• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkatan Nilai

Dalam dokumen Mengajar serta manajemen mengajar Nilai (Halaman 54-63)

BAB II NILAI-NILAI DAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH

D. Tingkatan Nilai

Apakah beberapa nilai lebih penting dari nilai yang lainnya? Nilai- nilai apa yang orang akan mendukungnya? Penganut paham moral yang absolut misalnya, berargumen bahwa ada nilai-nilai yang “abadi”, yang mereka ingin sekali untuk memperolehnya. Nilai seperti itu disebut nilai

absolut. Mereka menggunakannya di setiap tempat dan selalu memegang nilai tersebut. Mereka mengidentifikasikan tindakan-tindakan manusia tertentu yang diidentifikasikan “selalu benar” atau “selalu salah”, tanpa menghiraukan keadaan sekitar. Ada perbuatan manusia tertentu di mana merupakan sifat dasar yang dimilikinya juga, yang pada hakekatnya buruk dan berhak mendapat hukuman.

Secara sekilas, ini nampak merupakan sikap yang pantas. Bagai- manapun juga akhirnya, apakah tidak ada beberapa bentuk tingkah laku manusia - sebagaimana membantu yang lain yang memerlukan bantuan - yang berlaku secara universal untuk menjadi kebajikan? Dan dengan kata lain, apakah tidak ada kebiasaan bagi perilaku membunuh atau menyiksa, sehingga semua orang akan menghukum?

Masalah tersebut terletak pada sifat dasar dari kata “mutlak”, hal- hal yang mutlak yang definisinya, yaitu melakukan perilaku dengan tidak ada pengecualian atau tidak tergantung pada kondisi-kondisi tertentu, contoh teladan dari suatu perilaku, untuk bisa memenuhi syarat dalam kriteria kemutlakan moral, harus tetap memegang perilaku tersebut di saat keadaan apapun. Jika satu perkecualian dapat dibenarkan, teladan tersebut hilang statusnya yang mutlak.

Lawan dari penganut paham moral yang mutlak, yaitu penganut paham moral relatif, yang percaya bahwa ada sebuah kedudukan nilai yang jumlahnya banyak dan orang dapat menentukannya, sehingga beberapa nilai adalah tidak lebih penting, atau lebih baik dari nilai lainnya. Walaupun penganut dari paham ini bukanlah seorang yang relatif untuk diri mereka sendiri. W.T. Stace (1965: 48-49) memberikan gambaran yang jelas mengenai pandangan penganut paham “relatif” ini:

Gagasan kemajuan yang menyeluruh hanyalah merupakan sebuah angan- angan belaka. Kemajuan berarti sebuah kemajuan dari paling rendah ke paling tinggi, dari paling buruk ke paling baik. Tetapi dasar dari etika relatifitas, sesuatu yang bukan berarti untuk mengatakan bahwa standar- standar dari suatu zaman adalah lebih baik (atau lebih jelek) dari zaman sebelumnya. Untuk itu tidak ada standar yang umum yang dapat diukur. Jadi adalah omong kosong untuk mengatakan bahwa moralitas dari Perjanjian Baru adalah lebih tinggi daripada Perjanjian Lama. Dan Jesus Kristus, jika mengira dia yang mengenalkan kepada dunia standar etika yang lebih tinggi dari yang telah sebelum jamannya, itu tipuan belaka.

Atas dasar pandangan itu, Jesus Kristus hanya dapat mengarah pada keyakinan yang benar-benar tak masuk akal, bahwa ajaran etika miliknya lebih baik daripada ajaran Musa dengan kesombongan pribadinya. Jika ia telah membaca Dewey, dia akan mengerti bahwa demikian lamanya orang terus menerus percaya pada doktrin dari mata untuk mata dan gigi untuk gigi, bahwa doktrin itu secara moral benar; dan itu tidak dapat menjadi sesuatu apapun untuk mencoba membuat mereka percaya dengan teori model barunya untuk mencintai musuh-musuhya. Moralitas yang baru akan menjadi benar jika orang datang untuk percaya pada ajaran tersebut, kemudian baru menjadi standar yang diterima. Dan apa yang orang pikirkan benar adalah benar. Tetapi jika hanya Jesus dan orang- orang yang mempunyai ajaran yang sama menjaga ajaran untuk diri mereka sendiri, orang mungkin akan mempercayainya bahwa moralitas yang dulu adalah benar. Dalam kasus ini, itu akan menjadi benar, dan akan akan tetap benar sampai hari ini. Dan akan dipelihara dari banyak kesulitan yang tidak berguna. Untuk perubahan yang Jesus Kristus sesungguhnya lakukan hanya perubahan dari dari satu kumpulan ajaran-ajaran moral ke ajaran moral lainnya.7)

Penganut aliran relativitas meninggalkan kita dengan memberikan kesan bahwa pertimbangan nilai tak lebih dari ekspresi, ekspresi rasa, apa yang seseorang lebih suka, tetapi orang lain tak suka. Paham ajaran ini, muncul untuk mengusulkan bahwa ketidaksetujuan mengenai nilai- nilai, akan menjadikan perbedaan-perbedaan dalam hubungannya dengan apa yang orang suka. Oleh karenanya ketidaksetujuan sedemikian itu, tidak dapat diputuskan atau dirubah. “Kamu memiliki kesukaanmu maupun ketidaksukaanmu”, demikian juga dengan saya. Saat saya tak mungkin setuju dengan pilihan-pilihan atau kamu tak setuju dengan pilihan-pilihan saya, kamu berhak terhadap pilihan kamu, begitupun saya juga demikian. Hal ini dapat merupakan sebuah pendirian umum, saat adanya ketidak-setujuan mengenai persoalan nilai-nilai yang muncul.

Sekarang tentu saja ada beberapa kebenaran dalam pernyataan di atas, semua pertimbangan nilai sedikitnya merupakan pernyataan- pernyataan pilihan. Tetapi beberapa pertimbangan nilai, seperti yang telah kita lihat, mungkin hanyalah pernyataan-pernyataan pilihan. Namun banyak hal yang diharapkan untuk menyampaikan lebih dari hanya sekedar itu, dalam banyak hal seseorang yang bermaksud untuk menunjukkan apa yang kelompok orang tertentu pikirkan mengenai

sesuatu hal, yang dinilai berharga. Hal tersebut mungkin dimaksudkan untuk argumen atau anjuran, bahwa sesuatu hal itu lebih super dari adanya alternatif-alternatif yang dipunyainya, ataupun untuk menentukan bagian dari tindakan yang khusus.

Komentar-komentar di atas membawa kita ke dalam argumen para penganut paham positivis yang logis. Ajaran ini berargumen bahwa hanya pertimbangan-pertimbangan faktual yang dapat dibuktikan dan pertimbangan-pertimbangan nilai (yaitu pertimbangan mengenai sesuatu hal yang dianggap bernilai, berharga dan bermanfaat) tidak dapat diperiksa. Pertimbangan-pertimbangan faktual merupakan pernyataan- pernyataan megenai sesuatu hal yang benar-benar ada dan benar-benar terjadi pada masa dulu, sedang terjadi, atau akan terjadi da masa yang akan datang.

Termasuk dalam pertimbangan faktual, yaitu aktivitas-aktivitas individu, tempat-tempat lokasi, tanggal kejadian, ukuran-ukuran obyek. Pernyataan- pernyataan sedemikian itu memberikan kepada kita informasi mengenai orang, sesuatu hal, kejadian-kejadian yang dapat diperiksa sebagai kebenaran atau kesalahan melalui sebuah observasi dan riset.

Pertimbangan nilai, seperti yang telah dinyatakan penganut paham positivis, adalah tidak dapat diuji di depan umum, sebagai pertimbangan dalam menghadapi perasaan-perasaan dan kecenderungan-kecen- derungan hati serta memuat nilai-nilai yang berhubungan dengan “baik”, “cantik”, dan sesuatu hal yang sifatnya “diinginkan sekali” dan sebagainya.Pernyataan-pernyataan demikian tak mengatakan sesuatu mengenai dunia sebagaimana yang ada, tetapi sebagai yang kita inginkan hal tersebut terjadi, dan pertimbangan ini tidak lepas dari pembuktiannya melalui observasi dan eksperimen.

Bagaimanapun, penganut paham positivis muncul dengan mengabai- kan fakta bahwa pernyataan-pernyataan nilai dapat dilakukan pengujian kepada umum, jika kita dapat mengarahkan ke beberapa persetujuan dalam syarat-syarat nilai yang terkandung. Pernyataan bahwa merek mobil X lebih baik daripada merek mobil Y, atau Michael adalah guru yang terbaik daripada Dolores, dapat diuji dengan cukup, jika hal itu telah memperhatikan mobil-mobil atau guru-guru yang dapat menyetujui dengan istilah nilai yang dikandungnya (dalam contoh ini, istilah nilai yang dikandungnya adalah “lebih baik”). Dengan memperoleh persetujuan seperti itu, tentu saja, tidak selalu merupakan persoalan yang mudah, tetapi ada cara-cara untuk mengusahakannya menjadi lebih mudah.

Akhirnya hal demikian menjadi jelas, bahwa orang sungguh memberikan lebih banyak kepentingan pada beberapa nilai daripada yang mereka kerjakan terhadap hal lainnya. Walaupun tidak setiap orang setuju mengenai nilai-nilai mana yang lebih penting. Berbagai nilai, seperti menyukai coklat daripada es krim vanilla atau musik rock sampai coun- try dan western adalah secara esensial adalah piihan-pilihan pribadi. Mereka memperlihatkan cita rasa pribadi secara individual – apa yang ia sukai, lebih baik dari sesuatu yang lain dalam bentuk serupa. Orang tidak mungkin untuk menganjurkan, bahwa orang-orang lain juga akan menilai jika mereka melakukan. Cita rasa seseorang juga tergantung pada pengalaman-pengalamannya. Sesuatu cita rasa mungkin agak terbatas, hingga seseorang mempunyai kesempatan untuk mencoba berbagai macam perbedaan terhadap sesuatu. Dalam proses, seseorang menjadi sadar terhadap pilihan-pilihan, sadar bahwa berbagai macam perbedaan dari sesuatu yang dimiliki dan dikerjakan adalah dapat dinikmati dan barangkali dapat bernilai. Ini merupakan penyebab dari para guru yang akan mencoba untuk melibatkan peserta didik dalam berbagai pengalaman berbeda seperti itu, mungkin untuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap apa yang dunia tawarkan.

Meskipun terhadap nilai-nilai yang lain, beberapa orang menganggap jauh lebih penting dari pilihan-pilihan pribadi pada peristiwa-peristiwa di dunia. Nilai-nilai seperti itu, dalam kenyataan adalah dipandang sebagai yang penting dan orang sering buktikan bahwa orang lain juga akan mempertahankannya. Perdamaian dunia adalah nilai universal untuk berbagai orang, martabat manusia, kesempatan yang sama dan kebahagiaan. Mereka dipertahankan secara esensial untuk memelihara kehidupan umumnya dan bagi kualitas hidup khususnya. Beberapa nilai yang lain seperti kejujuran, kebersihan, kebijaksanaan, atau keberanian di beberapa tempat mengalami degradasi perbedaan yang tajam. Terbanyak dari kita tidak mungkin disarankan bahwa beberapa nilai adalah esensial untuk kelangsungan hidup suatu rumpun manusia. Masih kita pertimbangkan dari mereka lebih penting dari pilihan-pilihan pribadi. Dan nilai yang suatu saat adalah pilihan pribadi, yang secara esensial mungkin memperoleh status yang lebih mendasar, nilai fundamental pada waktu sekarang atau dalam konteks-konteks tertentu. Nilai tersebut sekarang terletak dalam ekologi - membangun dan memelihara lingkungan yang sehat dan bersih - sebagai suatu contoh.

1. Kami tugaskan untuk memberi nama 3 nilai yang kamu pikirkan rakyat Indonesia akan menyokongnya. Nilai apa saja yang akan kamu sebutkan? 2. Apakah ada beberapa nilai yang kamu pikir lebih banyak orang di seluruh

dunia akan mendukung. Jika ada nilai apa saja itu?

3. Nilai-nilai apa yang kamu pikirkan paling penting? Maukah kamu berargumen bahwa orang lain seharusnya juga menganggap nilai-nilai kamu itu adalah juga paling penting? Mengapa demikian dan mengapa tidak demikian?

4. Apakah ada nilai-nilai yang kamu sokong, sedangkan orang tuamu tidak mendukung? Jika demikian bagaimana kamu menjelaskan hal itu?

E. Latihan-latihan

1. Temukan beberapa artikel majalah/koran yang berisi pernyataan yang kamu rasa mempunyai implikasi-implikasi nilai. Kemudian tunjukkan temuan itu kepada temanmu atau teman sekelasmu dan tanya mereka nilai-nilai apa yang mereka pikirkan mengenai artikel yang tergambar tersebut. Pada tingkat yang apa pandangannya akan serupa dengan pandanganmu? Dan bagaimana kamu akan menjelaskan akan adanya perbedaan pandangan itu?

2. Rekamlah pernyataan-pernyataan dari seseorang yang berpengaruh yang kamu yakin mempunyai implikasi-implikasi nilai secara periodik. Seberapa konsisten dia memegang nilai tersebut? Apakah dia memegang terus nilai tersebut?

3. Sering dikatakan bahwa kita dapat menceritakan nilai-nilai yang dipegang orang tersebut dengan mengobservasi bagaimana dia dalam bertindaknya. Dapatkah kita menceritakan apa yang seseorang tidak memberikan nilai melalui observasi dari tindakannya?

4. Daftar di bawah ini merupakan sejumlah pertimbangan-pertimbangan nilai. Nilai-nilai apa yang akan kamu katakan dari setiap gambaran pernyataan ini?

a. Para mahasiswa seharusnya diajarkan bagaimana bentuk berpikir, dan bukan apa yang ia pikirkan.

b. Semua mahasiswa seharusnya diberi pekerjaan rumah minimal 8 per minggu.

c. Berbicara dan berbisik seharusnya tidak diizinkan di ruangan perpustakaan.

d. Panjang rambut mahasiswa laki-laki seharusnya tidak diizinkan untuk memperpanjangnya di bawah krah bajunya yang paling atas. e. Semua mahasiswa seharusnya diwajibkan untuk memakai sepatu

jika masuk kelas.

f. Para pengajar studi masalah sosial (ilmu sosial) seharusnya menggunakan sumber materinya secara bervariasi daripada hanya menggunakan satu buku teks mengajarnya.

g. Para mahasiswa seharusnya diberi semangat untuk merencanakan eksperimen-eksperimen dan proyek-proyek miliknya dalam kelas- kelas sains.

h. Karangan-karangan seharusnya ditulis dengan tinta.

i. Para guru seharusnya memusatkan perhatian untuk mengajarkan konsep-konsep dan ide penting dari pada hanya mebuat para mahasiswanya menjadi senang untuk menghapal mengenai fakta- fakta yang tidak berhubungan.

5. Daftar di bawah ini merupakan sejumlah nilai yang mana orang secara bervariasi telah mengidentifikasinya sebagai suatu nilai yang penting bagi mereka. Pilihlah 3 yang paling penting dan 3 yang kurang penting sepengetahuan kamu. Bandingkan pilihan-pilihan kamu dengan pilihan orang-orang yang lain. Perbedaan-perbedaan apa yang kamu perhatikan? Samakah? Bagaimana anda akan menerangkan berbagai perbedaan dan persamaan? Apakah ada beberapa nilai (atau nilai lainnya) yang kamu pikir sebaiknya diajarkan secara langsung di sekolah? Mengapa ya dan mengapa tidak?

• Kejujuran • Kesopanan • Kebersihan • Keadilan • Keteguhan hati • Ketepatan waktu

• Kecepatan dalam pemeriksaan di pengadilan • Kerja keras

• Cinta negara

• Kebebasan berbicara

• Kebebasan mengadakan pertemuan • Kebebasan beribadah

• Kebebasan dari hukuman yang kejam dan luar biasa • Perjuangan hidup

• Kesucian hidup

• Pengadilan oleh juri dari kawan sebaya

• Kebebasan dari penyelidikan dan penyitaan yang tak masuk akal

KEPUSTAKAAN

Fraenkel, Jack R. (1977). How to Teach About Values: An Analytic Ap- proach. Englewood Cliffs.N.J: Prentice-Hall

McGuken, William, “The Philosophy of Catholic Education”, ini N.B. Henry ed, Philosophies of Education, Forty-first Year book of the National Society for the Study of Education, Chicago: The Society, 1942, p.254.

Shaver, James P. and Strong, William, Facing Value Decisions: Rationale- Building for Teachers, Belmont, California: Wadsworth Publish- ing Co, 1976.

Stace W.T., The Concept of Morals, New York: Macmillan Publishing Co, Inc, 1965, pp.48-49.

KLARIFIKASI NILAI-NILAI

KLARIFIKASI NILAI-NILAI

KLARIFIKASI NILAI-NILAI

KLARIFIKASI NILAI-NILAI

KLARIFIKASI NILAI-NILAI

Salah satu dari berbagai pendekatan yang umumnya digunakan dalam pendidikan nilai di sekolah-sekolah pada saat ini adalah pendekatan klarifikasi nilai, yang dikemukakan oleh Raths, Harmin, dan Simon dalam buku mereka, Values and Teaching (1966). Raths dan koleganya, peduli sekali terhadap proses menilai ketimbang bentuk nilai-nilai itu sendiri. Mereka menyatakan bahwa nilai-nilai adalah didasarkan pada proses, yaitu memilih, menghargai, dan melakukan. Raths dan koleganya menetapkan bahwa nilai adalah sebagai hasil, jika 7 kriteria di bawah seluruhnya dipenuhi (1996: 30):

Memilih : 1. Dengan pilihan yang bebas 2. Dari berbagai alternatif

3. Setelah melalui pertimbangan yang dalam dari berbagai konsekuensi dari setiap alternatif Menghargai : 4. Menghargai dan bangga dengan pilihannya

5. Bersedia menegaskan pilihannya

Melakukan : 6. Melakukan sesuatu berdasarkan pilihannya 7. Berulang-ulang dalam berbagai pola dalam kehidupan

Secara kolektif, 7 proses tersebut adalah apa yang diartikan sebagai menilai. Hasil-hasil yang akan muncul, jika 7 proses di atas seluruhnya dipenuhi merupakan penggunaan nilai-nilai sebagaimana yang ditunjukan oleh Raths, Harmin dan Simon. Mereka kemudian memperkenalkan berbagai strategi (lebih banyak sama dengan aktivitas-aktivitas dan teknik-teknik) yang guru gunakan untuk mengikutsertakan para peserta didik dalam satu atau berbagai proses.

Karena popularitas klarifikasi nilai telah tesebar luas dan mudah untuk dilasanakan, bahkan dengan hanya berbagai latihan minimum, kita akan membahas pendekatan tersebut secara rinci dalam bab ini. Untuk memberikan keyakinan kepada kalian, untuk apa pendekatan ini digunakan, kita akan memaparkan pada sejumlah aktivitas penjelasan nilai-nilai yang kami rekomendasikan. Beberapa kekuatan dan kelemahan dari pendekatan klarifikasi akan didiskusikan.

Dalam dokumen Mengajar serta manajemen mengajar Nilai (Halaman 54-63)