• Tidak ada hasil yang ditemukan

Takrif Ilmu

Dalam dokumen Pendidikan Karakter Bangsa (Halaman 164-170)

Ilmu, Manfaat, Bencana dan Ulama

3.1 Takrif Ilmu

Ilmu bermakna ma’rifah (pengetahuan) tentang sesuatu yang diketahui dari dzat (esensi), sifat dan makna sebagaimana adanya. Ilmu itu dibagi dua yaitu ilmu dharury dan ilmu nadhary. Ilmu dharury adalah ilmu yang tidak memerlukan kepada perenungan dan pemikiran terhadap segala sesuatu yang telah ada dalam pikiran dan yang dapat dilihat oleh panca indera. Karena ianya bisa dilihat , diraba, dirasa dan didengar dan dicium.

Sedangkan ilmu nadhary adalah ilmu yang perlu direnungkan dan dipikirkan, baik yang diketahui melalui hati seperti hal-hal yang ghaib adanya Allah, Malaikat dan lain-lain, atau yang diketahui melalui hati dan indera seperti satu adalah setengah dan seperenamnya dua belas (1=1/2[1/6x12]. 140 Ilmu itu adalah hikmah. Rasulullah saw bersabda yang artinya “hikmah adalah harta kaum mukmin yang hilang. Kapan saja dia mendapatkannya, dia lebih

140 Abu Bakar Jabir Al-Jazairy. (2001).Ilmu dan Ulama : Pelita Kehidupan Dunia dan

Akhirat. Penerjemah: Asep Saefullah FM dan Kamaluddin Sa’diyatulharamain.

berhak dengannya.”

Dalam ajaran Islam, ilmu itu wajib dicari karena ianya merupakan cahaya yang dapat menerangi kegelapan pikiran manusia. Atau, dikatakan juga bahwa ilmu itu adalah permata yang hilang milik umat Islam yang wajib dicari/didapatkan kembali. Jika ilmu itu hilang maka cahaya akan redup. Hilangnya ilmu dengan meningalnya para ulama. Allah akan mencabut ilmu dengan mematikan para ulama sehingga manusia akan melakukan sesuatu berdasarkan kehendaknya karena ilmu tidak mereka miliki. Oleh karena itu ilmu keislaman ini merupakan suatu sistim hidup yang kokoh untuk dijadikan sandaran dalam kehidupan. Ilmu itu cahaya yang bukan hanya menerangi kegelapan pikiran akan tetapi dapat menembus relung hati yang dalam dengan cahaya Allah swt.

Ilmu Islam dibangun di atas prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah tertentu, bukan hasil dari pemikiran atau imajinasi otak manusia, bukan pula produk pengalaman, keinginan atau kecendrungan segolongan manusia. Ilmu Islam adalah suatu sistim dan hukum yang teguh dan kokoh dan esensinya menyamai esensi manusia itu sendiri. …141 Ilmu yang bermanfaat itu lebih baik daripada memiliki segudang harta yang belum tentu dapat menyelamatkan kita dari azab Allah swt. Ilmu adalah sebagai penerang dikala gelap dan petunjuk dikala salah jalan, oleh yang demikian itu carilah ilmu yang dapat memberi petunjuk kepada pemiliknya dan sebagai penghalang dari bencana dunia dan bencana akhirat.

Ali bin Abi Thalib berkata kepada seseorang yang bernama Kumail,: “Wahai Kumail! Ilmu itu lebih baik dari harta. Ilmu itu bisa menjagamu, sedangkan harta harus djaga oleh pemiliknya. Ilmu itu adalah hakim, sedangkan harta adalah yang dikenai hukum. Harta bisa berkurang jika kamu belanjakan atau engkau infakkan, tetapi ilmu semakin bertambah jika engkau berikan kepada orang

141 Taufiq Yusuf Al-Wa’iy. (2011). Fiqih Dakwah Ilallah. Penerjemah : Sofwan Abbas, Fakhruddin dan Basuki Ali Subagyo. Jakarta: Al-‘Itishom. Hlm. 248

lain.142

Firman Allah yang artinya: Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang-orang-orang yang tidak mengetahui?” (Az-Zumar: 9) Orang yang bertaqwa selalu sujud di tengah malam kepada Allah lewat shalat tahajjudnya, mereka takut akan hari akhirat dengan berbagai macam azab dan balasan neraka bagi pelaku kejahatan atau bermaksiat kepada Allah. Ibadah harus disertai dengan rasa takut kepada Allah dan penuh harap terhadap Allah. Merasa takut akan azab Allah itu sangat wajar karena kita manusia yang tidak memiliki kekuatan dan kehebatan apalagi ketika berhadapan dengan malaikat pencabut nyawa, menghadapi siksa kubur yang maha dahsyat, dan menghadapi pemeriksaan yang super teliti di hari kiamat. Demikian pula bagaimana berjalan di atas jembatan sirath yang begitu halus serta dibawahnya neraka jahannam yang siap menunggu bagi setiap manusia yang tergelincir kakinya. Maka semua itu perlu dipikirkan sebelum hari kiamat tiba. Samakah kita antara penghuni sorga dan penghuni neraka? Tentulah tidak sama, makanya marilah kita persiapkan diri menuju pengampunan Allah dan memperbanyak amal salih serta memperhambakan diri kepada Allah.

Adakah sama orang beriman dan beramal salih dengan orang fasiq dan bermaksiat kepada Allah swt? Adakah sama orang muslimah yang menutup auratnya dengan benar dengan orang membuka auratnya? Adakah sama orang yang selalu berzina, berjudi, minum arak, dan korupsi dengan orang orang yang tha’at kepada Allah secara totalitas? Sungguh! Manusia yang baik dan manusia yang buruk sifat dan perangainya adalah sangat tidak sama. Sungguh berbeda antara kejujuran dan kebohongan, antara kedhaliman dan penuh kasih sayang, antara penduduk sorga dan penghuni neraka.

Firman Allah yang artinya: “Niscaya Allah meninggikan

142 Lihat Imam al-Ghazali. ( 2010). Ilmu dan Manfaatnya. Penerjemah Achmad Sunarto. Surabaya: Karya Agung. hlm. 26.

orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadalah: 11). Ayat ini sesungguhnya kita diperintahkan untuk selalu berlapang dada di dalam majlis dan tidak dibenarkan mempersempit tempat duduk teman kita karena mereka datang terlambat, tidak marah-marah dalam majlis, artinya tidak marah dan saling bermusuhan ketika berada dalam majlis. Akan tetapi berlapang-lapanglah dalam majlis sebab Allah akan meninggikan derajat kita bagi orang-orang yang selalu berlapang dada dalam majlis tanpa memberikan kesusahan kepada saudara kita yang lain. Janganlah mengambil tempat duduk saudara kita yang telah lebih awal duduk ketika dia bangun sebentar untuk sesuatu keperluan hingga ketika dia kembali ke tempatnya tempat duduknya sudah terisi. Itu tidak dianjurkan dalam ajaran Islam.

Sesungguhnya ilmu bukanlah kebahagian bagi orang-orang yang menuntutnya dengan tujuan popularitas dan ingin mengalahkan pendapat-pendapat orang lain dan agar ingin orang lain tunduk kepadanya. Jika ini tujuan seseorang mencari ilmu maka sirnalah harapannya.

Al-Ghazali mengatakan bahwa ilmu adalah suatu perkara yang paling utama, oleh karena itu bagi siapa yang saja yang mencari ilmu adalah dia mencari perkara-perkara yang paling utama, dan barangsiapa yang mengajarkan ilmu kepada orang lain bermakna dia telah mengajarkan keutamaan-keutamaan kepada manusia.143 Inilah makna ilmu dan makna mengajarkan ilmu kepada manusia, oleh karena itu janganlah malas mencari ilmu dan jangan merasa enggan pula mengajarkan ilmu kepada manusia agar mereka tercerahkan. Sungguh berbahagialah orang-orang yang dapat memberi pencerahan dan bimbingan kepada manusia lainnya.

143 Imam al-Ghazali. ( 2010). Ilmu dan Manfaatnya. Penerjemah Achmad Sunarto. Surabaya: Karya Agung. hlm. 26.

Islam telah pun memberikan banyak pertanda dan instruksi agar setiap ummatnya harus bangun dari ketidurannya untuk mencari ilmu tanpa dibatasi oleh tempat dan waktu asalkan ilmu yang dituntut itu dapat menyelamatkan mereka dari api neraka.

Muslim harus belajar dari banyak sumber (gurunya) tanpa harus terperangkap oleh seorang guru saja (satu mazhab saja), akan tetapi carilah ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya agar kita bebas dari keterbelakangan dan bisa membahagiakan manusia dunia dan akhirat.144 Masyarakat Islam dan pendidikan (pencarian ilmu) tidak dapat dipisahkan. Pernyataan ini banyak tersebut dalam al_Qur’an dan Sunnah Rasul saw tentang pentingnya ilmu (mencari ilmu) baik laki-laki maupun perempuan sehingga akan melahirkan sebuah komunitas islami yang penuh peradaban dan akhlak mulia. Rasulullah saw telah mampu melahirkan sebuah komunitas madani pada masa awal Islam di Kota Madinah dengan menganjurkan kepada ummatnya untuk merantau mencari ilmu dan menggapai kemahiran sehingga bermanfaat dalam kehidupan pribadi dan masyarakat.145 Merantau dalam rangka mencari ilmu adalah sebuah suruhan dalam Islam. Karenanya bagi siapapun yang mencari ilmu maka berhak diberikan zakat kepada mereka dan jika meninggalnya seseorang yang sedang dalam perantauan mencari ilmu maka berhak pula mendapat pahala syahid kepadanya.

Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.” 146 Di sini dapat kita lihat bahwa Nabi saw tidak menyebutkan laki-laki dan perempuan, karena kata “Muslim” dalam hadis ini telah mencakup kewajiban kepada umat Islam seluruhnya tanpa membedakan antara lelaki dan perempuan.

144 Muhammad AR. (2007). Potret Aceh Pasca Tsunami. Darussalam-Banda Aceh: Ar-Raniry press, hlm. 54

145 Muhammad AR. (2003). Pendidikan di Alaf Baru: Rekonstruksi Moralitas Pendidikan. Yogyakarta: Prismasophie, hlm. 43

146 Dikeluarkan oleh Ibnu Majah (224), Abu Ya’la (2837), al-Baihaqi dalam Syu’abul

Jadi, lelaki dan perempuan memiliki kesamaan tugas dalam dasar taklif, perintah, dan tuntutan agar semuanya harus memperoleh ilmu pengetahuan. 147 Miskin ilmu tidak sama dengan miskin harta, miskin ilmu kemungkinan besar dapat menyebabkan kita menjadi drakula yang penuh kebiadaban, namun miskin harta tidak sampai menjadi super biadab, namun bisa saja menuju kepada kekufuran. Makanya carilah ilmu walaupun kita miskin harta.

Oleh karena itu ilmu yang harus kita tuntut adalah bukanlah ilmu materi yang tidak memiliki rambu-rambu. Bukan pula ilmu yang membuat manusia menentang Allah swt, tanda-tanda kekuasaan-Nya, dan Rasul-rasul-Nya.. Dan bukan pula ilmu yang akan menghancurkan kehidupan manusia secara umum, atau pribadinya secara khusus. Bukan ilmu yang membuat senjata untuk menghancurkan seluruh manusia dan makhluk –makhluk lain di atas permukaan bumi ini. Akan tetapi ilmu yang perlu dituntut adalah ilmu yang tidak bertentangan dengan syari’at dan untuk kemaslahatan umat.148 Ilmu yang baik adalah ilmu yang dapat menyelamatkan pemiliknya dari dunia hingga ke akhirat kelak. Ilmu yang dapat membuat pemiliknya menggapai sorga Allah dan juga dapat memberikan pencerahan kepada umat sehingga mereka bisa menjadi petunjuk dan bimbingan dengan ilmu yang diterima dari kita. Inilah ilmu yang sering disebut dengan “Ilmu yang Bermanfaat.”

Hingga hari ini kita masih mengenal Nabi Muhammad saw., Abu Bakar Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam al-Ghazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, dan Imam Nawawi. Karena mereka semua telah mewariskan kepada kita ilmu baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis dalam lembaran kitab. Kita masih mengenang mereka lewat ajaran yang ditinggalkannya, lewat pedoman akhlak yang diwarsikannya, dan melalui ilmu yang

147 Salman Al-Audah. (2014). Bersama Nabi SAW. Penerjemah Firdaus Sanusi. Jakarta: Mutiara Publishing, hlm. 281

telah mereka tulis dalam berbagai kitab. Makanya kalau ingin hidup selama-lamanya tinggalkan sesuatu yang bermanfaat yang bisa diikuti oleh manusia sepanjang zaman---ilmu.

Dalam dokumen Pendidikan Karakter Bangsa (Halaman 164-170)