• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh penerapan model cooperative learning tipe stad terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep sistem koloid (quasi eksperimen di MAN 2 Kota Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh penerapan model cooperative learning tipe stad terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep sistem koloid (quasi eksperimen di MAN 2 Kota Bogor)"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun Oleh:

R. AHMAD ZAKY EL ISLAMI 106016200626

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

i

yang paling pemurah. Yang mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya

(Al-‘Alaq: 1-5).

Jika kita melihat orang lain sedang bergerak maka bersegeralah untuk bergerak, dan jika kita melihat orang lain mulai diam, janganlah sekali-kali

(3)

ii

karya sederhana ini aku persembahkan untuk:

Kedua Orang tuaku tercinta

Drs. H. R. Fahrul Islam dan Ani Aprilani, S.Pd

Kedua adikku tercinta

R. Manzilah Mubarokah Fahra dan R. Nabilah Fahrani

Sahabatku

Taryana dan Zulkifli

Almamaterku

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Teman-teman seperjuanganku

(4)

iii

Pengaruh Penerapan Model Cooperative Learning Tipe STAD terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa pada Konsep Sistem Koloid

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model cooperative learning tipe STAD terhadap hasil belajar. Penelitian ini dilakukan di MAN 2 Kota Bogor pada bulan April hingga bulan Mei 2010. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen, sampel diambil secara purposive sampling dari 78 siswa dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Desain penelitian dalam penelitian ini adalah nonequivalent control group design. Instrumen yang digunakan adalah intrumen tes hasil belajar. Hasil belajar siswa kelompok eksperimen (rata-rata = 82,56 dan simpangan baku = 6,87) lebih tinggi daripada kelompok kontrol (rata-rata = 64,1 dan simpangan baku sebesar 8,92) dan setelah dilakukan uji “t” diperoleh nilai thitung sebesar 10,22 sedangkan ttabel

pada taraf signifikansi 0,05 sebesar 1,99 atau thitung > ttabel. Maka dapat

disimpulkan menolak Ho. Dan Ha yang menyatakan terdapat pengaruh penerapan

model cooperative learning tipe STAD terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep sistem koloid diterima. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran STAD memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep sistem koloid.

Kata Kunci : Model Cooperative learning Tipe STAD, Hasil Belajar Siswa, Sistem Koloid.

(5)

iv

Implemented Cooperative Learning Model Type STAD Influence to Students Learning Achievement on Colloid System Concept

This research intent to know cooperative learning model type STAD influence to students learning achievement. This research is done at MAN 2 Bogor's Cities on April until May 2010. The method used in this research is quasy experiment, sample was taken by purposive sampling tehnique of 78 students are divided as 2 groups, which is experiment group and control group. The research design on this research is nonequivalent control group design. The Instrument that is used is instrumental essay studying result. Students learned result of experiment group (mean = 82,56 and standard deviations = 6,87) is higher than control group (mean = 64,1 and standard deviations = 8,92) and afters was done to test “ t ” acquired appreciative tcomputing as big as 10,22, meanwhile t table on signifikansi's level

0,05 as big as 1,99 or tcomputing > ttable. Therefore gets to be concluded refuses ho.

And ha which declares for to exist influence of implemented cooperative learning

model type STAD to usufruct student studying result on colloid system concept is accepted. It points out that cooperative learning model type STAD purpose give influence that signifikan to usufruct student chemical studying result on colloid system concept.

Key word: Cooperative Learning Model Type STAD, Students Learning Achievement, Colloid System Concept.

(6)

v

Allah SWT. Karena atas segala karunia dan rahmat-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya yang setia pada ajarannya.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar S1 pada Jurusan Pendidikan IPA Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Penerapan Model Cooperative Learning Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa pada Konsep Sistem Koloid” ini merupakan wujud tertulis dari penelitian yang penulis lakukan di MAN 2 Kota Bogor, Jl. Raya Pajajaran No.6 Kota Bogor. Adapun pelaksanaannya sejak 27 April 2010 hingga 12 Mei 2010.

Terselesaikannya Skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak. Karenanya pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah.Jakarta.

3. Bapak Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

sekaligus Dosen Pembimbing I. 4. Bapak Dedi Irwandi, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia

Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sekaligus Dosen Pembimbing II.

(7)

vi

8. Kawan-kawan kelas Program Studi Kimia Angkatan 2006 Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendukung penyusun dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Kawan-kawan PPKT di SMA Negeri 87 Jakarta; Mahmud Alhudhori, Junaidi Darussalam, Jihad, Ufi Azmiah, Arsyi Rahayu, Ayudia, dan Ade Fauza Fadhlani yang telah mendukung penulis dalam penelitian maupun dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata penulis ucapkan mohon maaf atas segala kekurangan yang ada di dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis meminta kritik dan saran yang membangun terhadap skripsi ini, agar dapat memperbaiki dalam menyusun karya

tulis selanjutnya………. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca baik

sebagai referensi maupun untuk menambah wawasan mengenai pengaruh penerapan model cooperative learning tipe STAD terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep sistem koloid.

Wassalamu’alaikum wr. wb

Jakarta, Juli 2010

(8)

vii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 5

C.Pembatasan Masalah ... 6

D.Rumusan Masalah ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS A.Deskripsi Teoritis ... 7

1. Hakikat Cooperative Learning ... 7

a. Pengertian Cooperative Learning ... 7

b. Unsur-unsur Cooperative Learning ... 8

c. Ciri-ciri Cooperative Learning ... 9

d. Model-model Cooperative Learning ... 9

e. Keuntungan dan Keterbatasan Cooperative Learning ... 11

2. Hakikat Model Pembelajaran STAD ... 13

a. Pengertian STAD ... 13

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran STAD ... 16

c. Keunggulan Model Pembelajaran STAD ... 18

3. Hakikat Belajar dan Hasil Belajar ... 20

a. Pengertian Belajar ... 20

(9)

viii

b. Jenis Koloid ... 28

c. Koloid Dalam Industri ... 29

d. Sifat-sifat Koloid ... 29

e. Dialisis ... 32

f.. Koloid Liofil dan Koloid Liofob ... 33

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 33

C. Kerangka Berpikir ... 37

D. Pengajuan Hipotesis ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian ... 40

B. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian ... 40

C. Metode Penelitian dan Desain Penelitian ... 40

1. Metode ... 40

2. Desain Penelitian ... 40

D. Populasi dan Sampel ... 42

1. Populasi ... 42

2. Sampel ... 42

E. Variabel ... 42

F. Teknik Pengumpulan Data ... 43

1. Instrumen Pengumpulan Data ... 43

G. Teknik Analisis Data ... 46

1. Pengujian Prasyarat Penelitian ... 47

a. Uji Normalitas ... 47

b. Uji Homogenitas ... 47

2. Pengujian Hipotesis dengan Uji-t ... 48

(10)

ix

B. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 52

1. Uji Normalitas ... 53

a. Uji Normalitas Pretes Kelompok Eksperimen ... 53

b. Uji Normalitas Pretes Kelompok Kontrol ... 53

c. Uji Normalitas Postes Kelompok Eksperimen ... 53

d. Uji Normalitas Postes Kelompok Kontrol ... 54

2. Uji Homogenitas ... 54

a. Uji Homogenitas Pretes Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 54

b. Uji Homogenitas Postes Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 54

C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan ... 55

1. Analisis Data ... 55

2. Pembahasan ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 60

(11)

x

Tabel 2.3 Perbedaan antara Larutan, Koloid dan Suspensi ... 27

Tabel 2.4 Beberapa Jenis Dispersi Koloid ... 28

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 41

Tabel 3.2 Instrumen Tes Pilihan Ganda Materi Sistem Koloid ... 43

Tabel 4.1 Data Nilai Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 50

Tabel 4.2 Rekap Hasil Belajar Sistem Koloid Kelompok Eksperimen ... 52

Tabel 4.3 Rekap Hasil Belajar Sistem Koloid Kelompok Kontrol ... 52

Tabel 4.4 Uji Normalitas Pretes Kelompok Eksperimen ... 53

Tabel 4.5 Uji Normalitas Pretes Kelompok Kontrol ... 53

Tabel 4.6 Uji Normalitas Postes Kelompok Eksperimen ... 54

Tabel 4.7 Uji Normalitas Postes Kelompok Kontrol ... 54

Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas Kemampuan Awal (pretes) ... 54

Tabel 4.9 Hasil Uji Homogenitas Postes Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 55

Tabel 4.10 Hasil Uji “t” Kemampuan Awal Siswa (Pretes) ... 55

(12)
[image:12.595.111.491.183.569.2]
(13)

xii

Lampiran 3 Kisi-kisi Uji Coba Instrumen dan Pemetaan Soal Validasi ... 109

Lampiran 4 Rekapitulasi Validitas, Reliabilitas, Daya Beda dan Tingkat Kesukaran ... 119

Lampiran 5 Uji Normalitas Pretes Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 120

Lampiran 6 Uji Normalitas Postes Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 121

Lampiran 7 Uji Homogenitas Pretes Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 122

Lampiran 8 Uji Homogenitas Postes Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 126

Lampiran 9 Proporsi Jawaban Pretes Kelas Eksperimen ... 130

Lampiran 10 Proporsi Jawaban Pretes Kelas Kontrol ... 132

Lampiran 11 Proporsi Jawaban Postes Kelas Eksperimen ... 134

Lampiran 12 Proporsi Jawaban Postes Kelas Kontrol ... 136

Lampiran 13 Uji “t” Pretes dan Postes ... 138

Lampiran 14 Instrumen Penelitian Sistem Koloid ... 140

Lampiran 15 Nama Kelompok STAD ... 144

Lampiran 16 Sertifikat ... 145

Lampiran 17 Skor Kuis ... 146

Lampiran 18 Kelompok Terbaik ... 150

Lampiran 19 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 151

Lampiran 20 Uji Referensi ... 152

(14)

KIMIA SISWA PADA POKOK BAHASAN SISTEM KOLOID

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

R. Ahmad Zaky El Islami 106016200626

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd Dedi Irwandi, M.Si 19681228 200303 1 004 19710528 200003 1 002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(15)
(16)

(quasi eksperimen di MAN 2 Kota Bogor)” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam ujian munaqosah pada tanggal 29 Juli 2010 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang pendidikan kimia.

Jakarta, 29 Juli 2010 Panitia Ujian Munaqosah

Tanggal Tanda Tangan Ketua Jurusan Pendidikan IPA

Baiq Hana Susanti, M.Sc ………. ………. NIP. 19700209 200003 2 001

Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA

Nengsih Juanengsih, M.Pd ……….. ………. NIP. 19790510 200604 2 001

Penguji I

Tonih Feronika, M.Pd ……….. ……….. NIP. 19760107 200501 1 007

Penguji II

Burhanudin Milama, M.Pd ………... ……….. NIP. 19770201 200801 1 011

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(17)

NIM : 106016200626

Jurusan / Program Studi : Pendidikan IPA / Pendidikan Kimia

Alamat : Kp. Bojong Desa Tarikolot RT 01/04 No.40 Kec. Citeureup Kab. Bogor 16810

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Penerapan Model Cooperative Learning Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa pada Konsep Sistem Koloid” adalah hasil karya sendiri di bawah bimbingan:

1. Nama : Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd NIP : 19681228 200303 1 004 2. Nama : Dedi Irwandi, M.Si

NIP : 19710528 200003 1 002

Demikian surat pernyatan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia menerima segala konsekuensi apabila skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, Juli 2010 Yang menyatakan

(18)

Pendidikan merupakan hal penting bagi kemajuan suatu bangsa.

Suatu bangsa dikatakan maju apabila sumber daya manusianya tinggi.

Dengan sumber daya manusia yang tinggi maka suatu bangsa dapat

mengembangkan berbagai potensi alam maupun teknologi. Pendidikan

yang baik dapat menghasilkan sumber daya manusia yang baik dan

tangguh. Oleh karena itu perlu perhatian yang cukup besar dari berbagai

elemen bangsa untuk kemajuan pendidikan nasional. Pendidikan

memerlukan berbagai perbaikan dari berbagai aspek. Hal ini harus

dilakukan secara berkesinambungan, karena pendidikan bersifat dinamis

tidak statis sesuai dengan perkembangan jaman. Di Indonesia telah

dibentuk sisdiknas (sistem pendidikan nasional) yang mengatur tentang

hal yang berkaitan dengan pendidikan di Indonesia. Pendidikan nasional

akan mengarah kepada fungsinya yakni;

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Pendidikan dalam agama Islam pun merupakan hal yang sangat

diutamakan. Melalui proses pendidikan yang baik diharapkan mampu

membangun manusia seutuhnya, baik dalam kaitan manusia sebagai

makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial. Kelebihan orang yang

berilmu digambarkan dalam hadits Nabi Muhammad SAW.

1

Sistem Pendidikan Nasional, h. 1, artikel diakses pada 14 April 2010 dari http://www.depdiknas.go.id/content.php?content= file_sispen  

(19)

و

ا

ﺪ ا

ر

د

ءا

ر

ﷲا

لﺎ

:

ر

ل

ﷲا

ﷲا

و

ل

:

ً

ً

ﱠﻬ

ﷲا

ً

ا

ا

وا

ن

ا

ا

ﺘﻬ

ا

ر

ًﺎ

,

وا

ن

ا

ﺘﻐ

ا

تا

و

ا

ر

ض

ا

نﺎ

ا

ءﺎ

,

و

ا

ا

آ

ا

ﺋﺎ

ا

آا

وا

ن

ا

ءﺎ

و

ر

اﺎ

ءﺎ

,

وا

ن

اﺎ

ءﺎ

ر

د

ا

ًرﺎ

و

ا

د

ر

ه

ً

ا

و

ر

اا

ا

ا

وا

.

“Dan dalam hadits Abu Darda’ ra., ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah SAW. bersabda: “Barangsiapa yang keluar menempuh suatu jalan dengan niat semata-mata untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Para malaikat memang benar-benar meletakkan sayapnya untuk si pencari ilmu sebagai ridha (senang) terhadap apa yang dia lakukan itu. Sesungguhnya orang alim itu akan selalu dimintakan pengampunan oleh para makhluk di dalam air. Kelebihan atau keutamaan orang yang alim dibanding dengan orang yang beribadah bagaikan perbedaan bulan dengan seluruh bintang gemintang. Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Sedangkan semua Nabi itu tidak mewariskan mata uang dinar atau dirham. Sesungguhnya yang mereka tinggalkan tiada lain hanyalah ilmu. Maka barang siapa yang melaksanakan warisan para Nabi berarti ia telah memperoleh bagian kebaikan yang banyak sekali. ( H.R. Abu Dawud, At-Tirmidji, Ibnu Majah, Ibnu Habban dalam

kitab shahihnya serta Al Baihaqi)”.2

Sebuah sabda Nabi Muhammad SAW. yang patut diteladani.

Manusia yang berilmu akan menjadi manusia yang lebih tinggi

derajatnya di dunia maupun di akhirat. Orang berilmu akan dimudahkan

dalam menjalani hidupnya, karena orang-orang yang berilmu akan

mendapatkan petunjuk dari ilmu tersebut.

Proses pendidikan tidak selamanya berjalan dengan baik. Terdapat

banyak hal yang menjadi hambatan dalam proses pendidikan, baik dari

sarana dan prasarana pendidikan, maupun kualitas serta kuantitas

pengajar dan peserta didik. Artinya kita masih perlu mengembangkan

2

(20)

kualitas dalam proses pendidikan ini yang nantinya akan berimbas pada

hasil yang maksimal. Pengembangan ini memang seyogyanya diarahkan

pada jalur pendidikan formal, jalur pendidikan nonformal dan jalur

pendidikan informal. Namun demikian, yang harus menjadi prioritas

adalah sekolah sebagai jalur pendidikan formal yang paling banyak

menyerap peserta didik dan merupakan tempat yang paling kondusif

dalam proses pendidikan secara menyeluruh. Kualitas pendidikan di

sekolah dapat dilihat berdasarkan ketercapaian indikator keberhasilan

siswa dalam menguasai berbagai materi ajar yang diajarkan oleh guru

dan kemampuan siswa dalam mengaplikasikan ilmu tersebut dalam

kesehariannya.

Permasalahan-permasalahan dalam proses pendidikan yang ada di

sekolah harus dicarikan solusi yang tepat. Masalah klasik yang biasa

terjadi dalam pembelajaran kimia di sekolah adalah pembelajaran yang

terpusat pada guru. Guru dianggap sebagai sumber utama dari ilmu.

Sehingga kebanyakan siswa menjadi kurang berkembang dan tidak

mengeksplorasi kemampuan dirinya. Untuk itu perlu mengubah

paradigma pembelajaran dari teacher centered ke paradigma

pembelajaran student centered. Dengan demikian, guru diharapkan

mampu menguasai serta mengaplikasikan berbagai macam strategi

pengajaran yang berpusat pada siswa dan seorang guru pun diharapkan

mampu mengoptimalkan berbagai media pembelajaran yang ada.

Penggunaan media pembelajaran menjadi salah satu hal yang dapat

menunjang proses kegiatan belajar mengajar di kelas menjadi kondusif.

Dengan berbagai metode pengajaran pula diharapkan media

pembelajaran tersebut lebih efektif digunakan dan proses belajar

mengajar pun menjadi lebih menarik bagi peserta didik.

Proses pengajaran di sekolah tidak lepas dari konsep yang akan

diajarkan. Guru kimia seyogyanya tidak hanya mengajarkan konsep saja

kepada peserta didik, sebaiknya guru pun mengajar kimia melalui

(21)

lebih sering menggunakan metode ceramah yang hanya menggunakan

media papan tulis dan spidol saja yang dianggap relatif mudah dan

murah, padahal hal ini membuat siswa menjadi kurang tertarik, bosan,

mengobrol dan bahkan tidak jarang dari mereka tidak mau belajar. Ini

menjadi masalah yang harus dihadapi oleh setiap guru. Seringnya murid

mengobrol ketika guru menjelaskan membuat proses pembelajaran

menjadi tidak kondusif. Namun demikian, bukan berarti itu merupakan

kesalahan total dari seorang siswa. Kemungkinan ada dua permasalahan,

yakni dari pihak siswa itu sendiri yang malas atau dari pihak guru yang

terlalu monoton dalam mengajarnya.

Pada sebagian besar konsep kimia, seorang guru kimia tidak hanya

diminta untuk mengasah pemahaman siswa tentang konsep-konsep saja,

tetapi guru pun seyogyanya dapat mengajak siswa berpartisipasi langsung

dalam kegiatan praktikum mengenai bahasan kimia yang diajarkan

tersebut. Namun demikian, kebanyakan keadaan sekolah di Indonesia,

fasilitas yang tidak memadai dari segi alat dan bahan praktikum menjadi

sebuah hambatan bagi berlangsungnya pembelajaran kimia yang harus

menggunakan metode praktikum.

Dari berbagai kekurangan itu, bukan menjadikan para guru kimia

menjadi tidak kreatif. Terdapat banyak model pembelajaran yang dapat

dijadikan solusi untuk menggantikan metode ceramah yang biasa guru

terapkan, sekaligus model pembelajaran yang dapat meminimalisir dana

untuk kegiatan praktikum. Selain daripada itu penggunaan model

pembelajaran pun lebih kompleks dibandingkan dengan metode

pembelajaran saja ataupun media pembelajaran saja, karena sebuah

model pembelajaran dapat mencakup berbagai metode pembelajaran

maupun media pembelajaran dalam proses kegiatan belajar mengajarnya.

Berdasarkan berbagai permasalahan di atas, maka terdapat dua

solusi yang dapat digunakan. Solusi yang pertama adalah sebuah metode

yang dapat membuat siswa aktif berperan dalam pembelajaran yakni

(22)

masalah-masalah siswa; siswa yang tidak memperhatikan, siswa bosan,

atau siswa tak mau belajar. Penerapan metode diskusi akan membuat

siswa mau tak mau harus ikut berperan dalam pembelajaran, dan hal ini

disebut dengan pembelajaran kooperatif. Metode yang kedua yaitu

metode demonstrasi atau metode presentasi berupa multimedia, metode

ini diharapkan dapat membuat siswa menjadi lebih tertarik dengan

pelajaran kimia. Dengan metode demonstrasi ataupun penggunaan

multimedia, siswa dapat melihat langsung bagaimana konsep kimia yang

diajarkan tersebut dengan visualnya. Selain daripada itu demonstrasi

ataupun penggunaan multimedia ini dapat juga dijadikan solusi untuk

menanggulangi masalah yang berkaitan dengan minimnya fasilitas

praktikum di sekolah. Dan kedua metode ini terdapat dalam sebuah

model pembelajaran yang disebut STAD (Student Teams Achievement

Division) yaitu model pembelajaran yang terdiri atas lima komponen

utama; presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual dan

rekognisi tim.3

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, beberapa

masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Peran guru dalam mencapai tujuan pembelajaran masih mendominasi

sebagai pembelajaran teacher centered, sehingga potensi siswa kurang

tergali.

2. Siswa kurang tertarik dengan pembelajaran yang tidak variatif

3. Fasilitas praktikum yang tidak memadai dari segi alat dan bahan

praktikum menjadi kendala bagi sebagian besar sekolah.

3

(23)

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah disebutkan, maka

penelitian dibatasi pada:

1. Penelitian ini dibatasi pada konsep sistem koloid

2. Model pembelajaran yang digunakan adalah STAD.

3. Pengaruh yang diteliti dalam penelitian ini adalah pengaruh penerapan

model cooperative learning tipe STAD (Student Teams Achievement

Division) terhadap hasil belajar kimia siswa.

4. Hasil belajar yang akan diukur dalam penelitian ini berupa

jenjang (C1), (C2), dan (C3).

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah disebutkan, maka

perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat

pengaruh penerapan model cooperative learning tipe STAD

terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep sistem koloid?”

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Manfaat bagi peneliti

a. Menambah wawasan bagi peneliti tentang penelitian

b. Membantu peneliti menguasai model pembelajaran STAD

2. Manfaat bagi guru

Sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk menggunakan model

pembelajaran STAD sebagai model pembelajaran yang efektif

3. Manfaat bagi siswa

Sebagai bahan bacaan bagi siswa untuk penambahan wawasan

kependidikan.

4. Manfaat secara umum

Dapat mengetahui pengaruh penerapan model cooperative learning

(24)
(25)

1. Hakikat Cooperative learning a. Pengertian Cooperative Learning

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang dapat mengembangkan interaksi antarsiswa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Menurut Slavin (1995) pembelajaran konstruktivis dalam pengajaran menerapkan metode pembelajaran kooperatif secara ekstensif, atas dasar teori bahwa siswa akan menjadi lebih mudah untuk menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan konsep-konsep tersebut secara bersama-sama.1

Cooperative learning dapat meningkatkan cara belajar siswa

menjadi lebih baik, dan juga dapat meningkatkan sikap tolong menolong dalam berprilaku sosial.2Cooperative learning mendapatkan perhatian lebih ketika teknologi mulai menjauhkan interaksi antarsiswa.3

Pembelajaran kooperatif sebenarnya adalah strategi yang dapat menyelesaikan berbagai tujuan secara bersama-sama. Dengan bergantung pada strategi yang digunakan, guru dapat menyampaikan materi faktual, keterampilan dasar, pemahaman konseptual, atau pemecahan masalah. Strategi pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran yang berpusat pada guru, yaitu guru melibatkan semua interaksi antarsiswa. Semua strategi pembelajaran kooperatif lebih mengarah pada pembelajaran yang berpusat pada siswa. Hal yang membedakan pembelajaran kooperatif dari strategi lain adalah penerapan interaksi

1

Iskandar, Psikologi Pendidikan, (Ciputat : Gaung Persada Press 2009) h. 126 2

Isjoni. Cooperative learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok, (Bandung : Alfabeta 1999) h. 21

3

Myra Pollack Sadker dan David Miller Sadker. Teachers, Schools, and Society, (New York: McGraw- Hill Compenies, Inc 2005) h. 492

(26)

antarsiswa, tujuan pengelompokan siswa, struktur dan taktik untuk meningkatkan tanggung jawab individu serta untuk mengembangkan manfaat akademis.4

Berdasarkan pemaparan di atas bisa disimpulkan bahwa cooperative learning adalah sebuah cara dalam pembelajaran yang

menempatkan siswa sebagai pusat dari pembelajaran sehingga siswa dibebaskan untuk mengeksplorasi ilmunya dan pembelajaran ini lebih menekankan sebuah kerja sama antarsiswa.

b. Unsur-unsur Cooperative Learning

Ada empat unsur penting dalam menjalankan cooperative learning, yaitu: 5

1) Saling ketergantungan positif, dalam proses pembelajaran guru menciptakan suasana belajar yang membuat siswa merasa saling membutuhkan dan saling bergantung satu sama lain, dalam hal pembelajaran di kelas, proses pembelajaran di kelas, dalam menyelesaikan pekerjaan belajar, pencarian sumber atau bahan belajar, serta dalam perannya di dalam proses pembelajaran.

2) Interaksi tatap muka, dengan belajar kelompok, siswa dapat berinteraksi satu sama lain, sehingga peserta didik dapat melakukan dialog dengan sesama maupun dengan guru yang berhubungan dengan materi yang dipelajari. Dengan interaksi ini, siswa diharapkan dapat produktif, kreatif dan inovatif dalam proses pembelajaran.

3) Akuntabilitas individu, walaupun proses pembelajaran kooperatif ini menekankan kepada belajar kelompok, akan tetapi proses penilaian dalam pembelajaran kooperatif dilakukan dengan melihat kemajuan peserta didik secara individu dalam menguasai materi pelajaran yang telah dipelajari. Hasil pembelajaran tersebut disampaikan guru kepada kelompok, agar anggota kelompok mengetahui siapa anggota

4

Richard I. Arends dkk, Exploring Teaching An Introduction to Education, (New york.:McGraw Hill Companies, Inc. 2001) h. 196.

(27)

kelompok yang memerlukan bantuan, dan yang dapat memberi bantuan. Nilai kelompok didasarkan oleh rata-rata hasil belajar semua anggota. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok harus memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok masing-masing. 4) Keterampilan menjalin hubungan, penerapan pembelajaran

kooperatif dapat juga menciptakan serta meningkatkan keterampilan menjalin hubungan antarpribadi, kelompok dan kelas,

c. Ciri-ciri Cooperative Learning

Ada empat ciri-ciri cooperative learning, yaitu: 6

1) Siswa bekerja dalam kelompok secara bersama-sama untuk menuntaskan materi belajarnya

2) Kelompok dibentuk secara heterogen yang terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

3) Apabila mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda.

4) Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu. d. Model-model Cooperative Learning

Cooperative learning memiliki berbagai macam model

pembelajaran, diantaranya: 7 1) STAD

Tipe ini dikembangkan Slavin, dan merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Pada proses pembelajarannya, belajar kooperatif tipe STAD melalui lima tahapan yang meliputi; tahap penyajian materi, tahap kegiatan kelompok, tahap tes individual, tahap perhitungan skor perkembangan individu, dan tahap pemberian penghargaan kelompok.

6

Muslimin Ibrahim dkk, Pembelajaran Kooperatif, ( Surabaya : UNESA University Press 2001) h. 6-7.

7

(28)

2) Jigsaw

Pembelajaran kooperatif jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa untuk aktif dan saling membantu satu sama lain dalam menguasai materi pelajaran dalam rangka mencapai prestasi maksimal.

3) Group Investigation

Pada model ini dibuat kelompok yang beranggotakan 4-5 orang. Kelompok dapat dibentuk berdasarkan perkawanan atau berdasarkan pada keterkaitan akan sebuah materi tanpa melanggar ciri-ciri cooperative learning. Pada model ini siswa memilih sub topik yang

ingin mereka pelajari dan topik yang biasanya telah ditentukan guru, selanjutnya siswa dan guru merencanakan tujuan, langkah-langkah belajar berdasarkan sub topik dan materi yang dipilih. Kemudian siswa mulai belajar dengan berbagai sumber belajar baik di dalam maupun di luar sekolah, setelah proses pelaksanaan belajar selesai mereka menganalisis, menyimpulkan, dan membuat kesimpulan untuk mempresentasikan di depan kelas.

4) Rotating Trio Exchange

(29)

5) Group Resume

Model ini akan membuat interaksi antarsiswa menjadi lebih baik, kelas dibagi ke dalam kelompok-kelompok, setiap kelompok terdiri dari 3-6 orang siswa. Berikan penekanan bahwa mereka adalah kelompok yang bagus, baik dari segi bakat atau pun kemampuannya di kelas. Biarkan kelompok-kelompok tersebut membuat kesimpulan yang di dalamnya terdapat data-data latar belakang pendidikan, pengetahuan akan isi kelas, pengalaman kerja, kedudukan yang dipegang sekarang, keterampilan, hobby, bakat, dan lain-lain. Kemudian setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan kesimpulan kelompok mereka.

e. Keuntungan dan Keterbatasan Cooperative Learning

Pada penerapan pembelajaran kooperatif di kelas terdapat berbagai keuntungan dan keterbatasan, diantaranya:8

1) Keuntungan:

a) Cooperative learning mengajarkan siswa untuk menjadi percaya

pada guru dan lebih percaya lagi pada kemampuan sendiri untuk berpikir, dalam mencari informasi dari sumber lain, dan belajar dari siswa lain.

b)Cooperative learning mendorong siswa untuk mengungkapkan

idenya dan membandingkan idenya dengan ide temannya. Ini secara khusus bermakna ketika dalam proses pemecahan masalah.

c) Cooperative learning membantu siswa untuk menghormati siswa

yang pintar dan siswa yang lemah serta menerima perbedaan ini.

d)Cooperative learning suatu strategi efektif bagi siswa dalam

mencapai hasil akademik dan sosial termasuk untuk meningkatkan prestasi, percaya diri, dan hubungan interpersonal positif antara satu siswa dengan yang lain, meningkatkan keterampilan manajemen waktu dan sikap positif terhadap sekolah.

8

(30)

e) Cooperative learning banyak memberikan kesempatan bagi siswa untuk membandingkan jawabannya dan menilai ketepatan jawaban itu.

f) Cooperative learning suatu strategi yang dapat digunakan secara bersama-sama seperti dalam hal pemecahan masalah.

g) Cooperative learning mendorong siswa lemah untuk tetap

memberikan kontribusi bagi kelompoknya, dan membantu siswa pintar mengidentifikasikan celah-celah dalam pemahamannya. h)Interaksi yang terjadi selama cooperative learning dapat membantu

memotivasi siswa dan mendorong pemikirannya.

i) Dapat banyak memberikan kesempatan pada para siswa untuk belajar keterampilan bertanya dan mengomentari suatu masalah. j) Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan siswa dan

mengajarkan keterampilan diskusi.

k)Memudahkan siswa untuk melakukan interaksi sosial.

l) Mengajarkan kepada siswa untuk menghargai ide orang lain yang dirasa lebih baik.

m)Dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif 2) Keterbatasan:

a) Beberapa siswa mungkin pada awalnya segan mengeluarkan ide, takut dinilai temannya dalam kelompok

b)Tidak semua siswa secara otomatis paham dan menerima

philosophy cooperative learning. Banyak tersitanya waktu untuk

mensosialisasikan siswa belajar dengan cara seperti ini.

c) Penggunaan cooperative learning harus sangat rinci dalam melaporkan setiap penampilan siswa dan setiap tugas siswa, dan banyak menghabiskan waktu menghitung hasil prestasi kelompok. d)Meskipun kerjasama sangat penting untuk ketuntasan belajar siswa,

(31)

e) Sulit membentuk kelompok yang kompak yang dapat bekerja sama dengan secara harmonis

f) Penilaian terhadap siswa sebagai individu menjadi sulit karena tersembunyi dalam kelompok.

2. Hakikat Model Pembelajaran STAD a. Pengertian STAD

STAD dikembangkan oleh Slavin di Universitas John Hopkin Amerika Serikat dan STAD adalah model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga berpacu pada belajar kelompok siswa, serta menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Dalam pembelajaran ini siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan kelompok atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain antarsiswa dan atau melakukan diskusi. Dan secara individu diberi skor perkembangan.

Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa pada hari itu, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor ini melampaui rata-rata skor siswa yang lalu.

Setiap minggu pada suatu lembar penilaian atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tinggi, atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu. Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar tersebut.9

9

(32)

STAD merupakan model pembelajaran yang paling baik bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif.10 Menurut Slavin STAD terdiri atas lima komponen utama; presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, rekognisi tim. Secara rinci pembahasannya sebagai berikut: 11

1) Presentasi Kelas

Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang seringkali dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran biasa adalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit STAD. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memperhatikan selama dalam presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis individu, dan skor kuis individu mereka akan menentukan skor tim mereka.

2) Tim

Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas yang dipilih secara heterogen. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari lembar kerja yang telah disediakan oleh guru sebelumnya atau materi lainnya. Yang paling sering terjadi, pembelajaran itu melibatkan pembahasan permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan.

10

Robert E. Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, (Bandung : Nusa Media 2009) h. 143

11

(33)

Tim adalah hal yang paling penting dalam STAD. Pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah membuat anggota kelompok melakukan yang terbaik untuk kelompok, dan kelompok pun harus melakukan yang terbaik untuk tiap anggotanya. Tim ini memberikan dukungan bagi kinerja akademik dalam pembelajaran, dan itu untuk memberikan perhatian dan saling menghargai satu sama agar meningkatkan hubungan antarkelompok, rasa harga diri, penerimaan terhadap siswa-siswa mainstream.

3) Kuis

Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua periode para siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu satu sama lain dalam mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya.

4) Skor Kemajuan Individual

Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dicapai apabila mereka bekerja lebih rajin dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini, tetapi tak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha maksimal bagi kelompoknya. Tiap siswa diberikan skor “awal” yang diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.

5) Rekognisi Tim

(34)

kelompok siswa dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran STAD

Adapun langkah-langkah yang terdapat dalam pembelajaran STAD sebagai berikut: 12

1) Tempatkan siswa ke dalam tim yang masing-masing beranggotakan empat atau lima. untuk menempatkan siswa tersebut, tentukan peringkat mereka mulai dari yang tertinggi hingga yang terendah berdasarkan ukuran kinerja akademik tertentu (misalnya nilai masa lalu atau nilai ujian) dan bagi daftar yang sudah diberi peringkat tersebut menjadi empat kelompok, dengan menempatkan setiap siswa yang lebih ke kelompok tengah, kemudian, masukkan satu siswa dari masing-masing kelompok ke dalam masing-masing tim, sambil memastikan bahwa tim-tim tersebut sangat seimbang dalam jenis kelamin dan kesukuan.

2) Buat lembar kerja dan ujian kecil pada pelajaran yang direncanakan untuk diajarkan. Selama studi tim, tugas anggota-anggota tim tersebut ialah menguasi bahan yang disajikan dalam pelajaran dan membantu teman-teman satu tim mereka menguasai bahan tersebut. Siswa mempunyai lembar kerja atau bahan studi lainnya yang dapat mereka gunakan untuk melatih kemampuan yang sedang diajarkan dan menilai diri sendiri dan teman-teman satu tim mereka.

3) Ketika memperkenalkan STAD kepada kelas , bacakan tugas-tugas tim.

a) Mintalah teman-teman satu tim menyatukan meja mereka atau pindah ke meja tim, dan biarkan siswa sekitar 10 menit memutuskan nama tim.

b) Membagikan lembar kerja atau bahan studi lainnya.

12

(35)

c) Siswa dalam masing-masing tim bekerja berdua atau bertiga mengerjakan soal tersebut dan kemudian memeriksa bersama pasangannya. Apabila salah satu orang tidak dapat menjawab pertanyaan, teman satu tim siswa tersebut mempunyai tanggung jawab menjelaskannya, apabila mengerjakan pertanyaan-pertanyaan dengan jawaban singkat, mereka dapat menguji satu sama lain, dengan pasangan yang saling bergilirin memegang kertas jawaban atau mencoba menjawab pertanyaan tersebut.

d) Siswa tidak berhenti belajar hingga mereka yakin bahwa semua teman satu tim akan menghasilkan 100 persen dalam ujian tersebut. e) Pastikan Siswa memahami bahwa kertas kerja adalah untuk belajar

bukan untuk diisi dan diserahkan. Itulah sebabnya penting bagi siswa mempunyai lembar jawaban untuk memeriksa jawaban diri sendiri dan teman satu tim mereka ketika mereka belajar.

f) Siswa menjelaskan jawaban satu sama lain bukan hanya memeriksa satu sama lain berdasarkan lembar jawaban.

g) Apabila siswa mempunyai pertanyaan mintalah mereka agar menanyakan terlebih dahulu kepada teman satu tim kelompok sebelum bertanya kepada guru.

h) Pada saat siswa bekerja dalam tim, guru memantau sambil memuji tim yang bekerja dengan baik dan duduk bersama masing-masing tim untuk mendengar cara anggota-angotanya bekerja.

4) Guru membagikan ujian tersebut atau tugas lainnya, dan memberikan siswa waktu yang memadai untuk menyelesaikannya. Jangan biarkan siswa bekerja sama dalam ujian tersebut, siswa harus memperhatikan apa yang telah dipelajari sebagai individu.

(36)

perkembangan individu dalam kelompok dapat dihitung dengan menggunakan tabel berikut ini: 13

Tabel 2.1 Skor Perkembangan Siswa

Skor Siswa Poin Perkembangan

Lebih dari sepuluh poin dibawah skor dasar 10 poin hingga 1 poin dibawah skor dasar Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar Lebih 10 poin diatas skor dasar

Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal) 5 10 20 30 30

6)Hargai keberhasilan tim, guru yang sudah menghitung angka bagi masing-masing siswa dan menghitung nilai tim kemudian menyediakan penghargaan bagi setiap tim yang mencapai peningkatan 20 atau lebih. Penting membantu siswa menghargai keberhasilan tim, antusiasisme seorang guru terhadap nilai tim akan membantu, apabila guru memberikan lebih dari satu ujian dalam satu minggu, gabungkanlah hasil ujian tersebut ke dalam satu nilai mingguan.

c. Keunggulan Model Pembelajaran STAD

Berdasarkan pengertian dan langkah-langkah STAD di atas dapat kita rumuskan keunggulan STAD jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional sebagai berikut:

Tabel 2.2 Perbandingan Model Pembelajaran STAD dengan Konvensional

No Hal yang Diperbandingkan

Pembelajaran Konvensional

Model Pembelajaran STAD

1 Paradigma

Pembelajaran Teacher Centered Student Centered

2 Peran guru di Kelas Presentator awal hingga akhir Sedikit Presentator diawal, selebihnya sebagai fasilitator hingga akhir pembelajaran 13

[image:36.595.111.516.147.709.2]
(37)

3

Pemerataan pemahaman siswa

Kurang meratanya siswa yang paham dengan pelajaran

Siswa yang paham dengan pelajaran lebih merata 4 Peran siswa dalam pembelajaran

Siswa lebih pasif Siswa lebih aktif

5 Dampak pembelajaran terhadap siswa Kemampuan siswa kurang dieksplorasi kemampuan siswa lebih tereksplorasi

6 Semangat belajar di kelas

Tidak terjadi persaingan tim, sehingga semangat siswa di kelas belajar biasa saja.

Terjadi persaingan tim,sehingga semangat belajar siswa di kelas untuk belajar lebih tinggi

Pembelajaran konvensional lebih mengutamakan guru sebagai pusat dari pembelajaran (teacher centered). Guru pun lebih banyak berperan sebagai presentator sehingga siswa lebih pasif dan kemampuan yang mereka miliki kurang dieksplorasi, akhirnya hal ini akan berdampak pada pemerataan pemahaman siswa dengan materi ajar, dikarenakan hanya sebagian saja siswa yang akan paham, yaitu mereka yang mau belajar dan memperhatikan, sedangkan bagi mereka yang tidak memperhatikan akan menjadi siswa yang terabaikan. Di dalam pembelajaran konvensional pun tidak memasukan persaingan tim sebagai pengangkat minat belajar pada siswa di kelas tersebut.

(38)

saling mengajarkan kepada teman satu kelompoknya agar paham dengan materi ajar saat itu. Inilah yang menjadi keunggulan model pembelajaran STAD dalam pembelajaran di kelas dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

3. Hakikat Belajar dan Hasil Belajar a. Pengertian Belajar

Kata "belajar" adalah hal yang biasa dalam bahasa kita, tetapi kata "berpikir," sulit untuk didefinisikan secara tepat. Pada proses persiapan anda mengajar, anda akan banyak menyajikan belajar makna dan implikasi yang tepat untuk pekerjaan anda. Seorang guru akan lebih mengamati kinerja daripada belajar dan menyimpulkan tentang pelajaran yang telah terjadi. Belajar melibatkan beberapa perubahan atau modifikasi perilaku murid.14“Belajar adalah suatu proses dimana suatu tingkah laku ditimbulkan atau diperbaiki melalui serentetan reaksi atas situasi (atau rangsang) yang terjadi”.15

Belajar kognitif lebih fokus pada pembelajaran yang berkaitan dengan proses-proses mental atau intelektual. proses ini mungkin melibatkan; mendapatkan informasi, mengingat informasi, pemecahan masalah, belajar aturan, konsep belajar dan bagaimana strategi pembelajaran yang digunakan untuk belajar dan berpikir.16

Dengan belajar manusia mempunyai kemampuan khusus dalam beradaptasi dengan keadaan mereka. Pengetahuan dan keterampilan kita simpan dalam kepala manusia dalam bentuk memori hingga tingkat tertentu, yang memungkinkan manusia untuk memahami, memprediksi dan mengontrol hidupnya. Guru bekerja untuk membantu belajar. sekolah telah tumbuh sebagai lembaga yang khusus bertujuan untuk

14

Robert W. Richey, Planning For Teaching An Introduction to Education, (United State of America : Mcgraw- Hill Inc. 1968 ) hal. 183-184.

15

Ahmad Fauzi, Psikologi Umum, (Bandung : pustaka Setia 2004) h. 24 16

(39)

memastikan bahwa budaya yang paling berharga adalah pengetahuan yang dipelajari oleh anak-anak.17

“Belajar merupakan proses mencari ilmu dalam diri seseorang melalui latihan, pembelajaran dan sebagainya, sehingga terjadi perubahan dalam diri”. Definisi belajar ini menurut Hilgar dan Marquis, yang menjelaskan bahwa belajar tidaklah dilakukan tanpa usaha dari individu itu sendiri, melainkan melalui latihan atau proses pembelajaran. Sedangkan menurut James L. Mursell “Learning is experience, and exploration and discovery”. Belajar adalah upaya yang dilakukan

seseorang dengan mengalaminya sendiri, menjelajahi, menelusuri sendiri dan memperoleh sendiri. Adapun belajar menurut Garret “Learning is the process which, as a result of training and experience, leads to new or

changed responses”. Belajar merupakan proses yang berlangsung dalam

jangka waktu yang lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada perubahan diri dan perubahan atas reaksi terhadap suatu perangsang tertentu. Dan menurut Lester D. Crow dan Alice Crow “Learning is the acuquisition of habits, knowledge, and attitudes”.

Belajar adalah upaya untuk memperoleh; kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap.18

Secara psikologis, proses perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dinamakan belajar. Perubahan-perubahan tersebut akan dinyatakan dalam seluruh aspek tingkah laku sehari-hari. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.19

17

Richard Fox, Teaching & Learning Lessons from Psichology, (Victoria : Blackwell Publishing Ltd 2005) h. 9-10.

18

Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran (Jakarta : Uhamka Press. 2003) h. 29-30.

19

(40)

“Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman”. Belajar sesungguhnya adalah ciri khas manusia dan yang membedakannya dengan binatang. Belajar yang dilakukan manusia merupakan bagian dari hidupnya, berlangsung seumur hidup, kapan saja, dan dimana saja, baik di sekolah, di kelas, maupun di jalanan dalam waktu yang tak dapat ditentukan sebelumnya. Namun demikian, satu hal yang sudah pasti bahwa belajar dilakukan oleh manusia senantiasa dilandasi oleh iktikad dan maksud tertentu. Berbeda dengan binatang yang sering juga dikatakan sebagai belajar.20

Belajar merupakan tindakan atau prilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa itu sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya suatu proses belajar. Proses belajar terjadi karena siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa yaitu keadaaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar. Tindakan belajar tentang hal tersebut tampak sebagai perilaku belajar yang tampak dari luar.21

Menurut Magnesen (Dryden & Wager (1999) porsi belajar terjadi dengan: 22

1. Membaca sebanyak 10% 2. Mendengar 20%

3. Melihat 30%

4. Melihat dan mendengar sebanyak 50% 5. Mengatakan 70%

6. Mengatakan sambil mengerjakan 90%

Pemberdayaan optimal dari seluruh indra seseorang dalam belajar dapat menghasilkan kesuksesan bagi seseorang. Melalui media

20

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem,

(Jakarta: PT. Bumi Aksara 2005) h. 154 21

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran,

(Jakarta : Asdi Mahasatya 2006) h. 7 22

(41)

pembelajaran, belajar paling tinggi terjadi 50%. Ternyata, seseorang yang belajar dan terlibat langsung dalam suatu kegiatan atau mengerjakan sesuatu dianggap sebagai cara yang terbaik dan bertahan lama.

Menurut UNESCO terdapat empat pilar belajar, yaitu: 23 1. “Learning to know” belajar untuk mengetahui.

2. “Learning to do”belajar untuk aktif;

Prinsip belajar learning to do bermakna “live long education” kegiatan belajar sepanjang hidup.

3. “Learning to be” belajar untuk menjadi;

Makna dari leaning to be adalah proses belajar yang dilakukan peserta didik dalam menghasilkan perubahan perilaku individu atau masyarakat terdidik yang mandiri.

4. ”Learning to live together” Belajar untuk hidup bersama-sama. Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat kita saksikan oleh mata. Kita hanya dapat menyaksikan dari adanya gejala-gejala perubahan prilaku yang tampak.24

Dari berbagai definisi mengenai belajar diatas dapat kita simpulkan bahwa belajar adalah sebuah tindakan yang dengan sengaja seseorang lakukan agar mendapatkan hal yang baru baik yang bersifat kognitif, apektif maupun psikomotorik.

b. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan evaluasi hasil belajar baik dengan ulangan maupun tes. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pembelajaran dalam periode tertentu dan merupakan puncak dari proses belajar.25

23

Iskandar, Psikologi Pendidikan, h.104-105 24

Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group 2008) h. 229.

25

(42)

Hasil belajar tampak sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri siswa yang dapat diamati dan dapat diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan dan lain sebagainya.26

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Keberhasilan peserta didik dalam belajar dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri (endogen) dan faktor yang datang dari luar diri (eksogen).

Faktor endogen antara lain seperti; minat belajar, kesehatan, perhatian, ketenangan jiwa waktu belajar, motivasi, kegairahan diri, cita-cita, kebugaran jasmani, kepekaan alat-alat indra dalam belajar. Dengan kata lain, alat-alat indra berfungsi dengan baik atau sebaliknya seperti mata sakit, pendengarannya terganggu atau lain-lain dapat mempengaruhi hasil belajar.

Faktor eksogen yang mempengaruhi keberhasilan peserta didik antara lain seperti keadaan lingkungan belajar (suasana kelas), cuaca, letak sekolah (di tempat yang ramai atau tidak), faktor interaksi sosial dengan teman sebangku, interaksi peserta didik dengan pendidiknya. Faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa adalah alat-alat belajar yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar (seperti media pendidikan, metodologi mengajar yang digunakan, buku-buku yang dipakai).

Disamping kedua faktor diatas faktor lain yang tak kalah pentingnya yang erat kaitannya dengan masalah belajar adalah sarapan pagi dan jajanan sekolah. Faktor ini dapat dimasukkan ke dalam faktor

26

(43)

endogen atau eksogen karena keduanya berkaitan erat dengan lingkungan pendidikannya.27

Jadi, dalam proses belajar kita akan melihat perbedaan-perbedaan yang signifikan mengenai hasil belajar tiap individu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang telah disebutkan di atas. Sehingga perlu sebagai seorang guru untuk melihat hal ini sebagai bahan pertimbangan dalam mengajar dan mendidik di sekolah.

4. Hakikat pembelajaran kimia

Kimia merupakan ilmu yang mengakaji tentang sifat zat, dan secara khusus mempelajari reaksi yang merubah suatu zat menjadi zat lain. Kimia menyediakan pedoman untuk menyesuaikan beberapa kebutuhan atau penerapan khusus dan membuat bahan yang benar-benar baru yang dirancang sejak awal agar memiliki sifat tertentu yang diinginkan.28

Dari pengertian kimia di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa hakikat dari pembelajaran kimia adalah mengembangkan hal yang bersifat gejala-gejala alam yang berkaitan dengan zat untuk dicari kegunaannya dimasa depan. Diharapkan dalam mempelajari ilmu kimia siswa dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan zat dalam kehidupan nyata. Agar kimia menjadi lebih bermanfaat bagi manusia.

5. Hakikat Sistem Koloid a. Pengertian Sistem Koloid

Koloid merupakan campuran dua zat, yang terdiri dari fase terdispersi dan medium pendispersi. Fase terdispersi merupakan zat yang didispersikan, sedangkan medium pendispersi merupakan medium yang digunakan untuk mendispersikan. Partikel koloid mempunyai ukuran yang lebih besar daripada larutan dan lebih kecil daripada suspensi.

Pada tahun 1861, Thomas Graham, seorang ahli kimia bangsa Inggris melakukan percobaan untuk menguji perbedaan kemampuan aliran zat terlarut dengan menggunakan kantong perkamen, air, kristal

27

Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, h. 103-104 28

(44)

gula, lem perekat, dan kanji. Mula-mula gula, lem perekat, dan kanji masing-masing dilarutkan ke dalam air. Kemudian larutannya dimasukkan ke dalam kantong perkamen ditutup rapat dan direndam dalam air. Dari percobaan ternyata molekul gula memiliki kemampuan untuk merembes ke luar menembus pori-pori perkamen sehingga ke luar dari kantong. Zat lain yang dicobakan oleh T. Graham adalah zat perekat dengan percobaan yang sama. Ternyata zat perekat tersebut sifatnya sama dengan sifat kanji, yaitu tidak mampu menembus membran perkamen. Berdasarkan hasil percobaan tersebut, Graham memberikan gagasan sebagai berikut.

1) Molekul gula dapat lolos dari membran perkamen, sedangkan kanji dan perekat tidak dapat lolos dari membran perkamen. Hal ini dimungkinkan karena ada perbedaan diameter molekul antara molekul kanji dengan molekul gula. Molekul kanji mempunyai diameter lebih besar dari diameter molekul gula.

2) Larutan gula yang berasal dari kristal gula dan semacamnya disebut larutan yang berdifusi cepat atau kristaloid, sedangkan zat perekat, kanji, dan susu, atau semacamnya yang bersifat lekat dan kental disebut koloid.

Pada perkembangan selanjutnya, penggolongan zat menjadi koloid dan kristaloid tidak dapat dipertahankan karena banyak koloid dapat dikristalkan dan kristaloid dapat dibuat menjadi koloid.

(45)

Seorang kimiawan Jerman bernama Richard Zsigmondy, pada tahun 1912 mendesain mikroskop ultra untuk mengamati partikel-pertikel terlarut termasuk partikel koloid. Dari pengamatannya tersebut ternyata partikel koloid mempunyai diameter molekul 10-7 cm – 10-5 cm. Mengapa harus menggunakan mikroskop ultra? Karena hanya partikel yang ukuran diameternya lebih besar dari 10-5 cm yang dapat dilihat dengan mikroskop biasa. Perbandingan sifat antara larutan, koloid, dan suspensi.

Tabel 2.3 Perbedaan antara Larutan, Koloid dan Suspensi

No

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemukan zat yang tergolong larutan, koloid dan suspensi.

Larutan Koloid Suspensi

1

Ukuran partikel kurang dari 10-7 cm

Ukuran partikel antara 10-7 cm- 10-5 cm

Ukuran partikel lebih besar dari 10-5 cm

2

Homogen

Antara homogen dan

heterogen Heterogen

3 Satu fase Dua fase Dua fase

4 Jernih Keruh Keruh

5 Tidak memisah jika didiamkan

Tidak memisah jika didiamkan Memisah jika didiamkan 6 Tidak dapat disaring dengan saringan biasa

Tidak dapat disaring dengan saringan biasa Dapat disaring dengan saringan biasa 7 Tidak dapat disaring dengan membran perkamen Dapat disaring dengan membran perkamen Dapat disaring dengan membran perkamen 8

Ion, molekul kecil

Molekul besar,

partikel Partikel besar

Contoh : larutan gula, larutan garam dapur, larutan cuka, larutan alkohol, dan udara.

(46)

Contoh suspensi : air sungai yang keruh, tanah liat dengan air, pasir dengan air, dan air kapur.

b. Jenis Koloid

[image:46.595.112.517.247.571.2]

Seperti yang telah diketahui bahwa wujud (fase) benda terdiri dari padat, cair dan gas. Tiap wujud tersebut dapat menjadi medium pendispersi ataupun fase terdispersi, kecuali untuk gas. Gas sebagai fase terdispersi pada medium pendispersi gas tidak membentuk koloid. Gas dengan gas merupakan campuran yang homogen. Berdasarkan hal tersebut, sistem koloid dapat dibagi menjadi beberapa jenis, seperti yang tercantum dalam tabel 2.4

Tabel 2.4 Beberapa Jenis Dispersi Koloid

No

Fase terdispersi

Medium

Pendispersi Fase Koloid

Nama

Koloid Contoh

1 Gas Cair Cair Busa/buih

Busa Sabun

2 Gas Padat Padat

Busa padat

Karet Busa

3 Cair Gas Gas

Aerosol

cair Embun

4 Cair Cair Cair Emulsi Susu

5 Cair Padat Padat

Emulsi

Padat Mentega

6 Padat Gas Gas

Aerosol

Padat Asap

7 Padat Cair Cair Sol Cat

8 Padat Padat Padat Sol Padat

Paduan Logam Sumber : Chemistry, The Central Science

Berdasarkan tabel 2.4 yang perlu kita ingat adalah

1) Emulsi : Sistem koloid yang fase terdispersi berupa zat cair dan medium pendispersinya berupa zat cair. Bila medium pendispersinya berupa zat padat dikenal dengan emulsi padat.

(47)

3) Busa : Sistem koloid yang fase terdispersinya berupa zat padat dan medium pendispersinya berupa zat cair. Bila medium pendispersinya berupa zat padat, disebut busa padat

4) Aerosol : Sistem koloid yang medium pendispersinya berupa gas, sedangkan fase terdispersinya berupa zat cair atau zat padat.

c. Koloid Dalam Industri

Dalam kenyataannya, banyak produk industri yang diperlukan dalam kehidupan sekarang ini berupa koloid, baik sebagai bahan makanan, bahan bangunan, maupun produk-produk lain. Contoh sistem koloid yang berupa bahan makanan, yaitu susu, mayones, margarin, krim salad, dan jeli. Dalam industri bangunan, misalnya cat tembok, cat kayu, cat besi, lem besi, lem kaca, lem kayu, dan lem plastik. Dalam industri farmasi, contohnya kapsul dari gelatin dan emulsi obat-obatan yang distabilisasi dengan protein.

Mengapa sistem koloid digunakan dalam produk industri? Salah satu ciri khas koloid, yaitu partikel padat dari suatu zat dapat tersuspensi dalam zat lain, terutama dalam bentuk cairan. Hal ini merupakan dasar dari berbagai hasil industri yang dibutuhkan manusia.

Penggunaan koloid juga dapat menghasilkan campuran hasil industri tanpa saling melarutkan secara homogen. Di samping itu juga bersifat stabil, sehingga dapat digunakan dalam waktu yang relatif lama. Koloid yang dapat menstabilkan hasil industri ini dinamakan koloid pelindung. Misalnya es krim yang ditambah gelatin. Adanya gelatin dalam es krim menyebabkan es krim tidak cepat meleleh.

d. Sifat-sifat Koloid 1) Efek Tyndall

Pada umumnya sistem koloid tampak agak keruh, atau berupa gumpalan seperti agar-agar atau lem kanji. Tetapi selain itu ada juga koloid yang bening transparan seperti sol dari senyawa As2S3 yang

(48)

sehingga sulit membedakan antara koloid yang seperti itu dengan larutan.

Suatu sifat khas yang membedakan sistem koloid dengan larutan adalah dengan percobaan tyndall. Bila suatu larutan (larutan sejati) disinari dengan seberkas sinar tampak maka berkas sinar tadi akan diserap dan hanya sebagian kecil yang dipancarkan. Bila seberkas sinar dilewatkan pada sistem koloid maka sinar tersebut akan dihamburkan oleh partikel koloid, sehingga sinar yang melalui sistem koloid akan teramati berupa jalur cahaya. Sifat khas koloid yang dapat menghamburkan berkas cahaya, dikenal dengan nama efek Tyndall. Selain pada koloid jenis sol, efek Tyndall juga dapat dilihat pada koloid jenis aerosol.

Dalam kejadian sehari-hari, efek Tyndall dapat kita lihat dalam peristiwa berikut.

a) Cahaya matahari jelas sekali berkasnya di sela-sela pohon yang sekitarnya berkabut. Juga berkas cahaya matahari tampak jelas di sela-sela dinding dapur yang banyak asapnya.

b) Berkas cahaya proyektor tampak jelas di gedung bioskop yang banyak asap rokoknya.

c) Sorot cahaya mobil berkasnya tampak jelas pada daerah yang berkabut.

2) Gerak Brown

Partikel koloid dapat bergerak lurus tetapi arahnya tidak menentu (gerak zig-zag). Penemu gerakan partikel koloid seperti itu adalah Robert Brown dan gerak zig-zag partikel koloid hanya dapat diamati dengan mikroskop ultra. Gerak Brown itu disebabkan adanya tumbukan dari partikel medium pendispersi pada partikel koloid yang terdispersi.

(49)

3)Adsorpsi

Partikel koloid dapat mengadsorpsi ion atau muatan listrik. Adsorpsi adalah proses penyerapan di permukaan. Partikel koloid dari Fe(OH)3, bermuatan positif dalam air, karena mengadsorpsi ion

positif, sedangkan partikel koloid As2S3 dalam air bermuatan negatif

karena mengadsorpsi ion negatif. Proses penyerapan di permukaan partikel koloid disebut adsorpsi koloid.

Sifat adsorpsi partikel koloid ini sangat penting karena berdasarkan sifat tersebut banyak manfaat yang dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

4) Elektroforesis

Untuk membuktikan bahwa partikel koloid bermuatan, dapat dilakukan melalui percobaan elektroforesis. Dalam percobaan dicampurkan koloid dari Fe(OH)3 yang berwarna merah dan koloid

As2S3 yang berwarna kuning, campuran dari sistem koloid tadi

dimasukkan dalam alat elektroforesis.

Kutub positif (+) dan kutub (-) dihubungkan dengan arus listrik searah. Dari percobaan yang telah dilakukan, ternyata daerah kutub (+) menjadi berwarna kuning dan daerah kutub (-) menjadi berwarna merah. Dari hasil pengamatan tersebut dapat dinyatakan bahwa koloid As2S3 bermuatan negatif karena ditarik oleh elektrode positif dan

koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena ditarik oleh elektrode

negatif. Jadi, elektroforesis adalah suatu cara untuk menunjukkan bahwa partikel koloid dapat bermuatan. Sifat elektroforesis ini dilihat pada koloid jenis sol.

5) Koagulasi

(50)

maka elektrolit tersebut akan menggumpalkan koloid. Penggumpalan partikel koloid dapat dilakukan secara mekanis, fisis, dan kimia.

a) Mekanis : Menggumpalkan koloid dengan pemanasan, pengadukan, dan pendinginan. Proses ini akan mengurangi jumlah air atau ion di sekeliling koloid sehingga koloid akan mengendap.

Misalnya: Bila larutan dari protein yang merupakan sistem koloid dipanaskan maka protein akan menggumpal.

b) Fisis : Contoh penggumpalan koloid cara fisis adalah penggunaan alat cottrel. Asap atau debu dari cerobong pabrik dapat digumpalkan dengan alat listrik atau cottrel. Alat cottrel biasanya dipakai pada cerobong asap industri-industri besar, untuk menggumpalkan asap dan debu sebagai partikel koloid. Hal itu bertujuan untuk mengurangi pencemaran asap dan debu yang berbahaya.

c) Kimia : Cara ini dilakukan dengan menambahkan zat elektrolit bermuatan lawan ke dalam koloid sehingga koloid akan menggumpal.

6) Koloid Pelindung

Koloid pelindung merupakan sifat koloid yang dapat melindungi koloid lain. Koloid pelindung pada emulsi dinamakan emulgator. Ada beberapa koloid yang tidak mengalami penggumpalan jika ditambahkan suatu koloid lain. Koloid yang dapat memberikan efek kestabilan disebut koloid pelindung. Koloid pelindung membentuk lapisan di sekeliling partikel koloid, sehingga melindungi muatan partikel koloid tersebut.

e. Dialisis

Pembuatan suatu koloid, misal pembuatan sol Fe(OH)3 dari

pelarutan kristal FeCl3, akan mengalami proses hidrolisis, sehingga sol

(51)

ion-ion tersebut dapat menyebabkan penggumpalan sol Fe(OH)3. Oleh

karena itu, ion-ion tersebut perlu dihilangkan, atau dengan kata lain koloid itu perlu dimurnikan. Pemurnian koloid disebut dialisis.

f. Koloid Liofil dan Koloid Liofob

Koloid yang medium pendispersinya zat cair disebut sol dan dibedakan menjadi koloid liofil dan liofob. Hal ini didasarkan atas sifat tarikan antara partikel pendispersi dengan partikel terdispersi. Liofil artinya suka pada cairan dan liofob artinya tidak suka (takut) pada cairan. Jika medium pendispersi menggunakan air maka koloid merupakan sol yang dapat digolongkan menjadi koloid hidrofil dan koloid hidrofob.29

B.Hasil Penelitian yang Relevan

Sebelum meneliti tentunya peneliti mencari terlebih dahulu penelitian-penelitian terdahulu mengenai pembelajaran kooperatif maupun model pembelajaran STAD, agar penelitian yang akan dilakukan memiliki dasar pemikiran yang cukup kuat. Dengan pertimbangan di atas maka peneliti menuliskan berbagai penelitian terdahulu antara lain:

1. Penelitian yang relevan dengan judul penelitian ini yaitu dari hasil penelitian dalam artikel yang ditulis oleh Munir Tanrere, Ahkam Zubair, H. A. yamsur, dan Sinar Alam yang berjudul “Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievements Divisions Untuk Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Kimia SMA” yang dilakukan di SMA Negeri 3 Makassar tahun 2005/2006 menunjukkan bahwa implementasi STAD dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang lebih berorientasi kepada siswa dengan guru berperan lebih banyak sebagai mediator dalam proses pembelajaran serta meningkatkan hasil belajar siswa baik secara individu maupun secara kelompok.30

29

Sri rahayu ningsih, dkk, Sains Kimia 2 SMA /MA, (Jakarta : Bumi Aksara. 2007) hal. 278-291

30

(52)

2. Penelitian lain oleh Rusmansyah dalam artikel “Implementasi Model Student Teams-Achievement Division (STAD) dalam pembelajaran Konsep Laju Reaksi Di Kelas II SMU Negeri 1 Banjarmasin” menunjukkan bahwa implementasi model STAD dalam pembelajaran konsep laju reaksi pada siswa kelas II di SMU Negeri 1 Banjarmasin tahun ajaran 2002/2003 dapat meningkatkan pemahamannya, juga berdampak positif terhadap peningkatan hasil belajarnya, meningkatnya kemampuan untuk berkomunikasi dan berkolaborasi dengan teman sekelompoknya, keterampilan siswa berkembang, kemudahan dalam memahami konsep.31 3. Penelitian lain oleh Perdy Karuru dalam artikel “Penerapan Pendekatan

Keterampilan Proses Dalam Seting Pembelajaran STAD untuk Meningkatkan Kualitas Belajar IPA Siswa SLTP” yang dilakukan pada kelas II SLTP Ciputra, menunjukkan bahwa; pembelajaran menggunakan STAD ini tepat waktu, pembelajaran STAD ini dapat mengubah pembelajaran dari teacher center menjadi student center, pembelajaran ini dapat meningkatkan proporsi jawaban benar siswa, minat belaja

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ............................................................
Tabel 2.2
Tabel 2.4 Beberapa Jenis Dispersi Koloid
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir
+7

Referensi

Dokumen terkait

“Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran kooperatif yang paling sederhana siswa belajar dalam suatu kelompok kecil (4 sampai 5 orang) yang heterogen untuk

Pengaruh Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Stad Terhadap Proses Dan Hasil Pembelajaran Karate Nomor Kata. Universitas Pendidikan Indonesia

Kesimpulan yang didapat dari peneltiain ini adalah dapat diketahui langkah-langkah pembelajaran Cooperative Learning tipe STAD yaitu tahap persiapan, tahap penyajian

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan (1) setiap guru dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD atau Jigsaw sebagai salah satu

STAD merupakan salah satu metode yang paling sederhana dan merupakan sebuah model yang baik bagi seorang guru yang baru mengenal pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan

Hipotesis yang diajukan adalah hipotesis nihil (Ho) yaitu tidak terdapat perbedaan hasil belajar biologi antara pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode ekspositori

1. Guru menyajikan pelajaran akuntansi materi jurnal umum di depan kelas. Walaupun STAD ini berpusat pada siswa tetapi guru juga tetap berperan penting dalam

Agus Muji Widodo (2005) dengan judul Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model STAD Meningkatkan Ketrampilan Berbicara Siswa Kelas III SD N Pilangsari 1, Ngrampal, Sragen. Dari