Setelah perjalanan berumur sehari semalam
17. Jika Aku Tuhan
17. Jika Aku Tuhan
S
isa musim semi. Kashva sangat menyukai ini. Duduk malas di hamparan rumput berwarna-warni: bukit ber-bu nga. Di kejauhan membentang hijau yang dibercaki warna-warna kaya. Tulip terbaik yang pernah tumbuh di muka bumi. Kelopaknya merapat, ada juga yang merekah. Kuning, merah, oranye, atau campuran dari warna-warna itu. Angin berbisik menghela permukaan danau berwarna tosca yang di-kerumuni kuda-kuda merdeka.Jika sudah begini, Kashva merasa tak butuh surga lagi. Dia memejamkan mata, menikmati angin, termasuk tak peduli lagi di mana Mashya dan apa yang sedang dia kerjakan. Teringat se suatu, dia kemudian meraba kotak kayu di sebelahnya. Ada satu kegiatan yang akan sangat terasa ke hati dilakukan saat ini. Membaca lagi surat-surat El. Kashva benar-benar merasa mendapatkan momentumnya. Terpenggal lamunannya bebe-rapa hari sebelumnya mengenai kisah seorang lelaki yang meng-aku nabi berbahasa Arab. Ini waktunya melunasi rasa berutang-nya kepada diri sendiri.
Angin yang berbisik, rumpun tulip, matahari sore, dan kabar perihal kebangkitan nabi baru. Kombinasi yang menggiurkan.
JIKA AKU TUHAN
119
“Khadijah ... istri lelaki yang mengaku nabi itu.” Jemari Kashva memilah-milah dokumen di dalam kotak kayunya. “Aku ingin tahu,” katanya kemudian. Ketemu. Selembar ma nuskrip yang dikirim El pada masa awal keduanya berkorespondensi. Membaca dia.
Aku belum mendapatkan informasi yang valid, apakah Kha dijah juga pemeluk Kristen sebelum masuk Islam. Dia meninggal pada masa awal Muhammad mengenalkan Islam di Makkah. Fakta yang membuatku tertarik adalah kesetiaan Muhammad bermonogami selama menikahi Khadijah. Setahuku, monogami dan perceraian atas dasar kematian ada lah tradisi Kristen. Berbeda dari tradisi bangsa Arab yang cende-rung kepada praktik poligami.
Aku mulai berpikir, benar atau tidak Muhammad itu nabi utusan Tuhan, Khadijah dan orang-orang Kristen terpelajar sedikit banyak memiliki kontribusi dalam mengantarkan Muhammad ke posisi ke-matangan spiritualnya.
Aku tidak mengatakan mereka atau salah satu dari me reka men-jadi semacam mentor bagi Muhammad. Ide se macam itu bisa meng-ganggu karena seorang nabi biasanya lahir tanpa mentor. Dalam ka-sus Muhammad, aku berpen dapat orang-orang Kristen itu berperan semacam membuat lingkungan yang kondusif.
Orang-orang Kristen yang kumaksudkan adalah Wa ra qah bin Naufal, adik Waraqah: Qatilah, dan ‘Utsman bin Al-Huwairits yang meng anut Kristen aliran Romawi. Konon, budak kepercayaan Khadi-jah bernama Maisarah pun beragama Kristen.
Pendeta Bahira, pendahuluku yang dulu menunggui gereja Basra pernah meyakinkan orang-orang Makkah bahwa Muhammad adalah nabi dari bangsa mereka. Ini menarik. Aku membaca tulisan-tulisan Bahira di perpustakaan gereja mengenai hal ini.
Butuh waktu sekitar tiga puluh tahun sejak pertemuan Bahira dengan Muhammad kecil sampai pada datangnya pengalaman spiri-tual menggetarkan yang diakui Muhammad sebagai turunnya wahyu pertama di Gua Hira saat dia menyendiri.
Muhammad didatangi oleh suara-suara yang mengaku sebagai utusan Tuhan. Khadijah ikut memastikan oknum yang mendatangi
suaminya itu. Apakah berasal dari mala ikat atau setan termasuk le-wat konsultasi dengan Waraqah yang mengerti mengenai hal-hal ter-kait kenabian dan pe wah yuan.
Kupikir memahami proses dan latar belakang kenabian Muham-mad sangat penting agar kita mendapat simpulan yang lebih objektif. Bagiku pribadi, runutan tahap hidup Muhammad membuatku lega, karena sosok nabi dari Arab ini tidak datang dari negeri asing, atau turun begitu saja dari langit.
Proses pertumbuhannya disaksikan bersama-sama oleh masyara-kat Makkah. Kenabian dan pewahyuan, kalaulah itu memang murni dan benar, pun ditopang oleh faktor-faktor membumi dan masuk akal. Leluhurnya menaati pro sedur dan ajaran kenabian, istrinya memiliki lingkaran informasi mengenai tradisi kenabian dan pewahyuan, dan rentang waktu panjang penuh perjuangan untuk membuat segala se-suatu yang berhubungan dengan kesiapan Muhammad sebagai nabi matang pada waktunya.
Secara objektif aku salut dengan apa yang dicapai Muhammad, mengingat keterasingan tanah Arab, Muhammad tidak didukung tra-disi yang sudah mapan dalam menuju monoteisme. Yesus dan Santo Paulus, keduanya identik de ngan Yudaisme. Orang-orang Kristen per-tama adalah ka langan Yahudi dan pendukungnya: mereka yang takut terhadap Tuhan dan khusyuk bersembahyang di sinagog. Kristenitas berakar di Roma. Di sana, Yahudi telah menyi apkan fondasi pemikir-an untuk para penyembah berhala. Se mentara itu, Muhammad harus melakukan revolusi, membuat perubahan radikal dari tradisi spiritual pagan menjadi monoteisme.
Aku masih akan bertahan di Yatsrib, sahabatku Kashva. Jika ber-untung, aku ingin sekali bertatap muka dengan Mu hammad dan bertanya tentang banyak hal. Akan lebih menyenangkan jika engkau ada di sini.
Semoga engkau selesai membaca surat ini dengan senyum, Kashva sahabatku. Aku akan mengunjungimu lewat suratku yang berikutnya.
Ringkik kuda. Kashva melirikkan pandangannya, senga ja. Sepa-sang kuda yang bercengkerama di bawah pohon ce per dengan daun
JIKA AKU TUHAN
121
bergumpal-gumpal. Kumpulan daunnya seperti lukisan kepala sese-orang yang rambutnya dijambak angin. Bedanya, “rambut” yang di-jambaki angin itu berwana hijau. Berdiri di atas kemiringan tanah yang tertutup rumpun hijau pula.
Kashva mengembalikan dirinya kepada El. Pemikiran ten tang El. Selain Kashva acap kali seperti tengah membincangi diri sendiri se-tiap membaca surat-surat El, pengikut Yesus itu memiliki cara begitu runut saat mengisahkan sebuah cerita fantastis dari tanah Arab. Ten-tang laki-laki Makkah yang diimani sebagai seorang nabi dan terus-menerus mendapat pengikut baru. Katanya, belakangan yang percaya akan kena bian lelaki dari Arab tadi ribuan orang jumlahnya. Memusat di Yatsrib tetapi pengikutnya begitu militan mengabarkan keyakinan baru itu ke segala penjuru.
“Aku tidak tahu apakah benar dia seorang nabi atau bukan. Tapi, bagiku, orang yang mampu menyebarkan pengaruh begitu cepat dan luas, pasti memiliki kualitas spiritual yang menembus langit. Seperti Yesus dan sang Buddha,” kata El dalam salah satu suratnya, hampir dua tahun lalu. Sejak itu, surat demi surat mendatangi Kashva se-tiap beberapa bulan. El rajin benar memberi tahu Kashva sese-tiap ada perkembang an menarik seputar nabi dari tanah Arab itu.
....
Sahabatku, sang Pemindai Surga
Agama baru dari Arab itu semakin banyak dikenal. Aku berbin-cang dengan beberapa penganutnya yang melintasi Suriah. Aku bah-kan bersahabat baik dengan salah seorang kepercayaan lelaki yang dikabarkan sebagai nabi itu.
Nabi dari Arab itu menyebarkan sebuah konsep pengenalan akan Tuhan yang menarik. Rapat, seolah tanpa celah. Terasa seperti sebuah kritikan terhadap trinitas Kristen. Bahkan beberapa ajaran Nabi itu terang-terangan menolak ketuhanan Yesus.
Aku menghafal salah satu kumpulan ayat yang mereka perguna-kan untuk beradu argumentasi tentang identitas Tuhan:
Dialah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.
Engkau tahu aku seorang Kristen, meski menurutku Yesus adalah manusia saleh yang mampu mencapai derajat tertinggi. Bukan Tu-han. Ayat-ayat pengikut Nabi dari Arab itu seperti sebuah konfi rmasi terhadap pandanganku tadi. Tapi bagiku ini bukan sesuatu yang ke-mudian menggoyahkan imanku. Sebab, aku mulai berpikir, agama itu masalah kenyamanan. Tidak melulu persoalan benar atau salah. Se-seorang boleh nyaman dengan suatu agama, orang lain belum tentu. Barangkali memang sebenarnya semua agama itu benar. Ini betul-betul soal kenyamanan.
Tampaknya aku masih nyaman dengan kekristenanku. Meski pe-mikiranku barangkali juga tidak bisa diterima oleh sebagian orang Kristen. Tapi, belakangan aku mulai meyakini semacam citra Tuhan dalam diri Yesus. Barangkali aku mulai meyakini bahwa memang Y esus itu Tuhan, meski da lam pemahaman khusus.
Mengenai konsep Tuhan tunggal yang dibawa nabi dari Arab ber-nama Muhammad itu, menurutku tidak bisa dipertandingkan begitu saja dengan konsep Trinitas. Aku diajari bahwa Allah yang benar dan yang satu itu, dalam segala hal: sifat-Nya, kehendak-Nya, dan diri-Nya. Tetapi, Ia satu dalam tiga oknum yang berbeda-beda: Bapa, Anak, dan Roh Kudus.
Tritunggal dalam doktrin Kristen mengantar ke ambang penger-tian bahwa Tuhan adalah lain sekali, jauh lebih rohani, esa, dan pri-badi daripada yang dapat dipikirkan ma upun dibayangkan manusia.
Menurutku, trinitas merupakan rumusan simbolik yang sungguh-sungguh memahami bahwa Tuhan adalah suatu mis teri yang tidak terjangkau. Tritunggal sendiri merangkum pokok ajaran Kristen yaitu penyelamatan manusia oleh Tuhan melalui Yesus dan Roh Kudus.
Pendapat para pemikir Kristen mengenai agama baru dari tanah Arab itu menajam. Sebagian menganggap konsep Tuhan yang satu semacam itu terlalu sederhana. Semacam monoteisme yang sederha-na. Konsep semacam ini tidak menyampaikan hakikat Tuhan dengan
JIKA AKU TUHAN
123
benar, terlalu dangkal, dan sangat mungkin menimbulkan kesalah-pahaman. Posisi trinitas merupakan puncak pemahaman tentang T uhan sekaligus menyempurnakan konsep Tuhan yang tunggal.
Tapi tentu saja menjadi hal menarik bagiku untuk ta hu lebih ba-nyak mengenai Muhammad dan ajaran yang ia bawa. Lepas musim panas ini, aku berencana pergi ke Yatsrib. Aku berharap bisa bertemu siapa pun yang bisa kuajak berdiskusi. Kudengar nabi baru itu sering bepergian. Jadi, aku tidak terlalu berharap bisa bertemu langsung d e-ngannya.
Bagaimana denganmu sendiri, Sahabatku?
Apakah masih kau sepuh lembaran-lembaran kitab de ngan sas-tra Persiamu? Aku mendengar Khosrou semakin memanjakanmu. Kedudukanmu di antara para pejabat ista na Persia pun semakin man-tap. Aku senang mendengarnya. Aku berharap suatu saat bisa me-ngunjungi Kuil Sistan untuk lebih banyak berdiskusi denganmu.
Aku menunggu diskusi denganmu, kelak dalam surat ba lasanmu ....
Sahabat baikmu, Elyas
Rasanya seperti bersolilokui, becermin dan melihat bayangan sendiri di belakang kaca. Membaca lagi surat El tidak pernah men-datangkan bosan bagi Kashva.
“Kau bertanya kepadaku mengenai sikap nabi dari Arab itu ter-hadap Kristenitas, bukan, Kashva?” singgung El dalam suratnya yang panjang.
....
Kawanku seorang Muslim Yatsrib mengisahkan kepadaku tentang sebuah delegasi yang terdiri dari 14 pemimpin agama Kristen dari Ya-man. Mereka mengunjungi Muhammad dan bertanya tentang agama baru yang dia bawa. Tentang keyakinan Islam dan tentu saja menge-nai Yesus dalam Islam.
Muhammad mengatakan kepada delegasi itu bahwa Islam meru-pakan kelanjutan misi Yesus. Namun, Muhammad tegas-tegas
meno-lak konsep Trinitas. Muhammad menyodorkan sebuah redaksi yang menurutnya berasal dari Tuhan perihal ini.
Alif, lam, mim. Allah, tiada Tuhan selain Dia. Yang hi dup kekal dan terus-menerus mengurus makhluk-Nya. Dia menu-runkan Al-Quran kepadamu dengan sebenarnya; mem benar-kan kitab yang telah diturunbenar-kan sebelumnya dan menurunbenar-kan Ta urat dan Injil sebelum Al-Quran seba gai petunjuk bagi ma-nusia-manusia, dan dia menurunkan pembeda (Al-Quran).
Muhammad menegaskan pengakuan keimanan terhadap kitab-kitab sebelumnya yang diturunkan kepada Moses dan Yesus dan me-mastikan bahwa Al-Quran adalah bagian dari tradisi monoteistik yang sama. Muhammad lalu menyampaikan redaksi lain yang juga ia klaim sebagai kata-kata Tuhan.
Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada su atu kalimat yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah kecuali Allah dan tidak mempersekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak pula sebagian kita menjadikan sebagian lain sebagai pe nguasa s e-lain Allah.” Jika mereka berpaling maka katakanlah, kepada mereka, “Saksikan lah bahwa kami ada lah orang-orang yang berserah diri.”
Tahukah engkau, Kashva, apa yang terjadi setelah itu? Delegasi dari Najran itu menolak ajakan Muhammad. Tidak ada reaksi keras apa pun. Setelah menyelesaikan urus annya, delegasi itu bersiap kem-bali ke Najran. Namun, sebelum pulang, mereka meminta izin untuk bersembahyang di masjid.
Para sahabat Muhammad awalnya hendak menolak per mintaan itu. Namun, Muhammad justru mengizinkannya. Rombongan orang Kristen itu bersembahyang di masjid meng hadap ke timur. Menurut-mu, bagaimanakah sikap Muhammad itu?
Aku cukup terkejut dengan segala kuasanya, Muhammad tidak mengambil keuntungan untuk berbuat semaunya terhadap delegasi itu. Awalnya kupikir dia akan memaksa para pemuka agama itu untuk menjadi Muslim dan menjadi pendakwah Islam di Najran.
JIKA AKU TUHAN
125
Belakangan aku baru mengetahui sebuah pengakuan dari para Muslim mengenai orang-orang Kristen yang cukup membuatku te-nang. Lagi-lagi, redaksi para Muslim itu konon didiktekan Tuhan ke-pada Muhammad.
Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persa-habatannya dengan orang-orang beriman ialah orang yang berkata: “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.” Yang de-mikian itu disebabkan karena di antara mereka itu terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, dan mereka tidak menyom-bongkan diri.
Kawanku yang Muslim itu menerangkan ajaran Muhammad ter kait dengan hal ini. Dia mengatakan, hubungan Islam dan Kristen seharus-nya didasarkan pada dua unsur penting: ketulusan dan ke rendahan hati. Sementara interaksi Muslim dengan berbagai tradisi spiritual lain terma-suk Kristiani didasarkan pada tiga syarat: ber usaha mengenal satu sama lain, tetap bersikap tulus dan jujur selama bertemu dan berdebat, dan ber-usaha rendah hati menyangkut klaim kebenaran masing-masing.
Aku belum tahu sejauh mana praktiknya. Hanya, seperti itulah ajaran moral nabi dari Arab itu yang kutahu.
....
Seperti mencelupkan wajahnya ke baskom pengetahuan. Seperti kali ini, setelah puluhan kali dia membaca surat El yang sama. Rasanya masih saja seperti baru kali pertama. Kashva menemukan banyak per-samaan antara dirinya dan El dalam memahami sesuatu. Perper-samaan di antara banyak per bedaan yang nyata di antara keduanya. Latar belakang keluarga yang berbeda, bangsa tak sama, pekerjaan yang se-dikit saja beririsan, dan satu beda yang paling mendasar: agama.
Hal yang tersebut terakhir bisa menumpahkan darah. Kashva dan El sadar sepenuhnya. Namun, dengan El, Kashva sanggup membahas per-bedaan itu sebagai topik obrolan yang memacu adrenalin keimanan.
Kashva membalas surat El setelah lebih dahulu menuliskan ca-tatan-catatan menanggapi surat El yang terakhir. Terutama mengenai kemampuan orang-orang Kristen menerima paham trinitas.
Bagiku, El, omong kosong jika para peti nggi agama menga takan bah wa agama ti dak punya urusan dengan akal. Bu at apa manusia di-anugerahi otak jika untuk mengenali Pencipta otak itu, dia ti dak boleh menggunakan otaknya? Menurutku, agama selalu memberi kesem-patan kepada para pemeluknya untuk memilah mana yang harus dia pasti kan de ngan akal nya, mana yang cukup dipercaya begitu saja.
Unsur-unsur yang ti dak bisa ditarik kepasti annya, meski aku men debatmu, hingga pecah pembuluh darahku, akan tetap tak bi-sa dibukti kan sekarang. Bagaimana engkau akan memasti kan keber-adaan surga, neraka, kiamat, malaikat? Pendekatan yang sanggup engkau lakukan hanyalah percaya.
Sedangkan hal-hal terkait agama yang seharusnya akal manusia bisa melakukan pendekatan terhadapnya sebagai contoh hal yang ter kait keabsahan kitab suci, konsep ketuhanan, rumusan pemuka agama, dan engkau pasti tahu apa itu contoh-contoh lainnya.
Menjadi ti dak seimbang dan memusingkan jika engkau memer-cayai begitu saja elemen agama yang seharusnya engkau kriti si atau sebaliknya mengotot pantang mundur pada sesuatu yang sampai akal mu putus pun, engkau ti dak akan mampu menemukannya.
Setahuku perdebatan trinitas dalam agamamu belum se lesai. Di luar bahwa aku sangat bisa bertoleransi terhadap agamamu dan nyaman de ngan dirimu, namun mengenai tri nitas itu masih mem-belengguku dalam kerumitan. Aku tahu sedikit tentang Konsili Ni-cea sekitar 300 tahun lalu. Engkau tentu tahu mengenai perdebatan Arius dan Alexander?
Arius merasa dianiaya karena menyebut Yesus mempu nyai awal, dan bahwa dia diciptakan dari keti adaan. Sedangkan Alexander ber sikukuh bahwa Yesus itu Tuhan bu kan makhluk. Konsili itu me-mihak pendapat Alexander. Hal yang belum sanggup aku pahami, bagaimana mengurai kerumitan trinitas? Bagimana caranya untuk ti dak berpikir bahwa Tuhan ada ti ga tetapi satu Tuhan jika engkau didoktrin bahwa Bapa adalah Tuhan, Yesus adalah Tuhan, dan Roh Kudus adalah T uhan?
Aku membaca Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Jika aku ti -dak mengenal konsep trinitas, lalu membaca dua kitab itu dari
de-JIKA AKU TUHAN
127
pan sampai belakang, aku ti dak akan mene mukan kalimat Tuhan yang menyatakan bahwa Dirinya itu tritunggal.
Menurutku, seharusnya Tuhan berbicara dengan mendetail da-lam Al-Kitab mengenai ketritunggalan Dirinya, mengingat gagasan ini menjadi fondasi utama iman Kristen. Bagiku terlalu janggal jika Tuhan mengilhami ratusan halaman dalam Al-Kitab tetapi ti dak membahas perihal trinitas.
Aku mengatakan ini kepadamu, El, untuk mengasah otak dan me nempatkan elemen agama yang seharusnya engkau kriti si. Na-mun, beda perkara jika ketritunggalan Tu han engkau tempatkan pada area yang ti dak bisa ditarik kepasti annya. Itu urusanmu untuk tetap nyaman dengannya. Seperti katamu sendiri yang mulai yakin de ngan trinitas, setelah selama ini engkau mengkriti sinya.