i
PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN INKUIRI
TERBIMBING BERBASIS SIMULASI PHET UNTUK
MENGASAH KEMAMPUAN SISWA BERPIKIR TINGKAT
TINGGI (HOTS) PADA MATERI HUKUM GAS IDEAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Disusun Oleh:
Klara Shinta Lidwinna Ginting Nim: 161424033
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2021
ii
v
vii
ABSTRAK
PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN INKUIRI
TERBIMBING BERBASIS SIMULASI PHET UNTUK
MENGASAH KEMAMPUAN SISWA BERPIKIR TINGKAT
TINGGI (HOTS) PADA MATERI HUKUM GAS IDEAL
Klara Shinta Lidwinna Ginting Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2021
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui: (1) Prosedur pengembangan modul pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis simulasi PhET untuk mengasah kemampuan siswa berpikir tingkat tinggi (HOTS) pada materi hukum gas ideal, (2) kualitas pengembangan modul pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis simulasi PhET untuk mengasah kemampuan siswa berpikir tingkat tinggi (HOTS) pada materi hukum gas ideal.
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R & D) yang telah dimodifikasi menjadi 5 tahapan penelitian, yaitu: (1) Potensi masalah dan pengumpulan data, (2) Perencanaan desain produk, (3) Pengembangan modul pembelajaran, (4) Validasi dan perbaikan desain, dan (5) Revisi produk akhir untuk mengembangkan modul pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis simulasi PhET untuk mengasah kemampuan siswa berpikir tingkat tinggi (HOTS) pada materi hukum gas ideal.
viii
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) produk yang dikembangkan berupa modul belajar inkuiri terbimbing berbasis simulasi PhET untuk mengasah kemampuan siswa berpikir tingkat tinggi (HOTS) pada materi hukum gas ideal dilakukan dengan menggunakan 5 tahapan yang sudah dimodifikasi yaitu potensi masalah dan pengumpulan data, perencanaan desain produk, pengembangan modul pembelajaran, validasi dan perbaikan desain, dan revisi produk akhir, (2) produk awal yang telah divalidasi memperoleh hasil rata-rata 3,91. Skor ini memenuhi kriteria “baik”. Dengan demikian produk yang dikembangkan dinyatakan layak untuk diujicobakan dalam lingkup terbatas dengan melakukan revisi yang sesuai.
ix
ABSTRACT
THE DEVELOPMENT OF GUIDED INQUIRY MODULE BASED
ON PHET SIMULATION TO SHARPEN STUDENTS’ HIGHER
ORDER THINKING SKILLS (HOTS) IN IDEAL GAS LAWS
MATERIALS
Klara Shinta Lidwinna Ginting
Sanata Dharma University
Yogyakarta 2021
The purposes of this research were to know: (1) the procedure of developing the guided inquiry module based on physics education technology (PhET) simulation to sharpen students’ higher order thinking skills (HOTS) in ideal gas laws materials (2) the development quality of guided inquiry module based on PhET simulation to sharpen students’ higher order thinking skills in ideal gas laws material.
The study used the Research and Development (R & D) method, which was modified into five steps of research process: (1) potentials problems and collecting data, (2) product design, (3) development of learning module, (4) validation and design repair, (5) revision of final product to developing the guided inquiry module based on physics education technology (PhET) simulation to sharpen students’ higher order thinking skills (HOTS) in ideal gas laws materials.
The results of the research showed: (1) the developed product, which was the inquiry guided module based on PhET simulation to sharpen students’ higher order thinking skills in ideal gas laws material, which had been done using five
x
modified research’s steps: potentials problems and collecting data, product design, development of learning module, validation and design repair, and revision of final product, (2) validated first product got the average score of 3,91. This score was fitted in the criterion “good”. Therefore, the developed product was declared acceptable to be put on trial in narrow scope with proper revision. Key words: Guided inquiry, HOTS, PhET, R&D, Ideal gas laws
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan penyertaan-Nya, sehingga penulis dapat menulis dan menyelesaikan skripsi yang berjudul: “PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERBASIS SIMULASI PHET UNTUK MENGASAH KEMAMPUAN SISWA BERPIKIR TINGKAT TINGGI (HOTS) PADA MATERI HUKUM GAS IDEAL” sebagai salah satu persyaratan akademik untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak yang dengan penuh kasih membantu, membimbing dan menyemangati penulis dalam penulisan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati, izinkan penulis untuk mengucapkan terimakasih khususnya kepada”
1. Tuhan Yesus Kristus, Sang Penyelenggara Kehidupan, yang selalu menyertai dan memberkati setiap langkah dan usaha yang penulis lakukan untuk bisa menyelesaikan skripsi ini.
2. Kedua orang tuaku yang paling kusayangi: Bapak K.Ginting dan Mamak N. Barimbing yang selalu memahami, mendukung, dan mendoakan dengan setulus hati.
3. Bapak Rohandi, Ph.D selaku Dosen Pembimbing yang selalu mengarahkan, memberikan masukan dan menyemangati dalam proses penulisan skripsi.
4. Bapak Albertus Hariwangsa Panuluh, M.Sc., ibu Elisabeth Dian Atmajati, S.Pd., M.Si., dan ibu Antonia Indriyani Juniar, S.Pd., yang telah bersedia dengan senang hati menjadi validator dalam skripsi penulis.
5. Teman-teman seperjuangan: Adevia Widy Astuti, Gloria Maria Natalia Taek, dan Maria Pascalia Mbere. Terimakasih sudah selalu menyemangati, memberikan dukungan dan masukan kepada penulis selama penyusunan skripsi.
6. Anggota JANOMAOKTUS: Angelina Ester Siahaan, Doharma Asina Situmorang, Kristanti Maria Putri Ginting, Novriana Pandiangan, Ria Sondang Tampubolon dan Sindy Loresia Bangun. Terimakasih karena selalu menyemangati penulis.
7. Teman-temanku di Pendidikan Fisika angkatan 2016. 8. Almamterku, Universitas Sanata Dharma
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka terhadap kritik dan
xii
saran dari semua pihak. Demikian penulisan skripsi ini saya persembahkan, semoga bermanfaat bagi semua pembaca.
Yogyakarta, 20 Januari 2021
xiii
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI... iii
LEMBAR PERSEMBAHAN... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi
ABSTRAK... vii
ABSTRACT... ix
KATA PENGANTAR... xi
DAFTAR ISI... xiii
DAFTAR TABEL... xv
DAFTAR GAMBAR... xvi
DAFTAR LAMPIRAN... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Rumusan Masalah... 4
1.3 Tujuan Penelitian... 4
1.4 Manfaat Penelitian... 5
BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Modul Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Modul... 6
2.1.2 Fungsi Modul... 7
2.1.3 Tujuan Modul... 7
xiv
2.4.1 PhET... 12
2.5 Higher Order Thinking Skills (HOTS) 2.5.1 Pengertian Higher Order Thinking Skills (HOTS)... 14
2.5.2 Taksonomi Bloom... 15
2.5.3 Acuan Higher Order Thinking Skills (HOTS)... 16
2.6 Materi Hukum Gas Ideal 2.6.1 Karakteristik Gas Ideal... 17
2.6.2 Penurunan Persamaan Keadaan Gas Ideal... 17
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 22
3.2 Prosedur Pengembangan... 25
3.3 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan... 27
3.4 Teknik Pengumpulan Data... 28
3.5 Instrumen Penelitian... 28
3.6 Teknik Analisis Data... 45
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kebutuhan... 48
4.2 Deskripsi Produk Awal... 49
4.3 Data Hasil Validasi Produk... 51
4.4 Revisi Produk dari Hasil Validasi... 55
4.5 Kajian Produk Akhir dan Pembahasan 4.5.1 Kajian Produk Akhir... 59
4.5.2 Pembahasan... 61
4.6 Kendala/Keterbatasan... 68
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 70
xv
Tabel 2.1 Perbedaan taksonomi Bloom dan Anderson... 16
Tabel 2.2 Tingkatan berpikir berdasarkan Taksonomi Bloom... 17
Tabel 3.1 Kisi-kisi instrumen kuesioner... 29
Tabel 3.2 Kuesioner validasi produk... 41
Tabel 3.3 Konversi data kuantitatif ke data kualitatif skala lima... 45
Tabel 4.1 Data hasil rekapitulasi validator I... 51
Tabel 4.2 Data hasil rekapitulasi validator II... 53
Tabel 4.3 Data hasil rekapitulasi validator III... 54
Tabel 4.4 Data hasil rekapitulasi dari ketiga validator... 55
Tabel 4.5 Data revisi produk awal oleh validator I... 55
Tabel 4.6 Data revisi produk awal oleh validator II... 56
xvi
Gambar 2.1 Gas ideal dalam sebuah bejana yang volumenya dapat diubah dengan menggerakkan
piston... 17
Gambar 2.2 Perbandingan tekanan terhadap volume suatu gas dengan jumlah tertentu pada suhu konstan... 18
Gambar 3.1 Langkah-langkah penggunaan Metode Research and Development (R & D)... 23
Gambar 3.2 Langkah-langkah metode R&D dalam pembuatan modul... 25
Gambar 4.1 Tampilan cover setelah direvisi... 64
Gambar 4.2 Tampilan peta konsep setelah direvisi... 65
Gambar 4.3 Tampilan modul untuk KD 4.6 setelah direvisi... 65
Gambar 4.4 Tampilan demonstrasi sederhana setelah direvisi... 66
Gambar 4.5 Materi hukum Charles setelah direvisi... 66
Gambar 4.6 Penurunan rumus dan tugas mandiri setelah direvisi... 67
Gambar 4.7 LKPD dan hasil pengamatan setelah direvisi... 67
xvii
Lampiran 1. Angket validator I... 75
Lampiran 2. Angket validator II... 81
Lampiran 3. Angket validator III... 86
Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 92
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang MasalahSaat ini dunia sudah berada di era globalisasi, dimana semua informasi dari seluruh belahan dunia dapat dengan cepat tersebar. Kemajuan teknologi di era ini juga berkembang dengan sangat cepat, salah satunya dengan kehadiran internet. Melalui internet kita dapat menemukan informasi apapun yang ingin diketahui hanya dengan sekejap mata. Semua hal tersedia dengan lengkap di internet. Kenyataan ini seharusnya dapat menyadarkan kita bahwa di dunia yang serba ada ini, pendidikan sangat dibutuhkan untuk dapat bersaing dan seirama dengan perkembangan teknologi yang makin pesat. Semua orang membutuhkan pendidikan yang mumpuni untuk bisa bertahan dan berkembang pada zaman sekarang. Hal tersebut menjadi dasar bagaimana siswa dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi. Siswa membutuhkan kebiasaan untuk berpikir setingkat lebih tinggi sehingga membantunya dalam mengikuti perkembangan dunia yang semakin canggih ini. Dengan kebiasaan berpikir tingkat tinggi, maka bukan tidak mungkin akan muncul banyak ide baru yang dapat membantu dan memudahkan kehidupan di zaman sekarang dan yang akan datang. Kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Oder Thinking Skills/ HOTS) ini dapat mulai dibiasakan dalam pembelajaran di kelas. Menurut Thomas & Throne dalam Nugroho (Natalius, 2020) HOTS merupakan cara berpikir yang lebih tinggi dari pada menghafalkan fakta, mengemukakan fakta, atau menerapkan peraturan, rumus, dan prosedur. HOTS mengharuskan kita melakukan sesuatu berdasarkan fakta. Membuat keterkaitan antar fakta, mengkategorikannya, memanipulasinya, menempatkannya pada konteks atau cara yang baru, dan mampu menerapkannya untuk mencari solusi baru terhadap sebuah permasalahan. Kenyataan ini dapat digunakan oleh guru dan calon guru untuk membantu menciptakan proses pembelajaran
yang menyenangkan di kelas dan dapat membuat siswa terbiasa dalam berpikir tingkat tinggi, misalnya saja untuk melakukan kegiatan belajar fisika di kelas.
Bukan suatu hal yang baru apabila sampai saat ini, masih banyak siswa yang beranggapan bahwa mata pelajaran fisika adalah mata pelajaran yang rumit dan membosankan. Kenyataan tersebut dapat menjadi tugas calon guru untuk mulai mempersiapkan pembelajaran yang menyenangkan dan menarik, tetapi tidak melupakan tujuan utama yaitu untuk membuat siswa belajar. Tugas seorang guru profesional adalah bagaimana upaya menjadikan pelajaran yang sebelumnya tidak menarik berubah menjadi menarik; yang dirasakannya sulit menjadi mudah; yang tadinya tidak berarti akhirnya menjadi bermakna. Apabila perubahan tersebut secara konsisten dilakukan guru, peserta didik akan senang dan sukarela belajar terus sebab adanya ketertarikan dan kebutuhan sehingga belajar bukan lagi sekadar kewajiban (Helmawati, 2019). Pembelajaran yang menyenangkan dan menarik tersebut dapat dibantu dengan menggunakan metode belajar yang bervariasi sehingga dapat menarik minat siswa untuk belajar. Selain itu keberadaan internet juga dapat membantu guru untuk memvariasikan model belajar di kelas sehingga tidak monoton dan membosankan. Pembelajaran fisika dapat dibuat semenarik mungkin, misalnya dengan menggunakan laboratorium virtual. Melalui cara itu siswa diharapkan menjadi lebih semangat dan tertarik untuk belajar.
Laboratorium virtual adalah serangkaian program komputer yang dapat memvisualisasikan suatu fenomena abstrak atau sebuah percobaan yang rumit dilakukan di laboratorium nyata, sehingga diharapkan dapat meningkatkan aktivitas belajar sebagai upaya meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah ( Swandi, A., dkk, 2013). Salah satu laboratorium virtual yang dapat digunakan guru untuk membantu kegiatan pembelajaran adalah dengan menggunakan simulasi PhET. PhET adalah sebuah simulasi komputer yang dikembangkan oleh
University of Colorado. PhET adalah sebuah situs atau program yang
menyediakan simulasi interaktif yang berisi fenomena-fenomena fisis berbasis riset yang dapat digunakan secara gratis yang dapat diakses melalui phet.colorado.edu. Selain simulasi untuk pelajaran fisika, disediakan juga simulasi untuk pelajaran lain yaitu kimia, matematika, ilmu kebumian dan biologi. Melalui simulasi PhET ini, guru dapat menunjukkan fenomena-fenomena fisika yang dapat juga digunakan untuk melakukan eksperimen. Sehingga dengan itu materi fisika dapat lebih jelas dipahami oleh siswa dan diharapkan mempermudah siswa dalam mempelajari fenomena atau gejala fisika.
Menggunakan laboratorium virtual misalnya dengan PhET dan memvariasikan metode belajar diharapkan dapat membuat siswa semakin tertarik untuk belajar fisika. Hal tersebut diharapkan dapat membuat siswa menjadi lebih terbiasa dalam belajar, bukan hanya sekedar belajar tetapi juga mulai terbiasa untuk berpikir tingkat tinggi.
Berdasarkan beberapa hal di atas, penulis melakukan sebuah pengembangan modul pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing. Metode belajar inkuiri terbimbing digunakan dalam proses pembelajaran karena beberapa karakteristik pembelajaran inkuiri menurut Manasikana adalah menyenangkan, tidak membosankan, belajar dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, siswa kritis dan guru menjadi kreatif. Kurniawan menyatakan, melalui pembelajaran menggunakan metode inkuiri, guru mengajak siswa untuk lebih aktif baik fisik maupun mental dalam proses belajar (Sumarauw, dkk, 2017).
Pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing akan memanfaatkan simulasi PhET sebagai laboratorium virtual. Penggunaan laboratorium diharapkan dapat menjadikan pembelajaran menjadi lebih menarik, interaktif dan dapat digunakan dimana saja dan kapan saja. Dengan menggunakan laboratorium virtual, diharapkan dapat meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa
(Hermansyah, dkk, 2017). Simulasi PhET juga digunakan untuk membantu siswa mengasah kemampuan berpikir tingkat tinggi lewat simulasi-simulasi dan eksperimen yang akan dilakukan, dan akan diberikan latihan-latihan soal yang akan membantu siswa sampai pada tahap HOTS. Penelitian ini akan dilakukan dengan judul
“PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN INKUIRI
TERBIMBING BERBASIS SIMULASI PHET UNTUK MENGASAH KEMAMPUAN SISWA BERPIKIR TINGKAT TINGGI (HOTS) PADA MATERI HUKUM GAS IDEAL”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana prosedur pengembangan modul pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis simulasi PhET untuk mengasah kemampuan siswa berpikir tingkat tinggi (HOTS) pada materi hukum gas ideal?
2. Bagaimana kualitas pengembangan modul pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis simulasi PhET untuk mengasah kemampuan siswa berpikir tingkat tinggi (HOTS) pada materi hukum gas ideal?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mencapai hal-hal berikut:
1. Mengetahui prosedur pengembangan modul pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis simulasi PhET untuk mengasah kemampuan siswa berpikir tingkat tinggi (HOTS) pada materi hukum gas ideal
2. Mengetahui kualitas pengembangan modul pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis simulasi PhET untuk mengasah kemampuan siswa berpikir tingkat tinggi (HOTS) pada materi hukum gas ideal
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti
Melalui penelitian ini peneliti dapat mengetahui bagaimana prosedur pengembangan modul pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis simulasi PhET untuk mengasah kemampuan siswa berpikir tingkat tinggi (HOTS). Selain itu penelitian ini bermanfaat sebagai tugas akhir penulis.
1.4.2 Bagi Siswa
Melalui penelitian ini, siswa diharapkan dapat memperoleh manfaat dari pengembangan modul pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis simulasi PhET untuk mengasah kemampuan siswa berpikir tingkat tinggi (HOTS)
1.4.3 Bagi Guru
Melalui penelitian ini, guru diharapkan mampu memberikan variasi proses pembelajaran di kelas dan dapat memanfaatkan media-media pembelajaran yang kreatif sehingga menjadi lebih menarik dan membantu siswa untuk dapat memahami materi yang sedang diajarkan, selain itu dapat membuat siswa belajar mengasah kemampuan untuk dapat berpikir tingkat tinggi (HOTS).
6
BAB 2
DASAR TEORI
2.1 Modul Pembelajaran2.1.1 Pengertian Modul
Modul dapat didefinisikan sebagai sebuah unit yang lengkap yang dapat berdiri sendiri, terdiri dari suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas (Nasution, 2000). Ratuamanan dan Rosmiati (2019) menyatakan bahwa modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan pendidik. Sebuah modul akan bermakna kalau peserta didik dapat dengan mudah menggunakannya. Pembelajaran dengan modul memungkinkan seorang peserta didik yang memiliki kecepatan tinggi dalam belajar akan lebih cepat menyelesaikan KD tertentu dibandingkan dengan peserta didik lainnya. Oleh karena itu, modul harus menggambarkan KD yang akan dicapai oleh peserta didik dan disajikan dengan menggunakan bahasa yang baik, menarik, dilengkapi dengan ilustrasi.
Suwing (2019) menuliskan pendapat Prastowo yang menjelaskan bahwa modul merupakan sebuah buku yang ditulis untuk membantu peserta didik untuk belajar secara mandiri atau sebagai pengganti fungsi guru. Oleh karena itu, modul menggunakan bahasa yang sederhana, memiliki banyak gambar dan mudah dipahami sesuai dengan usianya masing-masing sehingga memungkinkan peserta didik lebih cepat menyelesaikan satu atau lebih kompetensi dasar dibandingkan yang lainnya. Modul adalah materi pelajaran yang disusun secara runtut dan rinci dengan bahasa sederhana yang bertujuan agar peserta didik mampu mengerti maupun memahami mata pelajaran tertentu.
2.1.2 Fungsi modul
Sebuah modul sebagai bahan ajar yang disusun untuk membantu siswa mengalami prose pembelajaran yang menarik, memiliki fungsi sebagai berikut (Suwing, 2019):
Bahan belajar mandiri. Dengan menggunakan modul siswa diharapkan mampu belajar dimana saja dan kapan saja tanpa bimbingan oleh guru. Kedua, sebagai pengganti fungsi pendidik. Artinya modul sebagai bahan ajar harus mampu menjelaskan materi dengan baik, menarik dan mudah dipahami oleh peserta didik Selanjutnya modul berfungsi sebagai bahan rujukan bagi peserta didik. Modul mengandung materi yang lengkap, maka modul juga memiliki fungsi sebagai bahan rujukan bagi peserta didik.
Sehingga dapat dikatakan bahwa modul berfungsi untuk bahan belajar yang memuatu materi lengkap untuk siswa secara mandiri yang dalam penggunaannya dapat digunakan kapan saja tanpa panduan dari guru atau pendidik.
2.1.3 Tujuan Modul
Sebuah modul dibuat memiliki tujuan dalam proses belajar, misalnya dengan penggunaan modul diharapkan kegiatan belajar menjadi lebih efisien dan lebih efektif. Beberapa tujuan dari pembuatan modul antara lain (Suwing, 2019):
Peserta didik mampu mempelajari materi tanpa bimbingan dari pendidik. Kedua, modul bertujuan untuk meningkatkan minat belajar peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Selanjutnya, modul memiliki tujuan untuk mengakomodasi berbagai tingkat dan kecepatan belajar peserta didik. Peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir lebih cepat akan dapat menyelesaikan materi yang terdapat di dalam modul dengan cepat. Sebaliknya peserta didik
yang memiliki kemampuan berpikir lebih lambat maka mereka diberi waktu untuk mengulanginya sampai paham.
Dari pendapat diatas dapat dikatakan bahwa pembuatan modul bertujuan untuk membantu peserta didik dalam mempelajari materi secara mandiri tanpa bantuan atau bimbingan dari guru dan untuk meningkatkan minat belajar peserta didik karena sumber belajar yang digunakan bervariasi dan seluruh materi yang akan dipelajari sudah termuat dengan lengkap pada modul belajar. 2.2 Belajar
Seseorang dikatakan mengalami proses belajar apabila pada diri seseorang tersebut mengalami perubahan (permanen) atau perubahan kualitas; dari tidak tahu menjadi tahu, tidak mengerti menjadi mengerti, tidak bisa menjelaskan menjadi bisa menjelaskan. Pembelajaran bukanlah sebuah proses yang singkat dan terukur dengan angka yang pasti, melainkan pembelajaran merupakan sebuah proses long life atau sepanjang hayat, tidak terbatas dan dapat terus berkembang sesuai dengan kemampuan serta dorongan yang datang dari diri maupun dari luar diri individu (Ghufron dan Risnawita, 2010).
Beberapa definisi belajar menurut para ahli adalah sebagai berikut (Chomaidi dan Salamah, 2018):
Morgan mengatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Moh. Surya setelah membandingkan batasan belajar dari beberapa ahli, menyimpulkan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.
Dimyati Mahmud menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat
diamati secara langsung, dan terjadi dalam diri seseorang karena pengalaman.
Dari tiga pendapat yang tiap-tiap pendapat telah dirangkum dari beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap, baik yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati secara langsung, terjadi sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan.
2.3 Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Inquiry learning atau pembelajaran inkuiri adalah model
pembelajaran penemuan yang menuntut peserta didik mencari dan meneliti atau menyelidiki suatu masalah berikut pemecahannya dengan cara yang sistematis, logis dan kritis (Joenaidy, 2018). Menurut Abidin (2014) penggunaan pembelajaran inkuiri menuntut siswa untuk mampu tidak hanya sekadar menjawab pertanyaan atau mendapatkan jawaban yang benar. Pembelajaran inkuiri menuntut siswa untuk melakukan serangkaian investigasi, eksplorasi, pencarian, eksperimen, penelusuran, dan penelitian. Coffman dalam Abidin (2014) mendefinisikan inkuiri sebagai pembelajaran yang berfokus pada upaya guru dalam mengajukan pertanyaan secara konsisten untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran selama proses belajar mengajar di kelas. Kuhlthau, Maniotes, dan Caspari (Abidin, 2014) memandang pembelajaran inkuiri sebagai model pembelajaran yang mentransferkan pengetahuan bersifat literasi ke dalam sebuah proses penelitian. Berdasarkan pengertian ini, model pembelajaran inkuiri dipandang sebagai sebuah model pembelajaran yang tidak hanya diorientasikan bagi pencapai penguasaan materi pembelajaran melainkan lebih jauh ditujukan guna membina kompetensi mencapai informasi, mengevaluasi informasi, dan menggunakan informasi melalui serangkaian proses penelitian. Dalam praktiknya siswa dilibatkan pada seluruh tahapan penelitian dari tahap penentuan masalah, memformulasikan dan memfokuskan tujuan
penelitian, hingga mempresentasikan hasil penelitian sebagai produk akhir pembelajaran.
Kuhlthau, Maniotes, dan Caspari (Abidin, 2014) memaparkan karakteristik model pembelajaran inkuiri sebagai berikut:
a. Mereprentasikan konsep belajar seumur hidup
b. Terintegrasi dalam seluruh mata pelajaran, menggunakan berbagai sumber belajar, dan menekankan pencapaian proses dan hasil belajar c. Mentransfer konsep-konsep informasi
d. Melibatkan siswa secara aktif dalam seluruh tahapan pembelajaran dari tahap awal hingga tahap akhir
e. Pembelajaran senantiasa dihubungkan dengan konteks kehidupan siswa
f. Pembelajaran dilangsungkan dalam komunitas belajar yang kolaboratif dan kooperatif
g. Guru dan siswa sama-sama terlibat aktif selama proses pembelajaran Adapun langkah-langkah model pembelajaran inkuiri dijelaskan dalam uraian berikut ini (Joenaidy, 2018):
1. Penyajian fenomena
Guru menyajikan fenomena terkait materi yang sedang dipelajari. Penyajian fenomena ini dapat berupa teks uraian, tampilan gambar, atau pembuatan video. Dalam penyajian fenomena ini, sebelumnya guru telah membagi kelas ke dalam beberapa kelompok kecil.
2. Melakukan observasi
Langkah kedua adalah observasi terhadap materi, gambar, atau tayangan video yang telah disajikan oleh guru. Pada tahap ini, peserta didik berdiskusi untuk menentukan hasil pengamatannya. Observasi sepenuhnya dilakukan oleh peserta didik. Guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan pembimbing ketika peserta didik mengalami atau menemukan kesulitan
Hasil observasi terhadap penyajian masalah kemudian dituangkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan singkat. Pada tahap ini, peserta didik akan menyusun rumusan masalah sesuai fenomena yang telah disajikan dengan mendasarkan perumusan masalah pada hasil observasi.
4. Menyusun hipotesis
Hipotesis adalah kesimpulan sementara yang dapat disusun oleh peserta didik di dalam kelompoknya. Hipotesis ini disusun dari hasil diskusi di dalam kelompok. Hipotesis didasarkan pada observasi yang telah dilakukan. Adapun hasil dari hipotesis harus didukung oleh data valid pada langkah berikutnya.
5. Mengumpulkan data
Sebagai pembimbing dan pendukung hasil hipotesis, langkah model pembelajaran inkuiri berikutnya adalah mengumpulkan data. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan membaca bacaan selain buku teks, mencari informasi di internet, pergi ke perpustakaan, wawancara dan sebagainya.
6. Menganalisis data
Data yang telah terkumpul kemudian dibawa ke dalam kelompok untuk didiskusikan. Kegiatan diskusi ini juga dikenal dengan analisis data. Setiap peserta didik di dalam kelompok diharapkan dapat terlibat aktif dalam rangka menganalisis data yang telah terkumpul.
Salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam menerapkan metode pembelajaran inkuiri adalah menentukan jenis inkuiri yang tepat. Inkuiri yang relevan dengan psikologis siswa sekolah dasar dan menengah adalah inkuiri terbimbing. Hal ini berarti dalam tahapan proses tertentu, siswa tetap mendapatkan bimbingan dan panduan guru dalam melaksanakan proses inkuirinya. Aspek lain yang menjadi pertimbangan penentuan jenis inkuiri yang digunakan adalah kompleksitas masalah yang dibahas. Semakin kompleks masalah semakin besar bimbingan guru
diperlukan, semakin sederhana masalah semakin kecil bimbingan guru dibutuhkan. Namun demikian, masalah yang seyogyanya disajikan kepada para siswa adalah masalah yang kompleks sehingga akan mampu membiasakan siswa untuk berpikir secara multiperspektif.
2.4 Simulasi Komputer
Suparno (2013) menyatakan simulasi komputer adalah model pembelajaran yang menggunakan program komputer untuk mensimulasikan percobaan fisika, tidak melalui percobaan di laboratorium, melainkan lewat monitor komputer dan siswa dapat mempelajarinya dari simulasi tersebut. Melalui simulasi tersebut, siswa dapat memanipulasi data, mengumpulkan data, memodifikasi data, menganalisis hingga mengambil kesimpulan dari data yang ada pada simulasi.
Penggunaan simulasi komputer ini sangat menguntungkan siswa karena dapat dilakukan sendiri berkali-kali tanpa harus ditunggui guru seperti di dalam kelas. Sehingga siswa dapat menggunakan simulasi tersebut di luar kelas, sebagai latihan untuk siswa dalam memahami materi fisika.
Berikut ini beberapa keuntungan pembelajaran dengan simulasi komputer (Suparno, 2013):
1. Dapat dilakukan oleh siswa kapanpun termasuk di rumah sehingga mereka dapat belajar lebih lama dan mengulangi bahan lebih lama tanpa terikat guru, jam, atau waktu
2. Dapat menyajikan simulasi dari percobaan yang sulit dan alatnya mahal, dengan cara yang murah dan mudah bahkan dapat dilihat siswa dengan jelas. Misalnya percobaan nuklir, dapat dilihat dalam simulasi tanpa harus mencoba nuklir itu sendiri
3. Reaksi dan kejadian mikro dapat disimulasikan dengan jelas dalam model sehingga siswa makin jelas menangkap konsepnya. Misalnya, model gerak atom atau molekul yang sulit dilihat mata dapat dilakukan dengan simulasi komputer
4. Di internet banyak sekali percobaan dengan simulasi yang dapat dijadikan tugas siswa untuk mengamati dan mempelajarinya
5. Para ahli miskonsepsi menemukan bahwa simulasi komputer dapat membantu menghilangkan miskonsepsi siswa karena siswa dapat membandingkan pemikirannya yang tidak benar dengan simulasi yang mereka lakukan dan lihat
2.4.1 PhET
Salah satu simulasi komputer yang saat ini bisa digunakan untuk proses pembelajaran adalah PhET. The Physics Education
Technology atau biasa disingkat PhET adalah simulasi komputer
yang dikembangkan oleh University of Colorado yang dapat digunakan secara gratis dengan mengakses melalui
phet.colorado.edu. Simulasi-simulasi yang tersedia pada PhET
meliputi simulasi fisika, biologi, kimia, ilmu kebumian dan matematika.
Simulasi untuk mata pelajaran fisika terdiri dari materi gerak, suara dan gelombang, kerja, energi dan daya, panas dan termo, fenomena kuantum, cahaya dan radiasi, serta listrik, magnet dan rangkaian listrik. Beberapa simulasi fisika tersebut juga sudah tersedia dalam bentuk bahasa Indonesia sehingga lebih memudahkan dalam penggunaan simulasi tersebut. Simulasi PhET juga dapat digunakan secara offline dengan mengunduh simulasi yang ingin digunakan.
Melalui simulasi PhET ini, dapat memungkinkan siswa mempelajari materi-materi fisika menjadi terlihat lebih nyata melalui simulasi-simulasi yang ditampilkan. Selain sebagai simulasi, PhET dapat digunakan sebagai media untuk menunjukkan fenomena, dan dapat digunakan sebagai media untuk melakukan eksperimen. Dengan kata lain PhET dapat digunakan sebagai laboratorium virtual. Simulasi PhET memungkinkan para
siswa untuk melihat fenomena-fenomena fisika yang dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat dilihat secara langsung.
Pembelajaran dengan menggunakan simulasi PhET membuat siswa tertarik dan semangat melakukan praktikum sehingga menuntaskan hasil belajar siswa. Menurut Taufiq (dalam Prihatiningtyas, S., dkk, 2013) simulasi PhET memberikan kesan yang positif, menarik, dan menghibur serta membantu penjelasan secara mendalam tentang suatu fenomena alam. Oleh karena itu, siswa yang berlatih simulasi PhET merasa senang dan mudah untuk mempelajarinya.
Wieman at al. (2010) menyatakan bahwa simulasi PhET menawarkan banyak manfaat yang sama dengan melakukan demonstrasi dengan menggunakan peralatan nyata, selain itu keuntungan menggunakan PhET adalah:
1. Dapat digunakan di ruang kelas dimana peralatan nyata tidak tersedia atau tidak praktis untuk dipasang
2. Dapat digunakan untuk melakukan “percobaan” yang tidak mungkin dilakukan (misalnya simulasi menunjukkan respons langsung dalam menyesuaikan jumlah gas rumah kaca di atmosfer atau ketahanan bohlam dalam rangkaian)
3. Mudah untuk mengubah variabel dalam menanggapi pertanyaan siswa yang sulit yang secara nyata tidak mungkin mengubah peralatan
4. Dapat menunjukkan representasi ganda yang tidak terlihat dan menghubungkan secara eksplisit
5. Siswa dapat menjalankan simulasi di komputer mereka sendiri di rumah untuk mengulang atau memperluas percobaan dari kelas untuk memperjelas dan memperkuat pemahaman mereka.
2.5 Higher Order Thinking Skills (HOTS)
2.5.1 Pengertian higher order thinking skills (HOTS)
Onosko dan Newman (Simarmata, dkk, 2020) menyatakan
higher order thinking skills atau yang dikenal dengan istilah HOTS
merupakan kemampuan untuk menggunakan pikiran menghadapi tantangan penerapan yang belum pernah dipikirkan sebelumnya. Berbeda halnya dengan pendapat Brookhart dalam Simarmata, dkk. (2020) yang mendefinisikan HOTS sebagai kemampuan yang dimiliki oleh siswa untuk menghubungkan materi dalam pembelajaran dengan unsur lain diluar materi yang disampaikan di kelas.
Higher order thinking skills mempunyai dua indikator yaitu
berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan dalam pembentukan sistem konseptual peserta didik. Sebaliknya berpikir kreatif adalah sebuah kebiasaan dari pikiran yang dilatih dengan memperhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi, mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan baru, membuka sudut pandang yang menakjubkan, dan membangkitkan ide-ide yang tidak terduga. Menurut Elaine B. Johnson, melalui berpikir kreatif dan kritis memungkinkan peserta didik untuk mempelajari masalah secara sistematis, menghadapi berjuta tantangan dengan cara yang terorganisasi, merumuskan pertanyaan inovatif, dan merancang solusi orisinal (Helmawati, 2019).
2.5.2 Taksonomi Bloom
Istilah taksonomi (taxonomy) berasal dari bahasa Yunani (Greek), yang terdiri atas dua kata “taxis” yang berarti pengaturan, dan “nomos” berarti ilmu pengetahuan. Kata taxis juga merujuk pada struktur hierarki yang dibangun dalam suatu klasifikasi. Jadi, taksonomi adalah ilmu yang mempelajari tentang klasifikasi. Atherton berpendapat bahwa taksonomi pembelajaran adalah
klasifikasi tujuan pembelajaran berdasarkan domain pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diidentifikasi dalam tiga domain; kognitif, afektif, dan psikomotorik (Yaumi, 2013).
Taksonomi Bloom yang pertama kali dikenalkan oleh sekelompok peneliti yang dipimpin oleh Benjamin Bloom pada tahun 1956 dan dikembangkan lebih lanjut oleh Anderson and Krathwol pada tahun 2001 digunakan sebagai rujukan pada Standar Kompetensi Lulusan di Indonesia. Taksonomi Bloom mengategorikan capaian pembelajaran menjadi tiga domain, yaitu dimensi pengetahuan yang terkait dengan penguasaan pengetahuan, dimensi sikap yang terkait dengan penguasaan sikap dan perilaku, serta dimensi keterampilan yang terkait dengan penguasaan keterampian (Helmawati, 2019). Bloom merumuskan taksonomi pembelajaran khususnya dalam domain kognisi mulai dari keterampilan berpikir tingkat rendah sampai pada keterampilan berpikir tingkat tinggi (Yaumi, 2013).
Lorin Anderson yang merupakan murid Benjamin Bloom memperbaiki struktur ranah kognitif. Perbaikan penting yang dikemukakan Anderson adalah perubahan dari kata benda ke kata kerja. Perubahan ini disebabkan taksonomi perlu mencerminkan berbagai bentuk atau cara berpikir dalam suatu proses yang aktif. Dengan demikian, penggunaan kata kerja lebih sesuai daripada kata benda.
Tabel 2.1 Perbedaan taksonomi Bloom dan Anderson
Taksonomi Bloom Taksonomi (Perbaikan) Anderson
Pengetahuan Mengingat Pemahaman Memahami Penerapan Mengaplikasikan Analisis Menganalisis Sintesis Mengevaluasi Penilaian Menciptakan
2.5.3 Acuan higher order thinking skills (HOTS)
Saputra mendefenisikan Higher order thinking skills sebagai suatu proses berpikir peserta didik dalam level kognitif yang lebih tinggi yang dikembangkan dari berbagai konsep dan metode kognitif dan taksonomi pembelajaran seperti metode
problem solving, taksonomi bloom, taksonomi pembelajaran,
pengajaran, dan penilaian (Sari, 2020).
Higher order thinking skills mengacu pada taksonomi
Bloom yang telah disempurnakan oleh Anderson. Tahapan berpikir pada teori kognitif dalam taksonomi Bloom yang telah diperbaiki meliputi dimensi: 1) mengingat, 2) memahami, 3) menerapkan, 4) menganalisis, 5) menilai, dan 6) menciptakan (kemudian disebut C1-C6) (Helmawati, 2019). Taksonomi Bloom membagi menjadi dua kemampuan berpikir, yaitu C1-C3 berada pada lower order
thinking skills/ LOTS dan C4-C6 berada pada higher order thinking skills/ HOTS.
Tabel 2.2 Tingkatan berpikir berdasarkan Taksonomi Bloom
Taksonomi (Perbaikan) Anderson Tingkatan Berpikir
Mengingat Lower Order Thinking Skills
(LOTS) Memahami
Mengaplikasikan
Menganalisis Higher Order Thinking Skills
(HOTS) Mengevaluasi
Menciptakan
2.6 Materi Hukum Gas Ideal 2.6.1 Karakteristik Gas Ideal
1. Jumlah partikel gas banyak sekali tetapi tidak ada gaya tarik-menarik (interaksi) antarpartikel
2. Setiap partikel gas selalu bergerak dengan arah sembarang 3. Ukuran partikel gas dapat diabaikan terhadap ukuran ruangan
4. Setiap tumbukan yang terjadi bersifat lenting sempurna 5. Partikel gas terdistribusi merata pada seluruh ruang 6. Berlaku Hukum Newton tentang gerak
2.6.2 Penurunan persamaan keadaan gas ideal
Gambar 2.1 gas ideal dalam sebuah bejana yang volume dapat diubah dengan
menggerakkan piston
Pada gambar 2.1 ditunjukkan sejenis gas ideal dalam sebuah bejana silinder. Silinder tersebut ditekan ke atas dan ke bawah yang akan menyebabkan volume gas ideal di dalam bejana juga berubah. Ketika piston ditekan ke bawah sambil menjaga temperaturnya tetap konstan, maka tekanan gas yang mula-mula P1
dan volume gas mula-mula V1, akan bertambah menjadi P2 dan
volume gas akan berkurang menjadi (Kanginan, 2013).
Demikian pula jika piston ditarik ke atas, tekanan gas akan berkurang dan volumenya bertambah. Dengan pendekatan yang baik, tekanan berubah secara terbalik dengan volumenya. Hal ini berarti bahwa, dalam keadaan temperatur konstan, hasil kali antara tekanan dan volume gas adalah konstan. Hasil ini ditemukan secara eksperimen oleh Robert Boyle (1627 – 1691) yang dikenal sebagai hukum Boyle:
PV = tetap
Gambar 2.2 Grafik hubungan tekanan terhadap volume pada suhu konstan
Kemudian Gay-Lussac melakukan percobaan yang menyatakan bahwa pada volume konstan, tekanan mutlak gas berbanding lurus dengan temperatur mutlak:
P T
Pada percobaan Charles, tekanan gas dijaga tetap dan volume gas diubah-ubah dengan menggerakkan piston. Diasumsikan suhu mutlak gas mula-mula T0 dan volume gas
mula-mula V0. Jika piston digerakkan ke atas sehingga volume gas
bertambah menjadi 2V0, ternyata suhu mutlak gas bertambah
menjadi 2T0. Jika piston terus digerakkan keatas sehingga volume
gas menjadi 4V0, maka suhu mutlak gas akan bertambah menjadi 4T0. Secara matematis dapat dituliskan:
(2 – 2) Persamaan tersebut pertama kali dinyatakan oleh Jacques Charles (1746 – 1823) dan Joseph Gay Lussac ( 1778 – 1850), yang kemudian disebut sebagai hukum Charles-Gay Lussac (Kanginan, 2013).
Persamaan gas ideal memenuhi hukum Boyle dan Charles-Gay Lussac, dengan menyatukan persamaan:
(2 – 3)
(2 – 4)
Dengan C adalah konstanta kesebandingan yang sesuai dengan suatu macam gas tertentu. Persamaan tersebut dikenal sebagai persamaan Boyle-Gay Lussac, yang melibatkan tiga variabel utama gas, yaitu tekanan, volume, dan suhu.
Misalkan terdapat dua wadah, masing-masing memiliki jumlah gas yang sama dari gas yang sama pada temperatur yang sama. Masing-masing mempunyai volume yang dinyatakan oleh persamaan PV = CT. Jika kedua wadah tersebut digabungkan, akan didapatkan dua kali volume gas pada tekanan P yang sama dan temperatur T yang sama, dengan C harus bertambah dua kali lipat. Dengan kata lain, C sebanding dengan jumlah gas. Sehingga dapat dituliskan:
(2 – 5)
Dengan N adalah jumlah molekul gas dan k adalah konstanta. Maka persamaan 2 – 4 menjadi:
(2 – 6)
Konstanta k dinamakan konstanta Boltzmann. Satu mol sebuah zat adalah jumlah zat tersebut yang mengandung atom-atom atau molekul-molekul sejumlah bilangan Avogadro. Bilangan Avogadro
Nilai bilangan Avogadro adalah 6,0022 10-23 molekul/mol. Jika
kita mempunyai n mol zat, maka jumlah molekul adalah
(2 – 7)
Pada sebuah gas yang diketahui massanya, maka dapat ditentukan jumlah mol gas dengan menggunakan persamaan:
(2 – 8)
Dengan m adalah massa zat dalam satuan gram, dan Mr adalah
massa relatif gas
Maka persamaan umum yang berlaku untuk gas ideal dapat dituliskan:
(2 – 9)
Dengan: P = Tekanan gas (N/m2) V = Volume gas (m3) n = Jumlah mol gas
R = Konstanta gas umum (8,314 J/mol.K) T = Suhu gas (K)
Digunakan istilah “ideal” karena gas nyata tidak mengikuti persamaan PV = nRT dengan tepat, terutama pada tekanan tinggi atau ketika gas mendekati titik lebur. Meskipun demikian, pada tekanan kurang dari satu atmosfer atau sekitarnya, dan ketika T tidak mendekati titik lebur gas, persamaan PV = nRT cukup akurat dan berguna untuk gas nyata (Giancolli, 2014).
22
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis PenelitianPenelitian ini dilakukan untuk pengembangan modul pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing menggunakan simulasi PhET untuk mengasah kemampuan siswa berpikir tingkat tinggi (Higher Order
Thinking Skills/ HOTS). Penelitian ini merupakan penelitian dan
pengembangan atau research and development (R & D) yang dimodifikasi dari sepuluh langkah penelitian dari Borg and Gall (Sugiyono, 2013).
Research and development (R&D) atau penelitian dan
pengembangan adalah suatu proses atau langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Produk tidak selalu berbentuk hardware dan software tetapi program komputer untuk pengolahan data, pembelajaran di kelas, perpustakaan atau laboratorium, pelatihan, bimbingan, evaluasi, dan manajemen (Winarni, 2018). Metode penelitian dan pengembangan (R&D) adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk baru, menguji keefektifan produk yang telah ada, serta mengembangkan dan menciptakan produk baru (Sugiyono, 2013).
Menurut Borg and Gall dalam Winarni (2018), Educational
Research and Development is a process used to develop and validate educational production. Artinya penelitian dan pengembangan merupakan
suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan melakukan validasi hasil pendidikan. Penelitian pengembangan tidak hanya mengembangkan hasil, tetapi lebih penting menemukan pengetahuan baru (new knowledge) untuk menjawab pertanyaan khusus tentang masalah praktis. Penelitian pengembangan pendidikan bertujuan memperbaiki pendidikan.
dan pengembangan, yaitu sebagai berikut (Sugiyono, 2017):
Gambar 3.1 Langkah-langkah penggunaan Metode Research and Development (R & D)
1. Potensi dan Masalah
Potensi dan masalah yang dikemukakan dalam penelitian harus ditunjukkan dengan data empirik. Data tentang potensi dan masalah tidak harus dicari sendiri, tetapi bisa berdasarkan laporan penelitian orang lain, atau dokumentasi laporan kegiatan dari perorangan atau instansi tertentu yang masih up to date.
2. Pengumpulan Data
Setelah potensi dan masalah dapat ditunjukkan secara faktual dan
up to date, selanjutnya perlu dikumpulkan berbagai informasi yang
dapat digunakan sebagai bahan untuk perencanaan produk tertentu yang diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut. Metode yang digunakan untuk penelitian tergantung permasalahan dan ketelitian tujuan yang ingin dicapai.
3. Desain Produk
Dalam bidang pendidikan, produk-produk yang dihasilkan melalui penelitian R&D diharapkan dapat meningkatkan produktivitas pendidikan. Produk-produk pendidikan misalnya kurikulum yang Potensi dan
Masalah
Pengumpul an data
Desain
Produk Validasi Desain
Revisi Desain Ujicoba Produk Revisi Produk Ujicoba Pemakaian Revisi
media pendidikan, buku ajar, modul, kompetensi tenaga kependidikan, sistem evaluasi, model uji kompetensi, penataan ruang kelas untuk model pembelajar tertentu, model unit produksi, model manajemen, sistem pembinaan pegawai, sistem penggajian dan lain-lain. Desain produk diwujudkan dalam gambar atau bagan, sehingga dapat digunakan sebagai pegangan untuk menilai dan membuatnya. Desain metode ini masih bersifat hipotetik, karena efektivitasnya belum terbukti, dan akan dapat diketahui setelah melalui pengujian-pengujian.
4. Validasi Desain
Validasi desain merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan produk akan lebih efektif dari yang lama atau tidak. Validasi produk dapat dilakukan dengan cara menghadirkan beberapa pakar atau tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk menilai produk baru yang dirancang tersebut, sehingga selanjutnya dapat diketahui kelemahan dan kekurangannya.
5. Revisi Desain
Setelah desain produk divalidasi dengan pakar atau para ahli, maka akan diketahui kelemahannya. Kelemahan tersebut selanjutnya dicoba untuk dikurangi dengan cara memperbaiki desain.
6. Ujicoba Produk
Pengujian dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi apakah produk baru tersebut lebih efektif dan efisien dibanding produk yang lama atau yang lain. Dengan terujinya produk tersebut, maka langkah pengujian produk untuk tahap ini dinyatakan selesai, langkah selanjutnya adalah revisi produk. 7. Revisi Produk
Hal-hal yang belum atau kurang tercapai saat produk telah diujicobakan, selanjutnya direvisi. Setelah direvisi, maka perlu diujicobakan lagi ke kelas yang lebih luas.
Setelah pengujian terhadap produk berhasil, dan mungkin ada revisi yang tidak terlalu penting, maka selanjutnya produk tersebut dapat diterapkan dalam lingkup yang lebih luas. Dalam operasinya, metode baru tersebut, tetap harus dinilai kekurangan atau hambatan yang muncul guna untuk perbaikan lebih lanjut.
9. Revisi Produk
Revisi produk ini dilakukan, apabila dalam pemakaian dalam pemakaian yang lebih luas terdapat kekurangan dan kelemahan. 10. Produksi Massal
Bila produk baru tersebut telah dinyatakan efektif dalam beberapa kali pengujian, maka produk baru tersebut dapa diterapkan atau diproduksi secara massal.
3.2 Prosedur Pengembangan
Dalam pembuatan modul pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing menggunakan simulasi PhET untuk mengasah kemampuan siswa berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills/ HOTS) peneliti menggunakan metode research and development (R & D) yang telah dimodifikasi menjadi 5 tahap saja karena keterbatasan waktu dalam proses penelitian. Lima tahap pengembangan yang dilaksanakan dalam penelitian ini, yaitu:
Gambar 3.2 Langkah-langkah metode R&D dalam pembuatan modul
Potensi Masalah dan Pengumpulan Data Perencanaan Desain Produk Pengembangan Modul Pembelajaran Validasi dan Perbaikan Desain Revisi Produk Akhir
Potensi masalah dalam penelitian tidak dilakukan dengan melakukan observasi secara langsung di sekolah. Penelitian ini dimulai dengan studi pustaka dengan mengkaji literatur dan membaca jurnal yang sesuai. Banyak jurnal yang membahas tentang bagaimana membuat modul pembelajaran berbasis metode inkuiri terbimbing. Pembelajaran menggunakan model belajar inkuiri terbimbing dirasa mumpuni untuk membantu peserta didik mencapai hasil belajar yang lebih maksimal karena akan dilakukan dengan pendekatan saintifik. Dalam proses pembelajaran siswa akan diajak untuk dapat melaksanakan kegiatan belajar dengan proses yang cukup kompleks, misalnya melalui kegiatan observasi, menanya, melakukan eksperimen, mengolah data, menarik kesimpulan hingga dapat mencipta atau mengkreasikan. Pembelajaran menggunakan model inkuiri terbimbing ini akan dibantu dengan menggunakan simulasi PhET. Semua proses pembelajaran tersebut yang tersaji dalam modul yang dikembangkan bertujuan untuk membantu seluruh siswa mengasah kemampuan mereka dalam berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir tingkat tinggi ini sangat diperlukan, mengingat kemajuan jaman yang semakin pesat. Kemajuan ini memerlukan generasi yang cekatan, terbiasa berpikir kritis dan berpikir kreatif. Oleh karena itu, kebiasaan tersebut juga harus juga mulai ditanamkan dalam setiap proses pembelajaran di sekolah.
2. Perencanaan desain produk
Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa modul pembelajaran. Modul pembelajaran didesain untuk dapat digunakan oleh peserta didik dan menjadi modul pegangan juga buat guru. Modul dirancang untuk pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing yang dibantu dengan simulasi PhET yang diharapkan mampu membantu siswa untuk memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal ini dapat
juga melakukan kegiatan eksperimen. Dengan kegiatan tersebut, siswa diharapkan mulai terbiasa berpikir kritis dan berpikir kreatif, yang menggambarkan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
3. Pengembangan modul pembelajaran
Modul pembelajaran dikembangkan dengan semenarik mungkin dan tetap memperhatikan kurikulum dan kompetensi yang ingin dicapai. Modul belajar yang dibuat terdiri atas penjelasan teori, menampilkan fenomena, lembar kerja peserta didik (LKPD), latihan-latihan soal, daftar pustaka yang dapat digunakan sebagai rujukan dan sumber belajar serta gambar-gambar menarik untuk membantu siswa memahami teori.
4. Validasi dan perbaikan desain
Modul belajar yang telah dibuat kemudian divalidasi. Validasi dilakukan oleh beberapa validator dengan menyertakan modul belajar, instrumen kuesioner dan kuesioner. Beberapa hal yang dinilai melalui proses validasi ini adalah tampilan modul dan isi modul. Validasi ini bertujuan untuk memperbaiki desain modul sesuai dengan saran dan komentar perbaikan dari validator tersebut.
5. Revisi produk akhir
Modul belajar yang telah divalidasi oleh beberapa validator, akan dijadikan sebagai acuan untuk merevisi modul yang telah dibuat. Hasil dari revisi ini kemudian akan menjadi produk akhir yaitu modul yang telah siap digunakan untuk proses pembelajaran.
3.3 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan
Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah berupa modul pembelajaran untuk materi hukum gas ideal. Produk akhir berupa modul belajar hukum gas ideal yang terlebih dahulu telah divalidasi oleh beberapa validator. Dua hal penting yang divalidasi dari modul ini adalah tampilan modul dan isi materi modul. Modul terdiri dari penjelasan teori, menampilkan fenomena, lembar kerja peserta didik (LKPD),
latihan-didik untuk memperoleh pengetahuan. 3.4 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian untuk pengembangan modul pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing menggunakan simulasi PhET untuk mengasah kemampuan siswa berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills/ HOTS) dilakukan dengan teknik pengumpulan data berupa kuesioner (angket). Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efiesien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden (Sugiyono, 2017).
3.5 Instrumen Penelitian
Kuesioner validasi modul pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing dengan simulasi PhET untuk mengasah kemampuan siswa berpikir tingkat tinggi. Instrumen kuesioner untuk pernyataan yang menilai tentang tampilan modul dan 12 pernyataan yang menilai tentang isi materi dan inkuiri terbimbing mengikuti instrumen penelitian yang sudah ada pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Perada (2019).
Tabel 3.1 Kisi-kisi instrumen kuesioner
Aspek Sub Aspek Indikator Rubrik No Item
TAMPILAN MEDIA
Tampilan 1. Sampul depan 1. Gambar yang ditampilkan mengandung aspek fisika
2. Gambar yang
ditampilkan menarik 3. Perpaduan warna gambar
dan tulisan menarik 4. Desain keseluruhan
sampul depan modul rapi
Skor 5: Apabila memenuhi 4 aspek indikator 1 Skor 4: Apabila memenuhi 3 aspek indikator
Skor 3: Apabila memenuhi 2 aspek indikator Skor 2: Apabila memenuhi 1 aspek indikator Skor 1: Apabila tidak ada jawaban yang memenuhi aspek indikator
2. Susunan urutan sesuai format tampilan
bahasa yang digunakan
1. Urutan tampilan modul terstruktur
2. Judul yang singkat yakni terdiri tidak lebih dari 14 kata Bahasa Indonesia 3. Judul modul sudah dapat
menunjukkan isi modul 4. Struktur kognitif yang
jelas dan mudah dipahami
Skor 5: Apabila memenuhi 4 aspek indikator 2 Skor 4: Apabila memenuhi 3 aspek indikator
Skor 3: Apabila memenuhi 2 aspek indikator Skor 2: Apabila memenuhi 1 aspek indikator Skor 1: Apabila tidak ada jawaban yang memenuhi aspek indikator
Aspek Sub Aspek Indikator Rubrik No Item digunakan dipahami peserta didik
2. Kalimat yang tidak terlalu panjang
3. Hubungan antara kalimat jelas
4. Menggunakan Bahasa Indonesia yang baku
Skor 4: Apabila memenuhi 3 aspek indikator Skor 3: Apabila memenuhi 2 aspek indikator Skor 2: Apabila memenuhi 1 aspek indikator Skor 1: Apabila tidak ada jawaban yang memenuhi aspek indikator
4. Kemudahan dibaca
1. Ukuran huruf mudah dibaca
2. Warna huruf kontras dengan latar
3. Jenis huruf yang digunakan sesuai dengan aturan penulisan
4. Spasi antar kata jelas
Skor 5: Apabila memenuhi 4 aspek indikator 4 Skor 4: Apabila memenuhi 3 aspek indikator
Skor 3: Apabila memenuhi 2 aspek indikator Skor 2: Apabila memenuhi 1 aspek indikator Skor 1: Apabila tidak ada jawaban yang memenuhi aspek indikator
5. Sampul belakang
1. Warna desain sampul belakang selaras dengan sampul depan
2. Warna tulisan dan latar sampul jelas dan selaras 3. Desain sampul belakang
menarik
4. Informasi gambar yang
Skor 5: Apabila memenuhi 4 aspek indikator 5 Skor 4: Apabila memenuhi 3 aspek indikator
Skor 3: Apabila memenuhi 2 aspek indikator Skor 2: Apabila memenuhi 1 aspek indikator Skor 1: Apabila tidak ada jawaban yang memenuhi aspek indikator
Aspek Sub Aspek Indikator Rubrik No Item digunakan pada sampul
jelas
MATERI Isi Materi 1. Kesesuaian
materi dengan kompetensi dasar
1. Materi yang terdapat dalam modul sesuai dengan KD
2. Materi mencerminkan
gambaran yang
mendukung pencapaian KD
3. Materi tidak tumpang tindih
4. Materi yang disajikan sesuai dengan judul modul pembelajaran
Skor 5: Apabila memenuhi 4 aspek indikator 6 Skor 4: Apabila memenuhi 3 aspek indikator
Skor 3: Apabila memenuhi 2 aspek indikator Skor 2: Apabila memenuhi 1 aspek indikator Skor 1: Apabila tidak ada jawaban yang memenuhi aspek indikator
2. Pemerolehan pengetahuan baru
1. Pengalaman belajar melelaui fenomena dan praktikum menggunakan PhET dapat menambah pengetahuan baru bagi
Skor 5: Apabila memenuhi 4 aspek indikator 7 Skor 4: Apabila memenuhi 3 aspek indikator
Skor 3: Apabila memenuhi 2 aspek indikator Skor 2: Apabila memenuhi 1 aspek indikator
Aspek Sub Aspek Indikator Rubrik No Item peserta didik
2. Konsep-konsep dalam
modul mampu
membangun
pengetahuan baru bagi peserta didik
3. Melalui kegiatan praktikum menggunakan PhET peserta didik dapat lebih memahami kaitan
materi dengan
pengalaman sehari-hari 4. Fakta yang dicantumkan
memberikan
pengetahuan baru untuk peserta didik
Skor 1: Apabila tidak ada jawaban yang memenuhi aspek indikator
3. Kegiatan pemahaman pengetahuan 1. Sharing 2. menyusun hipotesis (dugaan sementara) 3. Menguji hipotesis 4. Menarik kesimpulan
Skor 5: Apabila memenuhi 4 aspek indikator 8 Skor 4: Apabila memenuhi 3 aspek indikator
Skor 3: Apabila memenuhi 2 aspek indikator Skor 2: Apabila memenuhi 1 aspek indikator Skor 1: Apabila tidak ada jawaban yang
Aspek Sub Aspek Indikator Rubrik No Item memenuhi aspek indikator
4. Pemecahan masalah
1. Analisis masalah 2. Mencari titik masalah 3. Menentukan alternatif
pemecahan masalah 4. Menarik kesimpulan
penyelesaian
Skor 5: Apabila memenuhi 4 aspek indikator 9 Skor 4: Apabila memenuhi 3 aspek indikator
Skor 3: Apabila memenuhi 2 aspek indikator Skor 2: Apabila memenuhi 1 aspek indikator Skor 1: Apabila tidak ada jawaban yang memenuhi aspek indikator
5. Proses belajar yang saling menunjang
1. Saling berbagi informasi pengetahuan 2. Saling melengkapi dalam melaksanakan praktikum menggunakan PhET 3. Memecahkan persoalan yang ada dengan bersama
4. Saling mendukung
Skor 5: Apabila memenuhi 4 aspek indikator 10 Skor 4: Apabila memenuhi 3 aspek indikator
Skor 3: Apabila memenuhi 2 aspek indikator Skor 2: Apabila memenuhi 1 aspek indikator Skor 1: Apabila tidak ada jawaban yang memenuhi aspek indikator
6. Menyenangkan dan tidak membosankan
1. Kegiatan merumuskan hipotesis menciptakan rasa ingin tahu yang
Skor 5: Apabila memenuhi 4 aspek indikator 11 Skor 4: Apabila memenuhi 3 aspek indikator
Aspek Sub Aspek Indikator Rubrik No Item tinggi dalam peserta
didik 2. Kegiatan pengamatan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan 3. Kegiatan mencari informasi menciptakan suasana yang harmonis 4. Kegiatan membuat
kesimpulan menciptakan suasana belajar yang bahagia karena dapat memecahkan persoalan
Skor 2: Apabila memenuhi 1 aspek indikator Skor 1: Apabila tidak ada jawaban yang memenuhi aspek indikator
Inkuiri 1. Penyajian fenomena
1. Membina suasana atau iklim pelajaran yang responsif
2. Mengondisikan agar peserta didik siap
Skor 5: Apabila memenuhi 4 aspek indikator 12 Skor 4: Apabila memenuhi 3 aspek indikator
Skor 3: Apabila memenuhi 2 aspek indikator Skor 2: Apabila memenuhi 1 aspek indikator
Aspek Sub Aspek Indikator Rubrik No Item melaksanakan proses
pembelajaran
3. Merangsang dan mengajak peserta didik untuk mulai berpikir terkait topik pembahasan 4. Merangsang peserta
didik untuk belajar dengan aktif
Skor 1: Apabila tidak ada jawaban yang memenuhi aspek indikator
2. Melakukan observasi
1. Memfasilitasi peserta didik untuk melihat fenomena terkait materi yang sedang dipelajari 2. Modul berisi teks uraian,
tampilan gambar, dan LKPD untuk membantu siswa memperoleh informasi
3. Merangsang peserta didik untuk berdiskusi dalam menentukan hasil pengamatan
4. Mendorong peserta didik
Skor 5: Apabila memenuhi 4 aspek indikator 13 Skor 4: Apabila memenuhi 3 aspek indikator
Skor 3: Apabila memenuhi 2 aspek indikator Skor 2: Apabila memenuhi 1 aspek indikator Skor 1: Apabila tidak ada jawaban yang memenuhi aspek indikator
Aspek Sub Aspek Indikator Rubrik No Item
untuk terbiasa
melakukan kegiatan observasi dalam proses pembelajaran
3. Merumuskan masalah
1. Masalah mengandung teka-teki
2. Menantang peserta didik untuk berpikir kritis 3. Mendorong peserta didik
untuk mencari jawaban yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan sumbernya
4. Mendorong peserta didik untuk berpikir kritis
Skor 5: Apabila memenuhi 4 aspek indikator 14 Skor 4: Apabila memenuhi 3 aspek indikator
Skor 3: Apabila memenuhi 2 aspek indikator Skor 2: Apabila memenuhi 1 aspek indikator Skor 1: Apabila tidak ada jawaban yang memenuhi aspek indikator
4. Menyusun hipotesis
1. Memperkuat
pengetahuan dasar peserta didik untuk melaksanakan kegiatan eksperimen
2. Merumuskan jawaban atau dugaan sementara terkait kegiatan yang
Skor 5: Apabila memenuhi 4 aspek indikator 15 Skor 4: Apabila memenuhi 3 aspek indikator
Skor 3: Apabila memenuhi 2 aspek indikator Skor 2: Apabila memenuhi 1 aspek indikator Skor 1: Apabila tidak ada jawaban yang memenuhi aspek indikator
Aspek Sub Aspek Indikator Rubrik No Item dilakukan
3. Sebagai arahan dalam melaksanakan
pembuktian
4. Sebagai dasar untuk menarik kesimpulan 5. Mengumpulkan
data
1. Mendorong peserta didik untuk memperoleh jawaban dari hipotesis yang telah dirumuskan 2. Meningkatkan kerja
sama kelompok
3. Kegiatan mengumpulkan data menggunakan sumber yang terpercaya 4. Kegiatan mengumpulkan
data sesuai dengan prosedur yang telah dirumuskan peserta didik
Skor 5: Apabila memenuhi 4 aspek indikator 16 Skor 4: Apabila memenuhi 3 aspek indikator
Skor 3: Apabila memenuhi 2 aspek indikator Skor 2: Apabila memenuhi 1 aspek indikator Skor 1: Apabila tidak ada jawaban yang memenuhi aspek indikator
6. Menganalisis data
1. Menganalisis 2. Membandingkan 3. Mengevaluasi
Skor 5: Apabila memenuhi 4 aspek indikator 17 Skor 4: Apabila memenuhi 3 aspek indikator
Aspek Sub Aspek Indikator Rubrik No Item 4. Menyimpulkan Skor 2: Apabila memenuhi 1 aspek indikator
Skor 1: Apabila tidak ada jawaban yang memenuhi aspek indikator
Higher Order Thinking Skills
(HOTS)
1. Menganalisis 1. Mendorong siswa untuk menganalisis suatu masalah melalui kegiatan observasi dan praktikum menggunakan PhET
2. Meningkatkan
kemampuan siswa memecahkan masalah melalui latihan soal 3. Meningkatkan
kemampuan siswa untuk mengkorelasikan materi dengan fenomena yang diamati
4. Mendorong siswa untuk mendiagnosa penyebab suatu kejadian melalui
Skor 5: Apabila memenuhi 4 aspek indikator 18 Skor 4: Apabila memenuhi 3 aspek indikator
Skor 3: Apabila memenuhi 2 aspek indikator Skor 2: Apabila memenuhi 1 aspek indikator Skor 1: Apabila tidak ada jawaban yang memenuhi aspek indikator
Aspek Sub Aspek Indikator Rubrik No Item fenomena dan praktikum
menggunakan PhET 2. Mengevaluasi 1. Membantu siswa untuk
memprediksi suatu kejadian melalui kegiatan praktikum menggunakan PhET 2. Membantu siswa memprediksi suatu kejadian melalui latihan-latihan soal
3. Meningkatkan
kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan berpikir kreatif melalui pembelajaran
menggunakan modul 4. Meningkatkan
kemampuan siswa untuk menyimpulkan materi melalui fenomena dan praktikum menggunakan PhET
Skor 5: Apabila memenuhi 4 aspek indikator 19 Skor 4: Apabila memenuhi 3 aspek indikator
Skor 3: Apabila memenuhi 2 aspek indikator Skor 2: Apabila memenuhi 1 aspek indikator Skor 1: Apabila tidak ada jawaban yang memenuhi aspek indikator
Aspek Sub Aspek Indikator Rubrik No Item 3. Mencipta 1. Mendorong siswa untuk
mengumpulkan
informasi dalam menunjang pemahaman terhadap suatu kejadian dan fenomena
2. Membantu siswa untuk merencanakan sebuah media atau alat peraga melalui pembelajaran menggunakan modul 3. Mendorong siswa untuk
mengembangkan media atau alat peraga melalui fenomena dan praktikum menggunakan PhET 4. Mendorong siswa untuk
mengkombinasikan antara fenomena dan teori dalam memproses sebuah materi
Skor 5: Apabila memenuhi 4 aspek indikator 20 Skor 4: Apabila memenuhi 3 aspek indikator
Skor 3: Apabila memenuhi 2 aspek indikator Skor 2: Apabila memenuhi 1 aspek indikator Skor 1: Apabila tidak ada jawaban yang memenuhi aspek indikator