• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA) FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA) FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

1

UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

SKRIPSI

PEMAKNAAN SOSIAL POLITIK DALAM LIRIK LAGU

IWAN FALS (BONGKAR DAN BENTO)

Diajukan Oleh:

NAMA : CHANDRA GIAN ASMARA NIM : 2009 – 41 – 309

KONSENTRASI : JURNALISTIK

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi

Program Studi Ilmu Komunikasi Jakarta

(2)

1

UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA) FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

ABSTRAK

Nama : Chandra Gian Asmara NIM : 2009 – 41 – 309

Program Studi : Ilmu Komunikasi Kosentrasi : Jurnalistik

Judul : Pemaknaan Sosial Politik Dalam Lirik Lagu Iwan Fals (Bongkar & Bento)

Jumlah Isi : 105 halaman

Bibliografi : 12 buku + 1 kamus + 4 situs internet Pembimbing I : Dr. Hendri Prasetya, S.Sos, M.Si. Pembimbing II : Drs. Gunawan

Judul penelitian ini adalah Pemaknaan Sosial Politik dalam Lirik Lagu Iwan Fals, Bongkar dan Bento. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah makna yang terkandung dibalik lirik lagu Bongkar dan Bento serta Ideologi yang terkandung didalamnya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif dengan paradigma konstruktivis. Pada penelitian ini penulis berusaha memaparkan makna yang terdapat dibalik lagu Iwan Falss, Bongkar dan Bento serta Ideologi yang dianutnya.

Sedangkan permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui makna yang terkandung dibalik lirik lagu Iwan Fals, Bongkar dan Bento. Pada penelitian ini penulis menggunakan Metode Semiotika Sosial M.A.K Halliday. Dengan menggunakan metode tersebut, maka makna yang terkandung dibalik lirik lagu Bongkar dan Bento dapat dideskripsikan secara detail dengan melihat bagaimana proses, peran masyarakat serta keadaan yang terjadi pada saat lagu tersebut dibuat. Disamping itu pula, penulis menggunakan Teori Ideologi. Dengan

(3)

adanya teori ini, penulis dapat mengetahui ideologi yang digunakan oleh Iwan Fals didalam lirik lagu Bongkar dan Bento.

Kesimpulan yang dapat penulis simpulkan disini adalah bagaimana lirik lagu Iwan Fals, Bongkar dan Bento mempunyai makna yang berdasarkan latar belakang keadaan realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Serta Ideologi yang terkandung dibalik lirik lagu Iwan Fals terbentuk secara alamiah dengan mengacu terhadap kondisi masyarakat yang sebenarnya.

Penulis mengharapkan, agar penelitian ini memberikan gambaran serta manfaat bagi pembaca. Bahwa musik bukan hanya dilihat sebagai seni, akan tetapi mampu menciptakan wacana – wacana sosial yang terjadi di masyarakat.

(4)

PROF. DR. MOESTOPO UNIVERSITY (RELIGIOUS) FACULTY OF COMMUNICATION SCIENCE COMMUNICATION SCIENCE STUDIES PROGRAM

ABSTRACT

Name : Chandra Gian Asmara NIM : 2009 – 41 – 309

Study Program : Science Communication Concentration : Journalism

Title : The Social and Political Meaning in Iwan Fals‟s Song Lyric (Bongkar and Bento)

Number of Content : 105 pages

Bibliograph : 12 books + 1 dictionary + 4 website Adviser I : Dr. Hendri Prasetya, S.Sos, M.Si. Adviser II : Drs. Gunawan

The title of this research is the Social and Political Meaning in Iwan Fals‟s Song Lyric, Bongkar and Bento. This study aims to determine how the meaning behind the lyrics of the song Bongkar and Bento also ideology contained in both of the song. The method used in this research is descriptive qualitative research methods with constructivist paradigm. In this study, the authors are trying to explain the meaning behind the song of Iwan Fals, Bongkar and Bento as well as the ideology espoused.

. While the problem of this research is to know the meaning behind the lyrics of the song Iwan Fals, Bongkar and Bento. In this study, the authors used the Social Semiotics MAK Halliday. By using these methods, then the meaning behind the lyrics of the song Bongkar and Bento can be described in detail by looking at how the process, the role of the community as well as the circumstances that occurred at the time the song was made. Besides that, the author uses the theory of ideology. With this theory, the authors can find out the ideology used by Iwan Fals in the lyrics of the song Bongkar and Bento.

(5)

The conclusion that the authors can conclude here is, how the lyrics of the song Iwan Fals, Bongkar and Bento has a meaning that is based on the background of the social reality of the circumstances that occurred in the community. As well as the ideology behind the song lyrics contained Iwan Fals formed naturally by reference to the actual condition of society.

The author expects that this study provides an overview as well as the benefits to the reader. That music is not only seen as an art, but is able to create discourses - social discourse that occurs in the community.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “Pemaknaan Sosial

Politik Dalam Lirik Lagu Iwan Fals (Bongkar dan Bento). Adapun tujuan

skripsi ini adalah guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo konsentrasi Jurnalistik.

Dalam penelitian skripsi ini, penulis menganalisa mengenai pemaknaan yang terkandung didalam lirik lagu Iwan Fals, Bongkar dan Bento serta Ideologi yang terkandung didalam kedua lirik tersebut. Banyak kesulitan dan kendala yang dialami penulis, namun dengan kesungguhan dan bantuan dari berbagai pihak pada akhirnya penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Penulis sadar bahwa dalam penelitian ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran akan penulis terima dengan lapang dada dan ketulusan hati.

Jakarta, Februari 2014

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadiran Allah SWT atas segala kemudahan, kelancaran, kesabaran, dan segala kekuatan yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan banyak terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, Ayah (Jeffry Asmara), Ibu (Yanti Ekawati) serta adik (Dwithy Octaviani Putri) atas dukungan, perhatian, pengertian, kesabaran, bantuan dan semangatnya yang tak pernah putus untuk penulis.

2. Bapak Dr. H. Hanafi Murtani, MM Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama).

3. Bapak Dr. Hendri Prasetyo, S.Sos. M.Si. Selaku Ketua Jurusan yang telah memberikan pengetahuannya serta senantiasa membimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Hendri Prasetyo, S.Sos. M.Si. selaku Pembimbing I yang telah memberikan pengetahuannya serta senantiasa membimbing dengan sabar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Gunawan selaku Pembimbing II yang telah memberikan pengetahuannya serta senantiasa membimbing dengan sabar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh dosen pengajar dan staf administrasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama).

(8)

7. Seluruh informan, Bang Denny Sakrie dan Pak Mohammad Sobary yang sangat membantu untuk memperoleh data – data guna kelancaran skripsi penulis.

8. Kepada sahabat – sahabat, Hilmi Azam, Ina Yulaeha, Anggoro Budiono, Afner Erick, Yasser Fatahilah, Muhammad Surajie, dan Yunita Madani. Terima kasih atas semua dorongan serta motivasi kepada penulis.

9. Kepada sahabat – sahabat seperjuangan skripsi, Fadhis Abby Putra, Andi Ernanda, Eden Syahrial, Rionaldo Herwendo, dan Allan Batara Sakti. Terima kasih atas waktu yang diberikan selama penulis mengerjakan skripsi.

10. Kepada Om Bagus Tri Anggoro. Terima kasih atas do‟a dan dukungan yang selalu diberikan. Let‟s Rock n‟ Roll!

11. Gusti Deska Yunita. Terima kasih atas do‟a, dukungan, serta semangat yang selama ini telah diberikan kepada penulis. Alles is Liefde!

12. Dan juga seluruh teman – teman UPDM (B) dan di luar UPDM (B) lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang selalu memberikan semangat dan menghadirkan keceriaan untuk penulis.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dorongan, bantuan dan kerja samanya semoga semua amal kebaikannya yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang berlimpah dari Allah SWT.

Jakarta, Februari 2014 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Fokus Masalah ... 8

1.3 Perumusan Masalah ... 9

1.4 Tujuan Penelitian ... 9

1.5 Kegunaan Penelitian ... 10

BAB II. TINJAUAN LITERATUR DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka ... 11

2.2. Komunikasi Sebagai Proses Penyampaian Tanda dan Makna ... 13

2.3. Komunikasi Massa ... 17

2.4. Musik Sebagai Komunikasi Massa ... 21

2.5. Konstruksi Realitas Media ... 26

2.6. Semiotika ... 28

2.7. Semiotika Sosial ... 32

2.8. Teori Ideologi ... 37

(10)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Paradigma Penelitian ... 42

3.2 Metode Penelitian ... 43

3.3 Obyek dan Subyek Penelitian ... 47

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 48

3.5 Teknik Analisis Data ... 50

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1 Deskripsi Obyek dan Profil Informan ... 54

4.1.1 Iwan Fals ... 54

4.1.2 Denny Sakrie ... 58

4.1.3 Mohammad Sobary ... 58

4.1.4 Kondisi Sosial Politik Indonesia Era Orde Baru ... 59

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 64

4.2.1 Semiotika Sosial MAK Haliday ... 65

4.2.2 Konstruksi Realitas Sosial ... 82

4.2.3 Teori Ideologi ... 90

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 93

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 102

5.2 Saran ... 104

5.3 Saran Bagi Peneliti Selanjutnya ... 105

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Transkip Wawancara Denny Sakrie 2. Transkip Wawancara Mohammad Sobary

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Musik adalah ilmu atau seni penyusunan nada maupun suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai suatu kesatuan dan kesinambungan. Nada atau suara yang disusun secara sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan (terutama yang menggunakan alat – alat yang menghasilkan bunyi atau suara). Seiring dengan perkembangan zaman, musik juga mengalami perkembangan yang signifikan. Kita mengenal musik tradisional, musik klasik, dan musik populer. Di era globalisasi seperti sekarang ini, kita hidup dalam budaya populer atau popular culture, seperti kutipan dibawah ini:

“Popular culture is a significant and effective part of the material reality of history effectively shaping the possibilities of our existence… To understand what it means to “live in popular culture” – that confronts contemporary cultural analysis”.

(Grossberg L:1992. “We Gotta Out of This Place: Popular

Conservatism and Postmodern Culture”.)

Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa, musik populer merupakan bagian dari realitas sejarah yang membentuk keberadaan kita saat ini baik dilingkungan budaya populer maupun budaya pop. Bagaimana kita hidup dalam budaya populer tersebut? Apakah kita sebagai penikmat budaya atau sebagai pelaku budaya tersebut?

(13)

Dalam budaya populer, kita mengenal istilah – istilah seperti Rock

„n‟ Roll, Rock, Pop, Hip-Hop, dan R&B, seperti yang dikemukakan Roy

Shuker (2001) pada bagian pembukaan bukunya:

“Popular music‟ with commercially mass produced music for a mass market, and including the variety of genres variously subsumed by terms such as Rock „n‟ Roll, Rock, Pop, Dance, Hip-Hop, R&B”. (Shuker:2001, x-ix.)

Roy Shuker mengatakan bahwa musik populer ini memiliki target pendengar yang lebih luas yang menjangkau semua cakupan umur dan selera masyarakat yang banyak diproduksi secara massal. Oleh sebab itu, musik populer ini disebut juga Mass Consumption. Dapat diketahui bahwa akar dari musik – musik yang biasa kita dengar hingga saat ini dapat kita lacak dari musik – musik tradisional zaman dahulu, seperti contoh genre musik Latin Tradisional yang merujuk pada musik Meksiko, Amerika Selatan, maupun Karibia yang ber sub-genre Samba. Ataupun musik Tradisional Country yang dipengaruhi oleh Blues dan berkembang dari budaya Amerika kulit putih. Disamping itu pula, musik tidak akan berkembang seperti sekarang jika tanpa adanya industri rekaman dan munculnya alat perekam pertama yang diciptakan oleh Thomas Alfa Edison, Phonograph.

Sebelum Phonograph ditemukan, orang zaman dahulu tidak memiliki banyak sumber hiburan dalam kehidupan sehari – harinya. Hiburan pada umumnya berasal dari Teater, Saloon, Bar, dan pertunjukan – pertunjukan jalanan yang ada pada masa itu. Namun, tidak terbatas pada hiburan yang datang dari luar, dari rumah pun dapat

(14)

ditemukan hiburan. Karena alat perekam belum ditemukan, Musik dilakukan secara manual oleh masing – masing individu di rumah. Jika saat ini orang membeli CD untuk diputar di rumah, orang – orang pada masa itu membeli Music Sheet yang dijual di pasaran dan memainkannya sendiri di rumah. Tidak heran apabila orang – orang pada zaman itu banyak sekali yang memiliki kemampuan bermusik. Kemampuan bermusik adalah salah satu dari hal yang memungkinkan adanya hiburan yang bisa didapatkan dari rumah. Kemudian datanglah Phonograph, sebuah alat untuk merekam yang awalnya digunakan sebagai mesin penjawab telepon, yang segera dimanfaatkan dalam kehidupan hiburan musik.

Setelah alat perekam ini banyak diminati, muncul industri rekaman. Genre – genre musik semakin banyak bermunculan dan artis – artis yang berkecimpung ke dalam dunia musik semakin banyak. Hal ini juga tidak terlepas dari peran radio pada masa itu. Ketika orang dapat mendengarkan musik tanpa biaya dari radio, jarang dari mereka yang membeli musik rekaman. Hal itu cukup mengancam industri rekaman pada saat itu namun orang – orang pada akhirnya membeli rekaman dari musik yang mereka dengar melalui radio. Industri rekaman bergantung kepada radio untuk membuat orang – orang mengetahui artis – artis rekaman dan artis – artis tersebut menjadi lebih penting dari pada komposer dari musik tersebut. Radio jugalah yang merangsang dibutuhkannya banyak genre musik hingga seperti saat ini.

(15)

Perkembangan munculnya genre hingga sebanyak sekarang juga tidak terjadi dengan instan, tapi bertahap dan muncul satu demi satu.

Menurut peneliti, musik merupakan salah satu bentuk message (what) dalam sebuah komunikasi. Musik adalah sebuah pesan yang dibuat dan dikirimkan oleh composer, yang disampaikan melalui melodi dan suara dalam medium langsung atau melalui alat perekam, kemudian disampaikan kepada penikmat musik dengan efek yang berbeda – beda bagi pendengarnya. Efek tersebut bisa membuat pendengar menjadi bergoyang atau tersentuh secara emosional.

Secara mayoritas, musik merupakan salah satu bentuk hiburan yang ada dimasyarakat. Konten dari musik juga dapat berupa pesan yang informatif. Seperti lagu – lagu yang ditujukan untuk membantu anak-anak dalam menghafal (lagu yang berisi nama – nama binatang, nama – nama bulan atau nama – nama hari). Walaupun musik bersifat universal, musik juga dapat menggambarkan ciri budaya yang kental hingga dapat dipatenkan sebagai milik suatu negara. Seperti Dangdut yang berasal dari Indonesia, J-pop dari Jepang atau K-Pop dari Korea yang sedang

booming saat ini.

Ada banyak sekali jenis lagu di dunia dan masing – masing jenis lagu tersebut memiliki maksud serta tujuan. Karena sifatnya yang abstrak, penulis atau pengarang lagu hanya dapat berekspresi dalam penulisan lirik lagu tersebut. Lirik lagu biasanya mengangkat tema – tema tertentu sesuai tujuan penulisnya. Lagu sendiri merupakan sebuah karya seni

(16)

yang berasal dari perpaduan antara puisi dan seni musik. Puisi pada dasarnya berisi tentang diksi yang jika dibacakan akan menjadi sebuah susunan bacaan yang indah. Sedangkan seni musik adalah harmonisasi dari beberapa alat musik yang ketika dimainkan menghasilkan suara yang indah pula. Maka ketika dua komponen seni ini dipadukan akan menghasilkan sebuah lagu yang menarik pula.

Pesan pada lagu terletak pada substansi lirik lagu itu sendiri. Yang bahwasannya lagu berasal dari puisi dengan paduan musik, puisi tersebut biasanya mengangkat tema – tema tertentu seperti tema perjuangan, tema percintaan, dan tema – tema lainnya. Sebagai contoh seperti pesan pada lagu dengan tema perjuangan misalnya, pasti akan terdapat diksi tentang semangat perjuangan dengan diiringi musik yang memiliki tempo cepat pula, begitupun dengan yang lainnya.

Cara kerja lagu sebagai media penyampai pesan sangat sederhana. Yaitu, ketika penyanyi menyanyikan lagu kemudian didengar oleh para pendengarnya. Sehingga terjadi sebuah bentuk komunikasi satu arah yaitu yang dalam konteks ini adalah penyanyi sebagai pembawa pesan dan pendengar sebagai penerima pesan. Cara kerja yang sangat sederhana seperti yang dipaparkan seperti ini dimanfaatkan oleh kaum pemilik modal untuk ladang bisnisnya, khususnya di bidang hiburan.

Pemanfaatan lagu sebagai media penyampai pesan sebenarnya merupakan hal yang biasa jika dibandingkan dengan media penyampaian

(17)

pesan lainnya. Namun, menjadi hal yang luar biasa ketika pendengar menangkap pesan yang disampaikan oleh penyanyi secara mudah. Jadi, penyanyi tidak sekedar menyanyi dengan suara indah, tetapi juga dapat menyampaikan pesan pada lagu tersebut. Tentunya untuk menyampaikan pesan pada lagu dengan mudah, harus didukung oleh kemampuan yang lainnya seperti kemampuan olah vokal yang baik dan kemampuan bermain karakter ketika bernyanyi.

Namun, apakah musik hanyalah sekedar musik? Sebuah tangga nada yang terhubung dan menghasilkan irama yang indah dan akhirnya menjadi sebuah karya atau lagu. Apakah sebatas itu? Apakah Musik sebagai seni hanya merupakan bagian dari Industri belaka?

Karl Marx berbicara soal seni. Menurutnya, seni sebagai bagian dunia yang perlu dibedakan dari kerja manusia tentu bukanlah sekedar tiruan atau refleksi dari realitas eksternal, melainkan lebih jauh merupakan upaya memasukan realitas tadi ke dalam tujuan – tujuan manusia yang secara alamiah menjadikan aktivitas hidupnya sebagai objek kesadarannya. Selalu ada unsur – unsur dalam seni yang mengandung tujuan di dalam dirinya sendiri.

Musik sebagai seni tidak hanya lantunan nada yang dapat menghasilkan keuntungan bagi dunia industri. Musik sebagai seni memiliki tujuan dan ideologi yang sengaja dituang dalam lantunan nada dan lirik – liriknya. Musik – musik yang memiliki tujuan dan ideologi di

(18)

dalamnya dijadikan alat perjuangan oleh sebagian orang, musisi, atau bahkan seniman.

Musik menjadi media penyampai aspirasi dan kritik sosial, itulah musik sebagai seni yang sebenarnya. Musik sebagai seni tidak akan pernah lepas dari kondisi sosial masyarakat sekitar, karena merupakan cerminan dari realitas sosial yang terjadi.

Musik merupakan alat perjuangan bagi kaum tertindas, hal itulah yang dilakukan beberapa Musisi. Seperti Iwan Fals dengan lagu – lagu yang dekat dengan rakyat membuatnya memiliki banyak penggemar. Adapun lainnya yaitu Band Marjinal yang dikenal oleh anak Punk. Band yang terinspirasi dengan Marsinah, seorang buruh yang terbunuh karena memperjuangkan nasib masyarakat banyak. Serta beberapa band – band lainnya yang lahir dan eksis dengan musik – musik perjuangan. Mereka semua memberikan gambaran bahwa musik sebagai seni tidak hanya berbicara soal kesenangan dan keindahan pada lirik dan musikalitas nada saja, namun ada perjuangan yang dilandasi ideologi yang kuat.

Fenomena inilah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti mengenai pemaknaan yang terkandung didalam lirik – lirik lagu dari Virgiawan Listianto atau yang biasa kita kenal dengan nama, Iwan Fals terutama pada lagu Bongkar dan Bento di album SWAMI I. Iwan Fals sendiri ialah Musisi, sekaligus penyanyi dengan suara lantang dengan lirik tajam yang mewarnai blantika musik tanah air pada akhir 1970-an hingga saat ini. Berbagai kritik politik dan sosial menjadi ciri khas dari setiap lagu – lagu yang ia bawakan diatas panggung.

(19)

Iwan Fals memotret bagaimana suasana sosial kehidupan Indonesia pada akhir tahun 1970-an hingga sekarang. Kritik atas perilaku sekelompok orang (seperti Wakil Rakyat, Tante Lisa), empati bagi kelompok marginal (misalnya Siang Seberang Istana, Lonteku), bencana besar yang melanda Indonesia seperti Ethiopia, representasi keprihatinan dalam kasus Kedung Ombo dan Kaca Piring (Bongkar), ataupun salah satu lagu fenomenal beliau yang sangat kontroversial pada masa orde baru (Bento) mendominasi tema lagu – lagu yang dibawakannya. Namun demikian, Iwan Fals tidak hanya menyanyikan lagu ciptaannya sendiri, tetapi juga sejumlah pencipta lain. Kharisma seorang Iwan Fals sangat besar. Kesederhanaannya menjadi panutan para penggemarnya yang tersebar di seluruh Nusantara.

Alasan pemilihan lagu Bongkar dan Bento sendiri bagi peneliti karena kedua lagu tersebut dianggap memiliki popularitas, mempunyai karakter yang kuat dalam konteks kritik sosial, serta mewakili semangat zamannya. Bongkar dan Bento diambil dari album SWAMI I yang dimotori oleh Setiawan Djodi, Iwan Fals, Sawung Jabo, Innisisri, Naniel, dan Nanoe pada tahun 1989. Salah satu ukuran keterwakilan itu adalah respons positif masyarakat terhadap album serta lagu – lagu di dalamnya, yang bisa dilihat dari angka penjualan. Album SWAMI I ini meledak di pasaran dengan angka penjualan yang sangat tinggi yaitu, 800 ribu kopi dalam kurun waktu satu bulan. SWAMI I berhasil mencapai sukses di pasar industri musik Indonesia dengan lagu – lagu yang sarat dengan kritik sosial sekaligus menghibur.

(20)

1.2 Fokus Masalah

Terkait dengan permasalahan yang akan dibahas, penelitian ini akan membahas mengenai Pemaknaan Sosial Politik dalam Lirik Lagu Iwan Fals yaitu, Bongkar dan Bento serta Ideologi yang terkandung dibalik Lirik Lagu tersebut. Salah satu cara yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Studi Konstruksivisme.

1.3 Perumusan Masalah

Dalam melakukan sebuah penelitian diperlukan adanya suatu perumusan masalah agar peneliti memperoleh hasil yang maksimal. Menurut Husaini Usman, perumusan masalah yaitu “Usaha – usaha untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan – pertanyaan penelitian apa yang perlu dijawab atau dicarikan jalan pemecahannya”. (Usman & Setiady, 1996:26.)

Dari rumusan masalah yang masih luas dan bersifat umum, sehingga penelitian ini memiliki alur pikir yang jelas dan terarah, maka disusun identifikasi masalah sebagai berikut :

1 Bagaimanakah Pemaknaan Sosial Politik dalam Lirik Lagu Iwan Fals, yaitu Bongkar dan Bento?

2 Ideologi apa yang terkadung dibalik lirik lagu Iwan Fals?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian menurut Husaini Usman, dan Purnomo Setiady, yaitu “pernyataan mengenai apa yang hendak kita capai. Tujuan penelitian dicantumkan dengan maksud agar peneliti dan juga pihak lain

(21)

yang membaca laporan kita dapat mengetahui dengan pasti tujuan penelitian kita dengan sesungguhnya”.(Usman & Setiady, 1996:23.)

Adapun secara khusus tujuan penelitian ini adalah :

- Untuk mengetahui bagaimanakah Pemaknaan Sosial Politik dalam Lirik Lagu Iwan Fals dengan menggunakan Metode Semiotika Sosial M.A.K Halliday.

- Untuk mengetahui ideologi yang terkandung dibalik lirik lagu Iwan Fals.

1.5 Kegunaan Penelitian

Setiap penelitian tentunya mempunyai suatu kegunaan yang nantinya dapat diambil manfaatnya secara teoritis maupun secara Praktis.

1. Kegunaan Teoritis

Dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan dibidang ilmu komunikasi sekaligus dapat menambah referensi mengenai Pemaknaan Sosial Politik melalui Studi Konstruktivisme.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan bagi media massa dan praktisi jurnalistik, terutama dalam mengangkat dan mendefinisikan realitas sosial dalam sebuah peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.

(22)

BAB II

TINJAUAN LITERATUR DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai lirik lagu kebanyakan dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemampuan sebuah teks lirik lagu dalam mempengaruhi masyarakat. Kemampuan mempengaruhi sebuah teks lirik lagu ini terjadi karena pengarang menyampaikan ide dan gagasan melalui kata maupun kalimat baik yang sifatnya menimbulkan perasaan marah, benci, senang, gundah, cinta dan segala hal yang menimbulkan kedekatan emosional.

Kajian mengenai lirik lagu antara lain dilakukan oleh Yayah B. Muningsah Lumintaintang. Hasil penelitiannya, yaitu “Bahasa Indonesia dalam Lirik Lagu” dan dimuat dalam majalah Bahasa dan Sastra Th XV Nomor 3. Hasil penelitiannya mencakup kesesuaian tekanan kata dengan irama lagu, pengucapan, ketidaktepatan bentukan dan pilihan kata, struktur kalimat, dan kedwibahasaan. (Hermintoyo, 2003:14.)

Selain itu pada seminar sosiolinguistik II bulan Oktober 1989 di Universitas Indonesia, Lumintaintang juga menulis tentang lirik lagu. Presentasinya berjudul, “Pemakaian Bahasa Indonesia dalam Lirik Lagu Kanak – Kanak”. Lumintaintang membahas pemilihan variasi kalimat serta frekuensi pemakaiannya dan bahasa Indonesia yang digunakan dalam lirik lagu anak – anak. (Nugraheni, 2002:12.)

(23)

Salah satu penelitian yang sejenis mengenai lirik lagu dilakukan oleh Mahasiswi Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta. Adalah Desy Rima Ambarsari. Judul penelitian tersebut adalah Analisis Semiotika Makna Kehidupan Lirik Lagu Sudjiwo Tejo “Suatu Ketika”. Pada penelitiannya, Rima Ambarsari melihat bagaimana makna kehidupan yang terdapat didalam lirik lagu Sudjiwo Tejo.

Dari penelitian yang sudah ada, perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini membahas mengenai pemaknaan sosial politik yang terkadung dalam lirik lagu Iwan Fals yaitu, Bongkar dan Bento. Penelitian ini berusaha mengungkap makna yang terkandung dalam lirik lagu Iwan Fals terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat.

Penelitian Sebelumnya Penelitian Sendiri Judul

Penelitian

Analisis Semiotika Makna Kehidupan Lirik Lagu Sudjiwo Tejo “Suatu Ketika”

Pemaknaan Sosial Politik Dalam Lirik Lagu Iwan Fals (Bongkar dan Bento)

Tujuan Penelitian

- Untuk mengetahui makna kehidupan yang terdapat didalam lirik lagu Sudjiwo Tejo

- Untuk mengetahui makna yang terkandung didalam lirik lagu Iwan Fals, Bongkar dan Bento melalui Semiotika Sosial Halliday - Serta Ideologi yang terkandung didalam kedua lagu tersebut.

(24)

Metodologi Semiotika Semiotika M.A.K Halliday Teori - Semiotika Ferdinand

Saussure - Teori Makna - Semiotika M.A.K Halliday - Konstruksi Realitas Sosial - Teori Ideologi Kesimpulan - Isi lagu ini bertujuan

untuk menyampaikan makna kehidupan yang tersusun didalam lirik lagu Sudjiwo Tejo. - Peneliti menemukan

makna yang

menginterpretasikan suatu kesabaran dan harapan masyarakat agar segala angkara murka yang terjadi di Indonesia dapat terselesaikan dan tidak lagi memakan korban jiwa - Setelah meninjau menggunakan Semiotika Sosialm peneliti menemukan makna dibalik lagu Bongkar dan Bento. Bongkar adalah representasi Iwan Fals terhadap kasus Kedung Omboh, Kaca Piring, Way Jepara. Serta Bento adalah sosok tokoh aroganisme yang mempunyai peranan penting semasa orde baru

2.2 Komunikasi Sebagai Proses Penyampaian Tanda dan Makna

Secara umum, komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Baik secara langsung, lewat percakapan, maupun mengunakan media (media cetak atau media

(25)

elektronik). Isi pesan yang disampaikan dapat berupa lambang – lambang yang penuh arti dan makna. Proses komunikasi dapat dikatakan komunikatif apabila antara komunikator dengan komunikan mengerti bahasa yang digunakan serta mengerti makna dari bahan yang dibicarakan.

Tekhnik berkomunikasi merupakan cara atau seni menyampaikan suatu pesan yang dilakukan seorang komunikator sehingga menimbulkan dampak tertentu pada komunikan. Pesan yang disampaikan komunikator merupakan pernyataan atas paduan pikiran dan perasaan dalam bentuk ide, informasi, keluhan, keyakinan, dan anjuran. Pernyataan tersebut dibawakan umumnya bahasa yang dipergunakan dalam menyalurkan suatu pernyataan yang dilambangkan melalui gerakan anggota tubuh gambar dan warna.

Deddy Mulyana dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Efektif menjelaskan bahwa “komunikasi adalah proses berbagai makna melalui perilaku verbal dan non verbal. Segala perilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih. Komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber membangkitkan respons pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau simbol, baik bentuk verbal maupun non verbal. Tanpa harus memastikan terlebih dahulu bahwa kedua pihak yang berkomunikasi punya sistem simbol yang sama”.(Deddy Mulyana, 2005:3).

(26)

Sementara itu, tanda lebih luas daripada simbol, karena mencakup indeks atau gejala mewakili sesuatu lainnya secara ilmiah atau ditandai dengan hubungan sebab akibat. John Fiske juga menerangkan tentang komunikasi bahwa “komunikasi merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk menjalin hubungan dengan manusia lain dan mengenali dunianya. Komunikasi adalah sentral kehidupan budaya kita. Tanpa komunikasi, kebudayaan dari jenis apapun akan mati. Konsekuensinya, studi komunikasi melibatkan studi kebudayaan yang terintegrasi secara tidak langsung”.(John Fiske, 2007:8.)

Tujuan dari komunikasi itu sendiri adalah membentuk kesamaan atau pengertian sesuai dengan tujuan komunikator. Astrid S. Susanto mengemukakan bahwa “setiap kegiatan komunikasi bertujuan mengubah sikap dan tindakan pihak komunikan. Apabila komunikasi mampu mengubah sikap dan tindakan seseorang atau lebih berhasil memperoleh persetujuan atau maksud komunikator maka dapat dikatakan komunikasi yang telah berhasil”. (Astrid S. Susanto, 1997:21.)

Menurut Tubb dan Mass seperti yang dikutip oleh Alex Sobur, mengatakan bahwa “proses komunikasi merupakan suatu kegiatan pengiriman pesan dari sistem saraf orang lain. Dengan maksud untuk menghasilkan sebuah makna yang sama dengan yang ada dalam benak si pengirim”. (Alex Sobur, 2002:41:42.)

Komunikasi yang berjalan dapat terjadi melalui media maupun tanpa media. Komunikasi tanpa media biasanya komunikasi yang terjadi

(27)

dengan orang lain dalam jumlah terbatas, sedangkan komunikasi dengan media baik (cetak dan elektronik) ditujukan untuk bisa menjangkau khalayak yang lebih luas dan tersebar. Sedangkan komunikasi tanpa media biasanya komunikasi yang dilakukan seseorang atau dengan orang lain dalam jumlah yang terbatas di suatu tempat. Manusia menggunakan bahasa sebagai alat berkomunikasi melalui simbol – simbol baik verbal dan non verbal yaitu berupa tulisan – tulisan, gambar – gambar, warna – warna, patung – patung, isyarat suara dan isyarat gerak tubuh (gesture).

Alex Sobur juga menerangkan bahwa "dalam „bahasa‟ komunikasi, simbol seringkali diistilahkan sebagai lambang. Simbol atau lambang adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya berdasarkan kesepakatan kelompok. Lambang meliputi kata – kata (pesan verbal), perilaku non verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama. Kemampuan manusia menggunakan lambang verbal memungkinkan perkembangan bahasa dan menangani hubungan antara manusia dan objek (baik nyata maupun abstrak) tanpa kehadiran manusia dan objek tersebut.

Proses penyampaian simbol dapat dilakukan melalui berbagai level komunikasi, salah satunya di level komunikasi massa. Dalam pengertianya, komunikasi massa merupakan proses penyampaian pesan yang dikomunikasikan melalui media masa kepada sejumlah besar orang. Dalam komunikasi massa, proses menyampaikan simbol dapat dilakukan

(28)

melalui musik. Musik merupakan media yang efektif untuk menyampaikan pesan. Menurut Parker, musik adalah produk pikiran, elemen vibrasi atas frekuensi, bentuk, amplitudo dan durasi belum menjadi musik bagi manusia sampai semua itu ditransformasi secara neurologis dan diinterprestasikan melalui otak.

Komunikasi adalah penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain. Komunikasi akan dapat berhasil baik apabila sekiranya timbul saling pengertian, yaitu jika kedua belah pihak sama – sama memahami gagasan tersebut. Dalam hal seperti inilah baru dapat dikatakan bahwa komunikasi telah berhasil baik (komunikatif).

Dari uraian diatas, penulis dapat mengetahui bahwa makna adalah upaya mengemukakan materi dengan media yang berbeda. Dapat berupa verbal maupun non verbal. Selain itu, penulis juga dapat menyimpulkan bahwasanya komunikasi merupakan suatu proses pertukaran makna. Dimana makna – makna tersebut diwujudkan melalui bahasa, simbol – simbol, warna – warna, gambar, gerak tubuh, suara, dan lain – lain yang semuanya mengandung arti tersendiri bagi yang menyampaikan.

2.3 Komunikasi Massa

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris adalah

Communication. Berasal dari kata Latin, Communicatio dan bersumber

(29)

sama maknanya. Bila dua manusia melakukan percakapan dan terlibat dalam berkomunikasi, maka komunikasi akan berlangsung selama ada kesamaan makna didalam percakapan. Kesamaan bahasa yang digunakan dalam percakapan tadi belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Percakapan manusia dapat dikatakan komunikatif apabila kedua – duanya mengerti bahasa yang digunakan serta mengerti makna dari bahan yang dibicarakan.

Komunikasi yang minimal yaitu harus mengandung kesamaan makna antara dua manusia yang terlibat dalam berkomunikasi. Dikatakan minimal, karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, artinya agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, artinya agar orang lain mau menerima suatu keyakinan melakukan suatu perbuatan atau kegiatan.

Pengertian komunikasi massa tidak dapat didefinisikan dengan singkat dan sederhana. Karena di dalam pengertian komunikasi massa mencakup seperti isi pesan (pengolahan, pengiriman, penerimaan), teknologi, kelompok – kelompok, macam – macam konteks, bentuk – bentuk “audience” dan “effect” (pengaruh).

Komunikasi massa adalah berkomunikasi dengan massa. Massa disini dimaksudkan sebagai para penerima pesan (komunikan) yang memiliki status sosial, pendidikan, dan ekonomi yang heterogen satu sama lainnya. Mereka memiliki latar belakang yang berbeda, sehingga memiliki sudut pandang dengan berfikir yang berbeda pula. Perbedaan

(30)

latar belakang ini mengakibatkan feedback atau umpan balik yang berbeda pula. Ada yang positif, negatif, atau bahkan tidak memberikan

feedback sama sekali.

Siti Karlinah menjelaskan bahwa “komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah orang”. (Siti Karlinah, 2000:13.)

Konsep komunikasi massa itu sendiri pada satu sisi mengandung pengertian suatu proses dimana organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara luas dan pada sisi lain merupakan proses dimana pesan tersebut dicari, digunakan dan dikonsumsi oleh audience. (Sasa Djuarsa Sendjaja, 2007:175.)

Komunikasi massa diadopsi dari bahasa Inggris, Mass Communication. Kependekan dari Massa Communication (komunikasi

media massa) artinya komunikasi yang mengggunakan media massa. Massa disini bukan hanya sekedar meliput banyak orang, tetapi semua orang yang menjadi sasaran alat – alat komunikasi massa. Alat – alat komunikasi massa addalah radio dan televisi sebagai media elektronik. Surat kabar, tabloid, majalah adalah bentuk dari media massa dicetak. Jadi, suatu pesan apabila disampaikan melalui media komunikasi massa seperti yang dimaksudkan diatas adalah suatu bentuk komunikasi massa. Joseph A. Devitoo, dalam bukunya yang berjudul Communicology :

an Introduction to the Study of Communication, mendefinisikan

(31)

Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditunjukkan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi. Dapat didefinisikan, bahwa khalayak itu besar. Dan pada umumnya sukar untuk didefinisikan.

Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar – pemancar audio atau visual. Komunikasi massa akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya, seperti: televisi, radio, surat kabar, majalah, musik, film, buku, dan pita”. (Onong Uchjana Effendy, 2004:21.)

Definisi yang paling sederhana tentang komunikasi massa dirumuskan Bittner:

“Mass Communicationis messages communicated through a mass medium to a large number of people”

Komunikasi Massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Jadi, dapat didefinisikan bahwa komunikassi massa adalah proses penyampaian pesan dari komunikator ke komunikan yang amat banyak jumlahnya melalui media yang bersifat umum (media massa).

Kita harus memahami pengertian pokok yang bersifat umum berkenaan dengan komunikasi agar dapat menjadi pegangan kita dalam

(32)

menjelaskan konsepsi komunikasi massa ini dengan baik. Untuk itu, perlu ditambahkan ciri – ciri pada komunikasi massa, yaitu:

1. Komunikator dalam komunikasi massa lembaga.

2. Komunikan dalam komunikasi massa bersifat heterogen. 3. Pesannya bersifat umum.

4. Komunikasinya berlangsung satu arah.

5. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan komunikasi massa. Mengandalkan peralatan tekhnis komunikasi massa. Dikontrol oleh gatekeeper.

Pada dasarnya, kegiatan komunikasi tidak lepas dari unsur – unsur yang tekandung dalam proses komunikasi. Everett M. Rogers mengungkapkan bahwa “unsur – unsur komunikasi terdiri dari lima unsur, yaitu: Source (sumber), Message (pesan), Channel (saluran ), Receiver (penerima), dan Effect (akibat)”. (Nurudin, 2007:19:32.)

2.4 Musik Sebagai Komunikasi Massa

Musik dipandang sebagai media penyalur ekspresi manusia. Karena bentuk ekspresi tersebut bertujuan untuk menimbulkan makna bagi orang lain. Maka dapat dikatakan, musik adalah sebagai ekspresi dan komunikasi manusia. Selain itu dengan menggunakan bantuan media massa, musik juga dapat dijadikan sebagai alat komunikasi massa yang efektif. Melalui makna simbolik yang dihantarkan, musik mampu menggugah perasaan sehingga mudah diterima oleh siapa saja. Bahkan

(33)

bagi yang memiliki bahasa yang berbeda. Musik juga dapat dijadikan sebagai alat penyampaian pesan dalam berkomunikasi yang lebih kreatif dan bernilai seni.

Musik berfungsi sebagai media komunikasi antar manusia karena musik merupakan bahasa universal yang mampu memadukan perbedaan menciptakan perdamaian dan solidaritas kemanusiaan. Sejarah seringkali mencatatkan peran dan manfaat musik sebagai sarana pergaulan dan media komunikasi yang bisa dipahami semua orang, sekalipun kita tidak memahami bahasa tiap - tiap bangsa.

Musik sebagai media komunikasi yang dimaksud di sini adalah penggunaannya (used). Contohnya, orang tua menyanyikan lagu nina bobo ketika anaknya beranjak tidur. Fungsi musik dalam hal ini adalah sebagai media komunikasi untuk mengekspresikan kecintaan orang tua terhadap anaknya, dengan harapan anaknya dapat tidur nyenyak. Contoh lain adalah lagu-lagu yang bertemakan cinta. Lagu-lagu tersebut menjadi media komunikasi bagi sepasang kekasih untuk menyampaikan perasaan sayang dan cinta yang dimilikinya. Walaupun pada kenyataannya dalam dua contoh di atas.

Musik adalah gairah antara pikiran dan perasaan yang mengungkapkan makna dengan cara yang tidak sejajar dalam kehidupan manusia. Musik merupakan sintesis yang unik dan sangat berpengaruh dalam komunikasi. Eksplorasi musik sebagai komunikasi mengundang analisis di berbagai area. Pertama, bagaimana penggambaran konteks

(34)

situasi sosial yang digambarkan melalui sebuah lirik dalam lagu. Dengan segala bentuk interaksi simbolik yang dimunculkan, musik bisa menjadi aksi perlawanan terhadap kaum – kaum tertindas melalui lirik lagu yang dilantunkan. Kedua, adalah bagaimana komunikasi melalui musik berpotensi dipengaruhi oleh keadaan structural yang mengelilingi keberadaan mereka.

Sejarah mengatakan, bahwa musik sub-cultural banyak datang dari kelompok – kelompok tertindas terutama kaum kulit hitam Amerika yang sering didefinisikan pada garis kelas sosial-ekonomi. Pengalaman mereka mencerminkan sebuah fenomena musik bagi kaum tertindas khususnya genre – genre musik seperti, Blues, Jazz, Country, Soul Funk,

Gospel, dan Rap. Kondisi seperti ini yang telah mempengaruhi

musikalitas orang kulit hitam di Amerika yang jelas tidak hanya melalui lirik dan aransemen lagu yang mereka ciptakan, tetapi juga dalam infleksi

vocal.

Interaksi dan aksi para musisi dalam menciptakan lagu kritik tak ubahnya merupakan pengaruh atas kondisi sosial politik di mana para musisi berada. Bentuk produksi musik dan isi pesan lagu kritik sosial yang diciptakan musisi kritis merupakan manifestasi dari peristiwa sosial politik. Dan dengan musik pada dasarnya mempunyai kecenderungan untuk mendukung atau menentang kekuatan yang dominan atau status

(35)

Banyak sejarah mencatat, bahwa keadaan suatu musik yang diciptakan oleh musisi, khususnya mereka para musisi kritis dalam menciptakan lagu, situasi sosial politik dimana para musisi tersebut tinggal selalu mempengaruhi proses penuangan, pembuatan lagu kritik sosial. Misalnya, paada pertengahan 1960-an, ketika Amerika tengah melancarkan perang terhadap Vietnam, banyak musisi rock yang tidak setuju dengan situasi tersebut dan menyuarakan protesnya tersebut lewat lagunya.

Protes terhadap perang tersebut tidak hanya oleh musisi rock saja, Bob Dylan juga menjadi sosok penting dalam gerakan perlawanan kaum muda terhadap kebijakan pemerintah Amerika Serikat yang melanjutkan perang di Vietnam. Perjuangan dan dedikasi Bob Dylan di dunia musik demikian mengagumkan. Dia merupakan musisi multidimensional, penyanyi, pencipta lagu, penulis, sastrawan, dan disc jockey.

Dylan bahkan berhasil memprovokasi lahirnya sejumlah genre dalam musik pop, termasuk folk-rock dan country-rock. Sejumlah karya terbaik Dylan begitu populer ketika dirinya menjadi documentarian dan tokoh pergolakan di Amerika Serikat. Karya – karya Dylan dianggap mampu menjadi kontrol sosial bagi perilaku pemerintah serta masyarakat yang bertindak berlebihan. Tak heran jika pengaruhnya terus bergema hingga beberapa generasi. Nama Bob Dylan tak lekang dari ingatan. Belakangan warga dunia masih menyanyikan lagu – lagunya dalam

(36)

berbagai demonstrasi dan aksi protes terhadap aksi Amerika menginvasi Irak beberapa tahun silam.

Sementara itu di Indonesia, pasca proklamasi 17 Agustus, musik kembali dihadapkan pada kepentingan politik. Berawal dari sikap politik Soekarno yang anti Barat hingga pelarangan segala hal yang berbau

western. Baik produk ekonomi hingga menyentuh ruang estetika. Dengan

kebijakan itulah maka personil Koeswoyo Bersaudara ditangkap karena dianggap memainkan musik yang bertentangan dengan budaya Indonesia. Di sini musik dimaknai sebagai sesuatu yang bisa bermuatan politik. Presiden Soekarno mencanangkan irama lenso sebagai musik yang sesuai dengan budaya bangsa dan didukung oleh Jack Lesmana, Titiek Puspa, Lilis Suryani, dan Bing Slamet. Presiden RI pertama itu juga merangkul beberapa seniman untuk kepentingan propaganda. Lilis Suryani, penyanyi yang dekat dengan Sukarno menciptakan lagu berjudul “Oentoek Paduka Jang Moelia” lagu itu berorientasi untuk mengkultuskan figur Bung Karno. Beberapa lagu juga berhasil diciptakan untuk kepentingan politik semisal propaganda “Pergi Pedjoeang” dalam konfrontasi Indonesia dan Malaysia.

Sedangkan di era Orde Baru, musik lebih banyak digunakan untuk kampanye dalam mensukseskan program – program pemerintah. Seperti Mars Pemilu, Mars Keluarga Berencana, ACI (aku cinta Indonesia) dan lain sebagainya. Bahkan pada saat itu ada yang terang – terangan mendukung status qua, seperti Titik Puspa yang menciptakan lagu

(37)

berjudul Bapak Pembangunan. Lagu itu didedikasikannya untuk pimpinan Orde Baru ketika itu.

2.5 Konstruksi Realitas Media

Realitas sosial tercipta berdasarkan apa yang kita pikirkan dan interaksikan dalam keseharian. Proses konstruksi realitas merupakan upaya menceritakan peristiwa keadaan atau benda. Isi media merupakan bentuk konstruksi realitas sosial, yakni dimana media melakukan konstruksi atas pesan – pesan yang disampaikan melalui tulisan, suara, maupun simbol – simbol lain melalui proses peyeleksian tertentu sesuai dengan keinginan maupun ideologi yang dimiliki oleh media yang bersangkutan.

Istilah konstruksi realitas sosial menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann (1966) melalui bukunya, The Social Construction of Reality: A Treatise the Sociological of Knowledge. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilamiah, tidak juga merupakan sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dikonstruksi dan dibentuk. (Alex Sobur, 2002:93.) Lebih lanjut dikatakan bahwa konstruksi realitas adalah pembentukan pengetahuan yang diperoleh dari hasil penemuan sosial. (Burhan Burghin, 2004:12.)

Berger dan Luckman memulai penjelasaan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman „kenyataan‟ dan „pengetahuan‟. Mereka

(38)

mengartikan „realitas‟ sebagai kualitas yang terdapat dalam realita – realita yang diakui memiliki keberadaan yang tidak bergantung pada kehendak kita sendiri. Sementara „pengetahuan‟ didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas itu nyata dan memiliki karateristik secara spesifik. (Alex Sobur, 2004:91.)

Eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi adalah suatu proses dimana realitas sosial dihidupkan. Eksternalisasi yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia kedalam dunia, baik dalam kegiatan mental atau fisik. Objektivasi yaitu adalah hasil yang telah dicapai baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Sedangkan internalisasi merupakan sebuah penyerapan kembali dunia objektif kedalam kesadarannya sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Seperti dijelaskan oleh Berger dan Luckman dalam buku yang sama. Realitas sosial adalah „pengetahuan‟ yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat seperti konsep, kesadaran umum, dan wacana public.

Berger dan Luckmann membagi realitas sosial ke dalam tiga macam realitas, yakni :

1. Realitas objek adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman dunia objektif yang berada di luar diri individu dan realitas sebagai suatu kenyataan.

2. Realitas simbolik adalah ekspresi simbolik dari realitas objektif dalam berbagai bentuk.

(39)

3. Realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali. Realitas objektif dan simbolik ke dalam individu melalui proses interaksi.

Penggunaan simbol dalam interaksi sosial, dibangun dengan menggunakan konsep – konsep semiotika untuk menempatkan berita dalam bahasa ikon dan simbol. Ini membantu memperjelas konstruksi sosial baik pada tahap eksternalisasi, objektivasi, maupun pada tahap internalisasi.

Bahasa bukan sekedar alat komunikasi untuk menyampaikan fakta, informasi, atau opini. Bahasa juga bukan sekedar alat komunikasi untuk mengambarkan realitas, namun juga menentukan gambaran tertentu yang hendak ditanamkan kepada publik. Jika dihubungkan dengan penelitian ini, maka peneliti mencoba memahami pesan yang terkandung pada lagu Iwan Fals yaitu, Bongkar dan Bento. Kemudian mencoba memaknai isi dari pada lirik lagu tersebut.

2.6 Semiotika

Menurut Roland Barthes, Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda – tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan didunia ini di tengah – tengah manusia dan bersama – sama manusia. Semiotika, atau semiologi, pada dasarnya mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memakai hal – hal (things), memaknai (to signify), tidak dapat dicampur adukan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa

(40)

objek – objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek – objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. (Alex Sobur, 2004:13.)

Dick Hartoko memberi batasan bahwa “semiotic” adalah bagaimana karya itu ditafsirkan oleh para pengamat dan masyarakat lewat tanda – tanda atau lambang – lambang Luxemburg (1984), seperti dikutip secara sistematis mempelajari tanda – tanda, lambang – lambang, sistem – sistemnya, dan proses pelambangan”.

Disamping itu menurut Ferdinand de Saussure, “semiotika adalah ilmu yang mempelajari peran tanda (sign) sebagai bagian dari kehidupan sosial. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari ilmu yang mempelajari struktur, jenis, tipologi serta relasi – relasi tanda dalam penggunaannya didalam masyarakat. Oleh sebab itu, semiotika mempelajari relasi antara komponen – komponen tersebut dengan masyarakat penggunanya”. (Yasraf Amir Pilian, 2003:47.)

Dan Pierce menemukakan bahwa, “tanda (representasi) adalah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain. Oleh Pierce disebut

denotatum. Mengacu beraarti mewakili atau menggantikan. Tanda baru

dapat berfungsi bila dapat di interpretasikan dalam benak penerima tanda melalui interpretant. Jadi, interpretant adalah pemahaman makna yang muncul dalam isi penerima tanda. Artinya, tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda bila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi berkat

ground, yaitu pengetahuan tentang sistem tanda dalam suatu

masyarakat. Hubungan ketiga unsur yang dikemukakan Pierce terkenal dengan nama segitiga semiotic”. (Kris Budiman, 2004:37.)

(41)

Sedangkan dari peta Barthes di bawah terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya inilah sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure, yang berhenti pada padanan dalam denotatif. (Sobur, Alex. : 2004)

Pada dasarnya ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dimengerti oleh Barthes. Dalam pengertian umum, denotasi biasanya dimengerti sebagai makna harafiah, makna yang “sesungguhnya”. Bahkan kadang kala juga dirancukan dengan referensi atau acuan. Dalam kerangka Barthes, konotasi indentik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai „mitos‟, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai yang dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.

Secara etimologis, istilah semiotic berasal dari kata Yunani semion yang berarti penafsir “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Contohnya asap menandai adanya api.

Saussure mengungkapkan bahwa “Semiologi didasarkan pada, selama perbuatan tingkah laku manusia membawa makna atau selama

(42)

perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama berfungsi sebagai tanda, harus ada di belakangnya sistem membedakan dan konvensi yang memungkinkan makna itu. Dimana ada tanda, di sana ada system”.

Bagi Pierce yang merupakan ahli filsafat dan logika menggambarkan bahwa “penalaran manusia senantiasa dilakukan lewat tanda. Artinya, logika sama dengan semiotika dan semiotika dapat diterapkan dalam segala macam tanda”.

Sebagai sebuah kedisiplinan keilmuan, yaitu “ilmu tentang tanda” (The Science of Sign) tentunya semiotika mempunyai prinsip, sistem, aturan, dan prosedur – produser keilmuan yang khusus dan baku. Akan tetapi, pengertian ilmu dalam ilmu alam (nature science), yang menuntut aturan – aturan, ukuran – ukuran matematis yang pasti untuk menghasilkan sebuah pengetahuan objektif sebagai kebenaran tunggal. Semiotika bukanlah ilmu yang mempunyai kepastian, ketunggalan dan objektivitas macam itu, melainkan dibangun oleh pengetahuan yang lebih terbuka bagi aneka interpretasi.

Di alam semiotikus musik menurut Saussure, adanya tanda-tanda perantara, yakni musik yang dicatat dalam partitur orkestra merupakan jalan keluar. Sistem tanda pada musik adalah Oditif. Untuk mencapai pendengarnya, penggubah musik mempersembahkan kreasinya dengan perantara pemain musik dalam bentuk tanda tertulis menjadi visual. Musik selalu memiliki simbol yang dikemas sedemikian rupa hingga menjadi media penyampai pesan yang efektif bagi masyarakat. Pesan

(43)

yang terkandung dalam musik beragam, pesan tentang cinta, kerinduan hingga pesan perjuangan yang mengandung aspirasi tertentu demi perubahan. (Alex Sobur, 2004:114.)

Meski denotatum musik itu merupakan isi tanggapan dan perasaan yang sangat kompleks dan sulit dilukiskan, namun Aart van Zoest mengungkapkan bahwa “adanya tiga kemungkinan, yakni:

Pertama adalah untuk menganggap unsur – unsur struktur musik sebagai ikonis bagi gejala – gejala neurofisiologis pendengar. Dengan dmikian, irama musik dapat dihubungkan dengan ritme biologis. Kemungkinan kedua, adalah untuk menganggap gejala – gejala struktural dunia penghayatan yang dikenal. Kemungkinan ketiga, adalah untuk mencari denotatum musik ke arah isi tanggapan dan perasaan yang dimunculkan musik lewat indeksial”. (Van Zoest Aart, 2004:144-145.)

Secara terminologis, semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek – objek, peristiwa – peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.

Semiotika dan Ideologi saling berhubungan. Ideologi adalah suatu pemahaman yang merupakan kristalisasi gagasan menjadi sistem yang bersifat universal.

2.7 Semiotika Sosial

Istilah semiotik sosial dapat dipandang sebagai suatu istilah yang memperjelas suatu ideologi umum atau sikap cendekia, suatu sudut

(44)

pandang yang konseptual tentang pokok masalahnya. Tetapi, dalam implikasinya yang lebih khusus, harus ditafsirkan mengenai kedua istilah itu, yaitu semiotik dan sosial.

Konsep semiotik mulanya berasal dari konsep tanda, dan kata modern ini ada hubungannya dengan istilah semainon (penanda) dan

semainomenon (petanda) yang biasanya digunakan dalam ilmu bahasa

yunani kuno oleh pakar stoik.

Oleh karena itu, semiotik dapat diberi batasan sebagai kajian umum tentang tanda – tanda. Tetapi ada satu pembatasan yang biasanya tetap tampak jelas dalam sejarah pengertian tanda ini, yaitu kajian tentang tanda ini selalu cenderung dilihat sebagai sesuatu yang terpisah, sesuatu yang mandiri, tentunya berdiri sendiri sepenuhnya sebelum dihubungkan dengan tanda – tanda lainnya.

Kedua, tentang istilah sosial. Yang dimaksudkan ialah untuk mengemukakan dua hal secara bersamaan. Yang pertama sosial yang digunakan dalam arti sistem sosial, yang diartikan sinonim dengan kebudayaan. Jadi, bila penulis mengatakan semiotik sosial dalam arti yang pertama, yang dimaksud tidak lain adalah batasan sistem sosial atau kebudayaan, sebagai suatu sistem makna.

Semiotik sosial merupakan cabang dari bidang semiotika yang menelaah manusia signifying praktek spesifik dalam keadaan sosial dan budaya, yang mencoba untuk menjelaskan makna – makna sebagai sebuah praktek sosial. Semiotika, sebagai awalnya didefinisikan oleh

(45)

Ferdinand de Saussure, adalah ilmu tentang tanda – tanda kehidupan dimsayarakat. Semiotika sosial Saussure memperluas wawasan untuk mendirikan implikasi dari kenyataan bahwa, „kode‟, bahasa, dan komunikasi, dibentuk melalui proses sosial. Implikasi yang penting disini adalah bahwa arti dan semiotika yang dibentuk oleh sistem hubungan kekuasaan dan bahwa sebagai kuasa ditangan masyarakat, bahasa, dan sistem sosial lainnya dapat menerima dan melakukan perubahan.

Menurut Saussure, tanda bahasa (sign), tidak lepas dari beberapa unsur, yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified). Penanda adalah aspek material dari suatu bahasa, sedangkan pertanda adalah aspek mental dari tanda bahasa. Relasi keduanya bersifat arbiter (arbitay) atau diada – adakan. Misalnya, tidak ada relasi alamiah antara kucing (k – u – c – i – n – g) dengan binatang berkaki empat, berbulu, menyusui, suka mengeong dan memiliki cakar yang ditunjukan kata kucing. Kedua, tanda bahasa terstruktur dalam langue dan parole. Langue adalah pemakaian bahasa secara umum dan parole adalah pemaknaan tanda bahasa secara individu pada saat dan massa tertentu. Fokus kajian Saussure adalah pada langue. Dengan menekankan sifat aribitrer penandaan, logika, dan strukturiental bahasa, ia ingin menunjukan bahasa merupakan fenomena yang sui generis. Artinya, bahasa itu otonom sebab makna diproduksi dalam sistem linguistik melalui sebuah sistem pembedaan.

Terdapat sebuah perluasan kajian dalam semiotika, disini penulis mencoba menjelaskan suatu bentuk perluasan semiotika, yaitu semiotika

(46)

sosial yang dikemukakan oleh M.A.K Halliday. Jika dilihat dari penjelasannya, Halliday menyatakan bentuk semiotika sosial adalah suatu bentuk lambang – lambang yang dibentuk oleh suatu proses sosial, artinya disini semiotika sosial mengkaji lambang – lambang dengan melihat konteks sosial yang membantu dalam proses pembentukan lambang – lambang tersebut. Dalam hal ini, lambang – lambang yang dikaji adalah sebuah teks yang pada dasarnya menyangkut masyarakat dan seluruh bentuk proses sosial yang ada didalam masyarakat.

Akar pandangan Halliday adalah bahasa sebagai semiotika sosial. Hal ini berarti, bahwa bentuk – bentuk bahasa mengkodekan representasi dunia yang dikonstruksikan secara sosial. Halliday memberi tekanan pada keberadaan konteks sosial bahasa, yakni fungsi sosial yag menentukan bahasa dan bagaimana perkembangannya. Bahasa sebagai salah satu dari sejumlah sistem makna yang lain – lain seperti tradisi, sistem mata pencaharian, dan sistem sopan santun secara bersama sama membentuk budaya manusia. Halliday mencoba menghubungkan bahasa terutama dengan segi yang penting bagi pengalaman manusia, yakni segi struktur sosial.

Dalam berbagai tulisannya, Halliday selalu menegaskan bahwa bahasa adalah produk proses sosial. Seorang anak yang belajar bahasa dalam waktu yang sama belajar sesuatu yang lain melalui bahasa, yakni membangun gambaran realitas disekitar dan didalamnya. Tidak ada

(47)

fenomena bahasa yang vakum sosial, tetapi ia selalu berhubungan erat dengan aspek aspek sosial.

Pembahasan mengenai bahasa dan nilai rasanya hanya berhenti pada analisa terhadap struktur bahasa itu sendiri. Padahal analisa bahasa dapat menjangkau ranah yang lebih luas dari itu karena bahasa harus dilihat sebagai permasalahan yang tidak terpisah dari konteks yang melingkupinya. Oleh karena itu, setiap bahasa yang digunakan dapat dianalisa bukan hanya secara struktural, tetapi juga menggunakan semiotika sosial sebagai bentuk analisa menyeluruh terhadap bahasa lebih dalam tentang makna bahasa yang dikaitkan dengan konteks latar budaya. Maka dengan analisa semiotika sosial, analisis bahasa juga dapat menunjukan bagaimana realoitas sosial itu terjadi dan menjadi sesuatu.

Sebagai suatu realitas, bahasa adalah sebuah fenomena berupa pengalaman fisik, logis, psikis penuturnya dalam konteks situasi dan konteks budaya tersebut. Bahasa sebagai realitas sosial, artinya bahasa merupakan fenomena sosial yang digunakan oleh penuturnya untuk berinteraksi dan berkomunikasi dalam konteks situasi dan budaya tertentu. Bahasa adalah realitas semiotika yang berarti bahasa merupakan simbol yang mewujudkan realitas dan realitas sosial dalam konteks situasi dan budaya tertentu. Dengan demikian, ketiga unsur tadi merupakan satu kesatuan dalam mengekspresikan makna atau fungsi sosial tertentu.

(48)

Dalam proses sosial itu, menurut Halliday, konstruksi realitas tidak dapat dipisahkan dari konstruk sistem semantis tempat realitas itu dikodekan. Selanjutnya, Halliday (1978:1) merumuskan bahwa :

“Language is a shared meaning potential, at once both a part of

experience and an intersubjective interpretation of experience.”

Dalam komunikasi, berdasarkan pengalaman yang dimilikinya yang bersifat intersubjektif itu, masing – masing partisipan akan menafsirkan teks yang ada. Dengan demikian, makna akan selalu bersifat ganda.

Dengan melihat permasalahan diatas, peneliti berusaha untuk melakukan analisa terhadap salah satu lirik lagu dari Iwan Fals yaitu “Bongkar” dan “Bento” dengan menggunakan pendekatan tentang kaitan antara teori tentang bahasa dengan ruang didalam kehidupan sosial. Diaharapkan dengan analisa ini dapat membuka mata masyarakat Bahasa tidak hanya dipandang sebagai sesuatu yang bernilai kasaratau.

2.8 Teori Ideologi

Pembacaan bukanlah pembuka kaleng yang akan memunculkan pesan. (John Fiske, 2004:227.) Hal ini menandakan, bahwa membaca diperlukan sebuah penalaran. Bahwa pesan dari sebuah teks tidak akan muncul dengan sendirinya. Dalam bukunya, Cultural and Communication

Studies, John Fiske berargumen bahwa makna dihasilkan dalam interaksi

antara teks dan khalayak. Artinya, bahwa masing – masing pihak (teks maupun pembaca) sama – sama memiliki andil dalam memproduksi

(49)

makna. Pembaca dan teks sama – sama menghasilkan preferred

meaning. Teks tersebut tentunya memiliki kode – kode tertentu yang telah

dibentuk sedemikian rupa sehingga diharapkan pembaca akan mampu menguraikan kode – kode (decoding) yang hadir secara dominan. Pada saat ini, pembaca menjadi seseorang yang memiliki hubungan tertentu terhadap nilai – nilai dominan. Itulah cara kerja ideologi. Ideologi bekerja untuk mempertahankan dominasi. Hal ini berarti bahwa ideologi terkait dengan kekuasaan.

Teori ideologi sebagai sebuah praktik dikembangkan oleh Louis Althusser (1971), Marxis generasi kedua yang dipengaruhi gagasan – gagasan Saussure dan Freud. Bagi Marx, ideologi merupakan suatu konsep yang relatif langsung. Ideologi merupakan sarana yang digunakan untuk ide – ide kelas yang berkuasa sehingga bisa diterima oleh keseluruhan masyarakat. Marx memahami bahwa kalangan subordinat, yakni kelas pekerja, digiring untuk memahami pengalaman sosial dan relasi sosial mereka sehingga memahami serangkaian gagasan yang bukan miliknya sendiri.

Menurut Marx, ideologi menjaga para anggota subordinat, menjaga pekerja tetap berada pada kesadaran palsu. Kesadaran manusia mengenai siapa dirinya, bagaimana mereka berelasi dengan bagian lain dari masyarakat, dan karena itu pengertian mereka tentang pengalaman sosialnya dihasilkan oleh masyarakat.

(50)

Marxis generasi kedua dari eropa lainnya adalah Antonio Gramsci yang memperkenalkan ideologi dengan istilah lain yaitu, Hegemoni yang mungkin kita pahami sebagai ideologi sebagai perjuangan. Secara singkat, hegemoni melibatkan secara terus – menerus kesepakatan dikalangan mayoritas terhadap sistem yang menempatkan mereka sebagai subordinat.

Hegemoni diperlukan, dan harus bekerja begitu keras, karena pengalaman sosial kelompok – kelompok subordinat (berdasarkan kelas, gender, ras, usia, atau pun faktor lain) terus menerus memberi gambaran yang bertentangan dengan ideologi dominan yang dibuat untuk mereka sendiri dan relasi sosialnya. Dengan kata lain, ideologi dominan terus – menerus berhadapan dengan resistensi yang harus diatasinya dalam upaya untuk memenangkan kesepakatan rakyat atas tatanan sosial yang dipromosikannya.

Sementara, Louis Althusser berpendapat bahwa ideologi adalah hubungan imajiner antara individu dengan kondisi yang sebenarnya. (Louis Althusser, 1997:136-165.) Hal ini berarti bahwa ideologi adalah konsep ideal yang dimiliki oleh seseorang terhadap situasi (nyata) tertentu. Teori Althusser tentang ideologi sebagai praktik, melihat tak ada batas – batas pada ideologi, baik dalam jangkauannya terhadap semua aspek kehidupan kita maupun secara historis. Kekuatan ideologi terletak pada kemampuannya untuk melibatkan sekelompok subordinat dalam

(51)

praktiknya sehingga membawa mereka untuk mengkonstruksi identitas sosial atau subjektivitas untuk mereka sendiri yang terlibat didalamnya.

Teori – teori ideologis menekankan bahwa semua komunikasi dan semua makna memiliki dimensi sosio – politik, dan bahwa komunikasi dan makna itu tak bisa dipahami diluar konteks sosialnya. Apapun perbedaannya, semua teori ideologi sepakat bahwa ideologi bekerja untuk menjaga dominasi kelas.

Hubungan musik dengan ideologi adalah ketika narasi didefinisikan sebagai inti pengetahuan dan ketika musik turut secara signifikan mengkonstruksi narasi besar dan kecil. Ideologi itu sendiri, secara sederhana bisa didefinisikan sebagai the science of idea, pengetahuan tentang ide – ide (yang ideal) yang didalamnya tidak lain merupakan seperangkat keyakinan akan sesuatu. Merujuk pada Althusser, keyakinan tersebut ditanamkan melalui dua perangkat, yakni Repressive State Apparatuses (RSA) dan Ideological State Apparatuses (ISA). Perangkat pertama bersifat represif dan bekerja melalui kekuasaan, sedangkan yang kedua bersifat persuasif karena bekerja dengan cara mempengaruhi.

Referensi

Dokumen terkait

Trick effect (manipulasi foto) adalah tindakan memanipulasi foto, seperti menambah, mengurangi, atau mengubah obyek dalam foto sehingga menjadi gambar yang sama sekali lain

Dimensi Event yaitu terdapat didalamnya mengenai Materi Pemasaran yang telah disiapkan oleh Panitia yang ikut berpartisipasi dalam Event tersebut sudah melakukan

Hasil penelitian yang dilakukan dengan judul “Pengaruh Penggunaan Media Online Detik Travel Terhadap Minat Berwisata (Survey MahasiswaJurusan Pariwisata Universitas

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana independensi seorang wartawan dalam menghadapi dominasi dari pemilik media, khususnya dalam bentuk

Berdasarkan hasil wawancara dengan key informan yaitu produser dan salah satu team promosi dapat disimpulkan bahwa strategi promosi yang dilakukan event I Can See Your

Saya ingin bertanya dan ingin meminta saran dari bapak, saya sedang melakukan sebuah penelitian di kuretakeso kemang hotel Jakarta dan yang saya teliti adalah strategi marketing

Strategi dalam penelitian yang dilakukan oleh Aldo Brue yaitu berupa memahami keingginan masyarakat akan suatu produk yang berkualitas, dengan melihat tempat atau lokasi serta

Penelitian kedua ditulis oleh Muhammad Nizar (UIN Syarif Hidayatullah,2014), dengan judul Pandangan Masyarakat Dalam Pernikahan Usia Dini Studi Kasus Di Desa