• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. 8 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. 8 Universitas Kristen Petra"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

2. LANDASAN TEORI

2.1. Perencanaan Pajak (Tax Planning)

2.1.1. Definisi Perencanaan Pajak (Tax Planning)

Secara umum Perencanaan Pajak (tax planning) didefinisikan sebagai proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga hutang pajaknya, baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya berada dalam posisi yang minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perencanaan Pajak adalah sejumlah perencanaan di bidang perpajakan yang dibentuk untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan pajak, untuk mendapatkan alternatif terbaik dalam hal penghematan pajak yang tidak melanggar ketentuan perpajakan dengan tujuan agar dapat meminimalisasi beban pajak.

Perencanaan Pajak merupakan upaya legal yang bisa dilakukan wajib pajak. Tindakan itu legal karena penghematan pajak tersebut dilakukan dengan cara tidak melanggar ketentuan yang berlaku. Perencanaan Pajak tidak berarti sebagai upaya menghindari pajak, karena bila demikian jelas bertentangan dengan undang-undang perpajakan yang berlaku (Tanuwardi,2006).

Menurut Harnanto, Perencanaan Pajak adalah suatu proses usaha-usaha wajib pajak atau sekelompok wajib pajak untuk meminimalisasikan beban atau kewajiban pajaknya, baik yang berupa penghasilan maupun pajak-pajak yang lain melalui pemanfaatan celah-celah dalam perundang-undangan perpajakan. Tetapi hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pajak adalah wajib pajak harus benar-benar memahami peraturan perpajakan yang berlaku dan selalu mengikuti perubahan dan perkembangannya.

Secara teoritis Perencanaan Pajak merupakan bagian dari fungsi-fungsi manajemen pajak, yang terdiri dari: planning, implementation dan control.

Apabila dihubungkan dengan fungsi-fungsi spesifik manajemen, perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan (tax planning) termasuk ke dalam salah satu fungsi-fungsi spesifik manajemen, yaitu fungsi Planning, dimana dalam proses menetapkan perencanaan penyusunan strategi penghematan pajak (Lumbantoruan,1994).

(2)

Penekanaan perencanaan pajak adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak. Hal ini dapat dilihat dari dua definisi perencanaan pajak di bawah ini:

a. “Tax Planning is the systematic analysis of differing tax options aimed at the minimization of tax liability in current and future tax periods”

(Crumbley,1994 hal.300).

b. “Tax Planning is arrangements of a person’s business and/or private affairs in order to minimize tax liability” (Lyons,1996 hal. 303).

2.1.2. Tujuan Perencanaan Pajak (Tax Planning)

Implementasi perencanaan pajak dalam kegiatan usaha wajib pajak adalah untuk mencapai sasaran wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, dengan cara perencanaan pajak secara lengkap, benar, dan tepat waktu yang sesuai dengan undang-undang perpajakan, sehingga tidak terkena sanksi administratif (denda, bunga, kenaikkan pajak) dan sanksi pidana. Tujuan dari perencanaan pajak (tax planning) adalah sebagai berikut:

a. Membuka kesadaran akan pentingnya perencanaan perpajakan untuk wajib pajak.

b. Membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku.

c. Membuat metode perhitungan dalam efisiensi pembayaran pajak secara legal.

Perencanaan pajak di sini tidak sama dengan perencanaan yang merugikan penerimaan negara, karena tujuannya adalah untuk mengatur agar pajak yang harus dibayar dapat diminimalisasi dari jumlah yang seharusnya dimana tidak melanggar dari ketentuan perpajakan yang berlaku. Untuk itu wajib pajak perlu melakukan penelitian dan pengumpulan ketentuan peraturan perpajakan. Empat hal yang perlu diperhatikan dalam rangka melaksanakan perencanaan pajak adalah:

1. Wajib Pajak harus mengerti peraturan perpajakan yang terkait. Akan sangat sulit dapat melakukan perencanaan pajak yang baik dan tidak melanggar undang-undang bila perencanaan pajak dirancang tidak dalam ruang lingkup undang-undang perpajakan yang berlaku. Pelaksanaan

(3)

perencanaan pajak yang melanggar undang-undang akan berakibat fatal dan bahkan dapat mengancam keberhasilan perencanaan pajak. Apabila suatu perencanaan pajak ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan, bagi wajib pajak merupakan resiko yang berbahaya dan mengancam keberhasilan perencanaan pajak. Karena itu, sebaiknya wajib pajak menghindari hal tersebut karena sangat merugikan wajib pajak sendiri.

2. Menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam perencanaan pajak, perencanaan pajak paling tidak memiliki 2 tujuan utama yakni:

Menerapkan peraturan perpajakan secara benar Mengefisienkan pajak yang diharapkan

3. Dalam melakukan perencanaan pajak harus memahami karakter usaha wajib pajak. Hal ini dikarenakan hampir setiap wajib pajak memiliki perbedaan-perbedaan dalam kebijakan maupun perilaku dan kebiasaan- kebiasaannya. Dengan memahami secara mendalam seluk-beluk usaha wajib pajak akan sangat membantu dalam melakukan perencanaan pajak.

4. Memahami tingkat kewajaran atas transaksi-transaksi yang diatur dalam perencanaan pajak. Hal ini dikarenakan apabila pelaksanaan perencanaan pajak dengan mengabaikan kewajaran sudah tentu akan menimbulkan kesulitan-kesulitan karena adanya kecurigaan fiskus dan ini dapat berimplikasi dengan pemeriksaan, karena bisa diindikasikan adanya kecurangan pajak.

(4)

Mengenai perbedaan kepentingan antara fiskus dan wajib pajak akan perencanaan pajak, prinsip, prasyarat, dan motivasi perencanaan pajak dijelaskan oleh Erly Suandy dalam skema berikut ini:

Wajib Pajak Fiskus

Beda Kepentingan

Perlu Tax Planning

(Tax Avoidance bukan Tax Evasion)

Motivasi

Kebijakan Perpajakan (tax policy) Peraturan Perpajakan (tax law) Sanksi Administrasi Perpajakan

Gambar 2.1. Perencanaan Pajak (Tax Planning) Sumber : Erly Suandy,2001.

- Pajak mengurangi kemampuan ekonomis - Bayar pajak sekecil

mungkin

- Pajak sumber pendapatan negara - Tarif pajak sebesar

mungkin

Tiga Prinsip

1. Tidak Melanggar UU 2. Secara Bisnis Masuk Akal 3. Bukti Pendukung Memadai

Dua Prasyarat 1. Memahami UU

2. Menyelenggarakan Sistem Akuntansi Yang Sehat

(5)

2.1.3. Strategi Dalam Perencanaan Pajak (Tax Planning)

Ada beberapa cara yang biasanya dilakukan atau dipraktekkan wajib pajak untuk meminimalkan pajak yang harus dibayar, (Lumbantoruan,1996) :

a. Pergeseran pajak (shifting) adalah pemindahan atau mentransfer beban pajak dari subjek pajak kepada pihak lain, dengan demikian orang atau badan yang dikenakan pajak mungkin sekali tidak menanggungnya.

b. Kapitalisasi adalah pengurangan harga objek pajak sama dengan jumlah pajak yang akan dibayarkan kemudian oleh pembeli.

c. Transformasi adalah cara pengelakan pajak yang dilakukan oleh pabrikan dengan cara menanggung beban pajak yang dikenakan terhadapnya.

d. Tax Evasion adalah penghindaran pajak dengan melanggar ketentuan peraturan perpajakan.

e. Tax Avoidance adalah penghindaran pajak dengan menuruti peraturan yang ada.

Jadi dapat disimpulkan, bahwa ada strategi-strategi yang bisa diambil oleh wajib pajak, dalam usahanya melaksanakan perencanaan pajak dengan tujuan mengatur atau dengan kata lain meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar.

Diantara strategi-strategi tersebut ada yang legal maupun ilegal. Untuk strategi- strategi atau cara-cara yang legal sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku, biasanya dilakukan dengan memanfaatkan celah-celah yang ada dalam undang-undang perpajakan.

2.1.4. Pendekatan Lain dalam Tax Planning

Ada dua pendekatan lain yang bisa dilakukan sebagai suatu strategi dalam usaha memperkecil laba yang akhirnya juga mengurangi pajak yang harus dibayar, (Mangoting,1999) :

a. Dengan memperkecil pendapatan atau penerimaan b. Dengan memperbesar biaya atau pengeluaran.

Seperti yang disebutkan di atas, bahwa usaha untuk mengatur jumlah pajak yang harus dibayar dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu

(6)

memperkecil pendapatan atau penerimaan dan memperbesar jumlah beban atau pengeluaran. Alternatif atau cara yang pertama umumnya berisiko cukup besar, karena hal ini biasanya dilakukan dengan pemalsuan dokumen atau membukukan jumlah yang fiktif, pencatatan transaksi dilakukan tidak benar. Pendekatan yang ke dua juga ada risikonya, dan cara atau jalan yang ditempuh juga sama dengan alternatif pertama, hanya saja peraturan pajak memberikan beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menentukan jumlah pajak yang harus dibayar. (Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 10 Tahun 1994, pasal 6)

Sebenarnya pembayaran pajak dapat dengan mudah dihindari dengan tidak melakukan perbuatan yang memberi alasan untuk dikenai pajak, yaitu dengan meniadakan atau tidak melakukan hal-hal yang dapat dikenakan pajak. Hal ini biasanya dilakukan dengan penahanan diri atau dengan penggunaan barang yang tidak atau kurang dikenakan pajak. Misalnya cukai tembakau atas rokok putih (luar negeri) dapat dihindari melalui pemuasan diri dengan rokok klobot.

Perlu diketahui bahwa pembayaran jumlah pajak yang kurang dari yang seharusnya, bukan hanya dapat dilakukan dengan suatu perencanaan pajak tapi bisa juga karena kelalaian wajib pajak itu sendiri, (Zain,2003) :

a. Ketidaktahuan (Ignorance) adalah wajib pajak tidak sadar atau tidak tahu akan adanya ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut.

b. Kesalahan (Error) adalah wajib pajak paham dan mengerti mengenai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, tetapi salah dalam menghitung datanya.

c. Kesalahpahaman (Misunderstanding) adalah wajib pajak salah menafsirkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

d. Kealpaan (Negliance) adalah wajib pajak alpa untuk menyimpan buku beserta bukti-bukti secara lengkap.

e. Wajib pajak terkadang kurang menyadari akan tugas dan kewajibannya sebagai warga negara yang baik. Pada sebagian terbesar di antara rakyat tidak akan pernah meresap kewajibannya membayar pajak sedemikian rupa, sehingga memenuhinya tanpa menggerutu. Bahkan bila ada sedikit kemungkinan saja, mereka pada umumnya cenderung untuk meloloskan

(7)

diri dari setiap pajak. Hal ini bukan hanya terjadi saat sekarang ini saja tetapi sejak lama, dan tidak hanya terjadi di beberapa negara saja, melainkan, pada setiap orang, baik itu secara pribadi maupun kelompok - badan di banyak negara memiliki kecenderungan untuk melakukan perlawanan terhadap pajak.

Perlawanan terhadap pajak lebih lanjut dibedakan menjadi dua, (Brotodihardjo,1993) :

a. Perlawanan Pasif

Perlawanan pasif meliputi hambatan-hambatan yang mempersulit pemungutan pajak yang erat hubungannya dengan struktur ekonomi suatu negara, perkembangan intelektual dan moral penduduk serta sistem dan cara pemungutan pajak itu sendiri.

b. Perlawanan Aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak.

Perlawanan aktif ini meliputi penghindaran diri dari pajak, pengelakan pajak dan melalaikan pajak. Jadi bisa disimpulkan bahwa usaha-usaha dengan menggunakan strategi yang bertujuan untuk penghematan pajak atau meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar atau mengatur jumlah pajak yang dibayar yang dilakukan oleh wajib pajak, dikategorikan sebagai perlawanan aktif.

2.1.5. Aspek Formal dan Administratif Perencanaan Pajak

Kewajiban perpajakan bermula dari implementasi undang-undang perpajakan. Oleh karena itu, ketidakpatuhan terhadap undang-undang dapat dikenakan sanksi baik administrasi maupun sanksi pidana. Sanksi administrasi maupun sanksi pidana merupakan pemborosan sumber daya sehingga perlu dihindari melalui suatu perencanaan pajak yang baik. Untuk dapat menyusun perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan yang baik diperlukan pemahaman terhadap peraturan perpajakan. Selanjutnya selaras dengan pengelompokkan

(8)

hukum pajak aspek formal administratif maupun aspek material substantif perlu untuk dimengerti dan dipahami untuk dapat menghindari sanksi administratif maupun pidana.

Aspek administratif dan kewajiban perpajakan meliputi kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, membayar pajak, menyampaikan Surat Pemberitahuan, disamping memotong atau memungut pajak. Kewajiban perpajakan berakhir pada saat pelunasan oleh wajib pajak.

Sistem perpajakan selalu dipisahkan antara assessment dan payment system. Assessment yang berlaku saat ini adalah self assessment dengan kewajiban untuk menghitung sendiri, membayar sendiri dan melaporkan sendiri. Sedangkan sistem pembayaran (payment system) yang berlaku dapat dilakukan sendiri oleh wajib pajak (self payment) maupun melalui pemotong oleh pihak ketiga (with- holding system).

Pembayaran pajak sebagai transfer sumber daya, yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, maka pembayaran pajak harus direncanakan secara baik supaya jangan sampai terjadi pemborosan. Penyediaan dana harus direncanakan supaya pembayaran pajak dapat dilakukan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Disamping pembayaran pajak masih ada kewajiban pelaporan yang juga harus direncanakan supaya dapat selesai dan dilaporkan tepat pada waktunya.

2.1.6. Aspek Material dalam Perencanaan Pajak

Pajak dikenakan terhadap objek pajak yang dapat berupa keadaan, perbuatan maupun peristiwa. Basis penghitungan pajak adalah objek pajak, maka untuk mengoptimalkan alokasi sumber dana, manajemen akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak lebih dan tidak kurang (supaya tidak membayar sanksi administrasi yang merupakan pemborosan dana). Untuk itu objek pajak harus dilaporkan secara benar dan lengkap. Pelaporan objek pajak yang benar dan lengkap harus bebas dari berbagai rekayasa negatif.

(9)

2.1.7. Penghindaran Sanksi Pajak

Pembayaran sanksi tidak seharusnya terjadi karena merupakan pemborosan sumber daya. Penghindaran pemborosan tersebut merupakan optimalisasi alokasi sumber daya perusahaan ke arah yang lebih produktif dan efisien. Sanksi administrasi dapat berupa denda, bunga maupun kenaikan. Sanksi tersebut merupakan financial penalty yang merupakan pemborosan dana.

Sedangkan sanksi pidana dapat berupa pidana penjara dan atau denda keuangan.

Sistem perpajakan menganut prinsip substansi mengalahkan bentuk formal. Walaupun wajib pajak telah memenuhi kewajiban perpajakan secara formal, tetapi kalau ternyata substansi menunjukkan lain atau motivasi rekayasa tidak sesuai dengan jiwa dari ketentuan perpajakan, administrasi pajak dapat menganggap bahwa wajib pajak kurang patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

2.2. Motivasi Perencanaan Pajak (Tax Planning) 2.2.1. Definisi Motivasi

Motivasi berkaitan erat dengan kemampuan, sehingga orang mengatakan ada kemampuan yang terkandung di dalam pribadi orang yang penuh motivasi.

Mari kita lihat definisi mengenai motivasi :

Motivasi adalah suatu daya dorong untuk berbuat sesuatu dalam kapasitas dan produktivitas optimal atau maksimal. Motivasi membuat orang bekerja lebih berprestasi (Asnawi,2002).

Motivasi adalah :

(1). Setiap perasaan yang sangat mempengaruhi keinginan seseorang sehingga orang itu didorong untuk bertindak.

(2). Pengaruh kekuatan yang menimbulkan perilaku.

(3). Proses dalam diri seseorang yang menentukan gerakan atau tingkah laku pada tujuan (Asnawi,2002).

Motivasi adalah daya dorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuannya dalam bentuk keahlian/keterampilan tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya dan menunaikan

(10)

kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya (Siagian,1989).

Motivasi memiliki tiga komponen utama yaitu kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Kebutuhan yang merupakan segi pertama dari motivasi, timbul dalam diri seseorang apabila ia merasa adanya kekurangan dalam dirinya. Kebutuhan timbul atau diciptakan apabila dirasakan adanya ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki dengan apa yang menurut persepsi yang bersangkutan seharusnya dimiliki, baik dalam artian fisiologis maupun psikologis.

Usaha untuk mengatasi ketidakseimbangan biasanya akan menimbulkan suatu dorongan. Dorongan merupakan usaha pemenuhan kekurangan secara terarah dan berorientasi pada tindakan tertentu yang secara sadar dilakukan oleh seseorang. Dorongan dapat bersumber dari dalam diri seseorang dan dapat pula bersumber dari luar diri orang tersebut.

Dorongan yang berorientasi pada tindakan itulah yang sesungguhnya menjadi inti motivasi. Dengan demikian motivasi dapat diklasifikasikan menjadi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Segi ketiga motivasi adalah tujuan.

Dalam teori motivasi, tujuan adalah segala cara untuk memenuhi kebutuhan dan mengurangi dorongan.

2.2.2. Definisi Motivasi Perencanaan Pajak

Motivasi perencanaan pajak berkaitan dengan dorongan keinginan dari dalam diri seseorang yang menimbulkan perilaku atau tindakan dalam bentuk usaha-usaha mencari alternatif penghematan pajak yang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dimana tujuannya agar dapat meminimalisasi beban atau kewajiban perpajakannya yang akan dibayarkan pada pemerintah.

Motivasi wajib pajak dalam melakukan perencanaan pajak selain karena dorongan dan keinginan dari dalam dirinya sendiri, dapat juga timbul akibat dari faktor-faktor diluar dirinya seperti sikap pemerintah dan pengaruh teman.

Motivasi yang mendasari dilakukannya suatu perencanaan pajak, yaitu : a. Kebijakan Perpajakan (Tax Policy)

(11)

b. Peraturan Perpajakan (Tax Law)

c. Sanksi Administrasi Perpajakan (Administration Tax Sanction)

2.2.2.1.Kebijakan Perpajakan (Tax Policy)

Kebijakan perpajakan (tax policy) merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Pada saat ini, sistem pembayaran pajak yang berlaku di Indonesia dilandasi oleh sistem pemungutan dimana wajib pajak boleh menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri besarnya pajak yang harus disetorkan (self assessment system). Sistem ini diberlakukan untuk memberikan kepercayaan sebesar-besarnya kepada masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam menyetorkan pajaknya.

Self assessment system merupakan salah satu faktor yang dapat memotivasi wajib pajak melakukan perencanaan pajak. Hal ini disebabkan, dalam self assessment system para wajib pajak dapat merencanakan sendiri pajaknya dengan cara menghitung serta membayar sendiri pajaknya serta melakukan pembukuan. Dengan adanya kepercayaan yang diberikan kepada wajib pajak, maka hal ini membuat wajib pajak termotivasi untuk merencanakan pajaknya.

Oleh karena diberlakukannya sistem tersebut, juga akan membuka peluang bagi wajib pajak orang pribadi untuk melakukan perencanaan pajak dalam pengendalian pemenuhan kewajiban perpajakannya.

Dari berbagai aspek kebijakan pajak, berikut akan diuraikan faktor-faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak yaitu:

1. Pajak yang akan dipungut

Di dalam sistem perpajakan ada berbagai tipe pajak yang harus menjadi pertimbangan utama baik berupa pajak langsung maupun pajak tidak langsung dan cukai seperti :

Pajak Penghasilan Badan dan Perseorangan Pajak atas Capital Gains

Withholding Tax atas gaji, dividen, sewa, bunga, royalty, lain-lain Pajak atas impor, ekspor, serta bea masuk

Pajak atas undian atau hadiah

(12)

Bea materai

Capital transfer taxes atau transfer duties Business licence dan trade taxes lainnya

Terdapat berbagai jenis kewajiban pajak yang harus dibayar dimana masing-masing jenis pajak tersebut mempunyai sifat perlakuan pajak sendiri-sendiri. Hal ini membuat wajib pajak termotivasi untuk melakukan perencanaan pajak agar jumlah pajak yang harus dibayarkan menjadi lebih kecil. Pajak penghasilan adalah pajak atas laba yang dapat mengurangi besarnya penghasilan bersih. Maka diperlukan perencanaan pajak yang baik untuk bisa menganalisis atas transaksi apa akan terkena pajak yang mana dan berapa dana yang diperlukan, sehingga dapat diketahui berapa penghasilan bersih setelah pajak dan dapat meminimalisasi beban pajak dari wajib pajak.

Misalnya untuk PPh wajib pajak dapat memilih menggunakan pembukuan dibanding dengan norma perhitungan, dan melakukan pembukuan dengan basis akrual dimana pembebanan biaya pada saat timbulnya kewajiban, dibanding dengan basis kas sehingga pajak penghasilan yang dibayarkan menjadi kecil. Untuk PPN dapat dilakukan dengan selalu membeli dari pengusaha kena pajak (PKP) dan meminta faktur pajak standar dari penjual, sehingga mendapat pajak masukan yang dapat mengurangi pajak keluaran, dimana beban pajak yang dibayarkan menjadi lebih kecil.

2. Objek pajak

Yang merupakan objek pajak adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Adanya perlakuan perpajakan yang berbeda atas objek pajak akan menimbulkan motivasi bagi wajib pajak untuk berusaha melakukan perencanaan pajak agar beban pajaknya

(13)

menjadi rendah. Misalnya wajib pajak dapat memilih sewa guna usaha dengan hak opsi dalam pengadaan aktiva tetap dan membeli asset secara kredit, dimana pelunasan dilakukan tahun depan tetapi pengakuan biaya dilakukan tahun ini.

3. Tarif pajak

Adanya tarif yang diterapkan di Indonesia mengakibatkan wajib pajak berusaha melakukan perencanaan pajak untuk sedapat mungkin dikenakan tarif yang paling rendah. Menurut Barry Bracewell and Milnes, (1980), bahwa: “The heavier the burden, the stroner the motive and the wider the scope for tax avoidance, since the taxpayer may avoid the higher rates of tax while still remaining liae to the lower.”

Perencanaan pajak dilakukan dengan cara mengusahakan agar penghasilan rendah sehingga dikenakan tarif rendah. Misalnya wajib pajak memilih metode rata-rata dalam penilaian persediaan yang mengakibatkan laba menjadi lebih kecil, memilih bentuk usaha perorangan dibandingkan badan karena tarif pajak untuk wajib pajak orang pribadi lebih kecil, dan memilih metode saldo menurun dalam penyusutan aktiva tetap, bila wajib pajak memperoleh laba atau keuntungan dari usahanya.

4. Prosedurnya

Adanya prosedur self assessment system dan payment system membuat wajib pajak termotivasi untuk melakukan perencanaan pajak sehingga jumlah pajak yang dibayarkan bisa menjadi lebih kecil dari yang seharusnya. Sistem pembayaran pajak yang berlaku di Indonesia dilandasi oleh sistem pemungutan dimana wajib pajak boleh menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri besarnya pajak yang harus disetorkan (self assessment system), sehingga penentuan besarnya pajak yang terhutang berada pada wajib pajak itu sendiri.

Dengan self asessment wajib pajak mempunyai beban yang berat, karena wajib pajak harus melaporkan semua informasi yang relevan, menghitung dasar pengenaan pajak, mengkalkulasi jumlah pajak yang

(14)

terutang dan melunasi pajak yang terutang. Bersamaan dengan itu wajib pajak memperoleh pula kesempatan yang luas untuk melakukan perencanaan pajak. Dengan sistem self assessment terbuka luas kemungkinan mengefisienkan beban pajak melalui perencanaan pajak.

2.2.2.2.Peraturan Perpajakan (Tax Law)

Peraturan Perpajakan adalah kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur masalah perpajakan. Pada kenyataannya dimanapun tidak ada peraturan perpajakan yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna, maka dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain meliputi Undang- Undang Perpajakan, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Surat Keputusan Menteri, dan Surat Putusan/Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak. Tidak jarang ketentuan pelaksanan tersebut bertentangan dengan undang-undang itu sendiri karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijaksanaan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya. Perencanaan pajak merupakan suatu proses menganalisis dengan cermat celah-celah dari peraturan perpajakan yang berlaku untuk meminimumkan jumlah pajak yang dibayarkan. Oleh karena itu, peraturan perpajakan merupakan salah satu faktor yang dapat memotivasi dilakukannnya perencanaan pajak.

Hasil suatu perencanaan pajak bisa dikatakan baik atau tidak, tergantung dengan apa yang kita lakukan dan semua itu harus sesuai dengan kebutuhan.

Kadang-kadang suatu rencana harus diubah, tindakan perubahan tersebut harus tetap dijalankan walaupun diperlukan penambahan biaya atau kemungkinan keberhasilannya sangat kecil. Sepanjang masih besar penghematan pajak yang bisa diperoleh rencana tersebut harus tetap dijalankan, karena bagaimanapun juga kerugian yang ditanggung merupakan kerugian minimal. Meskipun suatu perencanaan pajak sudah dijalankan dan proyek sudah berjalan, masih perlu mempertimbangkan setiap perubahan yang terjadi termasuk perubahan peraturan perpajakan.

Para wajib pajak meminimalkan kewajiban pajak dengan cara menganalisis dengan cermat celah-celah dari peraturan perpajakan. Misalnya dengan menghindari penghasilan dengan PPh Final yang lebih tinggi daripada

(15)

penghasilan dengan tarif progresif, memilih penghasilan lain dari investasi/pekerjaan yang dikenakan PPh Final sehingga pajak yang dibayarkan lebih kecil seperti : deposito, tabungan, jasa konsultan. Selain itu wajib pajak dapat meminimalkan penghasilan kena pajak dengan cara memberikan tunjangan dan bonus pada karyawan dalam bentuk uang, memberikan fasilitas pada karyawan dalam bentuk makan siang dan seragam, mengurangi penghasilan kena pajak dengan melakukan kegiatan pemasaran dan pelatihan pegawai, dan masih banyak celah-celah dalam peraturan perpajakan yang dapat di analisis oleh wajib pajak dalam rangka untuk meminimalkan beban pajak. Dengan terbuktinya motivasi ini, maka wajib pajak dapat terus mempelajari serta memahami peraturan perpajakan yang berlaku.

2.2.2.3.Sanksi Administrasi Perpajakan (Administration Tax Sanction)

Indonesia merupakan negara yang begitu luas wilayahnya dan begitu banyak penduduknya, dan sebagai negara yang sedang membangun masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan administrasi perpajakannya secara memadai. Hal yang mendorong wajib pajak untuk melaksanakan perencanaan pajak dengan baik agar terhindar dari sanksi administrasi maupun sanksi pidana karena adanya perbedaan penafsiran antara aparat fiskus dengan wajib pajak akibat begitu luasnya peraturan perpajakan yang berlaku dan sistem informasi yang masih belum efektif.

Perencanaan pajak yang akan diterapkan oleh wajib pajak akan berjalan dengan baik bila ditunjang oleh administrasi perpajakan yang baik. Administrasi pajak pada dasarnya adalah kelanjutan dari pelaksanaan perencanaan pajak.

Administrasi pajak adalah metode untuk meyakinkan bahwa apa yang dilaksanakan telah sesuai dengan yang direncanakan. Pada intinya administrasi adalah bentuk dari suatu sistem untuk mengendalikan masalah pajak dari wajib pajak. Dalam sistem itu minimal harus mencakup hal-hal sebagai berikut:

Menciptakan sistem pengawasan internal untuk menjamin bahwa berbagai kewajiban perpajakan telah diikuti dengan benar, dengan demikian resiko sanksi administrasi maupun sanksi pidana dapat dihindari atau diminimumkan sehingga tidak menimbulkan pemborosan sumber dana.

(16)

Memonitor transaksi-transaksi utama yang mempunyai dampak perpajakan cukup signifikan, menjamin bahwa transaksi utama tersebut telah diperlakukan sesuai dengan undang-undang dan kebijakan perpajakan yang berlaku.

Wajib pajak harus menguasai peraturan perpajakan untuk melakukan perencanaan pajak sehingga dapat menghindari sanksi perpajakan. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang dapat menyebabkan pemborosan sumber dana yang seharusnya tidak terjadi bila wajib pajak mengerti dan mematuhi ketentuan peraturan perpajakan. Untuk menghindari sanksi administratif, wajib pajak harus menghitung pajak penghasilan dan mengisi SPT (Surat Pemberitahuan) sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku, membayar pajak penghasilan dan melaporkan SPT (Surat Pemberitahuan) tepat waktu, memotong/memungut pajak (PPh 21/22/23/26) dengan benar, membayar kekurangan pajak penghasilan sebelum dilakukan pemeriksaan dari aparat pajak, dan melakukan evaluasi secara berkala untuk mengantisipasi adanya pemeriksaan dari aparat pajak.

2.3. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori di atas, maka hipotesis penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pengaruh Kebijakan Perpajakan Terhadap Perencanaan Pajak

Kebijakan perpajakan (tax policy) merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan yang meliputi prosedur perpajakan, objek pajak dan pengurang objek pajak, tarif pajak, dan jenis pajak yang dipungut. Pada saat ini, sistem pembayaran pajak yang berlaku di Indonesia dilandasi oleh sistem pemungutan dimana wajib pajak boleh menghitung, membayar, dan menyetorkan sendiri besarnya pajak yang harus disetorkan (self assessment system). Self assessment system merupakan salah satu faktor yang dapat memotivasi wajib pajak melakukan perencanaan pajak.

Dengan adanya kepercayaan yang diberikan kepada wajib pajak, maka hal

(17)

ini membuat wajib pajak termotivasi untuk merencanakan pajaknya.

Dengan pengetahuan wajib pajak tentang kebijakan perpajakan, akan membuka peluang bagi wajib pajak untuk melakukan perencanaan pajak dalam meminimalisasi beban pajak yang harus dibayar.

2. Pengaruh Peraturan Perpajakan Terhadap Perencanaan Pajak

Peraturan Perpajakan adalah kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur masalah perpajakan. Pada kenyataannya dimanapun tidak ada peraturan perpajakan yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna. Keadaan ini menyebabkan munculnya celah bagi wajib pajak untuk menganalisis dan memanfaatkan celah-celah dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan cermat untuk merencanakan pajak yang baik. Wajib pajak yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang peraturan perpajakan akan memanfaatkan dan mencari celah-celah dalam peraturan perundang-undangan untuk melakukan perencanaan pajak agar jumlah pajak yang dibayarkan menjadi lebih kecil.

3. Pengaruh Sanksi Administrasi Perpajakan Terhadap Perencanaan Pajak Hal yang mendorong wajib pajak untuk melaksanakan perencanaan pajak dengan baik adalah agar terhindar dari sanksi administrasi maupun sanksi pidana. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan penafsiran antara aparat fiskus dan wajib pajak akibat dari begitu luasnya peraturan parpajakan yang berlaku. Pada umumnya, wajib pajak tidak mengharapkan adanya sanksi administrasi karena pengenaan sanksi administrasi merupakan pemborosan bagi wajib pajak. Wajib pajak yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang administrasi perpajakan akan melakukan perencanaan pajak karena tidak ingin dikenakan sanksi administrasi.

Hipotesis 1 :

H1 : Faktor-faktor variabel Kebijakan Perpajakan (X1), variabel Peraturan Perpajakan (X2), dan variabel Sanksi Administrasi Perpajakan (X3) berpengaruh signifikan terhadap variabel Wajib

(18)

Pajak Orang Pribadi di Kelurahan Gundih, Surabaya melakukan Perencanaan Pajak (Y).

Hipotesis 2 :

H1 : Variabel Kebijakan Perpajakan (X1) berpengaruh signifikan terhadap variabel Wajib Pajak Orang Pribadi di Kelurahan Gundih, Surabaya melakukan Perencanaan Pajak (Y).

Hipotesis 3 :

H1 : Variabel Peraturan Perpajakan (X2) berpengaruh signifikan terhadap variabel Wajib Pajak Orang Pribadi di Kelurahan Gundih, Surabaya melakukan Perencanaan Pajak (Y).

Hipotesis 4 :

H1 : Variabel Sanksi Administrasi Perpajakan (X3) berpengaruh signifikan terhadap variabel Wajib Pajak Orang Pribadi di Kelurahan Gundih, Surabaya melakukan Perencanaan Pajak (Y).

2.4. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Tanuwardi (2006) dengan judul : Analisis Faktor Yang Memotivasi Manajemen Perusahaan Melakukan Tax Planning yang dilakukan dengan penyebaran kuesioner secara langsung kepada manajemen perusahaan yang terdaftar di SIER Surabaya. Model analisis yang digunakan adalah Structural Equation Modeling (SEM) dengan konteks confirmatory dan alat bantu perangkat lunak (software) LISREL 8.30.

Dari penelitian tersebut diketahui motivasi tax planning yang diukur dari kebijakan perpajakan, undang-undang perpajakan, dan administrasi perpajakan.

Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa kebijakan perpajakan, undang- undang perpajakan, dan administrasi perpajakan mempengaruhi pemberlakuan tax planning dan terbukti berpengaruh signifikan dalam memotivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.

Gambar

Gambar 2.1. Perencanaan Pajak (Tax Planning)  Sumber : Erly Suandy,2001.

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan UU PPN Pasal 1 angka 15 Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan

Menurut Sandford, sacrifice of income adalah pengorbanan Wajib Pajak yang menggunakan sebagian penghasilan atau uang dan hartanya untuk membayar pajak, distortion

diharapkan perusahaan dapat menemukan cara yang lebih baik dan tepat untuk memasarkan produk dan jasa agar dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen

Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan

 Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak,

Sengketa pajak dapat berupa sengketa pajak formal maupun sengketa pajak material, yang dimaksud dengan sengketa pajak formal yaitu sengketa yang timbul apabila Wajib Pajak

MoU / Nota Kesepakatan atau Kerjasama Dengan Instansi-Instansi Upaya yang juga dapat dilakukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk melakukan ekstensifikasi wajib pajak

Pengungkapan laporan keberlanjutan diharapkan dapat memenuhi keinginan dari para pemangku kepentingan sehingga akan menghasilkan hubungan yang harmonis antara