• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKSES MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM)

6.1 Struktur Agraria di Desa Bogorejo

Struktur agraria terdiri dari tiga jenis pola penguasaan atas tanah yaitu pola kepemilikan lahan, pola penguasaan lahan, dan pola pemanfaatan lahan. Pola kepemilikan lahan adalah pola penguasaan atas tanah yang paling tinggi tingkatannya karena telah memiliki pengukuhan yang sah yaitu hak milik yang bisa ditandai dengan adanya sertifikat tanah.

Kata “pemilikan” menunjuk kepada penguasaan formal, kepemilikan lahan terdiri dari dua cara yaitu kepemilikan tanah dari proses waris dan kepemilikan tanah dari proses jual beli. Kepemilikan tanah dari proses waris terjadi ketika sebuah tanah diwariskan dari seseorang kepada orang lain dengan mengalihkan nama atas kepemilikan tanah tersebut. Biasanya dilakukan oleh orang tua kepada anaknya. Ketika orang tua meninggal dunia, mereka mewariskan tanah tersebut kepada anaknya yang memiliki hak waris.

Kata “penguasaan” menunjuk kepada penguasaan efektif, penguasaan lahan adalah penggunaan lahan yang terdiri dari tiga jenis cara yaitu melalui sewa-menyewa, pinjam-pakai, dan sistem bagi hasil. Kata “pengusahaan” menunjuk kepada bagaimana cara sebidang tanah diusahakan secara produktif, pengusahaan lahan adalah cara memanfaatkan lahan yang digarap melalui pekarangan, tegalan, dan hutan.

6.1.1 Pola Pemilikan Lahan

Di Desa Bogorejo, kepemilikan lahan berasal dari kepemilikan melalui proses warisan tidak terlalu banyak yang dimiliki oleh masyarakat. Masyarakat yang memperoleh kepemilikan lahan dari proses warisan yaitu ketika ada orang tua yang meninggal, maka hak waris atas tanah tersebut jatuh kepada anaknya. Biasanya tanah tersebut adalah tanah garapan untuk bertani dan tanah yang telah dibangun rumah di atasnya.

Pola kepemilikan lahan masyarakat di Desa Bogorejo selanjutnya berasal dari proses jual beli. Kepemilikan lahan dari proses ini terjadi ketika seseorang ingin menjual tanahnya kepada orang lain yang ditandai dengan akta jual beli dan alih nama sertifikat atau ketika seseorang ingin membeli tanah dari orang lain yang ditandai dengan akta jual beli dan alih nama sertifikat. Di Desa Bogorejo sendiri, jual beli lahan jarang dilakukan, karena lahan digunakan untuk kegiatan pertanian di atasnya. Biasanya jika ada masyarakat melakukan jual beli lahan, hasil yang diperoleh digunakan untuk membayar hutang, biaya tak terduga semisal acara hajatan, dan modal untuk berusaha di luar sektor pertanian. Kepemilikan tanah, baik melalui proses warisan maupun jual beli tentu ditandai dengan adanya sertifikat tanah. Hal tersebut menjadi salah satu cara yang sah sebagai pengukuhan atas sebuah tanah yang dimiliki.

6.1.2 Pola Penguasaan Lahan

Pola penguasaan lahan melalui sewa-menyewa tidak terjadi di Desa Bogorejo. Masyarakat tidak pernah menyewa tanah untuk kegiatan pertaniannya. Mereka cenderung bergantung pada lahan yang bisa dipakai secara cuma-cuma tanpa harus mengeluarkan biaya sewa. Lahan yang digarap oleh masyarakat kebanyakan merupakan di dalam kawasan Tahura Wan Abdul Rachman (WAR).

Pola pengusaan lahan melalui pinjam-pakai terdapat di Desa Bogorejo, dimana masyarakat mengikuti program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang dilakukan oleh pihak UPTD Tahura WAR, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. Masyarakat diberikan izin akses untuk menggarap lahan di dalam kawasan Tahura WAR dengan pola penguasaan lahan melalui pinjam- pakai. Masyarakat dipinjamkan lahan oleh pihak UPTD Tahura WAR untuk menggarap dan dipakai, tetapi harus sesuai dengan aturan hukum yang berlaku (undang-undang) dan mematuhi sanksi-sanksi yang berlaku.

Pemberian izin akses kepada masyarakat yang dilakukan oleh pihak UPTD Tahura untuk menggarap di dalam kawasan tersebut, supaya perambahan hutan secara liar bisa dihilangkan agar fungsi hutan kembali secara ekologis. Masyarakat menggarap di dalam kawasan Tahura WAR diberikan izin akses untuk ditanami tanaman MPTS (Multi Purpose Tree Speicies) atau tanaman bertajuk tinggiseperti karet, petai, kemiri, dan nangka, selain itu tidak dizinkan

ditanami tanaman pertanian seperti palawija. Hal ini dilakukan oleh pihak UPTD Tahura WAR agar kawasan hutan tetap lestari dan keberlanjutan ekosistemnya.

Pola penguasaan lahan melalui sistem bagi hasil terdapat di Desa Bogorejo, dimana masyarakat mendapatkan hasil dari tanaman yang mereka garap di dalam kawasan Tahura WAR melalui program PHBM.Sistem bagi hasil melaui program PHBM terhadap masyarakat yaitu masyarakat boleh memanfaatkan seluruh hasil dari lahan yang digarap di dalam kawasan Tahura WAR. Hasil yang diterima oleh pihak UPTD Tahura meminta masyarakat yang diberikan akses izin menggarap untuk menjaga, merawat, dan melindungi tanaman yang ditanam dalam kawasan tersebut, agar menjadikan fungsi hutan kembali ekologis dan lestari, tanpa terjadinya lagi perambahan secara liar serta kerusakan hutan di Tahura WAR.

6.1.3 Pola Pengusahaan Lahan

Pola pengusahaan lahan di Desa Bogorejo mayoritas dilakukan melalui tegalan dan hutan. Pola pengusahaan lahan dengan cara tegalan oleh masyarakat di Desa Bogorejo umumnya menanam tanaman pangan dan tanaman kayu (tumpangsari). Tanaman pangan/semusim yang biasa diatanam di tegalan adalah pisang, cengkeh, jagung, kopi, kacang, dan coklat. Pemeliharaan yang dilakukan oleh masyarakat tehadap pola pemanfaatan lahan dengan cara tegalan seperti didangir, dipupuk, dan di semprot secara insentif.

Pola pengusahaan lahan dengan cara hutan oleh masyarakat di Desa Bogorejo dengan mengikuti program PHBM, dimana mereka diberikan izin akses menggarap lahan di dalam kawasan Tahura WAR. Tanaman yang ditanam oleh masyarakat di Desa Bogorejo di dalam kawasan Tahura WAR adalah tanaman MPTS (Multi Purpose Tree Species) atau tanaman bertajuk tinggi. Tanaman bertajuk tinggi/MPTS yang biasa ditanam di dalam kawasan Tahura WAR adalah petai, kemiri, karet, dan nangka. Pemiliharaan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap tanaman bertajuk tinggi/MPTS di dalam kawasan Tahura WAR dilakukan secara insentif, dari memberi pupuk, menjaga dan merawat dari serangan hama.