• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan prestasi belajar siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Perbedaan prestasi belajar siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori - USD Repository"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR SISWA ATAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA MATEMATIKA BERBASIS METODE MONTESSORI

Skripsi

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh : Siti Cholifah

101134200

Program Studi Pendidikan Guru sekolah Dasar Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

(2)
(3)
(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Puji syukur Alhamdulillah, peneliti persembahkan karya sederhana ini kepada:

1. Allah SWT yang selalu memberikan kemudahan dan segala kenikmatan yang tiada terhingga dalam setiap langkah yang telah peneliti tempuh.

2. Bapak dan Ibu tercinta atas kasih sayang dan dukungannya. 3. Teman-temanku PGSD 2010

4. Almamaterku

(5)

MOTTO

“ Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan

kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah

gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal “. (QS. Ali

Imran 3: 160)

“Ketika kita mempunyai impian, kita akan mempunyai rencana dan cara untuk

melakukannya atau mewujudkannya” (Queen Seon Deok)

“Nol adalah dimana segala sesuatu dimulai. Jika kamu tidak bisa mulai dari

sana, kamu tidak bisa mendapatkan apa dan tidak mencapai apa-apa”(Conan Edogawa)

(6)
(7)
(8)

ABSTRAK

Cholifah, Siti. (2014). Perbedaan Prestasi Belajar siswa atas Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori. Yogyakarta. Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini dilatarbelakangi adanya teori bahwa tingkat prestasi belajar matematika masih rendah yang dibuktikan oleh data hasil studi TIMSS dan PISA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar siswa atas penggunaan alat peraga matematika. Alat peraga yang digunakan adalah Papan Pin Perkalian untuk materi operasi perkalian kelas 2 SD.

Penelitian ini adalah penelitian quasi-experimental dengan desain nonequivalent control group design. Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah siswa kelas 2A SDN Keceme 1 sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas 2B sebagai kelompok kontrol. Data pada penelitian ini diperoleh dari hasil pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pretest dan posttest dilakukan menggunakan 20 soal pilihan ganda yang telah diuji validitas, reliabilitas dan tingkat kesukarannya. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu dokumentasi dan observasi. Prosedur analisis data pada penelitian ini terdiri dari penentuan hipotesis, manajemen data, menentukan taraf signifikansi, uji asumsi klasik dan uji hipotesis. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah independent t-test yang didukung dengan penggunaan Microsoft Excel dan Statistical Product and Service Solutions (SPSS). Hasil analisis data menunjukkan rata-rata skor post-test kelompok kontrol lebih rendah (M

= 11,5, SE = 0,399) dibandingkan dengan skor post-test kelompok eksperimen (M

= 13,33, SE = 0,576). Perbedaan ini signifikan t (46) = -2,615, p < 0,05 dan memiliki effect size sedang yaitu r = 0,32. Hasil analisis data kemudian dapat dikatakan bahwa ada perbedaan prestasi belajar siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan yang signifikan atas penggunaan alat peraga berbasis metode Montessori terhadap prestasi belajar siswa. Peneliti merekomendasikan alat peraga matematika berbasis metode Montessori dapat digunakan oleh guru sebagai salah satu media pembelajaran matematika.

Kata kunci: alat peraga matematika, metode Montessori, prestasi belajar, Papan Pin Perkalian.

(9)

ABSTRACT

Cholifah, Siti. (2014). Differences students achievement of the using Montessori Method-Based Math Visual Aid. Yogyakarta. Sanata Dharma University.

This study exposed without any theory that learning math achievement tiers in still low as evidenced by data of TIMSS and PISA study results. This study aims to find differences student achievement of using visual aid on students achievement. The visual aid that is used for the multiplication material for the second grade students of Elementary School is Multiplication Pins Board.

This research is a quasi-experimental research using nonequivalent control group design. The population and samples of this study are the students of class 2A SDN Keceme 1 as the experimental group and the students of class 2B as the control group. The data in this study are obtained by doing the pretest and posttest on the experimental and control group. Pretest and posttest use 20 multiple choice questions that have been tested for their validity, reliability and level of difficulty. Data are collected in two ways, namely documentation and observation. The procedure of data analysis in this study consists of determining the hypothesis, managing the data, determining significance level, and testing the classical assumption and hypothesis. Data analysis technique that is used for testing the hypotheses is independent t – test, is supported by Microsoft Excel and the Statistical Product and Service Solutions ( SPSS ). The results of the data analysis shows the average post-test score of the control group was lower (M = 11.5, SE = 0.399) compared with the post-test score of the experimental group (M = 13.33, SE = 0.576). This difference was significant t (46) = -2.615, p <0.05 and has a moderate effect size is r = 0.32. The results of data analysis then can be said that there are differences in student achievement over the use Montessori Method-Based Math Visual Aid.

The conclusion of this study shows that there is different of using Montessori method based visual aids on students achievement. Researchers recommend props mathematics based a method of a montessori used in learning mathematics.

Keywords: math visual aid, Montessori method, students achievement, Multiplication Pins Board

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa telah

melimpahkan karunia dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul “Perbedaan Prestasi Belajar Siswa

Atas Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori” ditulis

sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata I Program Studi Pendidikan

Guru Sekolah Dasar. Skripsi ini selesai tidak lepas dari dukungan, bimbingan dan

kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segenap hati peneliti

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rohandi,Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Sanata Dharma.

2. G. Ari Nugrahanta, SJ, S.S., BST., M.A., Ketua Program Studi Pendidikan

Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. E.Catur Rismiati, S.Pd.,MA.,Ed.D., Wakil Program Studi Pendidikan Guru

Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, sekaligus

pembimbing I yang telah sangat banyak memberikan semangat, ilmu dan

inspirasi dalam proses pembuatan karya ilmiah ini.

4. Andri Anugrahana, S.Pd., M.Pd, dosen pembimbing II yang telah memberikan

banyak bantuan, semangat, dan saran yang membangun dalam pembuatan

karya ilmiah ini.

5. Walidi, S.Pd. Kepala Sekolah SDN Keceme I yang telah memberikan

dukungan serta ijin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian di SDN

Keceme I.

6. Sukiyem, A.Ma.Pd guru kelas 2A SDN Keceme I yang telah bekerja sama

serta memberikan waktu dan tenaganya sebagai guru mitra dalam penelitian

kolaboratif.

7. Dwi Purwanti, S.Pd.SD guru kelas 2A SDN Keceme I yang telah bekerja

sama serta memberikan waktu dan tenaganya sebagai guru mitra dalam

penelitian kolaboratif.

(11)

8. Siswa kelas 2A dan 2B SDN Keceme I, yang bersedia bekerja sama dalam

penelitian ini.

9. Bapakku Drs. Basuni, M.S.I, ibuku Dra. Purwastuti, keluargaku, dan teman

hidupku Muhamad Suratno, S.Pd yang selalu memberikan doa, kasih sayang,

dukungan dan bimbingan kepada peneliti serta membantu mengoreksi tulisan

ini.

10.Teman-teman fruitzee yang telah banyak berbagi canda, tawa, sedih, dan

senang bersama.

11.Teman-teman PPL SDN Keceme I, yang memberikan bantuan selama peneliti

melakukan penelitian di sekolah.

12.Teman-teman PGSD USD kelas C angkatan 2010 yang selalu memberikan

inspirasi dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

13.Sekretariat PGSD yang selalu membantu dalam hal administrasi dan segala

keperluan unruk menyelesaikan karya ilmiah ini.

Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan

karya ilmiah ini. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat berguna

untuk karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.

Peneliti

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK ... viii

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi masalah ... 8

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 32

C. Kerangka Berpikir ... 34

D. Hipotesis ... 35

BAB III METODE PENELITIAN... 36

A. Jenis Penelitian ... 36

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 37

C. Variabel Penelitian dan Data Penelitian ... 40

D. Populasi dan Sampel ... 43

E. Teknik Pengumpulan Data ... 44

F. Instrumen Pengumpulan Data ... 45

G. Teknik Pengujian Instrumen ... 48

H. Prosedur Analisis Data ... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 82

A. Hasil Penelitian ... 82

B. Pembahasan ... 111

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 116

DAFTAR REFERENSI ... 118

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Waktu Pengambilan Data... 39

Tabel 3.2 Kisi-kisi soal pretest dan posttes ... 46

Tabel 3.3 Lembar observasi proses pembelajaran di kelas ... 47

Tabel 3.4 Kriteria hasil validasi ... 50

Tabel 3.5 Hasil validasi silabus ... 50

Tabel 3.6 Hasil validasi RPP ... 52

Tabel 3.7 Hasil validasi soal tes prestasi ... 53

Tabel 3.8 Kisi-kisi soal uji validitas konstruk ... 56

Tabel 3.9 Soal yang valid ... 58

Tabel 3.10 Rincian jumlah soal ... 59

Tabel 3.11 Kualifikasi koefisien reliabilitas ... 61

Tabel 3.12 Hasil perhitungan reliabilitas ... 61

Tabel 3.13 Kategori indeks kesukaran soal... 62

Tabel 3.14 Indeks kesukaran soal ... 63

Tabel 3.15 Jadwal penelitian ... 81

Tabel 4.1 Daftar kegiatan selama pengambilan data ... 84

Tabel 4.2 Deskripsi hasil pretest dan posttes ... 85

Tabel 4.3 Hasil Uji normalitas skor pretest kelompok kontrol ... 87

Tabel 4.4 Hasil Uji normalitas skor pretest kelompok eksperimen ... 88

Tabel 4.5 Angka skewness dan kurtosis kelompok kontrol ... 89

Tabel 4.6 Angka skewness dan kurtosis kelompok eksperimen ... 90

Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas skor pretest ... 92

Tabel 4.8 Hasil uji independent t-test skor pretest ... 93

Tabel 4.9 Hasil uji normalitas kelompok kontrol ... 95

Tabel 4.10 Hasil uji normalitas kelompok eksperimen ... 95

Tabel 4.11 Angka skewness dan kurtosis kelompok kontrol ... 97

Tabel 4.12 Angka skewness dan kurtosis kelompok eksperimen ... 98

Tabel 4.13 Hasil Uji Homogenitas skor post-test ... 99

Tabel 4.14 Hasil uji independent t-tets skor post-test ... 100

Tabel 4.15 Hasil uji paired t-test kelompok kontrol ... 103

Tabel 4.16 Hasil uji Paired t-test kelompok eksperimen ... 105

Tabel 4.17 Hasil uji normalitas selisih kelompok kontrol ... 106

Tabel 4.18 Hasil uji normalitas selisih kelompok eksperimen ... 107

Tabel 4.19 Hasil uji homogenitas selisih ... 108

Tabel 4.20 Hasil uji independent t-test selisih ... 109

Tabel 4.21 Hasil uji effect size ... 110

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Papan Pin Perkalian ... 31

Gambar 2.2 Skema penelitian yang relevan ... 34

Gambar 3.1 Desain penelitian ... 37

Gambar 3.2 Rumus point biserial... 57

Gambar 3.3 Rumus Crobanch Alpha ... 60

Gambar 3.4 Rumus indeks kesulitan ... 62

Gambar 3.5 Rumus Lavene’s test... 69

Gambar 3.6 Rumus Kolmogorov sminov ... 71

Gambar 3.7 Rumus t-test... 74

Gambar 3.8 Rumus effect size ... 80

Gambar 3.9 Rumus koefisien determinasi ... 80

Gambar 4.1 Grafik hasil pretest dan posttes ... 86

Gambar 4.2 Grafik P-P Plot dan histogram pretest kelompokkontrol ... 88

Gambar 4.3 Grafik P-P Plot dan histogram pretest kelompokeksperimen .... 89

Gambar 4.4 Grafik P-P Plot dan histogram Post-test kelompok Kontrol ... 95

Gambar 4.5 Grafik P-P Plot dan histogram Pretest kelompokEksperimen ... 95

Gambar 4.6 Perhitungan manual independent t-test skor post-test ... 102

Gambar 4.7 Perhitungan effect size ... 110

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat penelitian ... 123

Lampiran 2 Contoh perangkat pembelajaran ... 125

Lampiran 3 Contoh komentar validitas isi perangkat pembelajaran ... 128

Lampiran 4 Contoh instrumen soal prestasi ... 129

Lampiran 5 Contoh komentar validitas instrumen penelitian ... 130

Lampiran 6 Hasil validitas muka ... 131

Lampiran 7 Contoh hasil pekerjaan siswa ... 132

Lampiran 8 Analisis validitas konstruk dan reliabilitas ... 133

Lampiran 9 Tabulasi data mentah pretest dan post-test ... 135

Lampiran 10 Analisis skor pretest dan posttest ... 136

Lampiran 11 Foto penelitian dan lembar observasi ... 140

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Globalisasi merupakan suatu proses pengintegrasian manusia dengan segala

aspek kehidupan ke dalam suatu kesatuan masyarakat yang lebih besar dalam

kehidupan internasional atau dapat disebut dengan istilah proses mendunia

(Dantes, 2008: 1). Proses mendunia tersebut berpengaruh terhadap berbagai aspek

kehidupan masyarakat seperti aspek ekonomi, politik, sosial dan budaya. Salah

satu dampak dari globalisasi adalah persamaan hak (Dantes, 2008: 1). Persamaan

hak dalam konteks pendidikan adalah setiap individu memiliki hak yang sama

untuk mendapatkan pendidikan dan layak dengan tidak memandang suku, ras,

jenis kelamin serta latar belakang ekonomi.

Adanya persamaan hak membuat semakin banyak orang yang menempuh

pendidikan sehingga persaingan menjadi semakin ketat. Individu yang tidak

mampu mengikuti perkembangan jaman akan semakin tertinggal. Kompetisi yang

ketat menjadi tantangan bagi setiap negara untuk terus memajukan pendidikannya

supaya tidak tertinggal oleh negara di dunia. Negara Indonesia merupakan bagian

dari dunia yang menyadari bahwa supaya mampu bersaing dan tidak tertinggal

oleh negara lain di dunia membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang

berkualitas (Suhartini, 2009: 10).

SDM berkualitas tercipta dari sekolah-sekolah yang ada di Indonesia karena

sekolah adalah salah satu komponen pendidikan yang secara langsung berperan

(17)

mencetak SDM di Indonesia yaitu siswa. Siswa dididik untuk menjadi individu

yang siap bersaing di era globalisasi. Sekolah memberikan berbagai macam mata

pelajaran kepada siswa untuk membekali siswa supaya mampu bersaing di dunia

internasional. Mata pelajaran yang ada di Indonesia juga disesuaikan dengan

materi-materi yang ada di negara-negara lain yaitu meliputi matematika,

pengetahuan alam, dan sosial sebagai mata pelajaran pokok. (Badan Nasional

Standar Pendidikan, 2006: 8). Matematika adalah ilmu yang menjadi dasar bagi

ilmu-ilmu yang lain (Suherman, 2003: 25) sehingga matematika juga digunakan

sebagai tolak ukur kemajuan pendidikan suatu negara. Kemajuan matematika

diteliti oleh suatu lembaga yang bernama TIMSS (Trens in International Mathematics and Science Study) dan PISA (Programme for International Student

Assessment).

TIMSS adalah suatu studi bertaraf internasional yang memiliki tujuan untuk

mengukur prestasi matematika dan sains negara peserta di seluruh dunia yang

diselenggarakan setiap empat tahun sekali (Kementrian Pendidian dan

Kebudayaan, 2011: 1). TIMSS dikoordinasi oleh IEA (The International

Association for the Evaluation of Educational Achievement) yang pusatnya ada di Amsterdam, Belanda (Kemdikbud, 2011: 1). Sedangkan PISA adalah lembaga

studi tentang literasi membaca, matematika, dan sains yang diselenggarakan setiap

3 tahun sekali (Kemdikbud, 2011: 1). PISA dikoordinasikan oleh OECD

(Organisation for Economic Cooperation and Develompent) yang berpusat di Perancis. Hasil studi dari TIMMS dan PISA pada setiap periode akan

(18)

Hasil studi TIMSS pada tahun 1999 memperlihatkan bahwa prestasi

matematika Indonesia berada pada peringkat 32 dari 38 peserta, pada tahun 2003

berasa pada posisi 37 dari 46 peserta dan pada tahun 2007 berada pada peringkat

35 dari 45 negara peserta (Kemendikbud, 2011: 1). Studi TIMMS yang terbaru

adalah pada tahun 2011 yang menunjukkan prestasi matematika di Indonesia

masih belum memuaskan yaitu berada pada tingkat 38 dari 42 negara anggota

yang disurvei oleh TIMMS (Arora, 2011: 31). Sedangkan hasil studi oleh PISA

tentang tingkat literasi matematika pada tahun 2000, 2003, dan 2006 secara

berturut-turut adalah peringkat 39 dari 41 negara dengan skor 367, peringkat 38

dari 40 negara dengan skor 360 serta yang terakhir menduduki peringkat 50 dari

57 negara dengan skor 391 (Kemendikbud, 2011: 1).

Hasil studi TIMSS dan PISA di atas dapat dijadikan sebagai gambaran bahwa

prestasi matematika di Indonesia masih tergolong rendah. Prestasi matematika

yang rendah merupakan salah satu efek dari buruknya sistem pendidikan di

Indonesia (Tjalla 2011: 3). Kurikulum KTSP yang selama ini berjalan dinilai

kurang sesuai perkembangan siswa, beban belajar terlalu banyak, hanya menitik

beratkan pada aspek kognitif dan kurang mengembangkan karakter menjadi dasar

bagi pemerintah untuk mengembangkan kurikulum baru yaitu kurikulum 2013

(Kemendikbud, 2012: 12). Fenomena masyarakat yaitu banyaknya korupsi,

kenakalan remaja, plagiarisme, dan narkoba juga menjadi pertimbangan

pemerintah untuk mengembangkan kurikulum baru tersebut (Kemendikdub, 2012:

(19)

Kurikulum 2013 dikembangkan dengan memperhatikan teori perkembangan

anak dan memasukkan pendidikan karakter pada mata pelajaran, oleh karena itu

Kurikulum 2013 diharapkan mampu mengantarkan Indonesia untuk memiliki

SDM yang berkualitas. Hal tersebut diperkuat oleh Kepala Pusat Informasi dan

Humas (PIH) Kemendikbud Ibnu Hamad yang menyatakan bahwa kurikulum

2013 diharapkan dapat menjawab tantangan PISA, terutama untuk soal

matematika level advance (Kemendikbud, 2013: 1) karena matematika adalah

ilmu yang mendasari ilmu yang lain.

Matematika adalah dasar bagi ilmu-ilmu yang lain, misalnya ketika seseorang

belajar ekonomi. Ketika seseorang belajar ilmu ekonomi maka akan menggunakan

ilmu matematik untuk menghitung banyaknya keuangan yang masuk, jumlah

pajak, dan keuntungan. Saat belajar tentang Biologi maka kita akan menggunakan

ilmu matematika untuk menganalisis hasil percobaan yang dilakukan. Contoh lain

dari penerapan matematika adalah ketika seseorang meneliti sebuah efek suatu

obat baru terhadap sekelompok mencit, maka akan menghitung rata-rata berat

badan mencit, dan mehitung seberapa besar efek obat menggunakan ilmu

matematika. Pembelajaran fisika juga menggunakan berbagai macam rumus fisika

yang tentunya juga menggunakan ilmu matematika. Contoh yang lain adalah bagi

masyarakat muslim juga menggunakan ilmu matematika untuk menentukan waktu

sholat di berbagai negara di dunia.

Matematika, disamping merupakan ilmu yang mendasari ilmu-ilmu yang lain

juga memiliki fungsi penting bagi siswa sehingga sebaiknya pembelajaran

(20)

matematika menurut (Suherman, 2003: 56) adalah sebagai alat, pola pikir dan

pengetahuan. Fungsi matematika sebagai pola pikir artinya siswa akan belajar

pemahaman atau penalaran dari suatu pengertian melalui matematika. Matematika

juga berfungsi sebagai alat memiliki makna bahwa matematika dapat digunakan

sebagai alat untuk memecahkan masalah dalam ilmu lain atau dalam kegiatan

sehari-hari. Fungsi matematika yang terakhir adalah matematika sebagai

pengetahuan, yaitu bahwa matematika mencari kebenaran dan mengembangkan

penemuan-penemuan yang pernah ada.

Pentingnya matematika dalam kehidupan sehari-hari menjadi salah satu

pendorong bagi para pelaku pendidikan di Indonesia untuk terus mengupayakan

pembelajaran matematika yang efektif dan mencapai hasil yang maksimal. Proses

mencapai hasil yang maksimal tentu mengalami beberapa kendala salah satunya

adalah siswa yang mengalami kesulitan belajar matematika. Kesulitan belajar

matematika sering dialami oleh siswa. Kesulitan yang sering dialami oleh siswa

disebabkan karena kurangnya kemampuan untuk mengabtraksi yaitu memahami

konsep abstrak yang ada pada materi matematika (Widdiharto, 2008: 8)

Sembilan dari sepuluh siswa di Indonesia menyatakan bahwa matematika itu

sulit atau dapat dikatakan kesulitan belajar matematika melanda sebagian besar

siswa sekolah dasar di Indonesia (Kompasiana, 2014: 1). Supaya siswa mudah

memahami konsep matematika yang abstrak, sebaiknya pembelajaran matematika

dirancang sesuai dengan perkembangan kognitif siswa. Dahar (2011: 56)

mengatakan bahwa perkembangan kognitif anak sekolah dasar (7-11 tahun)

(21)

yang konkrit dan lebih sulit memahami hal-hal yang abstrak. Oleh karena itu,

siswa perlu memahami konsep matematika dalam bentuk konkrit terlebih dahulu

sebelum memahami bentuk abstraknya yaitu menggunakan suatu cara untuk

mengkonkritkan materi matematika. Alat peraga adalah suatu alat yang dapat

digunakan untuk membantu mengkonkritkan materi matematika (Sitanggang,

2013: 3).

Keuntungan yang dapat diperoleh apabila menggunakan alat peraga

matematika yaitu proses belajar mengajar termotivasi, konsep abstrak matematika

tersaji dalam bentuk konkrit, hubungan antara konsep abstrak dan benda di alam

sekitar akan lebih mudah dipahami siswa, merangsang siswa untuk berfikir,

merangsang siswa menjadi aktif dan merangsang siswa unutk memecahkan

masalahnya sendiri Suherman (2003: 243). Selain itu, teori pembelajaran Jerome

Bruner menyatakan bahwa pengetahuan yang di peroleh sendiri akan lebih

bertahan lama dan pengetahuan yang diperoleh secara mandiri akan menghasilkan

hasil yang paling baik (Dahar, 2011: 79). Kesimpulan dari pernyataan Suherman

dan Dahar adalah alat peraga yang dapat membangun pengetahuan anak secara

mandiri berpeluang mampu membuat anak mudah memahami materi matematika

dan pemahaman yang di dapat juga lebih bertahan lama karena siswa dapat belajar

secara mandiri.

Pembelajaran mandiri merupakan salah satu karakteristik dari metode

montessori (Montessori, 2013: 192), sehingga alat peraga matematika yang

digunakan dalam metode Montessori lebih ditekankan supaya dapat membimbing

(22)

Montessori memiliki pengendali kesalahan pada alat itu sendiri sehingga

meminimalkan dominasi guru saat menggunakan alat peraga. Alat tersebut

membuat siswa menjadi lebih mandiri dalam belajar tidak tergantung dengan

keberadaan guru melalui alat peraga yang memiliki pengendali kesalahan sendiri.

Selain itu alat peraga Montessori juga sesuai dengan perkembangan anak baik

perkembangan kognitif maupun fisik yaitu bersifat mengkonkritkan materi yang

abstrak, mudah dibawa dan ringan dibawa oleh anak. Donabella dan Rule (2008:

3) melakukan penelitian terhadap siswa kelas 4 sekolah dasar menggunakan alat

peraga Montessori Checker board untuk materi perkalian. Penelitian (Donabella

dan Rule, 2008: 2) mengatakan “Pretest and posttest results of the four students indicated that all increased their understanding of multiplication”. The results of an attitude survey showed students improved in enjoyment, perceived knowledge, and confidence in solving multiplication problems.” yaitu hasil preetest dan

posttest menunjukkan empat siswa merasa pemahamannya tentang perkalian

meningkat.

Alat peraga Montessori sesuai dengan teori perkembangan kognitif yang

dikemukakan oleh Dahar. Selain meningkatkan perkembangan kognitif, alat

peraga Montessori juga sesuai dengan teori pembelajaran penemuan Jerome

Bruner. Penelitian Donablla dan Rule (2008: 2) juga menguatkan bahwa alat

peraga Montessori dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Teori yang telah

dipaparkan membuat peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Perbedaan prestasi

belajar siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis metode

(23)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disusun maka dapat ditemukan

beberapa masalah yaitu sebagai berikut:

1. Prestasi belajar matematika di Indonesia masih tergolong rendah.

2. Materi matematika di SD termasuk materi yang abstrak.

3. Siswa merasa sulit belajar matematika.

4. Kurangnya penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika.

C. Batasan Masalah

Peneliti memberikan batasan masalah pada penelitian ini. Pembatasan masalah ini dilakukan untuk menfokuskan penelitian. Batasan masalah memiliki arti kebenaran hasil penelitian ini hanya dibatasi pada bagian yang telah difokuskan (Purwanto, 2012: 73). Penelitian ini hanya terbatas meneliti seberapa perbedaan prestasi belajar siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis Montessori pada siswa sekolah dasar kelas dua karena tertarik dengan wacana tentang prestasi belajar di Indonesia. Prestasi belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah prestasi belajar bagian kognitifnya saja karena pada studi tentang kemampuan matematika pada tingkat internasional yang diukur adalah kemampuan matematika secara kognitifnya saja. Operasi matematika kelas dua pada penelitian ini dibatasi pada standar kompetensi 3 yaitu melakukan perkalian yang hasilnya bilangan dua. Alat peraga matematika berbasis metode Montessori pada penelitian ini adalah Papan Pin

Perkalian. Hasil penelitian ini hanya berlaku terbatas di SD Negeri Keceme 1

(24)

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah ada perbedaan prestasi

belajar siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis metode

Montessori?”.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan ada

perbedaan prestasi belajar siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis

metode Montessori.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak

diantaranya adalah bagi peneliti, sekolah, guru dan siswa.

1. Bagi peneliti

Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah a) peneliti dapat memiliki

pengalaman dalam melakukan penelitian sehingga dapat termotivasi

mengembangkan penelitian yang lain, b) penelitian dapat mengetahui cara

meningkatkan minat belajar siswa dalam mata pelajaran matematika materi

perkalian, c) peneliti dapat menambah wawasan tentang alat peraga alternatif

yang dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata

pelajaran matematika materi perkalian, d) peneliti dapat menambah

pengetahuan tentang alat peraga Montessori dan alternatifnya dalam

penerapkan ke mata pelajaran matematika khususnya untuk materi perkalian

(25)

2. Bagi sekolah

Manfaat penelitian ini bagi sekolah adalah a) sekolah bisa mendapatkan

sumbangan positif bagi kemajuan sekolah karena guru mendapat tambahan

wawasan tentang alat peraga alternatif ala Montessori yang belum pernah di

terapkan di sekolah, b) penelitian ini turut serta meningkatkan prestasi sekolah

karena dengan pembelajaran yang dilakukan peneliti dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa.

3. Bagi guru

Manfaat penelitian ini bagi guru adalah a) guru mendapat tambahan wawasan

tentang alat peraga Montessori beserta alternatif pembuatannya untuk

menunjang pembelajaran matematika materi perkalian, b) guru mendapat

inspirasi untuk membuat alat peraga yang relevan dengan pembelajaran dan

perkembangan anak untuk menunjang pembelajaran.

4. Bagi siswa

Manfaat penelitian ini bagi siswa adalah a) prestasi belajar matematika siswa

pada materi perkalian menjadi meningkat, b) Siswa mendapatakan

pengalaman belajar menyenangkan dengan menggunakan alat peraga ala

Montessori papan pin perkalian.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Matematika

Matematika adalah ilmu yang diperoleh dengan cara menalar, berlogika, dan

(26)

2. Alat peraga

Alat peraga adalah alat yang digunakan untuk memperagakan materi tertentu

agar terlihat lebih nyata.

3. Alat peraga matematika

Alat peraga matematika adalah alat yang digunakan untuk memperagakan

suatu materi metamtika supaya menjadi lebih nyata.

4. Metode Montessori

Metode Montessori adalah cara mendidik siswa yang dikembangkan oleh

Maria Montessori dengan cara mengoptimalkan kemampuan panca indera dan

memberikan kebebasan kepada siswa untuk melakukan dan menemukan

pengetahuannya sendiri.

5. Alat peraga Montessori

Alat peraga Montessori adalah alat yang didesain untuk siswa supaya dapat

tertarik untuk mencoba dan belajar menemukan pengetahuannya secara

mendiri.

6. Alat peraga matematika berbasis metode Montessori

Alat peraga matematika berbasis metode Montessori adalah alat yang didesain

untuk siswa supaya dapat tertarik untuk mencoba dan belajar menemukan

pengetahuannya matematikanya secara mendiri.

7. Prestasi belajar

Prestasi siswa adalah dari sebuah proses belajar, dalam penelitian ini berupa

(27)

konitif. Prestasi belajar pada penelitian ini memiliki pengertian yang sama

dengan hasil belajar.

8. Siswa sekolah dasar

Siswa sekolah dasar adalah siswa pada jenjang pendidikan dasar yang berusia

antara 7 tahun hingga 12 tahun.

9. Pretest

Pretest adalah suatu kegiatan yang dilakukan pada awal pembelajaran untuk

mengetahui tingkat pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa.

10.Posttest

Post-test adalah suatu kegiatan yang dlakukan di akhir pembelajaran untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa atas pembelajaran yang telah

(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini ada tiga bagian yang akan diuraikan yaitu kajian teori, penelitian

yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis. Kajian teori akan membahas

tentang beberapa topik yang berkaitan dengan penelitian. Penelitian yang relevan

berisi tentang penelitian-penelitian yang berkaitan dengan variabel penelitian yang

akan peneliti lakukan. Kerangka berfikir berisi tentang rumusan konsep yang

didapat dari hasil kajian teori. Bagian terakhir pada bab I yaitu hipotesis penelitian

berisi tentang dugaan sementara yang akan terjadi pada penelitian yang akan

dilakukan.

A. Kajian Pustaka

Kajian pustaka membahas tentang teori yang mendukung serta penelitian yang

relevan.

1. Teori yang mendukung

Bagian ini membahas beberapa topik yang berkaitan dengan penelitian yang

akan dipakai, yaitu prestasi belajar, metode montessori, alat peraga, pembelajaran

matematika, dan operasi perkalian.

a. Tahap Perkembangan Anak Sekolah Dasar

Pada topik ini akan menguraikan tahapan perkembangan anak menurut dua

ahli, yaitu menurut Piaget dan Montessori. Tahapan perkembangan anak menurut

Piaget dibagi menjadi 4 tahap (Hill, 2011: 160-164). Pertama adalah tahap sensori

motor yaitu pada umur 0-2 tahun. Pada tahap 0-2 tahun anak baru dapat

(29)

memahami hal-hal yang dapat ditangkap oleh pancaindranya. Seorang bayi lahir

dengan refleks bawaan untuk membantu membentuk perilaku anak. Kedua adalah

tahap pra operasional yaitu pada umur 2-7 tahun. Tahap kedua ini anak sudah bisa

menghubungkan pengalaman yang dilihat dengan pengalaman pribadi yang

dialaminya.Tahap ketigadisebut tahap pra operasional konkrit. Tahap operasional

konkrit berlangsung antara umur umur 7-11 tahun. Tahap 7-11 tahun, seorang

anak sudah dapat memahami simbol matematis namun anak belum dapat

memahami hal-hal yang abstrak. Anak sekolah dasar menurut Piaget berada pada

tahapan ini. Tahap terakhir ialah tahap operasional formal yang berjalan pada

umur sebelas tahun ke atas. Tahap terakhir ditandai dengan anak sudah dapat

memecahkan masalahnya, mampu berfikir reflektif, dan mengaitkan antar simbol.

Teori perkembangan anak yang kedua yaitu menurut Maria Montessori. Tahap

perkembangan anak menurut Montessori dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu umur

6, 6-12, dan 12-18 (Holt, 2008: xxi). Tahapan yang pertama adalah tahap usia

0-6 tahun. Usia 0-0-6 tahun merupakan tahapan pertama dan tahapan emas bagi

anak-anak. Tahapan ini merupakan periode dimana anak mulai belajar melakukan

gerak, berlatih tentang keteraturan, menyayangi lingkungan, serta sangat peka

terhadap susuatu yang bersifat mendetail dan bilangan atau angka. Tahap kedua

adalah usia 6-12 tahun. Tahap kedua ini, anak mulai peka terhadap hal yang

bersifat logika dan pembenaran. Anak mulai mampu mengembangkan imajinasi,

rasa berkelompok, ingin menampakkan kekuatan fisik, dan mengasah mental dan

moralitas pada umur 6-12 tahun. Tahap ketiga ialah 12-18 tahun. Usia 12-18

(30)

Anak pada tahapan ketiga akan mengalami kematangan fisik dan mulai mencari

model ideal yang akan menjadi idolanya dan menjadikannya acuan untuk diikuti.

Rentang usia anak sekolah dasar adalah antara 7-12 tahun. Piaget

mengungkapkan bahawa anak sekolah dasar tahapan perkembangannya ada pada

tahapan operasional konkret. Montessori mengungkapkan pernyataan yang lain

dari Piaget tentang teori perkembangan anak. Teori tersebut adalah anak usia

sekolah dasar ada pada tahapan yang kedua yaitu dimana anak sangat sensitif

terhadap logika dan pembenaran. Kedua uraian dari Montessori dan Piaget

tersebut kemudian dapat dikatakan anak sekolah dasar memerlukan pembelajaran

yang konkret dan ada pembenaran yang sesuai dengan logika anak.

b. Metode Montessori

Pada topik ini akan diuraikan mengenai dua pokok bahasan yaitu tentang

sejarah metode montessori dan karakteristik metode montessori.

1. Sejarah metode Montessori

Metode montessori merupakan salah satu metode untuk anak sekolah dasar

yang sudah lama berkembang di Italia dan kini menyebar sampai ke Indonesia.

Nama metode Montessori diambil dari nama pencetusnya yaitu Maria Montessori.

Montessori merupakan salah satu tokoh besar pendidikan. Montessori lahir di

Chiaravalle, provinsi Ancona, Italia pada tanggal 31 Agustus 1870 (Magini, 2013:

103). Montessori lahir dari seorang ibu bernama Renilde Stoppani dan seorang

ayah bernama Alessandro Montessori. Maria montessori adalah seorang dokter

(31)

Metode Montessori muncul melalui sebuah sekolah bagi anak-anak yang

kurang beruntung dalam bidang finansial yang bernama Casai De Bambini atau

Children’s House. Melalui Casai De Bambini inilah Montessori banyak

mengamati perilaku anak dan menuangkan hasil pengamatannya ke dalam alat

peraga yang terinspirasi dari alat peraga Itard dan Seguin (Magini, 2013: 46-51).

2. Karakteristik metode Montessori

Standing (Kirkpatrick, 2008: 128) mengungkapkan tentang makna,”Teach, Teaching, not correcting”, yaitu mengoreksi memang akan lebih cepat memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh siswa, tetapi akan menimbulkan

catatan mental pada anak tentang ketidaksempurnaan sesuatu yang dikerjakan

oleh anak tersebut. Catatan mental tersebut akan membuat anak menjadi takut

salah, lebih baik jika anak tersebut menyadari ketidak sempurnaan yang terjadi

melalui dirinya sendiri atau alat yang dipakainya sendiri.

Metode Montessori memiliki 5 prinsip dasar yaitu menghormati anak, pikiran

penyerap, periode sensitif, swadidik, dan menyiapkan dengan lingkungan

(Bradley, 2013: 7-9). Guru yang menunjukkan rasa hormat kepada siswanya akan

membuat siswanya belajar akan hal tersebut, baik untuk diri mereka sendiri

maupun untuk orang lain. Konsep pikiran penyerap adalah setiap anak menyerap

langsung ke psikisnya segala yang mereka pelajari. Montessori mengungkapkan

hanya dengan hidup siswa dapat belajar, tetapi mereka tidak bisa belajar sendiri

melainkan membutuhkan guru, pengalaman dan lingkungan. Lingkungan dapat

membantu siswa untuk belajar. Periode sensitif adalah tahap perkembangan anak

(32)

Penerapan metode Montessori dalam pembelajaran selalu berkaitan dengan

alat peraga. Alat peraga merupakan salah satu ciri dari metode tersebut.

Montessori merancang dan membuat sendiri alat peraga sesuai dengan hasil

pengamatannya dan mengacu pada alat yang dibuat oleh Itard dan Seguin

(Magini, 2013: 46-50). Alat peraga Montessori di rancang sesuai dengan

kebutuhan anak baik secara kognitif maupun secara fisik. Secara kognitif, alat

peraga dikembangkan sesuai dengan kemampuan anak yaitu untuk membuat

materi pembelajaran menjadi lebih nyata, sedangkan secara fisik, alat peraga

Montessori disesuaikan dengan fisik anak. Misalnya meja dan kursi dibuat kecil

dan pendek sesuai dengan ukuran tubuh anak-anak.

Montessori berpendapat bahwa setiap anak memiliki kebutuhan untuk

mandiri (Pitamic, 2013: 8). Metode Montessori memiliki filosofi “Teach me to do

it my self”. Filosofi tersebut mengandung arti bahwa setiap anak terlahir memiliki

kemampuan untuk belajar dan menemukan cara belajarnya sendiri. Berangkat dari

filosofi tersebut, metode Montessori sangat menghargai kebebasan dan hasil kerja

anak.

Beberapa paparan yang telah diuraikan kemudian dapat dibuat kesimpulan

yaitu metode montessori memiliki karakter menghargai kemampuan anak,

menghargai kebebasan individu, menghargai hasil kerja anak, tidak ada unsur

mengoreksi dari guru, dan selalu menggunakan alat peraga yang menuntun anak

untuk belajar secara mandiri. Guru dapat menghargai kemampuan anak dengan

(33)

c. Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori

Sub bab alat peraga matematika berbasis metode Montessori akan membahas

tentang 3 bagian tentang alat peraga. Tiga bagian yang akan dibahas tersebut

adalah alat peraga matematika, alat peraga matematika Montessori, dan

karakteristik alat peraga Montessori. Hal pertama yang akan dibahas adalah

mengenai pengertian alat peraga matematika.

a. Pengertian alat peraga matematika

Alat peraga terdiri atas dua jenis yaitu media pembawa informasi dan media

yang digunakan sekaligus sebagai alat untuk menanamkan konsep kepada siswa

seperti alat-alat peraga matematika (Suherman,2003: 138). Menurut Suherman

(2003: 243) ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh apabila menggunakan

alat peraga matematika, yaitu proses belajar mengajar termotivasi dan konsep

abstrak matematika tersaji dalam bentuk konkrit, hubungan antara konsep abstrak

dan benda di alam sekitar akan lebih mudah dipahami siswa, merangsang siswa

untuk berfikir, merangsang siswa menjadi aktif dan merangsang siswa untuk

memecahkan masalahnya sendiri. Alat bantu atau alat peraga matematika sangat

mempengaruhi penyerapan dan ingatan tentang pengetahuan matematika dan

pengetahuan prosedural yang sangat penting untuk menguasai materi matematika

(Silver, Brunsting, Walsh, & Thomas 2013: 14).

Suherman (2003: 244) menyatakan hal-hal yang perlu diperhatikan saat

membuat, memilih atau menggunakan yaitu, alat peraga sebaiknya tahan lama,

bentuk menarik, warna menarik. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam memilih

(34)

fisik anak, dan sesuai dengan konsep matematika yang jelas. Masih menurut

Suherman (2003: 244) alat peraga yang baik seharusnya adalah alat peraga yang

dapat menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep abstrak matematika karena abstrak

adalah salah satu hal pokok yang menyebabkan matematika sulit dipahami oleh

seorang anak.

Beberapa pernyataan tentang alat peraga alat peraga yang telah dikemukakan

kemudian dapat ditarik kesimpulan bahwa alat peraga adalah bagian dari media

pembelajaran yang memiliki banyak fungsi penting dalam pembelajaran

matematika. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan alat

peraga dalam membuat, memilih, serta memakai alat peraga matematika supaya

tujuan pembelajaran tercapai. Membuat alat peraga perlu memperhatikan bahan,

ketahanan, biaya dan yang paling penting adalah fungsinya.

b. Alat peraga matematika berbasis metode Montessori

Pitamic (2013: 105) dalam bukunya yang berjudul “Teach Me To Do It My

Self” menyatakan bahwa Montessori melalui pengamatannya berpendapat bahwa matematika adalah konsep yang abstrak sehingga supaya anak dapat memahami

dengan baik harus dibuat senyata mungkin. Alat peraga montessori merupakan

salah satu alat yang digunakan untuk membuat materi menjadi lebih nyata. Materi

yang tersaji lebih nyata akan mudah dipahami oleh anak-anak karena sesuai

dengan perkembangan kognitif anak.

Lillard (2013: 168-169) mengatakan bahwa alat peraga matematika

Montessori tidak disusun untuk mengajar matematika. Alat peraga Montessori

(35)

meliputi kemampuan memahami perintah dan urutan. Alat peraga Montessori juga

dirancang untuk membantu anak memiliki kemampuan untuk menempatkan

secara bersamaan mengenai hal yang telah diketahui.

Alat peraga Montessori dirancang secara sederhana, manarik, dan memberi

kesempatan anak untuk mengeksplorasi, melatih anak belajar secara mandiri, dan

memperbaiki kesalahannya sendiri (Lillard, 2013: 170). Alat peraga yang menarik

akan menarik perhatian anak untuk menggunakannya atau untuk mencoba alat

peraga tersebut untuk memenuhi rasa ketertarikan dan rasa ingin tahunya. Alat

peraga Montessori sisusun sederhana supaya mudah untuk digunakan anak-anak,

selain itu juga supaya anak dapat menggunakan alat tersebut secara mandiri dan

menemukan pengetahuan yang dipelajari melalui alat peraga yang digunakan.

Pernyataan Pitamic dan Lilliard kemudian dapat dikatakan bahwa alat peraga

matematika Montessori bertujuan untuk mengkonkritkan materi matematika yang

abstrak, membantu mengembangkan pikiran matematika siswa, melatih

kemandirian siswa dan dapat memperbaiki sendiri kesalahan yang terjadi pada

siswa.

c. Karakteristik alat peraga matematika berbasis metode Montessori

Alat peraga Montessori memiliki empat ciri khusus (Gutek, 2004: 155), yaitu

auto-education, auto-corection, menarik, dan bergradasi. Auto-education

memiliki maksud bahwa anak akan belajar sendiri menggunakan alat peraga

Montessori. Alat peraga Montessori dirancang sesuai dengan perkembangan anak,

baik dalam hal perkembangan psikologi maupun fisiknya (Gutek, 2004: 155).

(36)

supaya anak dapat belajar secara mandiri. Sebagai contoh adalah alat peraga

Montessori tentang perkalian untuk usia 9 tahun dirancang dengan menggunakan

manik-manik untuk mengkonkritkan materi perkalian. Penggunaan manik

ditujukan untuk mengkonkritkan materi perkalian karena anak usia 9 tahun ada

pada tahapan operasional konkrit. Contoh konsep alat peraga sesuai dengan

tahapan fisik anak adalah setiap alat peraga dibuat menggunakan bahan yang

ringan. Hal itu ditujukan supaya anak mampu membawanya sendiri.

Karakteristik alat peraga Montessori selanjutnya adalah Auto-correction

(Gutek, 2004: 155). Istilah tersebut mengandung makna bahwa setiap alat peraga

Montessori memiliki pengendali kesalahan, sehingga bukan guru yang menjadi

pengendali kesalahan melainkan pada alat tersebut. Misalnya saat anak

menggunakan tongkat asta merah biru untuk melakukan operasi penjumlahan 2+3.

Siswa akan mengambil tongkat 2 dan meletakkan tongkat 3 diatasnya kemudian

mencari tongkat yang panjangnya sama dengan gabungan kedua tongkat tersebut,

maka alat tersebut memiliki pengendali kesalahan berupa panjang yang berbeda.

Apabila panjang tongkat yang di dekatkan tidak sama dengan panjang tongkat

yang digabungkan itu artinya salah dan kesalahan tersebut dapat diketahui sendiri

oleh siswa karena dapat diamati, dirasakan dan diamati dengan pancaindra.

Konsep menarik adalah karakteristik alat peraga Montessori yang selanjutnya.

Alat peraga Montessori dirancang semenarik mungkin, baik dalam hal warna,

bentuk, dan cara penggunaan. Hal tersebut bertujuan untuk menarik minat siswa

untuk menyentuh dan menggunakan alat tersebut. Montessori (2008: 81)

(37)

tertarik dan berinisiatif sendiri untuk menggunakan alat peraga tentu akan lebih

merasa senang dibandingkan dengan yang disuruh atau dipaksakan.

Alat peraga Montessori yang menarik juga dilengkapi dengan karakteristik

bergradasi. Maksud dari bergradasi adalah setiap alat memiliki suatu hal yang

kontras baik kontras dalam hal warna, bentuk ukuran, maupun jumlah. Hal yang

kontras tersebut akan memudahkan anak untuk mengetahui perbedaannya. Selain

kontras, bergradasi juga memiliki makna bertingkat dan konsisten. Alat peraga

Montessori memiliki ukuran yang jelas dan dapat diamati oleh siswa. Setiap satu

set alat terdapat material alat peraga yang sama tetapi dengan ukuran yang

berbeda-beda serta dengan gradasi ukuran alat yang konsisten. Konsisten yang

dimaksud adalah selalu mempunyai selisih ukuran yang sama. Gradasi alat

tersebut akan melatih kemampuan berlogika siswa dalam menyelesaikan masalah.

Contohnya satu set alat terdiri dari 10 tongkat yang berbeda ukuran panjangnya,

maka jika tongkat pertama dan kedua selisih panjangnya 1 cm maka selisih

panjang untuk semua tongkat adalah 1 cm semua.

Peneliti menambahkan satu karakteristik alat peraga Montessori pada

penelitian ini yaitu kontekstual. Kontekstual yang dimaksud pada penelitian ini

adalah alat peraga dibuat menggunakan bahan yang ada disekitar siswa, sehingga

siswa lebih merasa familier serta membuat atau mendapatkannya lebih mudah.

Maria Montessori juga banyak memanfaatkan barang atau bahan yang ada

(38)

d. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika pada jenjang SD ada sejak siswa kelas 1.

Pembelajaran matematika pada tingkat paling bawah sekolah dasar dimulai dari

mengenalkan angka kepada siswa. Bagian ini akan membahas dua hal tentang

pembelajaran matematika yaitu mengenai pengertian matematika dan membahas

mengenai tujuan pembelajaran matematika.

1. Pengertian matematika

Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang ada di jenjang sekolah

dasar. Matematika memiliki pengertian sebuah ilmu yang didapat dengan cara

berpikir dan menalar (Universitas Pendidikan Indonesia, 2011: 3). Matematika

menurut Tinggih (Suherman, 2003: 16) adalah ilmu pengetahuan yang didapat

melalui proses menalar. Sedangkan menurut Russefendi (Suherman, 2003: 16),

matematika adalah hasil proses pemikiran seorang manusia yang berupa ide,

proses dan penalaran atau logika. Pendapat yang telah dikemukakan mengenai

maematika kemudian dapat dikatakan matematika dapat diartikan sebagai ilmu

pengetahuan yang diperoleh dengan cara menalar menggunakan logika sehingga

setiap materi matematika dapat diterima dengan logika.

2. Tujuan pembelajaran matematika

Tujuan umum pembelajaran matematika pada pendidikan dasar lebih menitik

beratkan pada penataan penalaran dan penanaman sikap (Suherman, 2003: 58).

Siswa akan dengan mudah mengerjakan soal matematika tipe apapun saat siswa

tersebut mampu memahami konsep dasar dari soal yang dikerjakan. Siswa yang

(39)

tersebut akan memahami tetapi saat angka atau kata-katanya diganti siswa

tersebut kemungkinan menjadi tidak dapat menyelesaikan dengan baik karena ia

belum menguasai konsep dasarnya.

Tujuan matematika pada pendidikan sekolah dasar adalah supaya siswa dapat

menggunakan matematika dalam kehidupannya (Susanto, 2013: 189). Standar isi

kurikulum KTSP menuangkan tentang tujuan pembelajaran matematika yaitu

supaya siswa dapat memahami konsep matematika (BNSP, 2006: 417)

Matematika juga bertujuan mengasah kemampuan siswa untuk memecahkan

masalah dan juga bertujuan supaya siswa mampu menerapkan pengetahuan

matematikanya dalam kehidupan sehari-hari. Contoh langsung dari menggunaan

ilmu matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah saat melakukan jual beli dan

pengukuran terhadap suatu benda. Jadi, dapat dikatakan bahwa inti dari tujuan

pembelajaran matematika adalah penguasaan konsep matematika untuk diterapkan

dalam kehidupan sehari-hari dari seorang siswa.

e. Materi Perkalian

Materi operasi perkalian adalah bentuk matematika pada materi perkalian

kelas 2 pada tingkat sekolah dasar. Pembelajaran matematika materi perkalian

kelas 2 pada kurikulum KTSP ada pada semester 2 dengan standar kompetensi 3

yaitu melakukan perkalian dan pembagian bilangan sampai dua angka dan

kompetensi dasar 3.1 Melakukan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan dua

angka (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006: 241). Materi operasi perkalian

di kelas dua ini biasanya diawali dengan mengenalkan penjumlahan berulang

(40)

saja. Penerapan pembelajaran materi operasi perkalian di kelas 2 sekolah dasar

paling besar adalah hasilnya 99 yaitu hasil dari operasi perkalian 11 x 9.

f. Prestasi Belajar

Sub bab prestasi belajar akan memaparkan mengenai empat hal tentang

belajar. Empat hal tentang belajar tersebut diantaranya adalah teori belajar,

pengertian belajar, pengertian prestasi belajar dan faktor-faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar. Setiap hal akan di jelaskan dalam bagian yang

berbeda.

1. Teori belajar

Ada banyak teori tentang pembelajaran. Salat satu dari adalah teori

pembelajaran yang di ungkapkan oleh Jerome Bruner, Ausubel, dan Piaget.

Belajar penemuan merupakan salah satu teori yang di kemukakan oleh Jerome

Bruner (Slameto, 2010: 11-12). Belajar penemuan adalah berusaha menemukan

pemacahan masalah sendiri sehingga dapat memperoleh mengetahuan yang

menyertainya secara mandiri (Dahar 2011: 84). Bruner (Dahar 2011: 83)

mengungkapkan,

we can teach a subject not to produce little living libraries on thah

subject, but rather to get a student to think mathematically for himself, to consider matters as an historian does, to take part in the process

knoledge-getting. Knowing is a process, not a product”.

Ungkapan Bruner tersebut mengandung arti bahwa pembelajaran itu lebih penting

prosesnya daripada produknya. Belajar akan lebih bermakna apabila anak

(41)

Berbeda dengan teori Bruner, Ausubel membedakan bentuk belajar menjadi

dua yaitu belajar penerimaan dan belajar penemuan. Teori Ausubel mengatakan

bahwa belajar bermakna tidak hanya dapat diperoleh dari belajar penemuan

dimana anak melakukan sendiri. (Dahar 2011: 95). Belajar bermakna juga dapat

diperoleh dari belajar penerimaan atau hafalan yang dilanjutkan dengan

mengaitkan antar konsep hafalan yang diperoleh (Dahar 2011: 95).

Teori lain tentang pembelajaran juga di ungkapkan oleh Piaget. Piaget

mengatakan bahwa belajar terjadi melalui proses asimilasi dan akomodasi (Hill

2011: 157-159). Asimilasi adalah pengetahuan pertama yang dimiliki oleh siswa

dan akomodasi merupakan pengkondisian pengetahuan pertama terhadap

pengetahuan baru yang diperoleh. Piaget juga menuturkan bahwa perkembangan

intelektual anak tidak akan berkembang saat anak pasif melainkan akan

berkembang seiring tindakan yang dilakukannya (Dahar, 2011: 136).

Ketiga teori yang telah diuraikan oleh Bruner, Ausubel, dan Piaget

kemudian dapat dikatakan bahwa peneliti setuju dengan teori Bruner dan Piaget.

Pengetahuan yang dibangun dan ditemukan sendiri oleh anak akan lebih

bermakna serta tindakan yang dilakukan anak akan mempengaruhi

perkembanagan intelektual seorang anak. Semakin banyak pancaindra yang

digunakan untuk belajar, maka semakin melekat kuat pengetahuan yang diperoleh.

2. Pengertian belajar

Pengertian belajar menurut Gagne adalah perubahan perilaku suatu organisme

yang diakibatkan karena adanya pengalaman yang dilakukan (Slameto, 2010:

(42)

perubahan tingkah laku pada seseorang akibat suatu pengalaman yang telah

dilaluinya (Riyanto, 2009: 5). Definsi lain diungkapkan oleh Thorndike yang

menyatakan belajar adalah proses hubungan antara stimulus dan respon

(Suryasubrata, 2012: 254-255). Stimulus dapat berupa pikiran, gerakan atau

perasaan, sedangkan respon dapat berupa seperti stimulus.Selain itu belajar adalah

proses penghubungan antara pengetahuan lama dengan pengetahuan baru yang di

miliki oleh siswa sehingga terbentuk suatu gabungan pengetahun dan menjadi

pengetahuan baru (Degeng dalam Riyanto, 2009: 5). Beberapa pengertian yang

telah dipaparkan kemudian dapat di katakan belajar adalah perubahan perilaku

akibat dari mendapat pengetahuan baru dimana pengetahuan tersebut diperoleh

melalui adanya pengalaman.

3. Pengertian prestasi belajar

Sepanjang kehidupan, seringkali manusia mengejar prestasi. Siswa di sekolah

sebagian besar juga mengejar prestasi di sekolahnya. Prestasi belajar adalah hasil

usaha belajar yang pada umumnya berkenaan dengan pengetahuan (Arifin 2009:

12). Sukmadinata (dalam Arifin, 2013: 2) mengungkapkan bahwa pengertian

prestasi prestasi belajar sama dengan hasil belajar.

Sudjana (2005: 3) memaparkan pengertian prestasi ialah hasil belajar yang

dicapai oleh siswa dengan kriteria tertentu sehingga untuk mengetahui tingkat

prestasi belajar maka perlu dilakukan evaluasi belajar. Sebelum menilai prestasi

siswa seorang guru harus mengukur prestasi belajar siswa melalui tes, ulangan,

(43)

taksonomi Bloom memiliki tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan

ranah psikomotor (Azwar, 2012: 8).

Uraian tentang pengertian belajar dari Azwar, Sudjana, Arifin dan Masidjo

dapat dijadikan sebagai dasar untuk menyimpulkan bahwa prestasi belajar adalah

penilaian tentang hasil belajar siswa berupa pengetahuan kognitif, afektif, dan

psikomotor yang diukur melalui tes, ujian, pengamatan atau tugas. Jadi indikator

prestasi belajar siswa dilihat dari penggabungan skor kognitif, afektif dan

psikomotor yang biasanya di sekolah ada nilai KKM sebagai batas ketuntasan

minimal.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar diungkapkan oleh Slameto (2010:

54) yaitu bahwa prestasi belajar di pengaruhi oleh faktor eksternal dan internal.

Faktor eksternal tersebut yaitu bentuk masyarakat, teman bergaul, dan bentuk

gedung sebagai bagian dari faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar.

Prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik

(Simanjuntak, 2008: 1). Faktor intrinsik terdiri dari integensi, motivasi, minat,

sikap, bakat, dan konsentrasi sedangkan faktor ekstrinsik adalah keluarga,

sekolah, dan masyarakat. Intelegensi dalam arti luas adalah kemampuan untuk

mencapai prestasi sedangkan dalam arti sempit intelegensi adalah kemampuan

untuk mencapai prestasi di sekolah (Winkel, 2012: 155). Intelegensi dalam dunia

pendidikan biasa disebut dengan kemampuan akademik.

Motivasi sangat mempengaruhi prestasi belajar dari seorang siswa

(44)

dapat memperoleh prestasi yang lebih baik daripada yang tidak. Minat adalah

kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu hal (Slameto, 2010: 59). Siswa

yang memiliki minat tinggi terhadap suatu pembelajaran akan cenderung ingin

melakukan hal tersebut secara terus menerus. Hal itu tentu positif karena siswa

menjadi sering belajar untuk mengetahui materi yang diminatinya.

Sikap siswa dalam belajar juga mempengaruhi prestasi belajar siswa. Sikap

siswa yang negatif seperti malas dan tidak disiplin tentu akan menghambat

keberhasilan siswa untuk mendapatkan prestasi belajar yang memuaskan

(Simanjuntak, 2008: 1). Sebaliknya, sikap positif siswa akan menunjang

keberhasilan siswa untuk mencapai prestasi yang memuaskan. Bakat adalah

kemampuan siswa untuk belajar (Slameto, 2010: 57). Senada dengan Slameto,

Winkel (2012: 162) mengungkapkan bahwa bakat adalah kemampuan menonjol

dari seorang siswa pada suatu bidang tertentu. Bakat akan membantu siswa untuk

belajar sesuatu yang ia pelajari. Siswa akan lebih mudah untuk mencapai prestasi

belajar saat ia belajar sesuai dengan bakatnya.

Keluarga merupakan lingkungan terdekat dari siswa yang menjadi salah satu

komponen yang mempengaruhi prestasi belajar siswa (Slameto, 2010: 60). Cara

orang tua mendidik akan mempengaruhi prestasi anak. Misalnya orang tua yang

tidak memperhatikan pendidikan anak, maka anak akan menjadi sesuka sendiri

belajar tanpa arahan. Siswa yang dididik dengan cara yang keras dalam

keluarganya akan kurang mampu mengelola emosi buruknya sehingga akan

mengganggu proses belajarnya. Demikian juga dengan siswa yang sering dimanja,

(45)

Sekolah menjadi tonggak pendidikan suatu bangsa. Faktor dari sekolah yang

mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah kurikulum, relasi antara siswa dengan

guru, relasi antar siswa, metode mengajar, fasilitas pembelajaran serta kondisi

lingkungan sekolah (Slemeto,2010: 64-69). Siswa sekolah dasar membutuhkan

alat dan fasilitas untuk belajar materi yang abstrak, jadi pembelajaran tidak akan

berlangsung dengan lancar bila tidak ada fasilitas yang memadai. Buku adalah

fasilitas pokok di sekolah, siswa tidak dapat belajar dengan baik apabila tidak

tersedia buku di sekolahnya. Guru yang selalu mengajar dengan metode yang

sama setiap mengajar akan mengakibatkan siswa menjadi merasa bosan. Rasa

bosan pada siswa akan mempengaruhi minat dan motivasi siswa untuk belajar.

Alat peraga juga dapat digunakan dalam pembelajaran supaya siswa tidak mudah

bosan.

Gronlund (Supardi, 2013: 138-139) mengungkapkan supaya siswa dapat

mencapai prestasi belajar dengan baik memerlukan beberapa hal yang penting.

Hal penting tersebut yaitu siswa harus memiliki pengetahuan yang cukup

sehingga mampu memahami tugas yang ia peroleh. Keterampilan berkomunikasi,

berpenampilan, dan penyesuaian diri juga menjadi faktor penunjang keberhasilan

siswa untuk mencapai prestasi tertentu.

g. Papan Pin Perkalian

Papan pin perkalian adalah alat peraga yang digunakan dalam penelitian ini.

Alat peraga tersebut merupakan pengembangan dari alat peraga Montessori

multiplication bead board”. Alat tersebut merupakan alat peraga yang digunakan

(46)

multiplication bead board” dikembangkan menjadi papan pin perkalian karena

menyesuaikan dengan perkembangan anak, biaya, dan ketersediaan bahan yang

ada di Indonesia. Alat peraga “multiplication bead board”, terbuat dari kayu yang

bersifat ringan dan manik-manik merah dengan ukuran yang sama. Alat peraga

papan pi perkalian dibuat menggunakan bahan harbot dan pin. Pemilihan pin yang

runcing dan memiliki pegangan bertujuan untuk melatih siswa supaya berhati-hati

dan melatih siswa memegang pensil.

Gambar 2.1 Papan Pin Perkalian

Gambar 2.1 adalah alat peraga papan pin perkalian yang digunakan dalam

penelitian ini. Alat ini terdiri dari 1 papan seperti papan catur yang dapat dilipat,

dan 1 kotak tempat pin, kartu angka, kartu soal, dan simbol matematika.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang penggunaan alat peraga Montessori sudah pernah dilakukan

oleh banyak pihak. Sebagai penunjang dalam penelitian ini, peneliti menuliskan

empat penelitian yang relevan dengan penelitian yang telah peneliti lakukan.

Keempat penelitian tersebut adalah penelitian milik Wahyuningsih, Mahadewi,

(47)

metode penelitian quasi eksperimen yang berjudul “Pengaruh Model Pendidikan

Montessori Terhadap Hasil Belajar Siswa” menyatakan bahwa model pendidikan

montessori yang terapkan berpengaruh lebih baik terhadap hasil belajar siswa

dibandingkan pembelajaran konvensional. Hasil penelitian di atas menunjukkan

nilai rata-rata untuk kelas eksperimen adalah 66,89 dan untuk kelas kontrol nilai

rata-ratanya adalah 36,61 atau dapat diartikan bahwa nilai rata-rata kelas untuk

kelas eksperimen lebih tinggi dari nilai-rata-rata kelas kontrol. Penelitian tersebut

memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti karena

dalam penelitian Wahyuningsih tersebut menggunakan alat peraga berupa papan

perkalian.

Rohdiati (2013) melakukan penelitian tindakan kelas di SD dengan judul

“Penerapan metode demonstrasi dengan menggunakan alat peraga untuk

meningkatkan hasil belajar siswa pada materi penjumlahan dan pengurangan

bilangan bulat”. Penelitian tersebut terdiri dari dua siklus pada siklus pertama nilai

rata-rata nilai menjadi 66,95 dari kondisi awal 43,47 dan pada siklus dua nilai

rata-rata mengalami kenaikan yang signifikan yaitu menjadi 76,95. Penelitian

tersebut relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti karena dalam

penelitian tersebut menggunakan alat peraga dan dalam penelitian yang akan

dilakukan peneliti ini juga menggunakan alat peraga.

Penelitian yang dilakukan oleh Manner (2005) adalah membandingkan hasil belajar matematia dan penggunaan metode Montessori dengan metode tradisional

di sekolah negeri dengan menggunakan metode penelitian eksperimen. Hasil dari

(48)

belajar dengan metode Montessori dan tradisional. Jane mengungkapkan “Math

score of the group to be significantly different, the Montessori group continued to

produce increasingly higher mean skor than the traditional student”. Hasil

penelitian menunjukkan ada selisih hasil belajar siswa sebesar 20,6% antara

pembelajaran dengan metode Montessori dan tradisional. Kelas dengan metode

Montessori memperlihatkan bahwa hasil belajar siswa yang lebih baik

dibandingkan yang dengan metode tradisional. Penelitian ini relevan dengan

penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti karena dalam penelitian ini

menggunakan metode Montessori dan hasilnya dapat meningkatkan prestasi

belajar siswa.

Penelitian oleh Mahadewi (2012) meneliti tentang metode pembelajaran

Montessori yang berjudul “Penerapan Metode Pembelajaran Montessori untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika Kelas III

SDN Cakranegara”. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang

terdiri dari 3 siklus. Siklus pertama siswa yang tuntas mencapai 60%, siklus kedua

80% dan siklus ketiga mencapai 100%. Hasil penelitian tersebut menunjukkan

metode Montessori berhasil meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas III

di SDN 22 Cakranegara. Mulai dari siklus pertama hingga siklus terakhir

memperlihatkan adalnya kenaikan persentase ketuntasan siswa. Aktivitas siswa

juga meningkat dari siklus ke siklus yaitu siklus pertama 70%, siklus kedua 75%,

dan pada siklus ketiga adalah 82,5%. Penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian yang telah dilakukan peneliti yaitu pada bagian penerapan

(49)

Gambar. 2.2 Skema penelitian yang relevan

Gambar 2.2 menjelaskan tentang empat penelitian orang lain yang

memiliki relevansi dengan penelitian yang peneliti lakukan ini. Keempat

penelitian tersebut telah meneliti tentang alat peraga dan metode pembelajaran

Montessori. Hasil dari keempat penelitian menunjukkan keberhasil alat peraga

dan metode yang digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa tetapi

belum meneliti menggunakan alat peraga Montessori hasil pengembangan.

Peneliti kemudian tertarik untuk melakukan penelitian menggunakan alat peraga

berbasis Montessori untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar siswa.

C. Kerangka Berpikir

Matematika adalah ilmu yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Hampir semua cabang ilmu pengetahuan juga menggunakan ilmu matematika.

Matematika adalah ilmu penting tetapi konsep yang ada di dalamnya sebagian

besar adalah konsep abstrak. Siswa sekolah dasar berdasarkan perkembangan

kognitifnya belum bisa memahami dengan baik konsep yang abstrak.

Gambar

Gambar 2.1 Papan Pin Perkalian
Gambar. 2.2 Skema penelitian yang relevan
gambar 3.1 (Creswell, 2012: 242).
Gambar 3.1 Desain penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian dan pengembangan ini berupa prototype alat peraga papan perkalian berbasis Metode Montessori1. Produk yang dikembangkan telah divalidasi oleh ahli di

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepuasan siswa dan guru terhadap penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori adalah cukup.. Aspek alat peraga

auto-education , dan kontekstual; (2) alat peraga papan pembagian bilangan dua angka memiliki kualitas “sangat baik” dengan skor rerata validasi produk oleh pakar

Sistem pembelajaran dalam kelas Montessori tidak terlepas dari 8 prinsip pembelajaran yaitu (1) pergerakan ( movement ) dan kesadaran ( cognition ) saling mempengaruhi,

Gambar 4.14 menunjukkan sebaran 6 pernyataan indikator life pada kuadran diagram kartesius tingkat kepuasan guru terhadap penggunaan alat peraga matematika berbasis

Gambar 4.10 Diagram Kartesius Indikator Menarik Tingkat Kepuasan Guru terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori. Gambar 4.10 menunjukkan sebaran

Penelitian ini memberikan pemikiran baru bagi mahasiswa bahwa alat peraga pembelajaran matematika untuk siswa sekolah dasar berbasis metode Montessori dapat dibuat dan dikembangkan

Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan kelas (PTK) yang dilakukan dalam II siklus. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas saat proses