• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembinaan spiritualitas di program studi IImu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sebagai upaya membantu mahasiswa dalam menanggapi panggilannya sebagai katekis - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pembinaan spiritualitas di program studi IImu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sebagai upaya membantu mahasiswa dalam menanggapi panggilannya sebagai katekis - USD Repository"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBINAAN SPIRITUALITAS

DI PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA SEBAGAI UPAYA MEMBANTU MAHASISWA DALAM

MENANGGAPI PANGGILANNYA SEBAGAI KATEKIS

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh : Ade Mardiana NIM : 071124020

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada: Allah Bapa di Surga, Keluarga Besar Mateus

Maman Sulaeman, seluruh mahasiswa IPPAK-USD dan para katekis di seluruh

(5)

v

MOTTO

Berkat Kasih Karunia-Nya

Ia telah memilih dan memanggil aku untuk menjadi seorang katekis untuk

(6)
(7)
(8)

viii

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul PEMBINAAN SPIRITUALITAS DI PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA SEBAGAI

UPAYA MEMBANTU MAHASISWA DALAM MENANGGAPI

PANGGILANNYA SEBAGAI KATEKIS. Judul skripsi ini dipilih berdasarkan refleksi penulis terhadap pembinaan spiritualitas yang ada di Prodi IPPAK USD yang diproses selama empat tahun. Selain sebagai hasil refleksi, skripsi ini ditulis berdasarkan keingintahuan penulis mengenai peran pembinaan spiritualitas terhadap mahasiswa tingkat empat tahun ajaran 2011/2012 secara khusus pada panggilan mereka sebagai katekis. Pembinaan spiritualitas yang berlangsung di Prodi IPPAK USD merupakan bagian dari mata kuliah yang ada di Prodi sekaligus juga sebagai motor atau penggerak bagi mahasiswa agar memiliki spiritualitas dan panggilan hidup sebagai katekis. Spiritualitas yang dikembangkan adalah spiritualitas katekis.

Pembinaan spiritualitas ini sangat penting bagi mahasiswa. Maka untuk mengetahui kontribusi pembinaan spiritualitas penting bagi mahasiswa penulis tempuh dengan mengadakan penelitian di lapangan. Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah kualitatif sedangkan metodenya adalah metode survey. Sampel penelitian ini adalah mahasiswa tahun ke empat tahun ajaran 2011/2012. Instrumen yang penulis gunakan adalah kuesioner yang terbagi menjadi dua bagian yakni terbuka dan tertutup. Dalam penelitian tersebut terdapat tiga variabel dan tiga variabel tersebut menjadi sasaran penulis dalam penelitian. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa pembinaan spiritualitas memberikan kontribusi bagi mahasiswa yang secara khusus mahasiswa terbantu dalam menanggapi panggilannya sebagai katekis dan spiritualitas katekis bertumbuh dalam diri mahasiswa. Namun dalah hal kemantapan atau mantap menjadi seorang katekis belum dirasakan oleh mahasiswa. Hal tersebut menandakan belum sepenuhnya pembinaan spiritualitas memberikan kontribusi.

(9)

ix

ABSTRACT

This small thesis entitled THE FORMATION OF SPIRITUALITY IN RELIGIOUS CATHOLIC EDUCATION DEPARTMENT SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA AS EFFORT TO HELP STUDENTS IN RESPONDING THEIR VOCATION AS CATECHISTS. This title was chosen based on the reflection of the author on the formation of spirituality in Prodi IPPAK USD for four years. In addition as a result of reflection, this paper is written based on the author's curiosity about the role of the formation of spirituality for students in the fourth-year 2011/2012 teachings, especifically on their calls as catechists. The formation of spirituality that takes place in the Prodi IPPAK USD is a part of the existing courses in the department program as well as a motor for students to have spirituality and vocation as catechists. The spirituality is developed catechist spirituality.

The formation of spirituality is very important for students. So to determine the contribution of the formation of spirituality for students, the author conducted a research. This type of research was qualitative while the method was survey method. The sample was a fourth-year students of the school year 2011 / 2012. Instrument that I used was a questionnaire that was divided into two parts, namely open and closed. In that study, there were three variables the formation of spirituality. The results of the research shows that contributes of the students, in responsding to the vocation as catechists and catechist spirituality has grown within the students. But the students have not fullyfelt as catechist. It shows that the formation of spirituality has not fully contributed yet.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan anugerah yang melimpah diberikan kepada penulis, sehingga skripsi yang

berjudul PEMBINAAN SPIRITUALITAS DI PROGRAM STUDI ILMU

PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA SEBAGAI UPAYA

MEMBANTU MAHASISWA DALAM MENANGGAPI PANGGILANNYA

SEBAGAI KATEKIS dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini lahir berawal dari

refleksi penulis terhadap pembinaan spiritualitas yang ada di Prodi IPPAK USD dan

keingintahuan penulis mengenai kontribusi pembinaan spiritualitas terhadap para

mahasiswa. Sebagai hasilnya penulis tuangkan dalam bentuk karya ilmiah yaitu

skripsi.

Skripsi ini, dapat terselesaikan berkat bantuan dan dukungan semua pihak.

Maka dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung SJ, M.Ed selaku Kaprodi dan Bapak Yoseph

Kristianto, SFP. M.Pd. selaku Wakaprodi yang telah bersedia memberikan

dukungan, perhatian dan morivasi kepada penulis selama berproses di Prodi

IPPAK.

2. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ selaku dosen utama yang telah membimbing,

meluangkan waktu, memberikan pengarahan, kritik dan saran serta motivasi

kepada penulis dalam penyusunan skripsi dari awal hingga akhir penulisan.

3. Y.H. Bintang Nusantara, SFK. M. Hum Dosen selaku dosen pengujikeduayang

telah memberikan bimbingan, dukungan, motivasi dan masukan kepada penulis

dalam penyususan skripsi dari awal hingga akhir penulisan.

4. Drs. L. Bambang Hendarto Y, M. Hum selaku dosen penguji ke tiga yang telah

memberikan bimbingan, dukungan, motivasi dan masukan kepada penulis dalam

penyususan skripsi dari awal hingga akhir penulisan.

5. P. J. Setyakarjana, SJ, Ibu Murti, Sr. Rety, FMM, Suster-suster FDCC, Pusat

(11)

xi

tulus memberikan sumbangan kepada penulis sehingga penulis bisa terdaftar dan

menjadi mahasiswa IPPAK-USD sampai sekarang ini.

6. Drs. M. Sumarno Ds, S. J. M.A, Drs. L. Bambang HY, M. Hum dan Drs. Y.a.

C.H. Mardiraharjo yang selalu memberikan beasiswa secara tulus kepada penulis

disetiap semester sehingga penulis bisa dan tetap melanjutkan studi di Prodi

IPPAK-USD.

7. Drs. H.J. Suhardiyanto, SJ, Drs. F.X. Heryatno W. W., M,Ed dan Dr. B. Agus

Rukiyanto, SJ yang secara tulus telah memberikan ijin dan tempat tinggal kepada

penulis sehingga penulis merasa nyaman dan kerasan dalam menjalankan studi di

Prodi IPPAK-USD.

8. Segenap staf dosen (Bapak Dapiyanta, Rm. Putranta, dan Ibu Supriyati),

sekretariat (Bapak Bambang Sulis dan Bapak Widiastono dan mbak Wulan),

perpustakaan (Bapak Bambang Kiswantoto dan Ibu Surti) dan karyawan Prodi

IPPAK USD (Mas Diono, Pak Bari, Pak Suroto, Pak Paryono, Pak Supri

“almarhum”, Pak Yatno, Pak Suwarno dan Mas Panto) yang telah begitu banyak

melimpahi penulis dengan ilmu pengetahuan, perhatian, dukungan, bimbingan

serta senyuman yang selalu menguatkan penulis menjalani proses studi di

kampus IPPAK ini.

9. Keluaraga besar bapak Karnadi dan Jaya Arlika yang telah memberikan bantuan

baik itu secara moral maupun materi kepada penulis sehingga bisa tetap bertahan

dalam melanjutkan studi di IPPAK-USD.

10.Keluarga bapak Sudarisman (ibu Tatik, Maria Jajar, Agnes Jajar, Via, simbah,

mbah dan lain-lain) yang telah memberikan bantuan secara moral kepada penulis

sehingga bisa tetap bertahan dalam pengerjaan skripsi sampai selesai.

11.F. X. Franky Paskalis Pitoy, Pr dan seluruh umat di stasi St. Theresia Ciledug

paroki Bunda Maria Cirebon yang telah memberikan dukungan, semangat dan

doa kepada penulis sehingga penulis bisa tetap bertahan dalam menjalankan

skripsi.

12.Guru-guru SD Kanisius Wirobrajan I yang selalu setia mendukung, mendorong

(12)
(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 7

1. Bagi Mahasiswa IPPAK USD ... 8

2. Bagi Prodi IPPAK USD ... 8

3. Bagi Penulis ... 8

E. Metode Penulisan ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II. SPIRITUALITAS KATEKIS DAN UPAYA PEMBINAANNYA ... 11

A. Katekis sebagai Panggilan Allah ... 11

1. Pengertian Panggilan sebagai Katekis ... 11

a. Pengertian Panggilan ... 12

b. Pengertian Panggilan menurut Kitab Suci ... 12

c. Pengertian Katekis ... 13

(14)

xiv

2. Kekhasan Panggilan Katekis ... 15

3. Hidup seorang Katekis... 15

4. Peran dan Kualifikasi Seorang Katekis ... 16

a. Peranan seorang Katekis ... 17

b. Kualifikasi seorang Katekis ... 19

1). Pengetahuan Seorang Katekis ... 19

a). Pengetahuan tentang Katekese ... 20

b). Pengetahuan tentang Metode Katekese ... 20

c). Pengetahuan akan situasi/ keadaan Umat ... 21

d). Pengetahuan Menyangkut Konteks ... 21

2). Keterampilan seorang Katekis ... 22

a). Keterampilan Berkomunikasi ... 22

b). Keterampilan Berefleksi ... 22

3). Spiritualitas seorang Katekis ... 23

a). Pengertian Spiritualitas ... 23

b). Pengertian Spiritualitas Katekis ... 24

c). Perlunya Spiritualitas bagi Katekis dengan Berguru pada Yesus Kristus ... 25

B. Spiritualitas Katekis dan Tantangannya ... 26

1. Spiritualitas Katekis ... 26

a. Sedia Diutus ... 27

b. Semangat Menggereja ... 27

c. Menjadi Murid ... 28

d. Berakar dan Berbuah ... 29

2. Tantangan dalam Menumbuhkan Spiritualitas Katekis ... 29

a. Budaya Materialistik dan Hedonis ... 30

b. Budaya Audio Visual ... 30

c. Krisis Makna Generasi Muda... 31

d. Globalisasi ... 32

C. Usaha Pembinaan dalam menumbuhkan Spiritualitas Katekis ... 32

(15)

xv

2. Bentuk-bentuk Pembinaan Spiritualitas Katekis ... 34

a. Pendidikan Formal dan Informal ... 34

b. Retret ... 35

c. Refleksi ... 35

3. Pembina dalam Pembinaan Spiritualitas Katekis ... 36

D. Rangkuman ... 37

1. Katekis sebagai Panggilan Allah ... 37

2. Spiritualitas Katekis dan Tantangannya ... 39

3. Usaha Pembinaan Spiritualitas Katekis ... 40

BAB III. PENELITIAN TENTANG PEMBINAAN SPIRITUALITAS KATEKIS BAGI MAHASISWA DI PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK ... 41

A. Gambaran Umum Prodi IPPAK ... 42

1. Sejarah Prodi IPPAK ... 42

2. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Prodi IPPAK ... 45

3. Gambaran Kurikulum Prodi IPPAK ... 47

4. Tujuan dan Materi Pembinaan Spiritualitas ... 50

a. Tujuan Pembinaan Spirtualitas ... 50

b. Materi Pembinaan Spiritualitas ... 51

5. Pelaksanaan Pembinaan Spiritualitas ... 53

a. Perkuliahan Tatap Muka Pembinaan Spiritualitas ... 53

b. Waktu Pelaksanaan Pembinaan Spiritualitas ... 54

c. Pendamping Pembinaan Spiritualitas ... 54

B. Penelitian ... 55

1. Tujuan Penelitian ... 55

2. Manfaat Penelitian ... 56

3. Jenis dan Metode Penelitian ... 56

4. Variabel Penelitian ... 57

5. Instrumen Penelitian ... 58

6. Populasi dan Sampel Penelitian ... 58

(16)

xvi

8. Teknik Analisis Data ... 59

C. Laporan Hasil Penelitian ... 60

1. Identitas dan Motivasi Mahasiswa ... 60

2. Pemahaman Mahasiswa terhadap Sosok Katekis ... 62

3. Pemahaman Mahasiswa terhadap Peran Katekis dalam Gereja ... 65

4. Pemahaman Mahasiswa terhadap Kualifikasi Seorang Katekis ... 67

5. Peranan Pembinaan Spiritualitas ... 72

6. Faktor Pendukung Pembinaan Spiritualitas ... 75

7. Harapan Mahasiswa terhadap Pembinaan Spiritualitas ... 79

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 81

1. Identitas dan Motivasi Mahasiswa ... 82

2. Pemahaman Mahasiswa terhadap Sosok Katekis ... 83

3. Pemahaman Mahasiswa terhadap Peran Katekis dalam Gereja ... 88

4. Pemahaman Mahasiswa Kualifikasi Seorang Katekis ... 93

5. Peranan Pembinaan Spiritualitas bagi Mahasiswa ... 101

6. Faktor Pendukung Pembinaan Spiritualitas ... 104

7. Harapan Mahasiswa terhadap Pembinaan Spiritualitas ... 108

E. Kesimpulan Penelitian ... 110

BAB IV: USULAN PROGRAM REKOLEKSI YANG TERINTEGRASI DENGAN PEMBINAAN SPIRITUALITAS SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN MAHASISWA AKAN PANGGILANNYA SEBAGAI KATEKIS ... 115

A. Alasan Perlunya Rekoleksi yang Terintegrasi dengan Keseluruhan PembinaanSpiritualitas ... 116

1. Rekoleksi sebagai Simpul Materi Pembinaan Spiritualitas ... 117

2. Rekoleksi membantu Menemukan Kembali Sang Sumber Spiritualitas ... 119

3. Rekoleksi Meneguhkan Pembiasaan Hidup yang Dijalani Mahasiswa 120

4. Rekoleksi membantu Mahasiswa Memantapkan Panggilannya sebagaiKatekis ... 122

(17)

xvii

1. Pengertian Program Rekoleksi dan Tujuan Rekoleksi ... 124

2. Tema-tema Program Rekoleksi ... 125

3. Matrik Program Rekoleksi ... 127

C. Petunjuk Pelaksanaan Program Rekoleksi yang Terintegrasi dengan Ke - seluruhan Pembinaan Spiritualitas ... 133

1. Pendamping Rekoleksi ... 133

2. Peserta Rekoleksi ... 134

3. Waktu Rekoleksi ... 134

4. Sarana dan Metode Rekoleksi ... 134

5. Tempat Rekoleksi ... 135

6. Evaluasi ... 135

BAB V: PENUTUP ... 136

A. Kesimpulan Umum ... 136

B. Saran ... 138

1. Bagi Prodi IPPAK ... 138

2. Bagi Pembinaan Spiritualitas ... 138

a. Materi Pembinaan Spiritualitas ... 139

b. Sarana dan Metode Pembinaan Spiritualitas ... 139

c. Pendamping Pembinaan Spiritualitas ... 139

3. Bagi Mahasiswa ... 139

DAFTAR FUSTAKA ... 140

LAMPIRAN ... 143

(18)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab (Kitab

Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru). Edisi ke kelima 1997. Jakarta: LBI

B. Singkatan Dokumen Gereja

AA : Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam, 7 Desember 1965.

AG : Ad Gentes, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kegiatan Misioner Gereja, 7 Desember 1965.

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran tentang Katekese Masa Kini, 16 Oktober 1979.

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan IItentang Gereja, 21 November 1964.

RM : Redemptoris Missio, Ensiklik Yohanes Paulus II tentang Mengenai Keabsahan Tetap Mandat Pengutusan Gereja, 7 Desember 1990

C. Singkatan Lain

AKKI : Akademik Kateketik Katolik Indonesia

(19)

xix DPP : Dewan Pengurus Paroki

FIPA : Fakultas Ilmu Pendidikan Agama

FKIP : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

KAS : Keuskupan Agung Semarang

KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia

KBP : Karya Bakti Paroki

Komkat : Komisi Kateketik

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

MAWI : Majelis Agung Waligereja Indonesia

Mendikbud : Mentri Pendidikan dan Kebudayaan

Renstra : Rencana Kerja Lima Tahun Terakhir

PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia

Prodi : Program Studi

PUSKAT : Pusat Kateketik

USD : Universitas Sanata Dharma

SJ : Serikat Jesus

SKS : Satuan Kredit Semester

LPTK : Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan

(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di zaman modern yang penuh dengan tantangan ini, jemaat membutuhkan

pendamping dari para pelayan pastoral yang tangguh dalam menghadapi berbagai

macam permasalahan iman. Pelayanan pastoral yang dimaksud adalah pelayanan

sabda. Dalam bentuknya, pelayanan sabda bermacam-macam. Salah satunya adalah

katekese (Kongregasi untuk Imam art. 52). Telaumbanua (1999: 1) menyatakan

katekese adalah pendampingan, pendidikan dan komunikasi iman. Katekese ialah

pembinaan anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam iman, yang

khususnya mencakup penyampain ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan

secara organis dan sistematis, dengan maksud menghantar para pendengar memasuki

kepenuhan hidup Kristen (CT, art. 18).

Sebagai salah satu bentuk pelayanan sabda, kegiatan katekese senantiasa

menyentuh seluruh kalangan jemaat, mulai dari anak-anak, remaja sampai kelompok

jemaat dewasa (CT, art. 36, 37 dan 39). Dalam prosesnya, katekese selalu menghadapi tantangan yang tidak pernah habis. Perlu ada suatu pembaharuan yang

bersifat terus menerus agar katekese tidak kehilangan rohnya. Salah satu penggerak

sebuah proses katekese adalah pelaku sekaligus pewarta sabda Allah, yang sering

disebut dengan istilah katekis.

Menengok sejenak sejarah perkembangan katekese pada zaman Konsili

Vatikan I, Gereja belum melibatkan jemaat dalam karya pelayanan pastoral. Seperti

(21)

imam dan biarawan-biarawati. Pada zaman itu pelayanan sabda Gereja bersifat

piramidal artinya Gereja menempatkan posisi imam dan kelompok

biarawan-biarawati di atas seluruh umat. Konsekuensi dari konsep Gereja yang demikian

adalah segala macam keputusan, kebijakan iman berada di tangan hierarki, sehingga

Gereja dipahami sebagai kaum berjubah (Prasetya, 2007: 14). Konsep Gereja yang

demikian sangat mempengaruhi proses katekese yang terjadi di tengah kehidupan

jemaat. Pemahaman bahwa hanya kelompok hierarki yang boleh memberikan

pengajaran atau melakukan pewartaan menjadi sangat dominan. Dalam

perkembangan zaman selanjutnya, Gereja menyadari bahwa konsep Gereja yang

demikian tidak relevan lagi. Maka, muncullah suatu gerakan yang lahir dari inisiatif

kaum hierarki untuk membaharui konsep Gereja yang demikian. Gerakan itu

terwujud dalam bentuk Konsili Vatikan II.

Satu hal yang patut disyukuri bahwa setelah Konsili Vatikan II, Gereja

menyatakan keterbukaannya terhadap seluruh umat, maka segala macam bentuk

kehidupan, tugas pelayanan pastoral dan perkembangan Gereja menjadi tanggung

jawab bersama yang secara khusus kepada kaum awam, yaitu katekis yang

membantu dalam menangani pelayanan sabda (LG, art. 35). Dalam perkembangan selanjutnya kinerja atau tugas para katekis semakin jelas dan fokus pada bidang

kerygma atau pewartaan. Kini tugas katekis tidak serta merta menggantikan tugas para imam atau kaum biarawan-biarawati. Meskipun demikian yang penting untuk

terus menerus disadari oleh seorang katekis adalah perintah Yesus sendiri yaitu

“Pergilah jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama

Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang

(22)

sampai kepada akhir zaman” (Mat 28: 19-20). Lebih jelas dan terang lagi dalam Injil

Markus 16: 15-16: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala

makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan tetapi siapa yang tidak

percaya akan dihukum.”

Adapun bentuk-bentuk nyata tugas pewartaan yang dilakukan oleh katekis

adalah berkatekese, berbagi pengalaman hidup kristiani, dan penghayatan hidup

beriman (AG, art. 15). Selanjutnya, dalam menjalankan tugasnya, katekis diharapkan memiliki spiritualitas yang mendalam agar mampu hidup dalam Roh Kudus, mampu

memperbaharui hidup secara terus-menerus, mampu menanggapi panggilannya serta

mampu melaksanakan tugasnya tersebut. Berkaitan dengan peran seorang katekis,

dalam salah satu dokumen Gereja Yohanes Paulus II mengatakan bahwa:

“Misionaris sejati adalah santo, kiranya dapat diterapkan tanpa ragu-ragu pada

katekis, mereka dipanggil kepada kesucian dan kepada tugas perutusan yakni untuk

menghidupi panggilan mereka dengan semangat para santo” (RM, art. 90).

Yohanes Paulus II atas peryataannya tersebut mengharapkan panggilan dan

kehidupan katekis layaknya seperti panggilan dan kehidupan seorang santo. Sama

seperti para kudus yang mewartakan hidup Yesus Kristus di dalam hidup mereka,

katekis juga mewartakan hidup Yesus Kristus di dalam hidupnya sehari-hari. Itu

berarti bahwa pewartaan katekis bukan hanya melalui kata-kata, melainkan juga

melalui seluruh aspek kehidupannya. Bentuk pewartaan yang dilakukan secara

konkret dalam kehidupan nyata, mampu melahirkan roh penggerak dari dalam diri

seorang pewarta untuk terus menerus hidup dalam tuntunan Allah. Roh penggerak

dari dalam itulah yang disebut sebagai spiritualitas katekis. Supaya spiritualitas

(23)

berbagai pembinaan spiritualitas katekis yang mendalam, kreatif dan kontekstual

secara terus menerus.

Pembinaan spiritualitas yang ada sampai sekarang ini bersifat formal maupun

informal, baik yang bersifat rutin maupun berkala dalam bentuk pengajaran dengan

mengutamakan aspek pengetahuan iman, praktek pastoral di lapangan, refleksi yang

dalam kehidupan sehari-hari, retret dan komunikasi iman melalui katekese di

lingkungan. Dengan pembinaan spiritualitas katekis yang dilakukan secara rutin dan

berkala diharapkan bagi katekis sendiri mampu menumbuhkan spiritualitas

katekisnya secara integral.

Dewasa ini jumlah katekis sangat sedikit. Hal ini disebabkan karena para

katekis yang ada termakan oleh faktor usia, ada yang pensiun dan ada pula yang

meninggal dunia. Selain itu faktor lain adalah kurang gencarnya proses kaderisasi

yang dapat melahirkan para calon katekis yang militan. Proses kaderisasi tidak

melulu dilakukan secara formal dan melalui jalur khusus. Proses kaderisasi yang

paling efektif adalah melalui keteladan yang kharismatis dari seorang katekis di

tengah jemaat. Keteladanan yang kharismatis dari seorang katekis hanya mungkin

terjadi jika memiliki kedalaman spiritualitas katekis yang mendalam.

Berdasarkan pengalaman penulis sendiri ketika melaksanakan Karya Bakti

Paroki (KBP) di Paroki Bunda Maria Cirebon pada tanggal 28 November 2010 - 15

Januari 2011 keberadaan seorang katekis di tengah jemaat sangat dibutuhkan.

Sementara yang terjadi di paroki Bunda Maria Cirebon, segala macam bentuk

pewartaan, katekese dan pendidikan iman masih dilakukan oleh para pastor dan

biarawan-biarawati. Sekalipun di sana ada beberapa guru agama, namun status

(24)

pendidikan formal atau khusus. Pastor paroki biasanya menunjuk beberapa umat

untuk membantu tugas pewartaan ini dan membekali mereka seperlunya. Singkat

kata, di paroki Bunda Maria Cirebon belum ada tenaga katekis profesional. Hal ini

sungguh memprihatinkan, mengingat bahwa Cirebon bukanlah kota yang berada di

pedalaman atau jauh dari akses informasi tentang pengetahuan iman.

Memang tidak mudah untuk mengajak anggota jemaat, khususnya anggota

jemaat muda untuk terlibat dalam proses pewartaan. Perlu adanya suatu terobosan

yang luar biasa untuk mengajak anggota jemaat muda di paroki-paroki untuk terlibat

dan bahkan berani menjawab panggilan Allah menjadi seorang katekis. Hanya

dengan keteladanan yang kharismatis dari seorang katekis yang ada saat ini atau dari

calon katekis yang masih mempersiapkan diri dipendidikan formal, seperti Ilmu

pendidikan Kekhususan pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma

(IPPAK USD), terobosan ini bisa dilakukan. Permasalahannya adalah bagaimana

para calon katekis ini disiapkan sedemikian rupa, khususnya dalam hal membangun

spiritualitas katekis maupun panggilannya yang menjadi roh kehidupannya kelak

sebagai pewarta Sabda Allah.

Untuk menanggapi permasalahan tersebut Program Studi Ilmu Pendidikan

Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

(Prodi IPPAK USD) mendidik dan menghasilkan katekis yang berspiritualitas

maupun yang profesional yang dibekali dengan pendidikan spiritualitas yang

sistematis melalui pendidikan formal, pengetahuan Kitab Suci dan tradisi iman yang

memadai serta keterampilan katekese yang kreatif dan kontekstual.

Di Prodi IPPAK, pembinaan spiritualitas telah diberikan pada mahasiswa

(25)

digali dalam masa pendidikan, pembinaan dan pendampingan mencakup unsur-unsur

akademik, sosial interpersonal, moral spiritual dan kemandirian pribadi (Staf Dosen

IPPAK, 2009: 6). Meskipun mereka telah menerima berbagai macam pembinaan,

penulis melihat masih banyak mahasiswa yang belum mampu menyadari

identitasnya sebagai calon katekis. Bahkan ada pengakuan dari beberapa mahasiswa

Prodi IPPAK yang enggan bahkan menyangkal diri untuk menjadi seorang katekis.

Hal ini disebabkan karena motivasi dan tujuan kuliah di Prodi IPPAK hanya sebatas

tuntutan orang tua, kebutuhan lapangan, gengsi atau ikut-ikutan orang lain.

Kurangnya kesadaran diri sebagai calon katekis ini tampak dalam

keterlibatan mereka di lingkungan sekitar, seperti keterlibatan dalam doa,

pendalaman iman di lingkungan, koor, dan doa-doa pribadi di tempat tinggal

masing-masing. Gejala lain muncul dari mentalitas mereka dalam menyelesaikan setiap

tugas-tugas yang diberikan oleh dosen. Tidak sedikit para calon katekis yang

membuat tugas kuliah secara kurang maksimal. Situasi ini sungguh memprihatinkan,

mengingat peran mereka sebagai katekis di tengah umat sangatlah besar.

Permasalahan yang telah dipaparkan di atas, menggugah penulis untuk

menuliskan skripsi dengan judul “PEMBINAAN SPIRITUALITAS DI

(26)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan-rumusan masalah dalam

penulisan skripsi ini adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan spiritualitas katekis?

2. Bagaimana upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam menumbuhkan dan

mengembangkan spiritualitas katekis?

3. Bagaimana peranan pembinaan spiritualitas bagi mahasiswa di Prodi IPPAK

USD?

4. Bagaimana usaha-usaha yang dapat dilakukan guna meningkatkan pembinaan

spiritualitas bagi mahasiswa Prodi IPPAK USD?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan-rumusan masalah di atas, tujuan-tujuan penulisan

skripsi ini adalah:

1. Menjelaskan spiritualitas katekis.

2. Menjelaskan pembinaan spiritualitas katekis yang ideal dan kontekstual.

3. Mengetahui peranan pembinaan spiritualitas bagi mahasiswa di Prodi IPPAK.

4. Memaparkan usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam meningkatkan pembinaan

spiritualitas bagi mahasiswa di Prodi IPPAK.

D. Manfaat Penulisan

Berdasarkan tujuan penulisan di atas, manfaat-manfaat penulisan skripsi ini

(27)

1. Bagi mahasiswa IPPAK USD

a. Mahasiswa Prodi IPPAK memiliki pemahaman yang memadai tentang

spiritualitas katekis dan pembinaannya secara lebih konprehensif.

b. Mahasiswa Prodi IPPAK mendapatkan pembinaan spiritualitas yang

kontekstual dalam menumbuhkan spiritualitas katekis maupun panggilannya

sebagai katekis.

2. Bagi Prodi IPPAK

a. Prodi IPPAK menemukan suatu model pembinaan spiritualitas yang cocok

dan kreatif yang sesuai dengan karakteristik mahasiswa.

b. Prodi IPPAK memiliki lulusan mahasiswa yang sungguh-sungguh menghayati

panggilannya sebagai katekis.

3. Bagi Penulis

a. Semakin memahami spiritualitas katekis dan terdorong untuk menghidupinya

di dalam kehidupan sehari-hari.

b. Semakin terpanggil untuk menjadi seorang katekis.

c. Memenuhi salah satu syarat kelulusan SI di Prodi IPPAK USD Yogyakarta.

E. Metode Penulisan

Penulisan skripsi ini menggunakan metode dekriptif analitis. Melalui metode

ini penulis menggambarkan permasalahan yang ada melalui pemaparan data yang

diperoleh berdasarkan studi pustaka dan penelitian. Metode penelitian yang penulis

(28)

kemudian menganalisis dan mengolahnya dalam rupa pemaparan gambaran

mengenai situasi yang diteliti dalam bentuk uraian naratif. Metode dekriptif analitis

ini sebagai bentuk pertanggungjawaban penulis atas keseluruhan skripsi yang penulis

buat ini.

F. Sistematika Penulisan

Supaya skripsi ini dapat dipahami secara keseluruhan, penulis akan

memberikan gambaran singkat sebagai berikut:

Bab I merupakan pendahuluan yang berisikan latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika

penulisan skripsi secara keseluruhan.

Dalam bab II penulis menguraikan spiritualitas katekis dan upaya

pembinaannya. Penulis membagi bab ini menjadi tiga bagian. Bagian pertama,

katekis sebagai panggilan Allah. Kedua, macam-macam spiritualitas katekis dan

tantangannya. Ketiga usaha pembinaan dalam menumbuhkan spiritualitas katekis

Dalam bab III penulis menjelaskan tentang peranan pembinaan spiritualitas

bagi mahasiswa di Prodi IPPAK. Untuk menjelaskan bab ini penulis membagi

menjadi tiga bagian. Pertama, selayang pandang Prodi IPPAK. Kedua, persiapan

penelitian. Ketiga, laporan dan hasil penelitian. Keempat, kesimpulan penelitian.

Dalam bab IV penulis menguraikan usulan program rekoleksi yang

terintegrasi dengan pembinaan spiritualitas sebagai upaya meningkatkan kesadaran

mahasiswa akan panggilannya sebagai katekis. Dalam bab ini penulis membaginya

ke dalam tiga bagian. Pertama, alasan rekoleksi yang terintegrasi dengan keseluruhan

(29)

keseluruhan pembinaan spiritualitas. Ketiga, petunjuk pelaksanaan program

rekoleksi yang terintegrasi dengan keseluruhan pembinaan spiritualitas.

Bab V merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dan saran. Dalam bab ini

penulis, memberikan kesimpulan atas keseluruhan isi skripsi ini. Di samping itu,

(30)

BAB II

SPIRITUALITAS KATEKIS DAN UPAYA PEMBINAANNYA

Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai spiritualitas katekis dan upaya

pembinaannya. Penulis membagi bab ini menjadi tiga bagian. Bagian pertama,

katekis sebagai panggilan Allah. Kedua, macam-macam spiritualitas katekis dan

tantangan yang dihadapinya. Ketiga, usaha pembinaan dalam menumbuhkan

spiritualitas katekis.

A. Katekis sebagai Panggilan Allah

Menjadi katekis merupakan panggilan yang diterima oleh manusia guna

menjalankan tugas pewartaan yakni mewartakan Injil. Hakekat panggilan yang

diterima katekis pada dasarnya Allah sendiri yang berinisiatif memanggil, maka

sikap katekis terhadap panggilan tersebut adalah menanggapi. Dalam menguraikan

katekis sebagai panggilan Allah, penulis membagi pembahasan ke dalam empat

bagian yang meliputi: pengertian panggilan sebagai katekis, kekhasan panggilan

katekis, hidup katekis, peran dan kualifikasi katekis.

1. Pengertian Panggilan sebagai Katekis

Manusia pada dasarnya telah dipanggil oleh Allah, dan tentunya saja

panggilan yang diterima itu berbeda-beda. Untuk bisa memahami mengenai

panggilan pada bagian ini penulis menjelaskannya, namun hanya dibatasi pada

(31)

pengertian panggilan menurut Kitab Suci, pengertian katekis dan pengertian

panggilan sebagai katekis.

a. Pengertian Panggilan

Panggilan berasal dari kata memanggil (vocatio, vocare) artinya memanggil atau menyerukan nama seseorang. Panggilan dapat dipahami sebagai suatu undangan

dari Allah yang ditujukan kepada manusia yang dipilih-Nya. Panggilan tersebut

menunjukkan hasrat dan keinginan seseorang untuk mengabdikan hidupnya dalam

pelayanan Allah (Konseng, 1995: 8). Maka panggilan adalah undangan Allah yang

ditujukan kepada manusia yang dipilih-Nya agar menyerahkan dan mengabdikan diri

secara utuh kepada Allah demi tugas pelayanan.

b. Pengertian Panggilan menurut Kitab Suci

Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, panggilan merupakan saat yang penting

dalam pewahyuan Allah dan sejarah keselamatan manusia. Panggilan yang diterima

oleh para nabi bersumber dari Allah, maka sikap para nabi adalah menerima

panggilan itu dengan tulus hati. Dengan demikian panggilan yang diterima dan

dilaksanakan dengan tulus hati mampu membawa perubahan hidup pada diri manusia

karena Allah sendiri mengajak manusia masuk ke dalam pengalaman-Nya,

kehidupan-Nya, batin-Nya, dan situasi-Nya (Yamtini, 1981: 14-16). Dalam

Perjanjian Baru, Yesus memanggil kedua belas rasul dengan tujuan untuk membantu

dalam pewartaan-Nya (Mat 10: 1-15). Yesus sebelum mengutus para rasul, terlebih

dahulu Ia melakukan pembinaan terhadap mereka. Pembinaan tersebut meliputi ikut

(32)

Yesus wafat di kayu salib, bangkit dan terangkat ke surga, para rasul baru

menjalankan tugas panggilannya yaitu mewartakan Injil (Dister, 1987: 125-126).

Jadi panggilan para rasul adalah tugas perutusan untuk mewartakan Injil.

Para nabi dan para rasul mendapat panggilan, tugas dan tujuan yang sama

yaitu mewartakan karya keselamatan Allah. Pewartaan yang dilakukan para nabi dan

para murid bertujuan untuk membangun Kerajaan Allah di bumi yang tampak dalam

Gereja Kristus. Berdasarkan keterangan mengenai panggilan para nabi dan para

murid, maka panggilan adalah undangan dari Allah yang ditujukan kepada manusia

untuk ikut ambil bagian dalam rencana keselamatan manusia dengan cara mewartaan

karya keselamatan.

c. Pengertian Katekis

Katekis adalah orang-orang yang dalam semangat Roh melibatkan diri dalam

perluasan dan perwujudan Kerajaan Allah di dunia (Komisi Kateketik KWI, 2005:

99). Katekis adalah pembina iman (Telaumbanua, 1999: 6). Katekis adalah orang

beriman yang dipanggil secara khusus oleh Allah melalui Gereja diutus untuk

memperkenalkan Kristus, menumbuhkan dan mengembangkan iman umat baik

dalam komunitas basis, teritorial maupun kategorial (Komisi Kateketik KWI, 2005:

133). Katekis adalah seorang awam yang ditunjuk secara khusus oleh Gereja, sesuai

dengan kebutuhan setempat, untuk memperkenalkan Kristus, dicintai dan diikuti oleh

mereka yang belum mengenalnya dan oleh kaum beriman itu sendiri (Komisi

Kateketik KWI, 1997: 17). Atas pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan

bahwa katekis adalah orang beriman yang melibatkan diri dalam pembinaan iman

(33)

dari Gereja untuk menyampaikan Sabda yaitu Kristus untuk memperkenalkan,

menumbuhkan dan mengembangkan iman umat baik dalam komunitas basis,

teritorial maupun kategorial.

Dari pengertian katekis di atas dapat terlihat juga mengenai ciri-cirinya.

Ciri-ciri tersebut menunjukan akan keberadaannya dalam Gereja, yaitu sebagai orang

yang dipanggil Allah, diutus oleh Gereja, akan bekerjasama dengan tugas perutusan

apostolik dari uskup dan memiliki hubungan khusus dengan kegiatan misi Ad Gentes

(kepada segala bangsa). Ciri-ciri tersebut menjadi identitas katekis dan sekaligus membedakan dengan orang-orang yang bekerja di Gereja (koster, prodiakon, dll) dan

itu semua diakui dalam magisterium dan hukum Gereja (Komisi Kateketik KWI, 1997: 16).

d. Pengertian Panggilan sebagai Katekis

Penulis sudah menjelaskan mengenai pengertian panggilan dan pengertian

katekis di atas, maka dapat disimpulkan panggilan sebagai katekis adalah undangan

Allah yang ditujukan kepada manusia untuk menjadi seorang katekis yang mendapat

tugas dari Gereja untuk memperkenalkan Kristus, menumbuhkan dan

mengembangkan iman umat baik dalam komunitas basis, teritorial maupun

kategorial. Seorang katekis perlu menyadari makna adikodrati dan gerejawi dari

panggilannya, sehingga ia bisa menjawab “Sungguh aku datang” (Ibr 10: 7), atau

“Ini aku, utuslah aku” (Yes 6: 8). Dengan begitu katekis akan sungguh-sungguh

menghidupi panggilannya dan penuh tanggungjawab dalam menjalankan tugas

(34)

2. Kekhasan Panggilan Katekis

Sebagai orang awam, tentunya katekis memiliki panggilan yang khas, di

mana ia dipanggil dan diutus mewartakan Injil dalam sifat keduniawiannya di

tengah-tengah kehidupan bermasyarakat (Komisi Kateketik KWI, 1997: 15). Dalam

kehidupannya di masyarakat ia ikut ambil bagian dalam pergumulan dan

perkembangan masyarakat. Sebagai anggota masyarakat, ia juga berperan sebagai

pewarta sabda dengan menghadirkan sosok Yesus Kristus yang diimaninya dengan

menampilkan kasih Allah melalui perkataan dan perbuatan di tengah-tengah

kehidupan bermasyarakat dengan harapan agar semakin banyak orang yang percaya

dan beriman kepada-Nya (Prasetya, 2007: 30).

Sebagai pewarta sabda ia juga merenungkan sabda yang ia wartakan di dalam

hidupnya. Dari sabda yang ia wartakan dan renungkan, ia juga bersaksi atas sabda

dan imannya karena dengan kesaksiannya itu dapat menjadi teladan dan contoh bagi

kehidupan orang lain. Buah dari pewartaan, permenungan dan kesaksian ia

wujudnyatakan dalam tingkah laku dan perbuatan di dalam kehidupan

sehari-harinya.

3. Hidup Seorang Katekis

Sebagai seorang pewarta Kristus, katekis perlu memiliki sikap rendah hati,

sederhana dan semangat melayani karena yang diwartakan adalah Yesus yang

memiliki sikap-sikap tersebut. Karena pewartaan katekis di tujukan kepada orang

banyak diharapkan ia mengembangkan sikap dan semangat rela berkorban demi

kepentingan sesama. Sikap tersebut hendaknya dilakukan secara tulus hati dan tanpa

(35)

katekis. Katekis juga perlu menyadari bahwa tugasnya itu sangat penting dan

strategis. Maka sudah sepantasnya ia mempunyai niat dan kemauan keras untuk

belajar secara terus menerus agar ia semakin berkembang dan karyanya dapat

dipertanggungjawabkan (Prasetya, 2007: 44-48).

Dalam dunia pelayanan dan kerja, ia akan bekerja sama dengan berbagai

pihak secara khusus dengan Pastor Paroki, Dewan Pengurus Paroki (DPP), pengurus

stasi, pengurus lingkungan atau pun antar katekis sendiri. Maka diharapkan ia

mengembangkan sikap dan semangat mau bekerja sama. Hal ini penting karena

keberadaannya tidak terlepas dari reksa pastoral paroki sehingga diharapkan ia

memiliki komitmen yang tinggi terhadap reksa pastoral itu (Prasetya, 2007: 49).

Katekis adalah seorang pendidik iman, maka sudah selayaknya katekis

mempunyai kehidupan rohani yang mendalam. Kehidupan tersebut harus

berdasarkan pada persekutuan dalam iman dan cinta dengan pribadi Yesus Kristus

yang memanggil dan mengutusnya. Kehidupan rohani yang baik dapat meningkatkan

kedewasaan iman yang mendalam dan memiliki hubungan yang mesra dengan

Kristus (Komisi Kateketik KWI 1997: 45-46).

4. Peran dan Kualifikasi Seorang Katekis

Peran seorang katekis dalam karya pewartaan Gereja sangat vital, maka

Gereja perlu mengkualifikasi katekis-katekis yang bekerja dalam karya pewartaan.

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai peran dan kualifikasi seorang katekis.

a. Peranan Seorang Katekis

Seorang katekis yang menyadari panggilannya tentu akan menyadari

(36)

terlibat perluasan dan perwujudan Kerajaan Allah di dunia. Peran pertama,

berkatekese berarti mewartakan visi dan pembentukan communio. Dalam mewartakan visi, ia berperan mengajarkan Yesus kepada orang-orang yang mau

bertobat maupun kepada orang yang telah bertobat. Pengajaran ini dilakukan secara

berkesinambungan yaitu dari tahap pengajaran sampai ketahap pendewasaan (CT,

art. 20). Tahap pengajaran bertujuan membantu mereka untuk semakin mengenal,

mencintai dan mengimani Yesus sedangkan tahap pendewasaan bertujuan agar

mereka berani bersaksi atas iman akan Yesus Kristus (Prasetya, 2007: 33-34). Dalam

mewujudkan communio diharapkan katekis memiliki sikap keberpihakannya terhadap mereka yang tersingkirkan oleh masyarakat (KLMTD) sebagai upaya Allah

dalam mewujudkan communio (Komisi Kateketik KWI, 2005: 99-100).

Kedua, mempertahankan kegandaan wajah Gereja dengan tetap hadir sebagai

agen pastoral awam. Perlu disadari bahwa communio Gereja tidak hanya terdiri dari para klerus dan biarawan-biarawati melainkan juga kaum awam yang tidak hanya

terdiri laki-laki melainkan perempuan juga. Pereduksian Gereja pada kaum klerus

dan laki-laki perlu diatasi dengan pembentukan katekis laki-laki dan katekis

perempuan agar mereka memiliki kepercayaan diri dan komitmen terhadap

kehidupan Gereja. Jelas sekali dua tuntutan dasar bagi katekis, yaitu percaya diri dan

komitmen. Percaya diri adalah sikap yang lahir dari kesadaran akan panggilan diri

sebagai sarana perwujudan impian Allah bagi umat-Nya, sedangkan komitmen

adalah kesetiaan untuk melaksanakan tanggung jawab termasuk di dalamnya

kesetiaan turut memikirkan bersama rencana pastoral dan ketelatenan

(37)

Ketiga, katekis berperan dalam mencegah pereduksian Kristianitas pada

persoalan ibadat. Katekis diharapkan menyadari martabatnya sebagai awam yang

tidak membatasi pada urusan ibadat. Sehubungan dengan itu, Yohanes Paulus II

dalam AA art. 5 menyatakan bahwa:

Oleh sebab itu perutusan Gereja tidak saja membawakan warta Kristus dan rahmat-Nya kepada manusia, tetapi juga meresapi dan menyempurnakan tata dunia dengan semangat Injil. Jadi para awam yang melaksanakan perutusan Gereja ini, menjalankan kerasulannya baik dalam Gereja maupun di dalam dunia, baik dalam tata rohani maupun dalam tata dunia.

Dari pernyataan di atas sangatlah jelas bahwa katekis dapat menangani

bidang lain, yaitu pelayanan karitatif dan pelayanan advokasi. Pelayanan karitatif

adalah pelayanan dalam bentuk kasih sayang dan perhatian, misalnya memberi

pelayanan kepada orang-orang sakit dan miskin, sedangkan pelayanan advokasi

adalah pelayanan yang mengarah kepada penciptaan kondisi yang mencegah orang

untuk menjadi tidak sakit, misalnya baksos. Keempat, katekis berperan dalam

pelayanan yang memberdayakan solidaritas umat beriman, yakni membangkitkan

kesadaran, semangat, dan ketelatenan dalam pelayanan. Sebagai petugas pastoral

yang juga mengambil bagian langsung dalam kehidupan bermasyarakat, katekis

memiliki peluang untuk menyemangati masyarakat dengan semangat pelayanan yang

menjiwainya (Komisi Kateketik KWI, 2005: 102-104).

Kelima, katekis berperan dalam menghidupi pluralitas di bidang pelayanan

Gereja. Kenyataan menunjukkan bahwa katekis dapat menjalankan berbagai macam

profesi. Hal ini terlihat oleh katekis-katekis yang sudah tidak bekerja lagi di paroki

atau keuskupan karena mereka bekerja pada lembaga atau instansi di luar Gereja.

Walaupun mereka sudah tidak berprofesi sebagai katekis, mereka tetap merasa dan

(38)

sebagai katekis yang didukung oleh komitmen yang sungguh-sungguh. Dengan

bantuan mereka, Gereja dapat menjalin hubungan dan kerja sama yang baik dengan

lembaga atau instansi di luar Gereja. Maka relasi dan kerjasama antara Gereja

dengan dunia luar semakin terbuka lebar, dengan demikian Gereja dapat memberikan

pelayanan secara leluasa dan bebas tanpa ada suatu halangan yang membatasi

keduanya (Komisi Kateketik KWI, 2005: 104-105).

b. Kualifikasi Seorang Katekis

Seorang katekis merupakan pembina iman umat. Dalam PKKI III dijelaskan

bahwa seorang pembina iman umat harus memiliki pengetahuan dan keterampilan.

Selain pengetahuan dan keterampilan, katekis juga harus memiiliki spiritualitas.

Pengetahuan yang dimiliki katekis akan tersampaikan dengan baik bila didukung

dengan keterampilan dan sebagai penguat untuk tetap bertahan dalam menjalankan

tugas dibutuhkan spiritualitas. Ketiga hal tersebut merupakan modal dasar yang

menentukan bagi kelangsungan tugasnya.

1). Pengetahuan Seorang Katekis

Katekis adalah seorang pewarta dan saksi iman maka ia harus memiliki

pengetahuan yang memadai seputar tugasnya, yaitu pengetahuan tentang katekese,

pengetahuan tentang metode katekese, pengetahuan terhadap situasi atau keadaan

umat dan pengetahuan yang menyangkut konteks. Kesemua pengetahuan tersebut

harus dikuasai secara benar dan tepat. Tanpa pengetahuan-pengetahuan tersebut

(39)

a). Pengetahuan tentang Katekese

Pengetahuan tentang katekese yang harus dimiliki oleh katekis, pertama,

pengetahuan tentang Kitab Suci. Katekis harus memiliki pengertian yang tepat

tentang Kitab Suci sebagai Kitab yang berisi Firman Allah yang ditujukan kepada

manusia. Kedua, Kristologi; apa yang diwartakan oleh katekis adalah Yesus sendiri,

maka terlebih dahulu katekis harus mengenal, mendalami secara pribadi dan

menjadikan Yesus sebagai pola hidup (Lalu, 2005: 118-119).

Ketiga, Eklesiologi (Gereja); katekis harus mampu mengartikan Gereja

secara benar dan tepat, yaitu Gereja sebagai umat Allah, communio dan tanda keselamatan yang nyata hadir di tengah-tengah dunia. Keempat adalah Ajaran Sosial

Gereja (ASG); katekis harus mengetahui dan memahami apa yang menjadi ajaran

Gereja, khususnya keberpihakan Gereja terhadap kaum lemah, miskin, tersingkir dan

difabel (KLMTD). Selain itu juga pengetahuan lain yang harus diketahui dan

dikuasai katekis adalah Sakramentologi, Mariologi, liturgi dan lain-lain (Lalu, 2005:

119). Mengingat umat zaman sekarang ini semakin pintar, kritis dan serba ingin tahu

maka kesemua pengetahuan tersebut harus dikuasai dan dipahami secara benar oleh

katekis.

b). Pengetahuan tentang Metode Katekese

Metode merupakan cara atau prosedur untuk melakukan suatu kegiatan untuk

mencapai tujuan secara efektif. Berbicara mengenai metode katekese, tentunya

katekis harus mengetahui metode dalam sebuah katekese. Pengetahuan ini harus

dipelajari berdasarkan uraian-uraian yang sudah ada atau pun berdasarkan

(40)

ini. Dengan kemampuannya mengolah sebuah metode berkatakese tentunya akan

dengan mudah ia menganalisis situasi, menyusun rencana tindak lanjut dan berkreasi

dalam mengolah katekese itu sendiri (Lalu, 2005: 119-120).

c). Pengetahuan tentang Situasi/ Keadaan Umat

Katekis ketika menjalankan sebuah proses katekese ia juga perlu

memperhatikan situasi atau keadaan umat. Situasi atau keadaan yang dimaksud di

sini adalah keadaan pribadi seseorang dan latar belakang umat. Selain itu juga

katekis diharapkan mampu mengenali psikologi dan konteks peserta (Lalu, 2005:

120). Dengan memiliki pengetahuan tersebut akan memudahkan katekis memasuki

kehidupan umat dan menjawab apa yang paling diharapkan dan dibutuhkan oleh

umat. Dengan demikian iman umat akan semakin mengakar, tumbuh dan

berkembang di dalam kehidupan bermasyarakat dan juga di dalam kehidupan

menggereja.

d). Pengetahuan menyangkut Konteks

Katekis juga perlu memiliki pengetahuan yang menyangkut konteks. Konteks

yang dimaksud di sini adalah situasi atau keadaan yang sedang terjadi di dalam dunia

faktual yang bersifat nasional. Misalnya saja kejadian-kejadian yang terjadi di dalam

negri maupun di luar negri: bencana alam, kerusuhan, dan lain-lain (Lalu, 2005:

120). Keadaan yang terjadi dalam dunia faktual dapat membantu, mendukung dan

menjadi sumber inspirasi yang mendukung dalam pewartaan katekis di

tengah-tengah umat yang sedang mengalami perubahan zaman dan serba ingin tahu akan

(41)

2). Keterampilan Seorang Katekis

Seorang katekis diharapkan mempunyai keterampilan dalam berkatekese.

Mengapa? Karena pewartaan katekis dilakukan dengan cara berdialog

(berkomunikasi) dengan umat dan mengajak umat untuk berefleksi. Jadi

keterampilan berkomunikasi dan berefleksi merupakan keterampilan yang penting

dan harus dikuasai oleh katekis.

a). Keterampilan Berkomunikasi

Seorang katekis harus mampu berkomunikasi dengan umat, dalam

pengalaman tertentu, dalam situasi tertentu yang dilatarbelakangi kebudayaan

tertentu. Katekis juga perlu dapat mengungkapkan diri, berbicara dan mendengarkan

umat, hal ini menunjukan bahwa ia juga terbuka dengan umat. Dengan tranpilnya

berkomunikasi yang baik tentunya akan sangat mudah bagi katekis dalam

mengumpulkan, menyatukan, dan mengarahkan umat kepada suatu tindakan nyata.

Selain itu juga mampu menciptakan suasana yang memudahkan umat untuk

mengungkapkan diri, berdialog dan mendengarkan pengalaman orang lain sehingga

diantara umat sendiri tidak ada saling curiga satu sama lain (Lalu, 2005: 8).

b). Keterampilan Berefleksi

Pendalaman iman hendaknya menjadi sebuah komunikasi iman yakni

(42)

imannya, karena kesaksian yang diungkapkan menjadi bahan untuk direfleksikan dan

sekaligus menjadi peneguh atas apa yang ia katakan kepada umat. Maka untuk bisa

berefleksi dibutuhkan keterampilan berefleksi. Keterampilan berefleksi adalah

kemampuan untuk menemukan nilai-nilai manusiawi dalam pengalaman hidup

sehari-hari, menemukan nilai-nilai Kristiani dalam Kitab Suci, ajaran Gereja dan

Tradisi Kristiani, serta memadukan nilai-nilai Kristiani dengan nilai-nilai manusiawi

dalam pengalaman hidup sehari-hari (Lalu, 2005: 8). Dalam melatih keterampilan

berefleksi katekis perlu melakukannya setiap hari.

3). Spiritualitas Seorang Katekis

Spiritualitas merupakan unsur paling pokok yang harus dimiliki oleh katekis,

karena spiritualitas inilah yang membantu katekis tetap bersemangat dalam

menjalankan tugas panggilannya. Penulis sebelum berbicara mengenai macam-maam

spiritualitas katekis terlebih dahulu dijelaskan mengenai pengertian spiritualitas,

pengertian spiritualitas katekis dan perlunya spiritualitas bagi katekis dengan berguru

pada Yesus Kristus.

a). Pengertian Spiritualitas

Kata spiritualitas berasal dari bahasa Latin, yaitu spiritus yang berarti Roh. Roh ini merupakan dasar hidup manusia. Spiritualitas dimengerti sebagai semangat

hidup dan perjuangan yang menjadi cara pandang atau pendekatan dalam pengolahan

hidup (Staf Dosen, 2010: 29). Heuken (2002: 11) menyatakan bahwa spiritualitas

mempunyai dua segi, yaitu askese atau usaha melatih diri secara teratur supaya

(43)

sebagai tujuan hidup keagamaan manusia. Lebih lanjut ia berpendapat bahwa

manusia dipanggil untuk mengenal Dia yang ilahi yang hadir dalam batinnya yang

mana terjalin relasi berdasarkan kasih. Dengan demikian spiritualitas menyangkut

keberadaan orang beriman sejauh dialami sebagai anugerah Roh Kudus yang

meresapi seluruh dirinya.

Bagi umat Kristiani, spiritualitas selalu berhubungan dengan Roh Allah atau

Roh Kudus yang mendorong, menggerakkan, menjiwai, menguatkan dan

menyemangati umat manusia. Yesus menyebut-Nya sebagai “Penolong, Roh

Penolong” (Yoh 14: 16-17), dan Paulus menyebut-Nya sebagai “Roh Allah atau Roh

Kudus” (1 Kor 12: 3). Roh Kudus itulah yang turun dan memenuhi para murid pada

hari Pentakosta (Kis 2: 1-4). Van Lierav (1994: 7) menyatakan bahwa spiritualitas

adalah keadaan seseorang atau kelompok yang didorong, dimotivasi, disemangati,

dijiwai dan digerakkan oleh Roh Allah. Dengan demikian spiritualitas adalah suatu

gerak di mana seseorang senantiasa membiarkan dan membuka dirinya untuk

dipimpin, dibimbing, diterangi, digerakkan dan dikuasai oleh Roh Allah. Untuk

dapat mengalami kehadiran Roh Allah dibutuhkan suatu kepekaan hati agar Roh

Allah diam di dalam kita (Rom 8: 1-17).

b). Pengertian Spiritualitas Katekis

Dasar spiritualitas katekis adalah spiritualitas kristiani, di mana setiap orang

kristiani terpanggil untuk mewujudkan secara nyata kehidupan Kristus yang

diimaninya sebagai Tuhan dan penyelamat dengan cara mengintegrasikannya dalam

(44)

Spiritualitas katekis dapat diartikan hidup rohani seorang katekis, sebagai

orang kristiani yang memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang agama yang

cukup untuk mengkomunikasikan apa yang diketahui dan dialami kepada orang lain

dan dapat menjadi saksi iman di tengah-tengah umat melalui kesaksian hidup yang

nyata (Heuken, 2002: 12). Dengan demikian spiritualitas katekis adalah hidup rohani

seorang katekis yang senantiasa didorong, dimotivasi, dibimbing, dipimpin, dijiwai,

diterangi, dan digerakkan oleh kekuatan Roh Allah yang berpengetahuan dan

berpengalaman di bidang agama, memiliki kesaksian iman dan

mengkomunikasikannya kepada umat di tengah-tengah kehidupan nyata.

c). Perlunya Spiritualitas bagi katekis dengan Berguru pada Yesus Kristus

Setiap kegiatan akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh daya dorong

yang mendasarinya. Daya dorong tersebut adalah spiritualitas. Seorang katekis dalam

menjalankan tugas panggilannya perlu memiliki spiritualitas katekis. Sumber

spiritualitas para katekis adalah Yesus Kristus. Katekis harus memiliki sikap

pengharapan akan kualitas hidup kristiani dengan menjadikan Yesus sebagai

pedoman hidup. Yohanes Paulus II mengharapkan agar para katekis menimba

spiritualitas katekis dari Sang Guru yakni Yesus Kristus. Banyak hal yang dapat

dipelajari dari Yesus Kristus yang merupakan katekis ulung di mana kesuksesan dan

keberhasilan terlihat dari banyaknya orang yang menjadi pengikut, percaya dan

bertobat.

Kesetiaan Yesus terhadap tugas terlihat dari apa yang dilakukan-Nya, di

(45)

terlepas dari kenyataan hidup-Nya. Tindakan yang Ia lakukan sungguh-sungguh

menunjukkan karya penebusan bagi dosa manusia yang merupakan perwujudan

nyata atas sabda-Nya dan sekaligus sebagai kepenuhan wahyu. Para katekis

diharapkan memiliki dan meneladani apa yang dilakukan oleh Yesus dalam

mengajar. Hal ini dilakukan agar para katekis menemukan sinar terang dan kekuatan

untuk secara otentik memperbaharui katekese (Komisi Kateketik KWI, 2009: 30-31).

B. Spiritualitas Katekis dan Tantangannya

Spiritualitas seorang katekis memperoleh warna yang khas dari lingkungan

hidupanya. Spiritualitasnya nampak dalam sikap, semangat, berani dan rela hati

dalam mengembangkan iman masyarakat melalui sabda yang diwartakannya. Bagi

katekis sendiri dalam menumbuhkan spiritualitasnya sangatlah tidak mudah karena

banyak tantangan yang harus dihadapinya. Spiritualitas katekis dan tantangan akan

dijelaskan pada bagian ini.

1. Spiritualitas Katekis

Spiritualitas katekis merupakan sumber dan pedoman perilaku yang

menopang tugas katekis sehubungan dengan panggilannya yang khusus.

Spiritualitasnya menyangkut hubungan pribadi antara katekis dengan Allah yang

tampak dalam hidup sehari-hari. Dalam kenyataan hidup katekis banyak sekali

macam-macam spiritualias katekis yang bisa dipelajari, namun dalam pembahasan

ini penulis hanya membatasi pada empat macam spiritualitas katekis yang harus

dimiliki oleh katekis, yaitu sedia diutus, semangat menggereja, menjadi murid dan

(46)

a. Sedia Diutus

Katekis sebagai fungsionaris Gereja memiliki spiritualitas sedia diutus oleh

Gereja. Sikap sedia diutus oleh Gereja yang hidup dalam diri katekis pada dasarnya

mengalir dari panggilan yang dikehendaki oleh Yesus sendiri. Dalam hidup

merasul-Nya, Yesus sanggup mendorong dan mempengaruhi banyak orang untuk mendalami

hidup rohani yang dalam. Demikian pula katekis dipanggil untuk mempunyai hidup

rohani yang mendalam, yaitu menjalankan kehidupan doa, latihan rohani, membaca

Kitab Suci dan devosi (Sarjumunarsa, 1982: 33).

Katekis menyadari kesediaan diri untuk sedia diutus oleh Gereja karena ia

merasa dipanggil untuk mengikuti cara hidup Yesus yang setia diutus oleh Bapa-Nya

sampai pada akhir hayat-Nya. Demikian pula katekis yang sedia diutus terlihat dalam

keterlibatannya yang formal dalam pengutusan Gereja. Maka dalam menyangkut

tugasnya katekis menyatakan kepada masyarakat akan kehadiran Gereja yang

tumbuh di tengah-tengah masyarakat sampai pada akhir hayatnya (Sarjumunarsa,

1982: 34).

b. Semangat Menggereja

Seorang katekis tentunya memiliki sikap semangat menggereja yang

mendalam yakni bergerak dalam komunikasi iman jemaat. Katekis yang bergerak

dalam komunikasi iman jemaat tentu saja harus memiliki sikap dan sifat

komunikatif. Sikap dan sifat tersebut terlihat dalam keterbukaannya untuk sedia dan

setia mendengarkan sabda Tuhan, karena tugas khusus katekis dalam rangka

menggereja yang bergerak dalam komunikasi iman jemaat, maka ia harus memiliki

(47)

mengkomukasikan imannya. Dalam komunikasi iman jemaat yang integral akan

terwujud Gereja yang hidup, nyata, dan damai (Sarjumunarsa, 1982: 34-35).

c. Menjadi Murid

Yesus sebelum mengakhiri tugas-Nya dan terangkat ke surga, Ia mendekati

para murid dan berkata:

Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman. (Matius 28: 18-20)

Dalam ayat-ayat tersebut, sangat jelas bahwa Yesus memberi kuasa dan tugas

kepada para murid, yaitu menjadi murid sekaligus sebagai pengajar. Kaitannya

dengan ayat-ayat tersebut semua orang kristiani termasuk katekis adalah murid

Yesus, maka betapa pun katekis memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam

mengajar ia tetap murid Yesus. Dalam Injil Matius 11: 29 dikatakan: “Belajarlah

pada-Ku karena Aku lemah lembut dan rendah hati”, ayat tersebut mengajak kepada

katekis untuk tetap setia belajar agar ia memiliki sikap lemah lembut dan rendah hati,

artinya terbuka pada berbagai pengalaman, pendapat, siap menerima kritikan dan

tidak malu bertanya (Sarjumunarsa, 1982: 35-36).

d. Berakar dan Berbuah

Katekis dikatakan berhasil mengembangkan spiritualitasnya apa bila iman

Gereja semakin mengakar dan berbuah di dalam kehidupan jemaat. Hal ini bertolak

dari perkataan Yesus yang terdapat dalam Injil Matius 7: 16 yaitu: “Dari buahnyalah

(48)

bertumbuh, berkembang dan menyatakan dirinya di dalam seluruh aspek kehidupan

jemaat baik itu dari segi kebudayaan, sosial, ekonomi, keagamaan dan kehidupan

sehari-hari dengan demikian seluruh aspek kehidupan masyarakat merasakan dan

menjiwai semangat iman Kristiani. Sedangkan Gereja semakin berbuah mengandung

arti tindakan umat yang nyata (perbuatan baik). Tindakan baik ini ditunjukan bukan

hanya kepada sesama jemaat tetapi juga kepada masyarakat luas.

Kebaikan yang dilakukan jemaat akan masuk ke dalam jiwa masyarakat

sehingga menimbulkan dorongan kepada masyarakat luas untuk berbuat baik dan

beramal kasih kepada sesama (Sarjumunarsa, 1982: 36-37). Dorongan yang

dilakukan jemaat tidak hanya memberi dampak pada tindakan kasih tetapi juga

mendorong umat untuk tetap bersatu dalam iman sesuai dengan keyakinan dan

kepercayaannya masing-masing.

2. Tantangan dalam Menumbuhkan Spiritualitas Katekis

Banyak tantangan yang harus dihadapi umat kristiani di zaman yang modern

ini. Tantangan tersebut antara lain adalah sosial politik, sosial ekonomi, sosial

budaya dan lain-lain. Begitu pula bagi para katekis yang hidup di tengah zaman yang

serba modern begitu banyak tantangan yang harus dihadapi dalam menumbuhkan

spiritualitas katekis (Komisi Kateketik KWI, 2009: 13). Perlu adanya kesadaran dan

usaha yang keras dari pihak katekis. Dengan kesadaran dan usaha yang muncul dari

dalam hati katekis, ia akan sanggup mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Dalam

hal ini, penulis membatasi tantangan yang dihadapi para katekis dalam

menumbuhkan spiritualitas katekis pada budaya materialistik dan hedonis, budaya

(49)

a. Budaya Materialistik dan Hedonis

Dogma budaya materialistik dan hedonis adalah hidup yang berlimpah materi

dan kesenangan. Dalam budaya tersebut kita akan diakui oleh orang lain apabila kita

hidup dalam kemewahan dan kenikmatan (Komisi Kateketik KWI, 2009: 14). Segala

macam pengorbanan, askese dan tapa kesederhanaan, dan kerelaan untuk

melepaskan kesenangan demi cita-cita luhur tidak mempunyai tempat dalam budaya

tersebut. Budaya materialistik dan hedonis melahirkan sikap konsumerisme.

Konsumerisme adalah sikap orang yang terdorong secara terus-menerus menambah

tingkat konsumsi (Iswarahadi, 2003: 84). Dengan demikian manusia akan berada

dalam dunia yang penuh dengan ketidakpuasan sehingga menyebabkan manusia

akan merasa kurang dan kurang.

Dalam budaya materialistik dan hedonis uang menjadi unsur yang paling

utama sehingga uang menjadi sesuatu yang dipuja bagi kalangan masyarakat, entah

itu kalangan atas, menengah maupun kalangan bawah. Dengan adanya uang,

manusia bisa membeli apa yang diinginkan, maka apa saja akan dilakukan guna

mendapatkan uang, misalnya saja korupsi. Sebagai akibatnya manusia lebih tertarik

kepada uang daripada mengikuti kegiatan-kegiatan rohani seperti pendalaman iman,

doa rosario dan Ekaristi di Gereja (Komisi Kateketik KWI, 2009: 15). Tanpa disadari

pula bahwa katekis juga berada dalam budaya tersebut, hal ini juga menjadi

tantangan bagi katekis sendiri apakah ia bisa mengatasi dirinya sendiri untuk tidak

terlalu berlebihan atau malah justru berlebihan?.

b. Budaya Audio Visual

Salah satu ciri masyarakat Indonesia zaman sekarang ini, baik yang tinggal di

(50)

televisi dan internet). Pengaruh audio visual jauh lebih mempengaruhi manusia

dibandingkan dengan kotbah pastor di Gereja. Banyak orang yang rela

menghabiskan waktunya berjam-jam hanya di depan televisi dan video. Salah satu

contoh tayangan televisi yang dominan digemari masyarakat Indonesia adalah iklan.

Iklan mempromosikan berbagai macam materi, misalnya saja rumah mewah, mobil

dan lain-lain (Komisi Kateketik KWI, 2009: 14-15).

Dalam kenyataan, audio visual juga memberikan dampak yang positif bagi

masyarakat luas tetapi pada umumnya mereka kurang menyadari akan hal itu. Hal ini

disebabkan karena konsumsi masyarakat terhadap audio visual terlalu berlebihan

sehingga melupakan yang lainnya. Hal ini juga menjadi tantangan bagi katekis selain

menyadarkan masyarakat terhadap bahayanya audio visual, di satu sisi ia juga

sebagai pengguna atau penikmat dari audio visual tersebut.

c. Krisis Makna Generasi Muda

Pada hakekatnya generasi muda adalah generasi bagi kelanjutan hidup

Gereja artinya bersama generasi muda Gereja tumbuh dan berkembang. Namun

dalam kenyataan yang terjadi dengan adanya berbagai macam tawaran hidup yang

berbau duniawi menjadikan generasi muda mengalami krisis makna. Artinya

generasi muda mengalami kebingunan dan kesulitan dalam mencari, menemukan

makna hidup dan memberikan arti yang mendalam bagi hidup mereka dan Gereja.

Reaksi yang muncul dari generasi muda yang mengalami kebingungan adalah

(51)

juga yang menjadikan tantangan bagi katekis, di mana katekis harus mampu

membimbing dan mengarahkan generasi muda agar berada dalam koridor yang lurus

yakni berada pada jalur yang sesuai dengan harapan Gereja.

d. Globalisasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), globalisasi didefinisikan

sebagai proses masuknya ke ruang lingkup dunia, suatu proses di mana antar

individu, kelompok dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait dan

mempengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara. Dalam kehidupan

bermasyarakat globalisasi mempengaruhi semua aspek kehidupan.

Salah satu dari aspek kehidupan masyarakat adalah aspek budaya yaitu

nilai-nilai atau persepsi yang dianut oleh masyarakat seperti aspek kejiwaan yaitu alam

pikiran. Tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam pikiran

orang yang bersangkutan, karena umat beriman berada dalam lingkup masyarakat

maka globalisasi juga mengancam hidup mereka (Staf Dosen IPPAK, 2009: 9). Hal

ini juga yang menjadi tantangan bagi katekis dalam menumbuhkan spiritualitasnya,

tanpa disadari pula bahwa katekis juga berada dalam lingkup globalisasi, apakah ia

tetap setia pada apa yang diimaninya atau malah justru sebaliknya?.

C. Usaha Pembinaan dalam Menumbuhkan Spiritualitas Katekis

Pembinaan dimengerti sebagai terjemahan dari kata Inggris, yaitu training

yang berarti latihan, pendidikan, pembinaan. Pembinaan yang paling ditekankan

adalah pengembangan manusia pada segi praktik yaitu pengembangan sikap,

Gambar

Tabel 1. Variable Penelitian
Tabel 2. Identitas dan Motivasi Mahasiswa (N: 34)
Tabel 3 memaparkan hasil penelitian penulis mengenai pemahaman
Tabel 4. Pemahaman Mahasiswa terhadap Peran Katekis dalam Gereja (N: 34)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dalam menyajikan presentasi penampilan mahasiswa sebagai seorang penyaji sangatlah penting. Penampilan penyaji yang baik tidak hanya mempengaruhi kenyamanan dirinya dalam

Penulis merasa prihatin melihat sebagian mahasiswa (khususnya mahasiswa awam) di prodi PAK yang kurang mendalami panggilannya sebagai katekis. Penulis melihat ada

Melalui kegiatan yang penulis tawarkan ini, diharapkan para mahasiswa IPPAK makin menyadari serta semakin mendalami spiritualitas Kristiani mereka msing-masing dalam

Judul skripsi EFEKTIVITAS PENERAPAN KEGIATAN PRESENTASI MATA KULIAH TERHADAP PERKEMBANGAN KEPERCAYAAN DIRI MAHASISWA DI PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN

Kegiatan apa saja yang sudah anda ikuti sebagai mahasiswa IPPAk-USD yang terlibat aktif dalam hidup menggereja di dalam

(26) lingkungan semakin rusak. Setiap manusia pasti mempunyai beban hidup atau dosa yang membuat manusia lumpuh semangatnya, lumpuh jiwanya dan lumpuh hidup. Secara harafiah

O leh karena itu, melalui program sem inar sehari penulis memberikan sum bangan dalam rangka m embantu m ahasiswa agar lebih memahami peranan teater rakyat dalam