• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lima isu utama yang disetujui perlu diprioritaskan adalah sebagai berikut: 1. Angka transisi yang rendah dari SD ke SMP dan dari SMP ke SMA/SMK;

2. Rendahnya dan kurangnya koordinasi penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan; 3. Sedikitnya jumlah guru yang berkualifikasi (S1) dan bersertifikasi;

4. Perlunya pengembangan kapasitas lebih jauh dalam hal perencanaan di sektor pendidikan, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota (termasuk pengenalan alat perencanaan dasar bagi staf Kantor Dinas P&K), serta akses ke data terpercaya dan penggunaannya untuk kegiatan perencanaan dan penganggaran;

5. Rendahnya pemahaman mengenai pentingnya pengembangan Penilaian Kemampuan Membaca Kelas Awal (Early Grade Reading Assessment/EGRA), terutama dalam bahasa ibu dan transisi ke Bahasa Indonesia (Pendidikan Multi-Bahasa Berbasis Bahasa Ibu/PMB-BBI).

Daftar masalah kinerja yang disusun dalam sejumlah lokakarya yang diselenggarakan adalah sebagai berikut:

• Buruknya kesehatan dan gizi keluarga (yang menyebabkan murid tidak siap untuk belajar);

• Terbatasnya jumlah dan sebaran PAUD;

• Menurunnya kualitas kemampuan membaca, menulis dan menghitung (calistung) di kelas-kelas awal SD/MI (tidak ada penilaian kualitas kemampuan calistung);

• Tingginya angka putus sekolah dan mengulang kelas terutama di kelas-kelas awal;

• Sebagian besar sekolah dan madrasah tidak memenuhi SPM;

• Kurang tersedianya DAPODIK dan penggunaannya yang terbatas;

• Rendahnya angka transisi ke SMP/MTs, SMA/MA dan SMK/MAK (ketidakcocokan tenaga kerja terampil dengan pasar tenaga kerja);

• Terbatasnya kapasitas untuk mengelola keberlanjutan hasil program/pengarusutamaan hasil kerja LSM dan Mitra untuk menjadi program rutin pemerintah;

• Kurangnya hubungan/sinergi antara UKS (Unit Kesehatan Sekolah) dengan manajemen sekolah serta program desa; dan

• Terbatasnya peran sekolah/madrasah swasta dan yayasan sekolah, terutama di daerah/pulau pedesaan dan terpencil.

Sampel sekolah diseleksi menggunakan kriteria stratifikasi sebagai berikut: (i) sekolah negeri dan swasta (SD, SMP, SMA/SMK), (ii) madrasah dan yayasan; (iii) sekolah di daerah perkotaan, perbatasan kota, pedesaan dan daerah terpencil; dan (iii) sekolah unggulan, sekolah rata-rata, dan sekolah kurang baik. Lima tim mengunjungi sekolah-sekolah ini dan masing-masing tim melaporkan lima isu: Sarana dan Prasarana Sekolah; Kepala Sekolah; Guru dan Pedagogi; Murid dan Pembelajaran; serta Orang Tua dan Komite Sekolah. Daftar pertanyaan yang disusun oleh peserta sebelum kunjungan ke sekolah menjadi indikator awal/temporer untuk setiap komponen. Setelah kunjungan ke sekolah, setiap tim mempresentasikan hasil observasi mereka, termasuk observasi umum dan contoh praktik baik dan buruk; juga dampak kebijakan untuk memperbaiki pembelajaran di sekolah dan kelas (dengan metode “reverse engineering/backward planning”). Indikator-indikator yang disusun adalah sebagai berikut:

Sarana dan prasarana:

Bangunan, ruang kelas, perpustakaan, laboratorium, toilet, kantor dan ruangan staf, air dan listrik, materi ajar seperti buku baca, buku teks, buku latihan, alat tulis seperti pulpen dan pensil; jumlah staf, kualifikasi, kehadiran, jumlah siswa, kelas dan kehadiran.

Kepala Sekolah:

Kualifikasi, latar belakang, pelatihan, masalah dan keterbatasan apa yang ditemukan di sekolah? Bagaimana kepala sekolah menghadapi/menyelesaikan hal tersebut? Bagaimana hubungan kepala sekolah dengan Dinas P&K di daerahnya? Seberapa sering pengawas mengadakan kunjungan?

Guru dan Pedagogi:

Kualifikasi, pelatihan, pengalaman, status (PNS/kontrak), berapa jumlah guru dalam proses sertifikasi/akan lulus S1? Apakah mereka mengikuti pendidikan/pelatihan untuk mata pelajaran yang mereka ajarkan? Sejauh apa tempat tinggal mereka dari sekolah? Apa saja isu transportasinya? Gaji – bagaimana mereka mendapatkannya, seberapa sering? Tunjangan apa saja yang diterima? Apakah mereka punya pekerjaan lain? Apakah mereka mengikuti pelatihan profesional berkelanjutan (CPD)? Apakah mereka bekerja dengan KKG? Apakah mereka mendapat arahan dari Kepala Sekolah? Apakah

ajaran mereka? (lihat Obsevasi Kelas). Apakah pekerjaan rumah diberikan dan dinilai secara teratur, dan seberapa sering?

Murid dan pembelajaran (terutama di kelas-kelas awal):

Kesesuaian umur dengan kelas, kesehatan dan gizi, tingkat kemiskinan, angka kehadiran, dapatkah mereka membaca dan menulis? Bukti pembelajaran dari pelajaran/kurikulum.

Orang Tua dan Komite Sekolah:

Keterlibatan orang tua di operasional sekolah, keberadaan komite sekolah, seberapa sering pertemuan komite sekolah diadakan? Kapan terakhir kali pertemuan komite sekolah diadakan? Apakah kepala sekolah mendorong keterlibatan orangtua (secara keuangan, atau dalam bentuk bantuan/hibah, ataupun dukungan manajemen), tingkat kemiskinan, status kesehatan dan gizi, latar belakang pendidikan (kemampuan calistung?), harapan mereka atas anak mereka dan dorongan semangat (pekerjaan rumah/tempat untuk belajar?).

Observasi Kelas:

Apakah guru memiliki rencana ajar? Hal apa yang menunjukkan adanya tujuan/objektif dan metode ajar yang jelas?; Apakah menggunakan penggunaan materi ajar seperti buku teks, alat bantu visual dan sebagainya?; Apakah kelas menunjukkan adanya alat bantu visual, hasil kerja murid dan sebagainya?

Apakah pelajaran berpindah dari apa yang diketahui ke apa yang tidak diketahui; Strategi bertanya apa yang digunakan oleh guru, bagaimana interaksi antar guru dan murid, serta antar sesama murid; Apakah pelajaran menyertakan pekerjaan individual dan pekerjaan kelompok? Apakah guru memberikan penjelasan dengan jelas kepada murid? Apakah guru memberikan umpan balik positif dan apakah ia memberikan pujian dan serta dorongan kepada murid? Bagaimana disiplin dijaga? Apakah ada praktik hukuman dan ancaman fisik? Umpan balik apa yang diberikan melalui latihan, asesmen (ujian, ulangan, dsb)? Apakah guru memperlakukan siswa secara adil dan setara – laki-laki/perempuan, pintar/kurang pintar? Apakah guru memiliki pengetahuan atas mata pelajaran yang dia ajar? Apakah pedagogi yang digunakan efektif dan menarik? Apa bahasa pengantar yang digunakan, terutama di kelas-kelas awal dan untuk anak-anak yang sebelumnya tidak masuk TK? Model lain tentang efektivitas sekolah yang dianggap paling aplikatif dalam konteks lokal adalah model yang diusulkan oleh Cheng, yang membedakan kriteria untuk (a) evaluasi-diri sekolah dan evaluasi eksternal (misalnya oleh pengawas); (b) untuk pengembangan internal dan perbaikan (formatif) dan untuk akuntabilitas dan jaminan mutu (sumatif), serta (c) faktor masukan, kinerja dan outcome (lihat di bawah ini).

Figure'2:''Matrix'of'Assessing/Monitoring'School'Quality' ''''''''''''''''''Adapted'from'Cheng'(1996).' Indikator hasil Indikator kinerja Faktor-faktor input Untuk pengembangan internal (fungsi formatif) Akuntabilitas dan penjaminan kualitas (fungsi sumatif) Evaluasi Diri

Sekolah Eksternal Evaluasi

Lampiran 2. Tinjauan Pustaka