• Tidak ada hasil yang ditemukan

D ukungan dan Tanggung jawab Keluarga

Dalam dokumen Pendidikan Karakter Bangsa (Halaman 39-46)

Pendidikan Dari Sudut Pandang Islam

1.5 D ukungan dan Tanggung jawab Keluarga

Keluarga adalah institusi atau universitas pertama terhadap dunia pendidikan awal anak manusia. Demikian pentingnya universitas rumah tangga sehingga Rasulullah SAW mengatakan bahwa peran orang tua dalam menentukan masa depan anak-anak adalah sangat reliable. Baginda mengatakan bahwa setiap anak itu

15 Omar Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Penterjemah Prof. Dr. Hasan langgulung, Shah Alam-Malaysia, Hizbi, 1991), hal.57

16 Ustad Abdul Raof Dalip. (1990). Asas-Asas Pendidikan Islam. Ulu Klang, Selangor: Progressive Products Supply. Hal. x

apakah mereka akan menjadi Yahudi, menjadi Nasrani atau menjadi Majusi adalah sangat erat kaitannya dengan bimbingan rumah tangga.

Oleh sebab itu peran keluarga dan tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak adalah sehingga anak-anak tersebut mengerti halal dan haram, baik dan buruk, mengerti hak pribadi, hak orang tua, dan memahami apa yang menjadi kewajibannya terhadap Allah SWT. Jika anak belum mampu memahami perkara-perkara tersebut rasanya orang tua masih terhutang dengan anak-anak mereka dan tidak berhak melepaskan anak-anak mereka pergi atau merantau ke dunia luar sebelum membekali mereka dengan tauhid dan ilmu-ilmu dasar keislaman. Inilah batas dan tanggung jawab universitas awal di dalam rumah tangga.

Ini adalah tanggungjawab yang menyeluruh yang diletakkan oleh Islam di pundak setiap muslim, yang tak ada seorangpun bebas darinya. Sehingga kedua orang tua bertanggungjawab untuk mendidik anak-anaknya dengan pendidikan Islam yang cermat.17

Orang tua merupakan garda terdepan dalam menentukan kemana arah pendidikan anak-anak, di tangan merekalah tergantung masa depan anak dan apakah anak tersebut menjadi mukmin, kafir atau munafik, peran keluarga sangat menentukan. Masa awal pendidikan anak adalah sangat ditentukan oleh keluarga dalam mendidik, membimbing, dan memberi semangat belajar kepada anak-anak. Kita harus menyadari bahwa seorang anak selalu ready untuk menerima segala bentuk pendidikan dan pengajaran pada peringkat pemula di kawasan rumah tangga. Jika bapak, ibu atau walinya berazam atau bercita-cita, maka mereka dapat merubah seorang anak menjadi manusia teladan. Mereka dapat merobah anak yang berakhlak buruk menjadi akhlak mulia, dari gangster menjadi orang shaleh dan dari anak yang bodoh kepada anak yang berilmu

17 Ali Muhammad Khalil Ash-Shafti. Iltizam Membangun Komitmen S e o r a n g Muslim, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hal. 31-32

dan seterusnya.

Anak adalah amanah dari Allah yang dititipkan kepada orang tua supaya mereka dididik dengan baik, diberi nama dengan baik, diberi pendidikan dengan secukupnya, diajarkan dasar-dasar pendidikan Islam dan halal-haram, baik dan buruk serta akhlak yang mulia. Dalam Al-Quran Allah berfirman yang artinya “Hai

orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah munusia dan batu...” (Q. S ; at-Tahrim: 6)

Di samping memenuhi dukungan materil dan spirituil kepada anak-anak untuk belajar, orang tua atau pihak keluarga perlu mengirimkan anak-anak mereka ke tempat yang jauh untuk mencari ilmu agar dapat mengenal Allah dengan asma-Nya, sifat-Nya, mengetahui perkara-perkara yang dibenci-Nya dan mengetahui jalan untuk mencapai kecintaan-Nya serta menjauhi apa yang dimurkai-Nya. Apabila seseorang merasa dirinya telah mencapai ilmu itu, maka ia akan lebih takut kepada Allah sesuai dengan firman-Nya, “Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah para ulama”.

Perlu disadari bahwa keluarga merupakan unit pertama bagi masyarakat pada tahap institusi keluarga (pendidikan dasar). Ini merupakan jembatan yang dilalui untuk generasi muda/anak-anak di masa yang akan datang. Keluarga merupakan sistem yang paling khusus dan sangat tersendiri untuk pendidikan awal. Keluarga merupakan lingkungan yang mula-mula sekali dihayati oleh seorang bayi setelah lahir. Dalam keluargalah ia berinteraksi dan mengambil dasar-dasar bahasa, nilai-nilai, standar prilaku, kebiasaan, kecendrungan jiwa dan sosial dan pembentukan nilai-nilai kepribadian. Keluarga juga merupakan sebuah institusi awal yang memenuhi kerja sama antara lelaki dengan perempuan serta sebagai pusat pembentukan kpribadian seorang anak.18

Tanggung jawab kesatuan dan kebersamaan keluarga

terletak pada setiap individu di dalam keluarga. Dalam keluargalah mulai dibina rasa sayang terhadap yang kecil dan menghormati yang besar dan juga menghormati kedua orang tua. 19 Dan ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya yang bermakna : “Bukan termasuk golongan kami, seorang yang tidak menghormati yang besar dan tidak menyayangi yang kecil”. Hadits ini menggambarkan betapa pentingnya menebarkan rasa kasih sayang dan saling menghormati antara yang besar dengan yang kecil dan pembinaan ini dimulai dari rumah atas bimbingan seorang ayah dan ibu/keluarga.

Islam sangat konsen terhadap kasih sayang dan penghormatan karena hal semacam ini akan menyebabkan harmonisnya kehidupan baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Ini merupakan dambaan semua manusia yang normal yang perlu dikasihi dan disayangi serta begitu pula sebaliknya tidak suka dibenci dan dimusuhi. Dalam salah satu hadis Nabi bersabda yang artinya: “Allah membagi kasih sayang-Nya dalam seratus bagian. Dia menahan Sembilan puluh Sembilan bagian dalam genggaman-Nya dan menurunkan satu darinya ke muka bumi. Dengan hanya satu bagian itulah semua makhluk-Nya saling berkasih sayang di antaranya adalah bagaimana seekor binatang akan mengangkat cakarnya dari anaknya karena takut hal itu akan melukainya.” Oleh karena itu jika terdapat manusia yang putus asa dengan begitu cepat akan malanglah nasibnya karena mereka terlalu cepat menyerah tanpa berusaha baik meminta ampu atau meminta tolong kepada Allah.

Keluargalah yang membuka mata seorang anak dan dari sinilah dimulainya pengenalan tentang baik dan buruk serta halal dan haram yang selalu kita dengar dari mulut ayah dan ibu. Peranan mereka sangatlah besar baik dalam mendidik maupun dalam memberikan pendidikan awal bagi setiap anak, oleh karena itu ilmu dan kewibawaan ayah dan ibu benar-benar diperlukan

19 Syaikh Hasan Hasan Manshur, Metode Islam Dalam Mendidik Remaja, (Jakarta: Penerbit Buku Islami Mustaqim,2002), hal. 44

untuk menentukan masa depan anak dan kelangsungan hidup mereka dalam bermasyarakat.

Hak orang tua atau keluarga terhadap anak adalah memberikan makanan yang halal dan bergizi ketika mereka masih kecil serta menjaga kebersihan dan kesehatan mereka agar pertumbuhan fisiknya berkembang dengan sempurna. Akhlak mulia perlu diajarkan kepada anak-anak sejak kecil dan orang tua sebagai satu-satunya alat atau media yang paling berperan dalam memberikan contoh kepada anak-anak. Perhatian orang tua terhadap pertumbuhan akalnya harus dijaga. Karena itu kepada anak-anak tidak baik dibebankan persoalan-persoalan yang tidak sanggup diurus.

Perhatian orang tua terhadap anak dalam melaksanakan perintah agama, misalnya akhlak, shalat, puasa dan lain-lain apakah anak telah melakukannya atau mengabaikannya sama sekali. Kemudian bagaimana perhatian dan tanggung jawab orang tua terhadap kemampuan anak dalam membaca dan memahami al-Qur’an. Berapa banyak ayat al-Qur’an yang harus dihafal oleh anak-anak dan bagaimana pengamalan al-Qur’an itu sendiri dalam kehidupan. Dan bagaimana pemahaman anak-anak yang telah dewasa terhadap hukum atau syari’at Islam, al-Qur’an dan Sunnah Rasul SAW.20

Nilai religiusitas dan prilaku positif pada dasarnya harus dimulai dalam pendidikan keluarga, khususnya orang tua yang paling bertanggung jawab dalam pendidikan anak. Keluarga adalah madrasah pertama dalam sejarah kehidupan manusia.21 Dengan demikian, pendidikan agama adalah sangat diperlukan dan pendidik Muslim semuanya sepakat untuk memberikan lebih

20 Abdullah Ahmad Qadiry al-Ahdal, Tanggung Jawab dalam Islam. (Klang, Selangor-Malaysia: Klang Book Centere, 1997), hal. 78-82

21 Safrilsyah Syarief. “Peran Pendidikan Keluarga dalam Pembentukan Nilai-Nilai Keberagamaan pada Anak”. Progresif, Jurnal of Multiperspective education, Volume 2, Number 1, July 2010, hal. 95

banyak pendidikan agama bagi anak khususnya pada peringkat dasar di lingkungan rumah tangga. Pendidikan keluarga adalah sebagai penentu kemana arah pendidikan anak dan keinginan keluarga sebagiannya bisa disalurkan melalui pendidikan lanjutan yang diikuti oleh anak.

Pada umumnya pendidikan lanjutan seseorang anak ada hubungannya dengan keinginan keluarga, kalau keluarga suka anaknya menjadi dokter maka anaknya disarankan untuk melanjutkan di fakultas kedokteran. Kalau orang tuanya lebih risau melihat perkembangan agama, mungkin keluarga menyarankan kepada anak-anak mereka untuk melanjutkan pendidikannya ke IAIN, UIN, Universitas Islam, Sekolah Tinggi Islami baik di dalam negeri ataupun di luar negeri khususnya di Timur Tengah.

Demikianlah keinginan keluarga yang umumnya sangat menentukan pendidikan bangsa di masa akan datang, karena itu peran rumah tangga atau keluarga sangat dominan dalam menentukan masa depan anak. Namun sebaliknya, kalau keluarga sekuler maka semestinya pendidikan anak-anak mereka lebih diarahkan kepada pendidikan liberal dan pendidikan yang bersifat materi sehingga jika anak-anak mereka selesai dari sebuah lembaga pendidikan yang penting mereka mendapat pekerjaan dan menghasilkan uang dan mereka mengutamakan nilai materi/kebendaan. Bagi keluarga yang berpikiran liberal dan sedikit kebarat-baratan alias lebih kepada sekularisme maka pendidikan anak mereka diarahkan pada lembaga-lembaga yang menganut sistem kebebasan dan yang kurikulum pendidikannya di dominasi oleh Barat.

Menurut Abu Hasan Ali al-Nadwi bahwa sekarang dunia Islam sedang menghadapi ancaman kerusakan akidah yang sangat berbahaya. Hampir tidak ada negara dan keluarga yang bisa selamat dari ancaman ini, kecuali mereka adalah mukmin sejati. Bahaya atau ancaman ini berasal dari Barat. Bahaya ini merupakan fitnah yang paling berbahaya dan lebih dahsyat atau lebih berbahaya daripada yang pernah dialami oleh agama ini (Islam) sejak ia dikembangkan

oleh Nabi SAW. Orang-orang Barat telah memperkenalkan dan menyebarkan pemikiran-pemikiran sekuler dan liberal kepada semua kalangan pendidik di negeri-negeri Islam.22

Pemikiran liberal dan sekuler sebenarnya sangat berbahaya bagi orang yang beragama dan ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh seorang aktivis Kristen dari Yabina Bandung, Herlianto yang menulis sebuah buku berjudul: “Gereja Moderen, Mau Kemana?” Buku ini menjelaskan tentang kehancuran gereja-gereja di Eropa. Agama Kristen hancur gara-gara serbuan arus sekularisme, modernism, liberalism, dan klenikisme. 23 Syaikh Muhammad Al-Ghazali menganggap itu semua sebagai bahan renungan, kalau gereja bisa hancur dibuatnya oleh arus pemikiran sekularisme dan liberalisme, maka siapa yang dapat menjamin bahwa Islam masih tetap eksis jika masih bercampur aduk dengan paham sekuler dan liberal?

Demikian pula kalau kurikulum pendidikan di Indonesia merupakan hasil campur aduk dengan sistem Barat, maka hasilnya manusia Indonesia yang islami atau manusia Barat yang liberalisme tanpa agama? Ini patut disadari oleh setiap keluarga dalam mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah mana mereka akan belajar? Konon lagi mengirimkan anak-anak Islam ke negeri Barat untuk mendalami Islam. Ini sama saja untuk menghancurkan Islam. Prof. Dr. Ismail Raji al-Faruqi, mengatakan :”The Muslim world is pouring its “Human Butter” into jars of the United States, a process that has come to be known as the “brain drain”. According to him, the only reason Muslim should come to the West is to propagate Islam.” (Dunia Islam hari ini sedang menuangkan “mentega kemanusiaan” ke dalam kendi atau botol-botol Amerika, ini sebuah proses penghijrahan para sarjana muslim ke luar negeri.

22 Abu Hasan Ali an-Nadwi dalam Ahmad Moh Salleh, Pendidikan Islam Dinamika

Guru. (Shal Alam, Malaysia, Karisma Publications SDN. BHD. 2002), hal. 102).

23 Lihat Dr. Adian Husaini, Membendung Arus Liberalisme di Indoenesia. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009), hal 234

Al-Faruqi berpendapat bahwa orang Islam boleh pergi ke Barat tetapi hanya untuk mendakwahkan Islam.” Kemudian beliau menambahkan : “While al-Faruqi believed that it was necessary to send some Muslim students to the West for training, he believed that they should posses special quality.” (Semenatara itu al-Faruqi mengatakan bahwa mahasiswa Islam boleh dikirim ke Barat tetapi untuk mengikuti pelatihan-pelatihan khusus yang tidak ada di negeri Islam.”Al-Faruqi was grieved and shocked to see Muslim students betrayed by western culture and life. He was bitterly opposed to the massive numbers of Arab students who flocked to western countries for higher education… (Al-Faruqi sangat berduka dan terkejut melihat mahasiswa-mahasiswa Islam dikhianati oleh kehidupan dan budaya Barat. Beliau sangat menentang pengiriman mahasiswa Arab berduyun-duyun ke negara-negara Barat untuk melanjutkan penddikan tinggi…24

Dalam dokumen Pendidikan Karakter Bangsa (Halaman 39-46)