kalau aku sendiri? Anggit menggeleng. Aku memandang diriku selalu kurang, terutama dari segi materi.

”Mudah-mudahan saja Anggit juga bangga pada dirinya sendiri. Soalnya, selama ini kulihat Anggit selalu rendah diri. Padahal ....,” celetuk Dewa kembali terdengar.

Anggit kembali mengiyakan di dalam hati. Ia memang sering rendah diri. Karena tidak seperti teman-temannya yang punya seragam, tas dan sepatu bagus. Padahal, kenapa harus rendah diri,

sih? Ia kan memiliki apa yang tidak dimiliki teman- temannya itu. Yaitu ... kecerdasan!

Bukankah kata Bapak dan teman-temannya itu lebih membanggakan? Barulah Anggit menyadari kekeliruannya selama ini. Hatinya kini menjadi lega. Belum pernah Anggit merasa sebahagia ini. Dengan langkah ringan ia kemudian masuk ke kelas.

”Selamat pagi, teman-teman,” sapanya riang.

(Sumber:BoboNo. 29/XXX)

Melalui cerpen tersebut, kita diajak mengikuti kehidupan Anggit yang merasa rendah diri karena orang tuanya kurang mampu. Namun, berkat dorongan orang tua dan teman-temannya, Anggit sadar bahwa kecerdasan dan prestasi ternyata lebih membanggakan daripada kekayaan orang tua. Pernahkah kamu merasakan suasana seperti itu?

Sekarang, yang perlu kita bahas adalah perihal menjelaskan hubungan latar cerpen dengan realitas sosial yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Uraian berikut ini dapat membantu kita dalam melaksanakan kegiatan tersebut.

1.

Mendata Latar Cerpen

Langkah penting yang perlu dilakukan adalah mendata latar cerpen. Latar merupakan unsur instrinsik yang berkaitan dengan tempat, waktu, dan suasana yang melingkupi terjadinya cerita. Ayo, perhatikan contoh pendataan latar kutipan cerpen Kebanggaan Anggit berikut ini!

Jenis Latar Keterangan Data atau Bukti Tekstual

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa salah satu latar tempat dalam cerpen Kebanggaan Anggit adalah di sekolah. Salah satu latar waktu berlangsungnya cerita adalah pada pagi hari. Sedangkan salah satu latar suasana dalam cerpen tersebut adalah suasana riang.

2.

Mengaitkan Latar Cerpen dengan Realitas Sosial Masa Kini

Pada hakikatnya, cerpen merupakan refleksi dari realitas kehidupan yang ada di sekitar kita. Apa yang diungkapkan oleh pengarang merupakan cerminan dari realitas sosial yang ada. Realitas sosial itu diolah berdasarkan imajinasi pengarang sehingga menjadi sebuah cerpen yang menarik.

Kerja Berpasangan

Berdasarkan data latar kutipan cerpen di atas, kita dapat mengaitkannya dengan realitas sosial masa kini seperti contoh berikut ini.

Cerpen tersebut menggunakan latar cerita yang akrab dengan dunia seorang pelajar, yaitu di sekolah. Ceritanya berlangsung pada pagi hari dalam suasana yang berbeda-beda. Salah satunya adalah suasana riang. Dalam kehidupan sehari-hari, latar cerita seperti itu ada dalam realitas sosial. Suasana seperti ini sering dihadapi oleh para pelajar masa kini, baik dalam pergaulan di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun sekolah. Jadi, latar cerpen Kebanggaan Anggit menggambarkan tempat, waktu, dan suasana ketika seorang pelajar bergaul dengan orang-orang di sekitarnya dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Sekarang, saatnya menguji kemampuanmu dalam mengaitkan latar cerpen dengan realitas sosial! Oleh karena itu, ayo kerjakan kegiatan berikut dengan baik!

Coba kerjakan bersama teman sebangkumu!

1. Bacalah dengan saksama cerpen berikut ini, kemudian catatlah data yang berkaitan dengan latar tempat, waktu, dan suasana!

Pagi tadi, Eyang menyuruh Bi Jum, pem- bantunya, mengantar Via berobat ke Puskes- mas. Sudah dua hari Via pilek. Biasanya, Eyang sendiri yang mengantar Via berobat. Namun, tetangga sebelah meninggal. Eyang melayat ke sebelah.

”Benarkah Bunda tidak mau mengasuh Via, Eyang?” desak Via penasaran. Eyang me- natap lembut cucunya yang sedang sedih dan gelisah. Dengan penuh kasih sayang, tangan- nya yang keriput membelai Via.

Mmm, sebaiknya Via cari tahu sendiri ya, jawabannya. Nanti Eyang beritahu cara- nya.”

Via menatap Eyang tak berkedip. Dengan senyum tetap tersungging di bibir, Eyang beranjak mengambil kertas dan bolpoin.

”Dulu, kalau Eyang kecewa terhadap seseorang, Eyang menulis semua hal tentang orang tersebut. Semua kenangan yang manis ataupun yang tidak menyenangkan. Biasanya, begitu selesai menulis, hati Eyang lega. Pikiran pun menjadi jernih. Sehingga Eyang bisa me- nilai orang itu dengan tepat. Via mau mencoba cara ini? Tulislah kenangan tentang Bunda. Mudah-mudahan Via akan menemukan jawab- an. Eyang ke dapur dulu, ya.”

Begitu Eyang berlalu, Via meremas kertas. Untuk apa menulis kenangan tentang Bunda?

Bikin tambah kesal saja. Plung! Via melempar kertas ke tempat sampah.

Langit begitu biru. Via menatap gumpalan awan putih yang berarak. Dulu, Bunda bercerita awan itu berlari karena takut digelitik angin. Kenangan Via kembali ke masa kecil. Bunda selalu mendongeng menjelang tidur. Bunda selalu memandikan dan menyuapinya. Tugas itu tidak pernah digantikan pembantu, meskipun Bunda juga bekerja di kantor.

Tiba-tiba, jam kerja Bunda bertambah, karena hari Sabtu libur. Bunda tiba di rumah paling awal pukul 17.20. Kini, Via lebih banyak bersama pembantu. Suatu ketika Bunda pulang lebih awal karena tidak enak badan. Saat itu waktu bagi Via tidur siang. Namun, pembantu mengajaknya main ke rumah tetangga. Bunda marah dan pembantu ketakutan. Ia keluar.

Sambil menunggu pembantu baru, Via ikut Bunda ke kantor sepulang sekolah. Mula-mula semua berjalan lancar. Lalu Via mulai sakit- sakitan. Akhirnya, ia harus opname. Dokter menduga Via kurang istirahat dan makan tidak teratur. Bunda menangis mendengarnya. Ia merasa bersalah.

Eyang datang menawarkan diri meng- asuh Via di Salatiga. Via senang sekali. Ia tidak akan kesepian karena banyak sepupunya yang tinggal tidak jauh dari rumah Eyang. Sebetul- Kenangan tentang Bunda

160

1. Baris/deret

2. Lajur/kolom 3. Garis pembatas

4. Kata-kata 5. Bilangan

2. Berdasarkan data yang telah kalian catat, kaitkan antara latar tempat, waktu, dan suasana dalam cerpen dengan kenyataan sosial saat sekarang!

3. Setelah selesai, kumpulkan hasilnya kepada guru untuk dinilai! nya, Bunda keberatan. Namun demi kebaikan

Via, Bunda pun rela.

Setiap awal bulan, Ayah dan Bunda ber- gantian ke Salatiga. Biasanya, mereka tiba Minggu pagi. Sore harinya mereka sudah kembali ke Bandung, karena esok paginya harus ke kantor. Bunda pun selalu menyempatkan diri

mengambil rapor Via. Atau menemani Via ikut piknik sekolah. Saat ulang tahun Via, Ayah dan Bunda cuti untuk merayakannya bersama.

Ah, tiba-tiba ada aliran haru di dada Via. Keraguannya terhadap kasih sayang Bunda, hilang sudah.

(Sumber:Bobo No. 33/XXX)

C

Dok. Penerbit

MEMBACA

Menemukan Informasi