• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2022

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2022"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Oleh

DICKI GERHANDOKO 187003073/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2022

(2)

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2022

Oleh :

DICKI GERHANDOKO

187003073/PWD

(3)

i Menyetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc. Ph.D Dr. Agus Purwoko, S.Hut. M.Si.

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec Prof. Ir. T. Sabrina, M.Agr.Sc, Ph.D

Tanggal Lulus : 09 Desember 2021

Judul : Pengaruh Pengembangan Pariwisata Cagar Budaya dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai

Nama Mahasiswa : Dicki Gerhandoko Nomor Pokok : 187003073

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

(4)

ii Tanggal 09Desember 2021

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua Pembimbing : Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.SC., Ph.D Anggota : Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.SI

Anggota Penguji : 1. Prof. Dr. Suwardi Lubis, Ms

2. Pfof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE

(5)

iii

PERNYATAAN

PENGARUH PENGEMBANGAN PARIWISATA CAGAR BUDAYA DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Pada Pogram Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil Karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnyadengan peraturan perundangan yang berlaku

Medan, 01 Desember 2021 Penulis,

Dicki Gerhandoko 187003073

(6)

iv

DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

ABSTRAK

Pengembangan Parawisata Cagar Budaya upaya Untuk Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Serdang Bedagai Ini dapat mempengaruhi dari aspek pendidikan, informasi, Layanan Pengelola, Fisik Bangunan dan Akses Menuju Lokasi, ini sangat berpengaruh positif terhadap Akses Menuju Lokasi Pengembangan parawisata Bangunan Cagar budaya. Namun hanya akses menuju lokasi yang berpengaruh Signifikan terhadap pengembangan Parawisata Bangunan Cagar budaya. Tujuan penelitian ini untuk: 1.Menganalisis Potensi Parawisata bangunan Cagar Budaya di Kabupaten Serdang Bedagai, 2.Menganalisis faktor-faktor Parawisata bangunan Cagar Budaya di Kabupaten Serdang Bedagai, dan 3.Menganalisis Strategi Parawisata bangunan Cagar Budaya di Kabupaten Serdang Bedagai.

Pengembangan Parawisata tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, Akan tetapi Juga melibatkan Masyarakat secara penuh dalam proses tersebut. Tujuan Pengembangan Parawisata di Kabupaten Serdang Berdagai untuk meningkatkan jumlah wisatawan lokal dan mancanegara yang berkunjung kekabupaten Serdang Bedagai dan meningkantakan Minat Investor untuk membangun objek-objek wisata di Kabupaten Serdang berdagai. Potensi Parawisata Bangunan Cagar Budaya di Kabupaten Serdang Bedagai dengan Indikator Meliputi Produk dan daya Tarik Wiata, dukungan SDM, Infrastruktur dan kualitas berada pada daerah tengah-tengah. Strategi Pengembangan Parawisata Cagar Budaya di Kabupaten Serdang Bedagai dengan menjaga kebersihan, mengembangkan obyek dan daya tarik wisata, meningkatkan promosi dengan menggunakan teknologi, dan meningkatkan sarana prasarana dan fasilitas Objek wisata.

Kata kunci : Parawisata Cagar Budaya, pengembangan Wilayah

(7)

ABSTRACT

The tourism development of Cultural heritage as an effort to develop serdang bedagai Regency

Area can be affected by the aspects of education, information, service, infrastructure and Access to the location of cultural heritage. However, access to the cultural heritage location is The only significant effect on the tourism development of cultural heritage. This research aims To : 1. Analyze the tourism potential for cultural heritage in serdang bedagai regency, 2.

Analyze the tourism factor for cultural heritage in serdang bedagai regency, and 3. Analyze The tourism strategy for cultural heritage in serdang bedagai regency.

The development of tourism is not only conducted by government but also involves the whole Society during the process. The purpose of tourism development in serdang bedagai regency Is to increase the number of local and foreign tourists visiting serdang bedagai regency and To attract investors to establish tourist resort in serdang bedagai by considering indicators Including tourism products and attractions, supporting Human Reseorces, infrastructures,and Quality. Tourism development strategies of cultural Heritage in Serdang Bedagai Regency are Conducted by maintaining cleanliness, developing tourist resort and tourist attractions, Increasing the promotion with the use of technology, and improving tourist resort facilities.

Keywords: Cultural Heritage Tourism, Regional Development

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul

“Pengaruh Pengembangan Pariwisata Cagar Budaya terhadap Pengembangan Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai”. Tesis ini disusun untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.SC., Ph.D selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan-masukan yang berharga demi kesempurnaan penelitian ini dan Bapak Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si, selaku Anggota Pembimbing yang telah memberikan masukan dan bimbingannya dalam penyusunan tesis ini.

Dengan rasa hormat penulis mengharapkan masukan dan koreksi dari segala pihak, agar penulisan ini dapat memberikan hasil yang bermanfaat bagi kita semua.

Pada kesempatan ini penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Agr.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Dosen Penguji yang telah memberi saran dan masukan kepada penyusun hingga tesis ini selesai.

vi

(9)

4. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda yang telah mengasuh, membesarkan, mendidik dan mendo’akan saya, kepada istri saya yang selalu memberi motivasi dan dukungan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.

Akhirnya atas segala kekurangannya, kepada semua pihak dalam kaitan dengan proses penyusunan tesis ini serta selama dalam proses pendidikan saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya dan penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan.

Amiin.

Medan, 01 Desember 2021 Penulis

vii

Dicki Gerhandoko 187003073

(10)

viii

Halaman

PERNYATAAN... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT... . v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Teori Perencanaan Wilayah ... 6

2.2 Proses Perencanaan ... 9

2.3 Pengembangan Parawisata ... 13

2.4 Parawisata Budaya dan konservasi Bangunan Cagar Budaya .... 19

2.4.1 Parawisata Budaya ... 19

2.4.2 Konservasi Bangunan Cagar Budaya... 20

2.5 Pengembangan Wilayah ... 22

2.5 Penelitian Terdahulu ... 23

2.6 Kerangka Pemikiran ... 27

2.7 Hipotesis Penelitian ... 28

... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

(11)

ix

3.2. Lokasi Penelian ... 29

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 29

3.4. populasi dan Sampel ... 29

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 31

3.6. Analisis Data ... 31

3.6.1. Uji Asumsi Klasik ... 32

3.6.1.1. Uji Normalitas ... 32

3.6.1.2 Uji Multikolinieritas ... 33

3.6.1.3. Uji Heteroskedastisitas ... 33

3.6.2. Pengujian Hipotesis ... 34

3.6.2.1 Uji Simultan (Uji F) ... 34

3.6.2.2 Uji Parsial (Uji t) ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1. Hasil Penelitian ... 36

4.1.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 36

4.1.1.1. Gambaran Umum Kecamatan Perbaungan ... 38

4.1.1.2 Gambaran Umum Kecamatan Cermin ... 39

4.1.1.3 Gambaran Umum Kecamatan Tanjung beringin ... 40

4.1.1.4 Gambaran Umum Kecamatan Sei Rampah ... 41

4.1.1.5 Gambaran Umum Kecamatan Pengajahan ... 42

4.1.2 Karakteristik Responden ... 43

4.1.2.1 Umur ... 43

4.1.2.2 Pendidikan ... 43

4.1.2.3 Jenis Kelamin ... 44

4.1.3 Potensi Parawisata Bangun Cagar Budaya di Kabupaten Serdang Bedagai ... 45

(12)

x

4.1.4.1 Pengujian Asumsi Klasik ... 47

4.1.4.1.1 Uji Normalitas ... 47

4.1.4.1.2 Uji Multikolinieritas ... 48

4.1.4.1.3 Uji Heterokedastisitas ... 49

4.1.4.2. Pengujian Hipotesis ... 50

4.1.4.2.1 Hasil Uji Koefisien Determinasi ( ) ... 50

4.1.4.2.2 Hasil Uji Simultan (Uji F) ... 51

4.1.4.2.3 Hasil Uji Parsial (Uji t) ... 52

4.1.5 Strategi Pengembangan Parawisata Bangunan Cagar Budaya di Kabupaten Serdang Bedagai ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

5.1. Kesimpulan ... 63

5.2. Saran ... 64

DAFTRA PUSTAKA ... 65

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Kuisioner ... 67

LAMPIRAN 2. Rataan Tabulasi Potensi Parawisata ... 71

LAMPIRAN 3. Tabulasi Data Variabel Penelitian ... 74

LAMPIRAN 4. Hasil Analisis Regresi ... 77

(13)

xi

Tabel 3.1 Populasi dan Sampel Penelitian ... 30

Tabel 4.1 Komposisi Umur Responden ... 43

Tabel 4.2 Komposisi Tingkat Pendidikan Responden ... 44

Tabel 4.3 Komposisi Jenis Kelamin Responden ... 44

Tabel 4.4 Rataan Tanggapan Responden Atas Potensi Parawawisata Budaya di Kabupaten Serdang Bedagai ... 45

Tabel 4.5 Dasar Interpretasi Skor Item Kuisioner Dalam Potensi Parawisata ... 46

Tabel 4.6 Hasil Uji Multikolinieritas ... 49

Tabel 4.7 Koefisien Determinanasi ... 51

Tabel 4.8 Hasil Uji Sumultan ... 51

Tabel 4.9 Hasil Uji Statistik - t ... 52

Tabel 4.10 Data Swot Pengembangan Parawisata Bangunan cagar Budaya Di Kabupaten Serdang Bedagai ... 54

Tabel 4.11 Analisis Faktor Internal Potensi Parawisata Bangunan Cagar Budaya ... 55

Tabel 4.12 Analisis Faktor Eksternal Potensi Parawisata Bangunan Cagar Budaya ... 56

Tabel 4.13 Data Swot Potensi Parawisata Bangunan Cagar Budaya ... 57

(14)

xii

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ... 27

Gambar 4.1 Peta Adminitrasi Kabupaten Serdang Bedagai ... 37

Gambar 4.2 Peta Adminitrasi Kecamatan perbaungan ... 38

Gambar 4.3 Peta Adminitrasi KecamatanPantai Cermin ... 39

Gambar 4.4 Peta Adminitrasi Kecamatan Tanjung Beringin... 40

Gambar 4.5 Peta Adminitrasi Kecamatan Sei Rampah ... 41

Gambar 4.6 Peta Adminitrasi Kecamatan Pengajahan ... 42

Gambar 4.7 Normal P-Plot of Regression Standardized Residual Pengajahan . 47 Gambar 4.8 Histogram Pengembangan Parawisata ... 48

Gambar 4.9 Grafik Scatterplots Pengembangan Parawisata ... 50

(15)

1

1.1 Latar Belakang

Pembangunan nasional yang dilaksanakan bangsa Indoesia merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk menncapai tujuan pembangunan yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat yang sesuai dengan undang-undang dasar dan pancasila sila kelima. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam mengelola pembangunan daerah perlu ditunjang oleh beberapa sumber keuangan yang berasal dari daerah yang bersangkutan, kemudian diperlukan beberapa kebijakan keuangan yang ditempuh pemerintah untuk mengatur semua konsep pembangunan daerah tersebut.

Era otonomi daerah diperlukan konsep pembangunan daerah yang memiliki kemampuan dalam memberdayakan potensi dan karakter lokal yang mampu bersaing baik secara nasional maupun internasional. Sesuai perkembangan yang ada maka pemenuhan akan kebutuhan pelayanan pun akan meningkat yang mengakibatkan banyak pergeseran sosial, ekonomi dan kebudayaan.

Pergeseran secara sosial ini nampak dari masyarakat agraris atau pertanian ke industri yang biasanya menggantungkan hidupnya dari produksi pertanian ke jasa atau tenaga kerja pabrik, pengangkutan dan lainnya. Penting bagi suatu daerah maupun negara bagaimana bisa memanfaatkan perubahan dan kecenderungan sosial ini yang positif berupa aktifitas jasa seperti kegiatan jasa pariwisata.

Berkembangnya pariwisata di suatu daerah akan mendatangkan banyak manfaat bagi masyarakat, yakni secara ekonomis, sosial dan budaya. Namun, jika

(16)

pengembangannya tidak dipersiapkan dan di kelola dengan baik, justru akan menimbulkan berbagai permasalahan yang menyulitkan atau bahkan merugikan masyarakat. Untuk menjamin supaya pariwisata dapat berkembang secara baik dan berkelanjutan serta mendatangkan manfaat bagi manusia dan meminimalisasi dampak negatif yang mungkin timbul maka pengembangan pariwisata perlu didahului dengan kajian yang mendalam, yakni dengan melakukan penelitian terhadap semua sumber daya pendukungnya. Sumber daya yang dimaksud terdiri dari sumber daya alam, sumber daya budaya, dan sumber daya manusia (Wardiyanta, 2006).

Pengembangan wilayah merupakan bagian integral dari perencanaan wilayah yang tidak saja menyangkut pada perencanaan spasial dari suatu wilayah, tetapi lebih diutamakan pada perencanaan bagaimana potensi wilayah dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pemangku kepentingan demi peningkatan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat.

Salah satu kegiatan pengembangan wilayah di Indonesia dapat dilakukan melalui sektor pariwisata. Pariwisata dikatakan sebagai katalisator dalam pembangunan, karena dampak yang diberikannya terhadap kehidupan perekonomian di negara yang dikunjungi wisatawan. Kedatangan wisatawan mancanegara (foreign tourists) pada suatu DTW (Daerah Tujuan Wisata) telah memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi penduduk setempat, di mana pariwisata itu dikembangkan (Yoeti, 2008).

Salah satu peranan pariwisata dalam pembangunan nasional adalah melestarikan budaya bangsa termasuk di dalamnya situs-situs warisan budaya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No 11 tahun 2010 Tentang

(17)

Cagar Budaya yang menyatakan bahwa benda cagar budaya dan situs harus dilindungi dengan tujuan untuk melestarikan dan memanfaatkannya demi kemajuan kebudayaan nasional.

Salah satu potensi wisata cagar budaya di Indonsia terdapat di Kabupaten Serdang Bedagai. Berdasarkan Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai 2013-2033 pada Pasal 53 poin 3 dijelaskan bahwa pariwisata budaya sebagai salah satu atraksi wisata yang akan dikembangkan di Kabupaten Serdang Bedagai di rencanakan pada 9 kawasan, yaitu : 1) Situs Istana Kota Galuh, 2) Masjid Kuno dan Makam Sultan di Kecamatan Tanjung Beringin, 3) Masjid Kuno dan Makam Sultan di Kecamatan Perbaungan, 4) Masjid Kuno di Kecamatan Pantai Cermin, 5) Bangunan Rumah Adat Melayu di Kecamatan Tanjung Beringin, 6) Bangunan Kuno di lahan perkebunan di kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai, 7) Pura Bali di Kecamatan Pegajahan, 8) Bangunan Replika Istana Sultan di Kecamatan Pegajahan, dan 9) Bangunan Kantor Bupati Serdang Bedagai/Ex Kantor Camat Sei. Rampah.

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai dalam pengembangan Cagar Budaya di antaranya dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat dalam menjaga dan memelihara Cagar Budaya sebagai warisan budaya, promosi kepariwisataan yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kunjungan wisatawan serta pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana penunjang pariwisata.

Berdasarkan kondisi sekarang ini pengembangan pariwisata di Kabupaten Serdang Bedagai masih belum dilakukan secara optimal, khususnya dalam

(18)

pengembangan daya tarik wisata Bangunan Cagar Budaya sebagai destinasi pariwisata budaya., hal ini disebabkan keberadaan failitas-fasilitas yang dibangun pemerintah tersebut telah mengalami kerusakan. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pengembangan Kawasan Cagar Budaya dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai”

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka fokus penelitian ini lebih diarahkan pada masalah pengembangan pariwisata bangunan cagar budaya sebagai daya tarik wisata yang selama ini dinilai belum menunjukan perkembangan yang optimal. Permasalahan tersebut akan dicoba dipahami dengan menjawab pertanyaan penelitian yang diformulasikan sebagai berikut:

1. Bagaimana potensi pariwisata bangunan cagar budaya di Kabupaten Serdang Bedagai ?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengembangan pariwisata bangunan cagar budaya di Kabupaten Serdang Bedagai ?

3. Bagaimanakah strategi pengembangan pariwisata bangunan cagar budaya di Kabupaten Serdang Bedagai?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Menganalisis potensi pariwisata bangunan cagar budaya di Kabupaten Serdang Bedagai

(19)

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan pariwisata bangunan cagar budaya di Kabupaten Serdang Bedagai

3. Menganalisis strategi pengembangan pariwisata bangunan cagar budaya di Kabupaten Serdang Bedagai

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi akademik pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Beberapa manfaat penelitian ini adalah :

1. Bagi Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara pada umumnya dan pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai pada khususnya dapat mengambil keputusan untuk pengembangan pariwisata budaya dan konservasi bangunan cagar budaya

2. Bagi peneliti berguna sebagai sarana pengembangan ilmu dan pengetahuan yang secara teori telah dipelajari di Program Studi Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Bagi peneliti lain sebagai bahan pengembangan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode lain yang lebih mendalam dan alat ukur penelitian yang berbeda.

(20)

6

2.1. Teori Perencanaan Wilayah

Perencanaan pada hakekatnya adalah usaha secara sadar, terorganisasi dan terus-menerus dilakukan guna memilih alternatif-alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif untuk mencapai tujuan tertentu (Conyers dalam Safi’i, 2007).

Safi’i (2007) mendefinisikan perencanaan sebagai suatu proses untuk mempersiapkan secara sistematis dengan kesadaran penggunaan sumber daya yang terbatas akan tetapi diorientasikan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien, di mana untuk mencapai tujuan diperlukan perumusan kebijakan yang akurat. Riyadi dan Bratakusumah (2003) mendefinisikan perencanaan wilayah sebagai suatu proses perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya dalam wilayah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap, tetap berpegang pada azas prioritas.

Etzioni dalam Safi’i (2007) dalam teori perencanaan terdapat beberapa tipologi, antara lain rational planning model; incremental planning model; dan strategic planning model.

1. Pendekatan komprehensif (rational planning model) merupakan suatu kerangka pendekatan logis dan teratur, mulai dari diagnotis sampai kepada tindakan berdasarkan kepada analisis fakta yang relevan, diagnosis masalah yang dikaji melalui kerangka teori dan nilai-nilai,

(21)

perumusan tujuan dan sasaran untuk memecahkan masalah, merancang alternatif cara-cara untuk mencapai tujuan, dan pengkajian efektivitas cara-cara tersebut. Pendekatan ini memerlukan survey yang komprehensif pada semua alternatif yang ada untuk mendapatkan informasi yang lengkap dalam pengambilan keputusan yang rasional.

2. Pendekatan inkremental (incremental planning model). Memilih diantara rentang alternatif yang terbatas yang berbeda sedikit dari kebijaksanaan yang ada. Pengambilan keputusan dalam pendekatan ini dibatasi pada kapasitas yang dimiliki oleh pengambil keputusan serta mengurangi lingkup dan biaya dalam pengumpulan informasi.

Pengambil keputusan hanya berfokus terhadap kebijaksanaan yang memiliki perbedaan yang inkremental dari kebijaksanaan yang telah ada.

3. Pendekatan mixed-scanning (strategic planning model). Kombinasi dari elemen rasionalistik yang menekankan pada tugas analitik penelitian dan pengumpulan data dengan elemen inkremental yang menitikberatkan pada tugas interaksional untuk mencapai konsensus.

Perencanaan wilayah di berbagai negara tidak sama, tergantung kepada kehidupan ekonomi dan masalah yang dihadapi. Secara historis setidaknya terdapat tiga pendekatan perencanaan wilayah (Jayadinata, 1999), yaitu :

1. Perencanaan wilayah yang memusatkan perhatiannya kepada masalah kota yang bersifat sosial. Pelaksanaannya meliputi perbaikan bagian kota yang keadaan yang telah rusak dan tidak memenuhi standar,

(22)

pemugaran kota, pembuatan kota satelit untuk membantu meringankan kota industri yang terlalu padat penduduknya. Titik berat perencanaan wilayah semacam ini ditujukan pada kota yang besar dan wilayah sekelilingnya (hinterland) yang dapat menunjang kota dalam perencanaan kota dan wilayah.

2. Perencanaan wilayah yang memusatkan perhatiannya kepada wilayah yang penduduknya banyak menganggur dan dalam keadaan stagnasi industri (wilayah khusus). Dalam wilayah seperti ini, pemerintah perlu mengatur intensif pembiayaan, pengaturan rangsangan untuk prasarana industri, pengaturan konsesi pajak dan sebagainya, sehingga industri tertentu dapat berlokasi di wilayah itu.

3. Perencanaan wilayah yang memperhatikan wilayah pedesaan, dengan pengembangan tanah bagi sektor pertanian dan rekreasi (perencanaan pedesaan dan wilayah). Hal ini dilakukan untuk memperkecil perbedaan kemakmuran antara pedesaan dan perkotaan.

Untuk meratakan pembangunan, harus digunakan pendekatan perwilayahan atau regionalisasi, yaitu pembagian wilayah nasional dalam satuan wilayah geografi, sehingga setiap bagian mempunyai sifat tertentu yang khas (dapat juga menurut satuan daerah tata praja atau daerah administrasi). Di samping itu, diperlukan desentralisasi yaitu kebijaksanaan yang diputuskan oleh pemerintah regional dan lokal. Dalam desentralisasi itu harus terdapat koordinasi yang baik. Sirojuzilam (2005) mengemukkan bahwa di sisi lain yang menjadi pokok perhatian dalam kerangka perencanaan wilayah adalah culture base yang mengacu kepada nilai-nilai

(23)

yang berkembang dan berakar dalam konteks kehidupan kemasyarakatan.

Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan, maka perlu dipikirkan komponen-komponen pembangunan yang terdiri atas sumber daya alam, sumber daya manusia, modal dan teknologi.

Setiap perencanaan dibutuhkan suatu teori yang seharusnya diketahui dalam setiap proses perencanaan agar produk rencana tersebut dapat sesuai dengan keinginan seluruh masyarakat. Teori perencanaan menyebutkan bahwa tujuan dari perencanaan salah satunya adalah membuat keputusan yang mengarahkan kegiatan di masa depan agar menjadi lebih sejahtera dan baik.

Selain itu, perencanaan merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh seluruh stakeholders untuk membuat rencana yang lebih baik secara berkesinambungan. Perencanaan pun mengharuskan stakeholders yang terkait senantiasa melakukan monitoring dan evaluasi terhadap keberjalanan rencana.

Konsep dalam perencanaan mementingkan masa depan, khususnya dalam suatu rencana adalah : 1) kesejahteraan (wellbeing)’ 2) keadilan sosial (social justice);

3) kesetaraan (equity) (Rasyid, 2015).

2.2. Proses Perencanaan Wilayah

yang selanjutnya dapat didorong pada tinjauan terhadap tingkatan sebelumnya (evaluasi) atau pengulangan kembali seluruh proses. Proses disini merupakan pengawasan dan evaluasi terhadap dampak perencanaan atau program yang dapat menimbulkan masalah baru yang menjadi stimulus (feedback) bagi proses perencanaan yang baru sehingga bersifat kontinu.

Proses perencanaan merupakan model pembuatan keputusan yang berulang

(24)

Komponen utama dalam proses perencanaan secara komprehensif adalah sebagai berikut :

1. Diagnosis masalah (pengumpulan data-identifikasi masalah)

Perencanaan dimulai dengan mengidentifikasi terhadap masalah-masalah yang muncul. Diagnosis permasalahan yang kompleks dapat melalui tahap pengumpulan data masa lalu, analisis dan identifikasi persoalan. Paradigma ideologis perencana dan peranan perencana mempengaruhi bagaiman definisi dari masalah tersebut. Berikut adalah diagram tahapan diagnosis masalah dan kedudukannya dalam perencanaan

2. Artikulasi tujuan (penyusunan tujuan – sasaran)

Perencanaan berorientasi pada pengembangan kondisi masa kini menuju kondisi akhir yang diinginkan dengan pencapaian tujuan tertentu. Tujuan dari perencanaan itu sendiri sangat sulit dterjemahkan dan sering tidak menyatu dengan tujuan operasional. Hal ini mengakibatkan adanya disfungsi yang sering diidentfikasi sebagai pengembangan sarana teknis untuk artikulasi tujuan.

Tujuan yang jelas perlu melaksanakan tahapan berikut ini: 1) Desain, 2) Evaluasi alternatif, dan 3) Komunikasi.

Ketiga faktor tersebut menentukan apakah perencanaan, kebijakan, atau progam dapat diimplementasikan dengan sukses. Sebaliknya, terdapat banyak situasi dimana tujuan-tujuan harus diartikulasikan melalui interaksi dengan kelompok dan individu yang dipengaruhi atau dengan analisis dokumen yang relevan. Artikulasi tujuan hanya dapat dicapai melalui negoisasi yang insentif dan tawar menawar, dan bahkan konflik.

(25)

3. Prediksi dan Proyeksi

Pengembangan solusi alternatif memerlukan proyeksi masa depan untuk memperkirakan/prediksi kondisi, kebutuhan dan hambatan. Keberhasilan prediksi bergantung pada jumlah informasi yang tersedia dan kontinuitas fenomena yang dianalisa. Metode yang digunakan dalam proyeksi dasarnya adalah pengamatan kuantitatif terhadap kecenderungan masa lalu dan kemudan memperhitungkannya.

Metode yang dapat digunakan berupa analisis shift share dan penyesuaian kurva.

Sedangkan metode yang didasarkan pada pengamatan kualitatif melibatkan proses historis seperti analisis faktor laten dan teknik konsultasi Delphi.

Dalam perencanaan, prediksi dan proyeksi memiliki dua aspek utama yaitu:

1) Prediksi masa depan untuk memperkirakan permintaan fasilitas dan pelayanan serta menilai kapasitas untuk memenuhi kebutuhan yang diperhitungkan, dan 2) Peramalan hasil dan dampak dari alternatif yang dapat dilakukan dengan metode ekstrapolasi dan model interaksi.

4. “Desain” Alternatif (pengembangan alternatif)

Desain diperlukan untuk abstraksi pemberian bentuk respon terhadap kebutuhan atau permasalahan sebagai sarana memahami ide dan mempersiapkan diskripsi sistem yang diusulkan atau artifak. Abstraksi ini merupakan tahapan proses pembuatan keputusan yang bertujuan melakukan perubahan situasi yang ada ke dalam situasi yang diinginkan. Desain alternatif penting dalam perencanaan karena merupakan bagian integral dari pembuatab keputusan.

5. Uji Perencanaan (seleksi alternatif)

Uji perencanaan dilakukan untuk menganalisi apakah alternatif tersebut dapat diimplementasikan berdasarkan hambatan dan potensi yang telah

(26)

diperhitungkan. Hambatan tersebut dapat berupa hambatan ekonomi dan fisik, kekuasaan hukum dan politik, serta kepentingan pribadi tertentu. Semua faktor tersebut harus dinilai dalam pengujian alternatif apakah realistis atau tidak.

6. Evaluasi (monitoring-pengendalian)

Evaluasi merupakan tahap memilih pilihan alternatif yang akan diambil melalui estimasi dampak dari alternatif tersebut. Kriteria evaluasi menentukan alternatif yang akan diambil. Kriteria tersebut berupa efisiensi alternatif jika diterapkan. Metode yang dilakukan berupa analisis untung rugi, analisis efektifitas, dan analisis dampak.

Analisis untung dikaitkan antara output dengan nilai uang. Sedangkan analisis efektifitas mengaitkan biaya dalam evaluasi progam alternatif antara output progam dengan output progam yang serupa. Serta analisis dampak menggunakan matrik dan beberapa sistem penilaian untuk mengindikasi nilai relatif, manfaat, atau kerugian dari setiap output dan dampak tertentu dalam konteks evaluasi khusus.

Metode yang mengkombinasikan penilaian dari motede diatas adalah neraca perencanaan. Dimana dalam metode ini mempertimbangkan distribusi dan non moneter. Selain itu terdapat metode matrik tujuan prestasi yang menggambarkan dampak perencanaan terhadap tujuan dan kelompok kepentingan yang berbeda dengan prioritas tujuan yang berbeda pula. Yang terpenting adalah pendekatan evaluasi tersebut berhubungan dengan tujuan yang inklusif atau tujuan yang sebanding dengan kepentingan klien agar perencanaan dapat diterima.

(27)

7. Implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan kebijakan dasar/perencanaan.

Dapat disimpulkan mengenai proses perencanaan, bahwa proses perencanaan terdiri dari beberapa komponen yaitu diagnosis masalah, artikulasi tujuan,

“desain” alternatif, prediksi dan proyeksi, uji perencanaan, evaluasi dan implementasi tersebut adalah saling berhubungan membentuk suatu siklus yang tidak pernah berhenti.

2.3. Pengembangan Pariwisata

Kepariwisataan dapat dipandang sebagai sesuatu yang abstrak (Wahab, 2003). Kepariwisataan dapat dipandang sebagai sesuatu gejala yang melukiskan bepergian orang-orang didalam negaranya sendiri (pariwisata domestik) atau ke negara lain (pariwisata mancanegara). Yoeti (1996) mendefinisikan sebagai berikut: pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud bukan untuk berusaha (bussiness) atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan rekreasi untuk memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam.

Menurut Wahab (2003) pariwisata dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi adalah salah satu industri gaya baru yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup dan dalam mengaktifkan sektor produksi lain di dalam negara penerima wisatawan. Sedangkan Damanik dan Weber (2006) menyatakan bahwa dari sisi ekonomi, pariwisata muncul dari empat unsur pokok yang saling terkait erat atau menjalin hubungan dalam suatu sistem, yaitu:

(28)

1. Permintaan atau kebutuhan

2. Penawaran atau pemenuhan kebutuhan berwisata itu sendiri

3. Pasar dan kelembagaan yang berperan untuk memfasilitasi keduanya 4. Pelaku atau aktor yang menggerakkan ketiga elemen tersebut.

Secara normatif, UU Nomor 9 tahun 1990 tentang kepariwisatan (Pasal 1), memberi pengertian tentang pariwisata adalah segala sesuatu berhubungan dengan wisata (kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata) termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisai serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.

Pengembangan sektor pariwisata ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan serta dapat memberikan manfaat terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dengan mengembangkan sektor pariwisata ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pemerintah terutama dari segi pembiayaan pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah.

Pengembangan pariwisata diartikan sebagai kegiatan untuk memajukan suatu tempat atau daerah yang dianggap perlu ditata sedemikian rupa baik dengan cara memelihara yang sudah berkembang atau menciptakan sesuatu yang baru.

Sehingga pengembangan pariwisata merupakan suatu rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya pariwisata, mengintegrasikan segala bentuk aspek di luar pariwisata yang berkaitan secara langsung terhadap kelangsungan pengembangan pariwisata (Pitana dan Gayatri, 2005). Menurut Pitana dan Gayatri, 4 (empat) aspek utama yang harus dimiliki adalah :

(29)

1. Attraction atau atraksi adalah produk utama sebuah destinasi.

2. Accessibility atau aksesibilitas adalah sarana dan infrastruktur untuk menuju destinasi.

3. Amenity atau amenitas adalah segala fasilitas pendukung yang bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan wisatawan selama berada di destinasi.

4. Ancilliary, berkaitan dengan ketersediaan sebuah organisasi atau orang-orang yang mengurus destinasi tersebut.

Adisasmita, (2010) mengemukakan bahwa objek wisata adalah suatu tempat yang menjadi kunjungan wisatawan karena mempunyai sumberdaya tarik, baik alamiah, maupun buatan manusia, seperti keindahan alam/pegunungan, pantai flora dan fauna, kebun binatang, bangunan kuno bersejarah, monument-monumen, candi-candi, tari-tarian, atraksi dan kebudayaan khas lainnya.

Fandeli (2000) menjelaskan bahwa objek wisata adalah perwujudan daripada ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta sejarah bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan.

Sedangkan objek wisata alam adalah objek wisata yang daya tariknya bersumber pada keindahan sumber daya alam dan tata lingkungannya. Suatu objek wisata menurut Yoeti ( 1996) harus memenuhi tiga persyaratan, yaitu :

1. Daerah itu harus mempunyai apa yang disebut sebagai “something to see”

(sesuatu untuk dilihat). Artinya, di tempat tersebut harus ada objek wisata dan atraksi wisata yang berbeda dengan apa yang dimiliki oleh daerah lain (pemandangan alam, upacara adat, kesenian) yang dapat dilihat oleh wisatawan.

(30)

2. Di daerah tersebut harus tersedia apa yang disebut dengan istilah “something to do” (sesuatu untuk dikerjakan). Artinya, di tempat tersebut tersedia fasilitas

rekreasi yang membuat mereka betah untuk tinggal lebih lama di tempat itu (penginapan/hotel yang memadai, kolam renang, sepeda air) sehingga mereka dapat melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan di rumah ataupun di tempat wisata lainnya.

3. Di daerah tersebut harus tersedia apa yang disebut dengan istilah “something to buy” (sesuatu untuk dibeli). Artinya, di tempat tersebut harus tersedia

fasilitas untuk berbelanja (shopping), terutama souvenir dan kerajinan rakyat sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang ke tempat asal masing-masing.

Menurut Mill dan Morison (1985), tidak ada angka standar klasifikasi industri untuk pariwisata karena pariwisata bukanlah sebuah industri tetapi sebuah aktifitas yang berlangsung ketika orang menyeberang ke perbatasan suatu negara (dalam pengertian internasional) untuk kesenangan atau untuk bisnis dan tinggal di negara tersebut sedikitnya dua puluh empat jam tetapi tidak lebih dari setahun.

Selanjutnya Mill dan Morrison menyatakan bahwa pariwisata adalah sebuah sistem yang terdiri atas empat bagian yaitu: pasar (market), perjalanan (travel,.

tujuan (destination) dan pemasaran (marketing).

Pariwisata sebagai sebuah sistem juga dapat dipahami sebagai suatu sistem pemasaran dimana ada supply dan demand. Keberhasilan pariwisata sebuah wilayah sangat tergantung bagaimana wilayah tersebut memadukan supply dan demand. Hal ini diungkapkan oleh Gunn (1994) bahwa pariwisata tidak bisa direncanakan tanpa pemahaman hubungan timbal batik di antara beberapa bagian- bagian dari sisi persediaan (supply side), terutama ketika berhubungan dengan

(31)

permintaan pasar (market demand). Perencanaan pariwisata seharusnya mengupayakan keseimbangan antara supply (development) dan demand (pasar).

Hal ini memerlukan suatu pemahaman dari karakteristik dan kecenderungan pasar seperti halnya proses dari perencanaan pembangunan untuk menemukan kebutuhan pasar.

Unsur-unsur penting dalam permintaan wisata (demand) adalah wisatawan dan penduduk lokal yang menggunakan sumber daya (produk dan jasa) wisata (Damanik dan Weber, 2006). Basis utamanya adalah ketersediaan waktu dan yang pada kelompok tersebut (Kelly, 1998; Gunn, 2000 ; Damanik dan Weber, 2006).

Dengan waktu dan sumber daya yang dimilikinya, merekalah konsumen utama yang mengkonsumsi produk dan layanan wisata yang disediakan di negara tujuan atau daerah tujuan wisata. Disamping itu faktor lain yang turut berperan adalah aksesibilitas yang semakin mudah pada produk dan objek wisata.

Menurut Wardiyanto dan Baiquni (2011) ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi meningkatnya permintaan pariwisata, yaitu :

1. Aksesibilitas yang semakin mudah.

Dengan semakin baiknya akses untuk menuju ke objek wisata, wisatawan dapat melakukan perjalanan wisata dengan waktu yang lebih singkat dan lebih nyaman sehingga jangkauannya pun bisa lebih banyak.

2. Meningkatnya pendapatan masyarakat.

Dengan meningkatnya pendapatan, masyarakat juga mempunyai kesempatan lebih banyak untuk berwisata karena memiliki kemampuan untuk membeli produk wisata yang bukan merupakan kebutuhan pokoknya dalam hidupnya.

(32)

3. Meningkatnya pendidikan masyarakat.

Meningkatnya tingkat intelektualitas akan membuat masyarakat semakin tahu akan pentingnya pariwisata dalam hidupnya sehingga tidak lagi memandang pariwisata secara negatif.

4. Suasana tertekan akibat rutinitas kerja.

Situasi tertekan oleh pekerjaan dapat mendorong kesadaran masyarakat untuk merasa perlu berlibur guna menghilangkan situasi tertekan itu. Dengan berlibur itu masyarakat tidak lagi disibukkan dengan bekerja dan tidak tertekan oleh tuntutan pekerjaan sehingga mereka dapat menikamti kehidupannya.

5. Adanya waktu senggang.

Waktu libur menjadi waktu yang sangat berarti bagi masyarakat, mereka biasanya mengisi dengan berwisata. Semakin banyak waktu libur yang dimiliki oleh seseorang, maka akan semakin besar pula peluang untuk berwisata.

6. Kebijakan pemerintah.

Berlakunya kebijakan mengenai hari-hari libur kerja, adanya kebijakan pemberian bebas visa bagi warga negara tertentu, dan kemudahan lain yang diberikan kepada warga negara asing untuk masuk ke suatu negara.

Penawaran pariwisata mencakup hal-hal yang ditawarkan oleh destinasi pariwisata kepada wisatawan yang real maupun yang potensial. Dalam segi penawaran, secara tidak langsung termasuk di dalamnya rancangan dan pengelolaan keseluruhan program-program dan tata guna lahan sebagai tatanan non fisik dan fisik dari suatu daerah tujuan wisata.

(33)

Wahab (1996) menyatakan bahwa terdapat 3 ciri khas utama penawaran pariwisata, yaitu : 1) Merupakan penawaran jasa-jasa, 2) Yang ditawarkan bersifat kakulrigid, dimana usaha pengadaannya sulit mengubah sasaran penggunaannya

di luar pariwisata, dan 3) Penawaran wisata bersaing ketat dengan penawaran barang dan jasa lainnya. Menurut Gunn (1994), sisi penawaran sebagai suatu sistem pariwisata terdiri dari 5 (lima) komponen yaitu : atraksi, transportasi, pelayanan, informasi dan promosi dengan keterkaitan antar komponen. Kelima komponen ini merupakan satu kesatuan yang sangat erat kaitannya dan perubahan yang terjadi pada salah satu komponen tersebut akan dapat mempengaruhi komponen lainnya. Dengan demikian, suatu perencanaan yang baik dalam pengembangan dan pembangunan sektor pariwisata seharusnya dapat memperhatikan keselarasan dan keseimbangan kelima komponen tersebut.

2.4. Pariwisata Budaya dan Konservasi Bangunan Cagar Budaya 2.4.1. Pariwisata Budaya

Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh sebagian atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Sedangkan religi diartikan sebagi sistem yang terdiri dari konsep-konsep yang dipercayai dan menjadi keyakinan secara mutlak suatu umat dan pemukapemuka yang melaksanakanya (Sucipto dan Limbeng, 2017). Menurut Shihab (2007) wisata merupakan sebuah perjalanan atau kunjungan yang dilakukan baik individu maupun kelompok ke tempat dan institusi yang merupakan penting dalam penyebaran dakwah dan pendidikan Islam.

(34)

Damardjati dalam Pambudi (2010), menyatakan bahwa wisata Budaya adalah gerak atau kegiatan wisata yang dirangsang oleh adanya objek-objek wisata berwujud hasil-hasil seni budaya setempat, seperti adat istiadat, upacar- upacara, agama, tata hidup masyarakat setempat, peninggalan-peninggalan sejarah, hasil-hasil seni, kerajinan rakyat dan lain sebagainya. Pendit dalam Sari (2010), wisata budaya adalah perjalanan yang bertujuan mempelajari objek-objek yang berwujud kebiasaaan rakyat, adat istiadat, tata cara hidup, budaya dan seni atau kegiatan yang bermotif sejarah.

2.4.2. Konservasi Bangunan Cagar Budaya

Konservasi adalah suatu proses pengelolaan suatu tempat atau ruang atau obyek agar makna kultural yang terkandung didalamnya terpelihara dengan baik.

Yang termasuk cara pemeliharaan dan bila memungkingkan menurut keadaan proses preservasi, restorasi, rekonstruksi, dan adaptasi, maupun kombinasinya termasuk kedalam proses konservasi. (Charter :1999).

Konservasi juga merupakan salah satu pengelolaan sumber budaya.

Konservasi merupakan suatu proses memahami, menjaga, yang juga mementingkan pemeliharaan, perbaikan, pengembalian, dan adaptasi terhadap aset sejarah untuk memelihara kepentingan kebudayaan. Konservasi merupakan salah satu proses pengelolaan yang berkelanjutan terhadap perubahan, yang dalam prosesnya memperhatikan beberapa pendekatan nilai yaitu nilai umur dan kelangkaan, nilai arsitektur, nilai artistik, nilai kebudayaan, nilai asosiatif, nilai ekonomi, nilai pendidikan, nilai emosi, nilai sejarah, nilai landscape, kekhasan daerah, nilai politik, nilai masyarakat, nilai agama, nilai sosial, nilai simbolik,

(35)

nilai teknik, nilai sains, penelitian dan pengetahuan, dan tampilan suatu kota (Architectural Conservation:Aylin Orbasli).

Menurut Undang-Undang Cagar Budaya No 11 tahun 2010 yang disebutkan dalam pasal 1 ayat 1-6:

1) Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan / atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

2) Benda cagar budaya adalah benda alam atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan , atau bagian-bagiannya, atau sisasisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.

3) Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding atau 4) Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam

dan benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia.

5) Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat atau di air yang mengandung benda cagar budaya atau struktur cagar budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.

(36)

6) Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan memperlihatkan ciri tata ruang yang khastidak berdinding dan beratap.

2.5. Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata banyak sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya (Sirojuzilam, 2005). Mulyanto (2008) pengembangan wilayah yaitu setiap tindakan pemerintah yang akan dilakukan bersama-sama dengan para pelakunya dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan bagi wilayah itu sendiri maupun bagi kesatuan administratif di mana wilayah itu menjadi bagiannya, dalam hal ini Negara Kesatuan Republik Indonesia

Nachrowi dan Suhandojo (2001), mengemukakan bahwa dalam pengembangan wilayah ada tiga faktor penting yang harus diperhatikan yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi yang dikenal sebagai tiga pilar pengembangan wilayah. Budiharsono (2005), menyatakan bahwa pengembangan wilayah setidak-tidaknya perlu ditopang oleh 6 pilar/aspek, yaitu (1) aspek biogeofisik; (2) aspek ekonomi; (3) aspek sosial budaya; (4) aspek kelembagaan; (5) aspek lokasi dan (6) aspek lingkungan. Aspek biogeofisik meliputi kandungan sumber daya hayati, sumber daya nirhayati, jasa-jasa maupun sarana dan prasarana yang ada di wilayah tersebut. Aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi disekitar wilayah. Aspek sosial meliputi budaya,

(37)

politik dan hankam yang merupakan pembinaan kualitas sumber daya manusia, posisi tawar (bidang politik), budaya masyarakat serta pertahanan dan keamanan.

Aspek kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada dalam pengelolaan suatu wilayah apakah kondusif atau tidak. Kelembagaan juga meliputi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga sosial ekonomi yang ada di wilayah tersebut. Aspek lokasi menunjukkan keterkaitan antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya yang berhubungan dengan sarana produksi, pengelolaan maupun pemasaran. Aspek lingkungan meliputi kajian mengenai bagaimana proses produksi mengambil input apakah merusak atau tidak.

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pariwisata budaya dan konservasi bangunan cagar budaya, yaitu Penelitian yang dilakukan Krisnawati dan Suprihadjo (2014) dengan judul ”Arahan Pengembangan Kawasan Cagar Budaya Singosari Malang sebagai Heritage Tourism”. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan arahan pengembangan Kawasan Cagar Budaya Singosari sebagai heritage tourism. Hasil dari penelitian ini menjelaskan arahan untuk pengembangan Kawasan Cagar Budaya Singosari dibagi menjadi 3 zona pengembangan secara spasial di Kawasan Cagar Budaya Singosari yaitu zona inti, zona pendukung langsung dan zona pendukung tidak langsung. Zona inti merupakan tempat adanya bangunan cagar budaya sebagai daya tarik wisata, zona pendukung langsung berkaitan dengan arahan penataan bangunan cagar budaya yang kondisinya sebagai ikon kawasan dan kesejarahan yang terkandung

(38)

didalamnya, fasilitas akomodasi serta fasilitas pendukung pengembangan.

Kemudian zona pendukung tidak langsung yaitu partisipasi masyarakat, atraksi wisata, pemasaran, aksesibilitas, implementasi kebijakan, pengembangan antar obyek wisata, kerjasama sector swasta serta pendanaan di kawasan wisata cagar budaya.

Peneltian yang dilakukan Djoeffan, dkk (2010) dengan judul “Strategi Pengelolaan Kawasan Wisata Cagar Budaya Karangkamulyan di Kabupaten Ciamis”. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa bebrapa situs cagar budaya yang menjadi daya tarik wisata telah berkontribusi dalam peningkatan ekonomi masyarakat serta peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Hasil penelitian ini juga merumuskan strategi dalam pengelolaan kawasan wisata cagar budaya melalui strategi jangka panjang dan strategi jangka pendek. Strategi jangka panjang dilakukan melalui kerjasama dengan pihak investor dalam peningkatan pengawasan pembangunan yang merusak ekosistem, membentuk kelembagaan pariwisata, mensosialisasikan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan oleh pemerintah daerah serta meningkatkan manajemen dan pengelolaan objek wisata. Strategi jangka pendek meliputi perencanaan pembangunan yang tidak merusak lingkungan serta pengembangan daya tarik wisata baik kegiatan wisata maupun promosi wisata.

Penelitian Pratiwi (2013) dengan judul “ Pelestarian Angklung Sebagai Warisan Budaya Tak Benda dalam Pariwisata Berkelanjutan di Saung Angklung Udjo, Bandung”. Secara umum penelitian ini membahas tentang pelestarian angklung sebagai warisan budaya serta implementasi dari pariwisata berkelanjutan terhadap daya tarik wisata budaya Saung Angklung Udjo. Hasil dari

(39)

penelitian ini menunjukkan bahwa daya tarik wisata Saung Angklung Udjo menerapkan langkahlangkah konstruktif dalam pengembangan daya tarik wisata melalui pengoptimalisasian pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh aktor profesional lokal. Identitas budaya sebagai pusaka budaya yang dapat dikembangkan menjadi modal ekonomi dan sebagai aset agar dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat dengan tetap menjaga nilainilai budaya dan kearifan lokal sebagai ciri khasnya.

Penelitian yang dilakukan Nurchalis (2011) dengan judul “Pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah Sebagai Daya Tarik Wisata Sejarah di Sambas Kalimantan Barat”. Secara umum penelitian ini bertujuan mengetahui peran serta pemerintah dan masyarakat dalam upaya pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah sebagai daya tarik wisata sejarah. Hasil dari penelitian ini menunjukkan peran serta yang dilakukan pemerintah dalam pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah berupa pendanaan, promosi baik tingkat lokal maupun nasional serta upaya pemugaran keraton. Peran serta masyarakat dalam pelestarian Keraton berupa pengelolaan dan pemeliharaan. Hasil dari penelitian ini juga menjelaskan dalam menciptakan susasana yang kondusif bagi pengembangan pariwisata sejarah yang berkelanjutan dan berbasis kerakyatan, perlu kerjasama yang baik antara semua elemen terkait baik pihak pemerintah, swasta, maupun masyarakat secara umum dan pihak keraton sebagai pengelola utama keraton secara khusus.

Penelitian yang dilakukan oleh Huibin, dkk (2013) dengan judul

“Conceptualizing A Sustainable Model For Cultural Heritage Tourism in Asia”.

Secara umum penelitian ini mengkaji tentang model pengembangan pariwista

(40)

budaya dan perlindungan terhadap warisan budaya melalui metode komparatif pariwisata budaya di China dan Malaysia. Penelitian ini menghasilkan suatu model pembangaunan pariwisata budaya yang berkelanjutan yang lebih praktis dan sistematis. Model ini menawarkan arahan pembangunan pariwisata budaya berkelanjutan lewat empat dimensi, empat goals, empat pola dan empat mekanisme. Pembangunan berkelanjutan dari pengembangan pariwisata warisan budaya harus memenuhi 9 sasaran dicapai yaitu; melindungi sejarah hidup, mewarisi keragaman budaya, melestarikan townscape tradisional, menjaga keaslian budaya, manajemen yang sistematis, mengembangkan pemasaran baru, penetrasi pemasaran tua, membangun infrastruktur, dan advokasi partisipasi masyarakat. Hasil dari penelitian ini juga menjelaskan sebagai dua situs Warisan Budaya Dunia Lijiang dan Penang telah menjadi contoh dalam pengembangan dan perlindungan warisan budaya khususnya di Asia.

Penelitian yang dilakukan Chheang (2011) dengan judul “Angkor Heritage Tourism and Tourist Perception”. Secara umum penelitian ini mengkaji tentang persepsi dan pengalaman wisatawan melalui survey kueisioner standar. Hasil penelitian menunjukkan hasil positif dari persepsi wisatawan terhadap keramahan masyarakat lokal serta keragaman budaya daya tarik wisata Angkor Watt. Jenis wisatawan yang berkunjung ke Angkor Watt secara umum dapat dikategorikan sebagai wisatawan budaya. Persepsi wisatawan sangat puas terhadap daya tarik wisata namun beberapa masalah seperti pencemaran lingkungan, sanitasi dan kebersihan, serta kendala bahasa penduduk lokal meyebabkan kurangnya interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat. Relevansi penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumya di atas terletak pada fokus penelitian yang lebih

(41)

mengarah pada masalah-masalah pengembangan daya tarik wisata warisan budaya, serta perumusan strategi dalam pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.

Secara umum penelitian-penelitian di atas sudah memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana strategi pengembangan pariwisata warisan budaya dengan tetap mempertahankan keberlanjutan dan keutuhan suatu warisan budaya yang telah menjadi daya tarik wisata. Perbedaanya dengan penelitian ini terletak pada ruang lingkup objek penelitiannya yaitu pariwisata budaya dan konservasi bangunan cagar budaya di Kabupaten Serdang Bedagai.. Penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan pariwisata budaya dan konservasi bangunan cagar budaya dan strategi pariwisata budaya dan konservasi bangunan cagar budaya di Kabupaten Serdang Bedagai.

2.7. Kerangka Pemikiran

Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini, digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Bangunan Cagar Budaya Kabupaten Serdang Bedagai

Faktor yang Mempengaruhi

Pengembangan pariwisata Bangunan Cagar Budaya (Y)

Strategi Pendidikan (X1)

Informasi (X2)

Layanan Pengelola (X3) Fisik Bangunan (X4) Akses Menuju Lokasi (X5) Potensi

Analisis SWOT

(42)

2.8. Hipotesis Penelitian

Faktor pendidikan, informasi, layanan pengelola, fisik bangunan dan akses menuju lokasi berpengaruh positif terhadap pengembangan wisata bangunan cagar budaya

(43)

29

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menurut tingkat ekplanasinya adalah deskriptif kuantitatif. Penelitian tingkat ekplanasi (level of exlpanation) adalah tingkat penjelasan. Penelitian ini bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain sedangkan penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau hubungan dengan variabel yang lain.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Serdang Bedagai

3.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden masyarakat , sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait seperti data Kecamatan, data Badan Pusat Statistik (BPS), data Bappeda dan Dinas Kepariwisataan Kabupaten Serdang Bedagai dan sumber- sumber lainnya seperti buku-buku dan laporan-laporan resmi pemerintah dan jurnal.

3.4. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga atau rumah tangga (RT) yang berada di Kecamatan Tanjung Beringin, Kecamatan

(44)

Perbaungan, Kecamatan Pantai Cermin, Kecamatan Pegajahan, Kecamatan Sei Rampah di Kabupaten Serdang Bedagai. Berdasarkan data BPS tahun 2021 jumlah rumah tangga pada kelima kecamatan tersebut sebanyak 60.780 RT

Sampel responden masyarakat ditetapkan menggunakan rumus Slovin maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 99,84 orang dan dibulatkan menjadi 100 orang sampel responden. Perinciannya adalah sebagai berikut :

N 60780 60780

n = = = --- = 99,84 1+ Nd² 1 + (60780 x 0,01) 608,8

Keterangan :

n = Sampel N = Populasi

d = Presesi (10%) = 0,1

Tabel 3.1. Populasi dan Sampel Penelitian

No Kecamatan Populasi RT Sampel RT

1 Perbaungan 24659 24659 /60780 x 100 = 41

2 Sei Rampah 10027 10027/60780 x 100 = 16

3 Pantai Cermin 10439 10439/ 60780 x 100 = 17

4 Tanjung Beringin 8757 8757/60780 x 100 = 14

5 Pegajahan 6898 6898/60780 x 100= 11

Jumlah 60780 100

Sumber : Kabupaten Serdang Bedagai, 2020

Pengambilan sampel responden diambil secara proporsional pada masing- masing kecamatan. Pengambilan sampel responden dilakukan dengan teknik sampling merupakan teknik dalam pengambilan sampling. Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi

(45)

setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sangadji dan Sopiah, 2010). Pemilihan sampling dengan cara probabilitas ini sangat dianjurkan pada penelitian kuantitatif (Rusiadi, dkk, 2014). Adapun salah satu dari teknik sampling probability sampling adalah simple random sampling (sampel acak sederhana) yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak tanpa melihat strata dan karakteristik populasi yang ada (Rusiadi, dkk, 2010).

Pengambilan sampel penelitian ini dilakukan dengan mendatangi rumah responden secara acak pada masing-masing kampung sesuai dengan jumlah sampel responden tiap kampung dengan pertimbangan dan memperhatikan aspek biaya dan waktu yang tersedia.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah :

1. Studi Kepustakaan, yaitu membaca dan mengumpulkan bahan-bahan, dokumen serta buku-buku yang memberikan informasi berkaitan dengan penelitian ini.

2. Observasi, yaitu mengumpulkan informasi dengan cara melakukan pengamatan langsung di lapangan terhadap aktivitas objek penelitian.

3. Kuisioner, yaitu pengumpulan data dan informasi yang dilakukan dengan melakukan wawancara langsung kepada responden yang terkait dengan objek penelitian.

3.6. Analisis Data

1. Untuk menjawab perumusan masalah pertama bagaimana potensi pariwisata bangunan cagar budaya dilihat dari potensi produk dan daya tarik objek

(46)

wisata, dukungan sumber daya manusia, infrastruktur, dan kualitas lingungan menggunakan analisis deskriptif.

2. Untuk menjawab permusan masalah kedua dan hipotesis penelitian menggunakan analisis regresi berganda

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + µ Dimana :

Y = Pengembangan wisata bangunan cagar budaya X1 = Pendidikan

X2 = Informasi

X3 = Layanan pengelola X4 = Fisik Bangunan X5 = Akses menuju lokasi Β0 = Konstanta

µ = Error term

β1…β5 = Koefisien regresi

3. Untuk menjawan permasalahan ketiga menggunakan analisis SWOT (strength, weaknesses, opportunities,dan threats).

3.6.1. Uji Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi maka diperlukan pengujian asumsi klasik meliputi :

3.6.1.1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Untuk menguji apakah

(47)

distribusi normal atau tidak dapat dilihat melalui normal probability plot dengan membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi normal. Data normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data adalah normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Uji statistik dilakukan uji one sample Kolmogorov Smirnov Test, jika nilai Kolmogorov Smirnov signifikannya di atas α = 0,05, maka Ho diterima yang berarti data residual berdistribusi normal (Ghozali, 2005).

3.6.1.2. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas diperlukan untuk mengetahui apakah ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu model. Selain itu deteksi terhadap multikolinieritas juga bertujuan untuk menghindari bias dalam proses pengambilan keputusan mengenai pengaruh pada uji parsial masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen.

Deteksi multikolinieritas pada suatu model dapat dilihat jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari

0,1, maka model tersebut dapat dikatakan terbebas dari multikolinieritas. VIF = 1/Tolerance, maka jika VIF = 10 maka Tolerance = 1/10 = 0,1 (Ghozali, 2005).

3.6.1.3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki kesamaan variance residual suatu periode pengamatan dengan pengamatan yang lain, atau homokesdastisitas, dengan kata lain tidak terjadi

(48)

heteroskedastisitas. Cara memprediksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar scatter plot model tersebut. Bila titik- titik menyebar secara acak, tidak membentuk suatu pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji statistik dilakukan dengan uji Glejser, jika variabel independen tidak signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai Absolut Ut (AbsUt), maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2005).

3.6.2. Pengujian Hipotesis

3.6.2.1. Uji Simultan (Uji F) Pengujian hipotesis dengan menggunakan Uji F atau yang biasa disebut dengan Analysis of Variance (ANOVA). Pengujian ANOVA atau Uji F biasa dilakukan dengan dua cara yaitu dengan melihat tingkat

signifikansi atau dengan membandingkan F hitung dengan F tabel. Uji F digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh simultan variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika probability value (p value) < 0,05, maka Ha diterima dan jika p value

> 0,05, maka Ha ditolak.

Uji F dapat pula dilakukan dengan membandingkan nilai F-hitung dan F-tabel.

Jika F-hitung > F-tabel, maka Ha diterima. Artinya, secara statistik data yang ada dapat membuktikan bahwa semua variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Jika F-hitung < F-tabel, maka Ha ditolak. Artinya, secara statistik data yang ada dapat membuktikan bahwa semua variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

(49)

3.6.2.2. Uji Parsial (Uji t)

Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika p value < 0,05, maka Ha diterima dan jika p value > 0,05, maka Ha ditolak. Uji t dapat juga dilakukan dengan membandingkan t hitung dengan t tabel dilakukan dengan ketentuan yaitu apabila t hitung > t tabel (α 0,05) maka Ha diterima dan Ho ditolak, apabila t hitung < t tabel (α 0,05) maka Ho diterima dan Ha ditolak.

(50)

36

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu Kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Serdang Bedagai terletak pada posisi 3°01’57’’ Lintang Utara - 3°40’48’’ Lintang Utara dan 98° 45’ 00’’ Bujur Timur- 99°18’36” Bujur Timur dengan ketinggian berkisar 0 - 500 meter di atas permukaan laut, dengan luas wilayah mencapai 1.900,22 Km2 atau 2,65% dari luas Provinsi Sumatera Utara dengan 17 kecamatan dan 243 Desa/Kel dengan ibukota kabupaten Sei Rampah.

Kabupaten Serdang Bedagai memiliki garis pantai sepanjang 92 km dan 1 pulau yaitu pulau berhala sebagai pulau terluar yang berbatasan dengan sellat malaka, dari 17 kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai ada 5 (lima) kecamatan pesisir yaitu Kecamatan Pantai Cermin, Kecamatan Perbaungan, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kecamatan Tanjung Beringin dan Kecamatan Bandar Khalifah.

Selain hasil laut dan perikanan lainnya 5 (lima) kecamatan ini memiliki potensi pariwisata yang belum dikembangkan secara maksimal.

Wilayah administrasi Kabupaten Serdang Bedagai berbatas dengan : Sebelah Utara : Selat Malaka

Sebelah Selatan : Kabupaten Simalungun Sebelah Barat : Kabupaten Deli Serdang

Sebelah Timur : Kabupaten Batubara dan Kabupaten Simalungun

(51)

Gambar 4.1. Peta Administrasi Kabupaten Serdang Bedagai

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Bangunan Cagar Budaya  Kabupaten Serdang Bedagai
Tabel 3.1. Populasi dan Sampel Penelitian
Gambar 4.1. Peta Administrasi Kabupaten Serdang Bedagai
Gambar 4.2. Peta Administrasi Kecamatan Perbaungan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maka orang semacam ini tidaklah kafir, namun dia berdosa dan perbuatan ini sangat tercela sebagaimana Allah berfirman (yang artinya), “ Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang

laporan pelaksanaan RAN-PG kepada menteri/kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional sekali dalam I (satu) tahun

Pokjalin akan melaksanakan perannya dalam Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) dan penyuluhan di rumah warga. Di daerah Kecamatan Pare sendiri memiliki kepadatan nyamuk

Biaya pencegahan adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghindari terjadinya suatu dampak, khususnya dampak negatif terhadap lingkungan yang timbul dari adanya

Kepala Biro Pengembangan Sosial Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat. Kepala Biro Organisasi Sekretariat Daerah Provinsi

menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul “Peramalan Jumlah Ekspor Provinsi Sumatera Utara Menurut Sektor Pertambangan dan Penggalian Tahun 2018”. Terimakasih penulis sampaikan

Dalam mengkategorikan tingkat pengetahuan rendah dan tingkat pengetahuan tinggi, peneliti menggunakan cara nilai tengah (median) sehingga kriteria dalam pengkategorian

Perbaikan sifat fisika tanah, seperti tanah yang bertekstur pasir atau tanah yang mempunyai fraksi pasir lebih tinggi (&gt;70%) dapat dilakukan dengan pembenah kompos