• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

ISMAWATI

NomorStambuk : 10561 04646 13

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2017

(2)

i

KABUPATEN SINJAI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara

Disusun dan Diajukan Oleh ISMAWATI

Nomor Stambuk : 10561 04646 13

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2017

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv

Nama : Ismawati

Nomor Stambuk : 10561 04646 13

Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar,maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.

Makassar, 28 Juli 2017 Yang Menyatakan,

Ismawati

(6)

v

Tellulimpoe Kabupaten Sinjai (dibimbing oleh Burhanuddin dan Nasrulhaq).

Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) adalah forum publik perencanaan (program) yang diselenggarakan oleh lembaga publik yaitu Pemerintah Desa bekerjasama dengan warga dan para pemangku kepentingan penyelenggaraan Musrenbang merupakan salah-satu tugas pemerintah Desa untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, Pembangunan dan kemasyarakatan di Desa Erabaru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai. Tujuan diadakannya Musrenbang tersebut adalah untuk mengetahui rancangan perencanaan pembangunan yang ada di Desa Erbaru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai seperti pada pembangunan rabat beton.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan tipe penelitian yang digunakan adalah fenomenologi. Tehnik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Tehnik analisis data yang digunakan adalah Reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan (verification). Keabsahan data menggunakan triangulasi yaitu triangulasi sumber, triangulasi waktu, dan triangulasi tehnik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa participatory governance dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa masih kurang optimal Karena masih banyaknya perangkat desa yang seharusnya berfungsi sebagai agen-agen pambangunan, namun belum melaksanakan fungsinya secara baik. Selanjutnya, Pemerintah Desa kurang memberikan peluang kepada Masyarakat untuk ikut serta merumuskan Pembangunan di Desa Erabaru kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai.

Kata Kunci: Participatory, Governance, Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa.

(7)

vi

Assalamu Alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur Penulis ucapkan kehadiran Allah SWT, karena atas rahmatdan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yangberjudul

“Participatory governance dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa di Desa Erabaru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai.” Skripsi ini dibuat sebagai salah-satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini telah melibatkanbanyak pihak yang tentunya sepenuh hati meluangkan waktu dengan ikhlas memberikan informasi yang dibutuhkan. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.Burhanuddin.,S.Sos.,M.Si selaku Pembimbing I dan Bapak Nasrulhaq.,S.Sos.,MPA selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan masukan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Abd. Rahman Rahim, M.M selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Dr.Hj. Ihyani Malik, S.Sos.M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar, yang telah mengelolah fakultas dengan sebaik-baiknya.

3. Bapak Dr. Burhanuddin S.Sos, M.Si selaku ketua Jurusan Ilmu Administrasi

(8)

vii

4. Kedua orang tua tercinta yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik, mengarahkan, dan senantiasa mendo’akan serta memberi dukungan yang tiada ternilai baik moral, maupun materi, nasehat serta pengorbanan yang tak terhingga dalam melalui hari demi hari dalam kehidupan ini.

5. Buat saudara-saudariku tercinta, dan teman-temanku serta keluarga besar yang senantiasa memberikan motivasi, serta bantuan yang tiada ternilai baik moral, maupun materi kepada penulis.

Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi penelitian ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, 15 Juli 2017

Ismawati

(9)

viii

Halaman Persetujuan ... iii

Halaman Pernyataan Keaslian ... iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... vii

Daftar Gambar ... ix

Daftar Tabel ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Partisipasi ... 10

B. Governance ... 19

C. Musyawarah Perencanaan Pembangunan ... 24

D. Kerangka Pikir ... 29

E. Fokus Penelitian ... 30

F. Deskripsi Fokus Penelitian ... 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 33

B. Jenis dan Tipe Penelitian ... 33

C. Sumber Data ... 34

D. Informan Penelitian ... 34

E. Teknik Pengumpulan Data ... 35

F. Teknik Analisis Data ... 36

G. Keabsahan Data ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian ... 40

B. Karakteristik Informan ... 54

C. Kehadiran participatory governance dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa Erabaru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai ... 57

D. Penyampaian ide participatory governance dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa Erabaru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai... 62

(10)

ix BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 70 B. Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA ... 73

(11)

x

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir ... 30 Gambar 2. Bagan Struktur Organisasi Erabaru ... 50

(12)

xi

Tabel 1. Tabel Informan ... 34

Tabel 2. Karakteristik Informan berdasarkan Jenis Kelamin ... 54

Tabel 3. Karakteristik Informan Berdasarkan Umur ... 55

Tabel 4. Karakteristik Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 55

Tabel 5. Karakteristik Informan Berdasarkan Pekerjaan ... 56

Tabel 6. Karakteristik Informan Berdasarkan Pendapatannya ... 56

(13)

1 A. Latar Belakang

Paradigma birokrasi di Indonesia mengalami perubahan dari paradigma pemerintahan yang sentralistik ke desentralistik. Yaitu dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (selanjutnya disebut UU Otonomi Daerah) dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang secara substantif dengan menempatkan partisipasi masyarakat sebagai instrument yang sangat penting dalam sistem pemerintahan daerah. Muara akhir dari upaya tersebut adalah terakomodasi aspirasi dan kebutuhan berbagai stakeholders dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran pembangunan.

Berkurangnya peranan Pemerintah pusat dan Provinsi di era otonomi daerah,sebagaimana otonomi luas berada di daerah Kabupaten atau Kota telah menjadikan daerah Kabupaten dan Kota memiliki peran yang cukup besar untuk menata proses pembangunan sesuai kehendak masyarakat, melalui partisipasi dari bawah (bottom-up strategy participation) sebagaimana program-program kegiatan pemerintahan dan pembinaan kemasyarakatan lebih menitikberatkan kepada keterlibatan masyarakat lokal untuk berpartisipasi dalam merumuskan kebutuhan-kebutuhannya khususnya masyarakat desa. Hal ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan sosial, menciptakan rasa memiliki pemerintahan, menjamin keterbukaan, akuntabilitas, dan sebagai mobilisasi dana.

(14)

Bentuk dari desentralisasi tersebut adalah salah satunya melalui kebijakan perencanaan yang merupakan langkah awal proses pembangunan. Proses desentralisasi akan menciptakan masyarakat demokratis, lebih terbuka, dan lebih partisipatif dan berinisiatif, yang merupakan tuntutan dari globalisasi yang begitu cepat untuk merubah pemikiran dan perilaku saat ini dengan inovasi teknologi informasi. Dengan demikian, implementasi otonomi daerah dan desentralisasi saat ini, tidak berhenti hanya pada penyerahan kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah melainkan Pemerintah Daerah ikut juga menyerahkan kewenangannya kepada masyarakat lewat berbagai tahapan.

Realitas yang ada menunjukkan bahwa kutub perencanaan teknokratis dan perencanaan politis masih mendomisili alokasi anggaran pembangunan daerah.

Sementara di lain pihak, hasil-hasil perencanaan partisipastif yang merupakan representasi aspirasi masyarakat masih kurang mendapat tempat dalam pembagian alokasi anggaran pembangunan. Ketimpangan tersebut tidak hanya memunculkan persoalan manajerial perencanaan saja, tetapi lebih jauh dari itu, telah muncul anggapan bahwa pengalokasian anggaran pembangunan daerah kurang mampu mengakomodir kepentingan dan aspirasi masyarakat.

Model perencanaan yang dinilai cocok dalam kondisi pembangunan saat ini adalah model perencanaan pembangunan parisipatif (participation planning model). Menurut Isbandi (2007:27), model perencanaan melibatkan sebanyak mungkin unsur masyarakat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan serta tindak lanjut dari pemeliharaannya. Tetapi harus

(15)

mendapat pengarahan, bimbingan dan bantuan serta pengawasan dari Pemerintah daerah maupunPemerintah pusat.

Kegiatan pemerintahan partisipatif dalam proses pembangunan melalui suatu pengambilan keputusan tidak hanya ditentukan oleh pemerintah saja, tetapi mulai memasuki ranah masyarakat. Selain itu, pelibatan tersebut diharapkan akan mampu mengurangi resiko akibat ketidakpastian dan mampu secara tepat menetapkan pilihan-pilihan.

Mekanisme perencanaan pembangunan di daerah pada dasarnya telah lebih terarah dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan dijabarkan lebih lanjut surat edaran bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas Nomor 1181/M.PPN/2/2006 dengan Menteri dalam Negeri Nomor 050/244/SJ tanggal 14 januari 2006 tentang petunjuk teknis penyelenggaraan Musrenbang Tahun 2006, yang pada hakikatnya bertujuan untuk mengangkat partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan.

Mekanisme perencanaan pembangunan tersebut, dimulai dengan kegiatan musyawarah rencana pembangunan Desa (Musrenbang Desa), musyawarah rencana pembangunan kecamatan (Musrenbang Kecamatan), musyawarah rencana pembangunan Kabupaten atau Kota, dan musyawarah rencana pembangunan Provinsi, dan selanjutnya ke tingkat musyawarah perencanaan pembangunan Nasional.

(16)

Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) merupakan suatu wadah yang dibentuk atas prakarsa masyarakat dari Desa setempat sebagai mitra Pemerintah Desa dalam menampung dan mewujudkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat di bidang pembangunan, sehingga secara representative dapat mewakili dasarnya masing-masing. Tujuan utama dibentuknya lembaga ini adalah untuk meningkatkan prakarsa dan swadaya masyarakat dalam menjalankan program pembangunan secara partisipatif.Partisipasi masyarakat yang dikembangkan melalui LKMD ini mencakup aktivitas dalam merencanakan dan mengawasi pelaksanaan pembangunan di tingkat Desa.Oleh karena itu, peran LKMD dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sangatlah penting, sehingga perlu terus dikembangkan fungsi dan tugas daripada LKMD itu sendiri.

Desa Erabaru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai walaupun secara prosedural, mekanisme perencanaan yang dilaksanakan sesuai mekanisme yang berlaku, tetapi masih ditemukan banyaknya program-program perencanaan pembangunan yang belum menyentuh kebutuhan riil masyarakat, khususnya masyarakat lokal, sehingga sebagian besar masyarakat hanya berdiam diri dan apatis dengan program-program pembangunan. Sebagian banyak masyarakat cenderung hanya mempercayakan hasil-hasil perencanaan itu kepada Pemerintah Desa dan Kecamatan karena mereka menganggap bahwa pertemuan itu hanyalah bersifat seremonial belaka, karena perencanaan yang dihasilkan berbeda dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat. Fenomena ini relevan dengan hasil penelitian Akhmad (2016), bahwa proses perencanaan pembangunan sangat

“powerfull” mulai dari perencanaan hingga penentuan anggaran, dengan kata lain

(17)

proses perencanaan pembangunan dilaksanakan secara top down. Top downkarena semua dokumen perencanaan berasal dari pusat..

Kenyataan tersebut digambarkan juga dengan adanya gejala-gejala yang kurang menguntungkan bagi masyarakat lapisan bawah karena program-program pembangunan yang dilaksanakan sebagian besar bukanlah merupakan kebutuhan sebenarnya dari masyarakat setempat, akan tetapi lebih merupakan kebutuhan perencanaan para pengambil kebijakan di daerah. Masyarakat lebih banyak dijadikan objek, lebih banyak diatur dan diarahkan, sehingga memberikan persepsi yang kurang baik dari masyarakat seperti kurangnya motivasi dan kurangnya kemandirian yang pada akhirnya menjadikan masyarakat tidak berdaya dan tidak diberdayakan kecuali sifat ketergantungan pada Pemerintah.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, menunjukkan beberapa permasalahan terhadap keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan di Desa Erabaru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai, antara lain :

1. Belum tumbuhnya etos kerja produktif yang optimal.

2. Masih banyak perangkat desa yang seharusnya berfungsi sebagai agen-agen pembangunan, namun belum melaksanakan fungsinya secara baik, masih bersifat menunggu,kurang memberikan peluang kepada Masyarakat untuk ikut serta merumuskan perencanaan pembangunan di Desa dan lain-lain.

3. Masih banyak pembangunan yang bersifat mengimpang misalnya dalam perbaikan jalan sehingga masih banyak Masyarakat yang mengeluh tentang pembangunan yang ada di Desa Erabaru.

(18)

Banyak masyarakat yang ingin terlibat dalam program pembangunan tapi mereka disibukkan dengan pekerjaan sehari-hari.Lebih baiknya Pemerintah Daerah yang terlibat dalam pembangunan daerah harapannya mengadakan rapat tidak pada waktu masyarakat lagi beraktifitas. Argumentasi ini diperkuat dari pendapat Ricky (2015), karena dalam kegiatan Musrenbang tersebut diperlukan sinergi antara Pemerintah Daerah, serta masyarakat untuk menciptakan suatu kegiatan yang melibatkan keduanya agar tercipta keseimbangan kewenangan antara Pemerintah Daerah dan masyarakat yang difokuskan pada kegiatan Musrenbang sebagai salah-satu kegiatan yang memerlukan partisipasi masyarakat yang tinggi.

Fenomena yang dilukiskan diatas sebagaimana terlihat dalam pemerintahan partisipatif dan partisipasi masyarakat dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa di Desa Erabaru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai masih terdapat adanya berbagai kekurangan, misalnya sebagian besar masyarakat seolah-olah kurang peduli terhadap pelaksanaan perencanaan pembangunan dengan berbagai macam alasan, seperti sibuk bekerja atau tidak ada waktu, dan lain sebagainya. Selain daripada itu sebagian Masyarakat memang belum mengetahui peranannya dalam pelaksanaan program pembangunan yang ada.

Dalam proses Musrenbang partisipasi masyarakat masih kurang relevan, karena dalam pelaksanaan Musrenbang, Masyarakat harus terlibat dalam kegiatan tersebut karena menjadi penentu bagi keberhasilan kegiatan yang akan dicapai.

Argumentasi ini diperkuat dari pendapat Fikri (2015), bahwa proses pembangunan

(19)

yang terjadi merupakan hasil usaha dari pemerintah semata sebagai kewajiban untuk menyediakan fasilitas public yang dibutuhkan public, akan tetapi hal itu perlu adanya dukungan dan partisipasi masyarakat, keberhasilan suatu kebijakan bergantung pada adanya dukungan dan keterlibatan masyarakat.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka penulis menjadi tertarik untuk melakukan penelitian yang diberi judul sebagai berikut: “Participatory Governance dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbang) di Desa Erabaru Kecamatan Tellulimpoe KabupatenSinjai”

B. Rumusan Masalah

Adapun Rumusan Masalah yang dapat diangkat dari Latar Belakang di atas:

1. Bagaimana kehadiran participator ygovernance dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa di Desa Erabaru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai?

2. Bagaimana penyampaian ide participatory governance dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa di DesaErabaru KecamatanTellulimpoe Kabupaten Sinjai?

3. Bagaimana kesediaan bertanggung jawab participatory governance dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa di DesaErabaru KecamatanTellulimpoe Kabupaten Sinjai?

(20)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Untuk mengetahui kehadiran participatory governance dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa di Desa Erabaru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai.

2. Untuk mengatahui penyampaian ide participatory governance dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa di Desa Erabaru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai.

3. Untuk mengetahui kesediaan bertanggungjawab participatory governance dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa di Desa Erabaru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan di atas, maka manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengaplikasikan ilmu dan teori yang dipelajari dalam perkuliahan, sebagai sarana latihan dalam melakukan penelitian dan dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis.

2. Bagi Pustaka

Hasil tulisan dari penelitian ini dapat menambah koleksi buku di pustaka dan dapat dijadikan referensi untuk penulisan karya ilmiah.

(21)

3. Bagi Instansi

Memberikan masukan kepada lembaga terkait agar lebih mengoptimalkan partisipasi pelaku pembangunan dalam perencanaan pembangunan.

4. Bagi Pelaku pembangunan

Memberikan informasi kepada pelaku pembangunan tentang penting partisipasi mereka dalam pelaksanaan Musrenbang untuk menentukan prioritas pembangunan.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Partisipasi

Partisipasi menurut Mappamiring, (2011) adalah proses tumbuhnya kesadaran terhadap kesalinghubungan di antara stakeholders yang berbeda dalam masyarakat, yaitu antara kelompok-kelompok sosial dan komunitas dengan mengambil kebijakan dan lembaga-lembaga jasa lain. Secara sederhana partisipasi dapat dimaknai sebagai “the act of taking part or sharing in something.

Akhmad Sukardi, (2009) Partisipasi mempunyai makna yang luas, menganalisis partisipasi harus sesuai dengan konteks dimana partisipasi itu dihubungkan dan pada tingkatan mana partisipasi akan dianalisis. Yang termasuk aspek partisipasi adalah bidang dan tahapan partisipasi warga, seperti dibidang perencanaan, penganggaran atau pada tahap monitoring dan evaluasi atau bahkan pada semua tahapan tersebut. Yang dimaksudkan darajat partisipasi adalah kualitas atau bobot partisipasi pada masing-masing tahapan proses. Sedangkan tingkatan partisipasi adalah ruang lingkup partisipasi itu berlangsung apakah di tingkat local, provinsi, nasional atau global.

Menurut Sundariningrum dalam Sugiyah (2001:38) mengklasifikasikan partisipasi menjadi 2(dua) berdasarkan keterlibatannya, yaitu :

1. Partisipasi langsung

Partisipasi ini terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu dalam proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap orang mengajukan

10

(23)

pandangan, membahas rokok permasalahan, mengajukan keberatan terhadap keinginan orang lain atau terhadap ucapannya.

2. Partisipasi tidak langsung

Partisipasi ini terjadi apabila individu mendelegasikan hak partisipasinya.

Perencanaan pembangunan partisipatif menurut Hanif Nurcholis, (2008) adalah suatu model perencanaan pembangunan yang mengikutsertakan masyarakat. Masyarakat aktif melibatkan diri dalam melakukan identifikasi masalah, perumusan masalah, pencarian alternative pemecahan masalah, penyusunan agenda pemecahan, terlibat dalam proses penggodogan (konversi), ikut memantau implementasi, dan ikut aktif melakukan evaluasi.

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pemerintahan pada umumnya, dan perencanaan dan penganggaran daerah di Indonesia pada khususnya, sampai saat ini masih langka dan masih kurang. Sementara di negara-negara lain, penelitian ini berkembang sangat pesat, seiring dengan kecenderungan dunia internasional untuk memperkuat posisi masyarakat dengan strategi, kebijakan dan program yang diarahkan untuk menciptakan keseimbangan atau kesetaraan dalam struktur segi tiga kekuasaan berdasarkan konsepsi masyarakat madani (civilsociety) masyarakat atau warga sipil, swasta dan pemerintah (Akhmad Sukardi, 2009).

Berkaitan dengan perihal partisipasi ini oleh Syahyuti dalam Mappamiring, (2011) mengutip pendapat pakar bahwa ada tujuh karakteristik tipologi partisipasi yaitu:

(24)

1. Partisipasi pasif atau manipulatif. Ini adalah bentuk partisipasi yang paling lemah. Masyarakat menerima pemberitahuan apa yang sedang dan telah terjadi, pengumuman sepihak oleh pelaksan proyek tanpa memperhatikan tanggapan masyarakat sebagai sasaran program partisipasi informatif. Di sini masyarakat hanya menjawab pertanyaan untuk proyek, namun tidak berkesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses keputusan.

2. Partisipasi informatif. Di sini masyarakat hanya menjawab pertanyaan- pertanyaan untuk proyek, namun tidak berkesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses keputusan.

3. Parisipasi konsultatif. Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, sedangkan orang luar mendengarkan, serta menganalisa masalah dan pemecahannya. Dalam pola ini belum ada peluang untuk pembuatan keputusan bersama.

4. Partisipasi insentif. Masyarakat memberikan korban dan jasa untuk memperoleh imbalan insentif berupa upah, walau tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran atau eksperimen-eksperimen yang dilakukan.

5. Partisipasi fungsional. Masyarakat membentuk kelompok sebagai bagian proyek, setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati.

6. Partisipasi interkatif. Masyarakat berperan dalam proses analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan penguatan kelembagaan. Pola ini cenderung melibatkan metoda interdisipliner yang mencari keragaman prospektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematis.

(25)

7. Mandiri (self mobilization). Mayarakat mengambil inisiatif sendiri secara bebas (tidak di pengaruhi oleh pihak luar) untuk mengubah sistem atau nilai-nilai yang mereka junjung.

Mardikanto dalam Eko Murdiyanto (2011), menyatakan bawa partisipasi merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan pembagian kewenangan, tanggung jawab, dan manfaat. Selanjutnya dalam pengertian hari-hari, partisipasi merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang ( individu atau warga masyarakat ) dalam suatu kegiatan tertentu, keikutsertaan atau keterlibatan yang dimaksud di sini bukanlah bersifat pasif tetapi secara aktif ditujukan oleh yang bersangkutan. Oleh karena itu, partisipasi akan lebih tepat diartikan sebagai keikusertaan seseorang didalam suatu kelompok sosial untuk mengambil bagian dalam kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri.

Ndraha dalam Arifin, (2007:31) mengatakan bahwa indikator pokok yang dapat dipakai dalam mengukur tingkat partisipasi yaitu:

1. Aktivitas hanya sebagai kehadiran saja

2. Kesediaan memberikan kontribusi yang berwujud pemberian ide, gagasan, dan kritikan.

3. Kesediaan untuk ikut bertanggung jawab atas segala aktivitas pembangunan.

Gaventa dan Valderrama dalam Akhmad Sukardi, (2009) membagi makna partisipasi menjadi :

1. Pengertian tradisional, yaitu partisipasi dihubungkan dengan proses pembangunan, yang dipahami sebagai partisipasi warga di tingkat program dan

(26)

proyek dalam skala mikro, di tujukan kepada penerima manfaat (beneficieries) yang lebih difokuskan kepada modus konsultasi dan berlangsung pada tataran penaksiran (appraisal).

2. Pengertian partisipasi yang berkembang saat ini adalah partisipasi pada tingkat kebijakan dalam skala makro, yang ditujukan kepada warga Negara (citizen) dan melalui modus pengambilan keputusan.

Menurut Susain dalamMuhammad Ikhsan, (2014) manfaat partisipasiadalah :

1. Lebih mengemukakan di perolehnya keputusan yang benar.

2. Dapat digunakan kemampuan berpikir kreatif dari para anggotanya 3. Dapat mengendalikan nilai martabat manusia, motivasi serta

membangun kepentingan bersama.

4. Lebih mendorong untuk bertanggung jawab 5. Lebih memungkinkan untuk mengikuti perubahan.

Pengertian partisipasi dapat pula dideskripsikan menurut Subagijo dalam Akhmad Sukardi, (2009):

1. Proses pendemokratisasian wewenang politik dan ekonomi dimana warga Negara dan wakil-wakil warga Negara, termasuk masyarakat miskin, ikut serta sebagai pelaku aktif dalam pengambilan keputusan pembangunan. Warga Negara dimengerti bukan sekedar pengguna atau user atau konsumen belaka, akan tetapi warga Negara yang memiliki hak sosial dan politik secara penuh.

(27)

2. Partisipasi bukanlah privatisasi, oleh karena privatisasi menyerahkan semua urusan, termasuk yang menyangkut hidup orang banyak, seperti air dan kesehatan, kepada mekanisme pasar yang tidak memiliki punya public interest.

Menurut Angel dalam Muhammad Ikhsan, (2014) mengatakan partisipasi yangtumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor–faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi yaitu :

1. Usia

Faktor usia merupakan faktor utama yang mempengaruhi sikap seseorang dalam kegiatan–kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi dari kelompok usia lainnya.

2. Jenis kelamin

Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa pada dasarnya adalah “di dapur” yang berarti bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang utama adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan semakin baik.

3. Pendidikan

Pendidikan dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi.Pendidikan dianggap dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap lingkungan.

(28)

4. Pekerjaan dan penghasilan

Hal ini tidak dapat dipisahkan karena pekerjaan seseorang akan menentukan berapa penghasilan yang diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan yang baikdan mencukupi kebutuhan sehari–hari dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat.

Menurut Sugiyah, (2010) tujuan partisipasi adalah sebagai berikut:

1. Menciptakan visi bersama

2. Merumuskan visi dan misi serta nilai-nilai yang dianut atau menjadi dasar suatu organisasi serta visi itu kedepan tujuannya adalah menyajukan kebenaran yang definit, tapi lebih untuk menstimulasikan debat dan bagaimana mempengaruhi ke masa depan.

3. Membangun rencana

4. Setelah melakukan perumusan visi bersama dalam rangka menetukan tujuan spesifik yang ingin dicapai. Maka dengan bekal itu dapatsegera dapat dibuat suatu proses lanjutan untuk membangun rencana.

5. Mengumpulkan gagasan

6. Dilakukan dengan cara lisan maupun tertulis, dengan maksud mengumpulkan sebanyak mungkin gagasan dari semua orang yang menjadi proses partisipasi.

7. Menentukan prioritas atau membuat pilihan.

8. Bertujuan untuk mengorganisasi berbagai ide yang muncul dalam proses partisipasi dengan memanfaatkan kualitatif.

9. Menjaring anspirasi atau masukan.

(29)

10. Bertujuan untuk pertukaran informasi, gagasan dan kepedulian tentang suatu isu atau rencana antara pemerintah, perencana dengan masyarakat. Melalui proses ini masyarakat memperoleh kesempatan untuk mempengaruhi perumusan kebijakan, memberikan alternatif desain, pilihan investasi beserta pengelolaannya.

11. Mengumpulkan informasi atau analisis situasi

12. Bertujuan untuk mengidentifikasi kekuatan dan peluang serta bagaimana mengoptimalkannya, selain mengidentifikasi kelemahan dan ancaman untuk mempermudah merumuskan langkah-langkah untuk mengatasinya.

Proses perencanaan partisipatif menurut Hanif Nurcholis, (2008) adalah 1. Efisien; partisipasi dapat meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan

pembangunan, ketika sumber daya serta kemampuan local dapat dipergunakan untuk menghindari tingginya biaya penggunaan sumber daya dan kemampuan yang berasal dari luar. Selain itu, jika masyarakat dilibatkan dari awal, maka kepentingan dan kebutuhan mereka dapat terpenuhi pada saat perencanaan sehingga apabila ada perubahan dapat lebih mudah dilakukan dibandingkan perubahan pada akhir proses yang berdampak pada penggunaan biaya, waktu, dan tenaga.

2. Efektif; partisipasi dapat meningkatkan efektifitas pengelolaan pembangunan karena dengan terlibatnya masyarakat local yang lebih memahami kondisi, potensi, serta permasalahannya maka kebutuhan local akan dapat teridentifikasi dengan lebih akurat.

(30)

3. Menjalin kemitraan; partisipasi dapat mendorong terwujudnya kemitraan antara berbagai pelaku pembangunan dengan didasarkan pada rasa saling percaya, sehingga dialog dan konsensus dapat diwujudkan untuk meraih tujuan bersama.

4. Meningkatkan kapasitas; partisipasi dapat meningkatkan kapasitas para pelaku, khususnya dalam proses dialog dan pengelolaan pembangunan.

5. Memperluas ruang lingkup; partisipasi dapat memperluas ruang lingkup kegiatan pembangunan, sebagaimana masyarakat akan memahami tanggung jawabnya dan akan berusaha mengembangkan aktivitas pembangunan tersebut.

6. Meningkatkan ketepatan kelompok sasaran; partisipasi dapat meningkatkan ketepatan dalam mengidentifikasi kelompok sasaran (targeting) dari berbagai program pembangunan.

7. Berkelanjutan; partisipasi akan mendorong berkelanjutannya berbagai aktivitas pembangunan karena masyarakat akan mempunyai rasa memiliki dan ikut serta menjaga proses maupun hasil dari pembangunan itu sendiri.

Partisipasi menurut Isbandi, (2007) yaitu keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternative solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.

(31)

B. Governance

Governance diartikan sebagai mekanisme, praktik dan tata cara pemerintahan dan warga yang mengatur sumber daya serta memecahkan masalah- masalah public. Dalam governance, pemerintahan yang menjadi salah-satu actor dan tidak selalu menjadi actor yang paling menentukan. Implikasinya, peran pemerintah sebagai pembangunan maupun penyedia jasa pelayanan dan infrastruktur akan bergeser menjadi badan pendorong terciptanya lingkungan yang mampu memfasilitasi pihak lain di komunitas dan sector swasta untuk ikut aktif melakukan upaya tersebut (Tjahjanulin,2011).

Governance sebagai sebuah paradigma dapat terwujud bila dibangun diatas kepercayaan pada tiga pilar pendukungnya dan dapat berfungsi secara baik yaitu negara, sektor swasta, dan masyarakat,. Negara dengan birokrasi pemerintahannya dituntut untuk melaksanakn pelayanan publik yang baik. Sektor swasta sebagai pengelola sumber daya diluar negara dan birokrasi pemerintahan harus memberi kontribusi dalam usaha pengelolaan sumber daya tersebut.

Penerapan cita tata kelola pemerintah mensyaratkan keterlibatan masyarakat dan organisasinya sebagai kekuatan pengembang negara. Tata kelola pemerintah dapat terwujud apabila didukung dengan prinsip yang dapat mengembangkan kepercyaan berupa partisipasi, penegakan hukum, transparansi, responsif, kesetaraan dan keadilan, dan akuntabilitas (Juanda Nawawi, 2012).

Farazmand (2004), governance merupakan solusi untuk mengatasi problem yang belum teratasi dan yang ditimbulkan oleh OPA (Farazmand menyebutnya dengan traditional forms of goverment). Lebih lanjut ia

(32)

mengungkapkan bahwa governancememiliki dua bentuk, yakni entrepreneurial models of government (NPM) dan social and political governance (NPS). Konsep governance tersebut kini menerima kritik sebagian karena tidak semua prinsip governance dapat dijalankan dengan mulus di negara-negara sedang berkembang.

Sebagian lagi karena governance dipandang sebagai konsep yang bersifat inperialistik karena dipaksakan oleh-oleh lembaga-lembaga internasional untuk diterapkan di negara-negara sedang berkembang.

Kini governance tak lagi dianggap memadai karena pengaruh globalisasi yang sedemikian kuat menyebabkan ada banyak kebutuhan dn tuntutan public yang tak lagi dipenuhi. Untuk itu dibutuhkan cara baru untuk memenuhi persoalan tersebut yang kemudian dikenal sebagai governance. Konsep ini menambahkan satu aktor penting dalam administrasi publik yakni elemen internasional. Aktor ini memainkan peran signifikan baik dalam regional dan global governance maupun dalam local dan national governance. Selain itu, globalisasi juga membawa kompleksitas dinamis bagi administrasi publik sehingga persoalan dan kebutuhan yang ada hanya akan dicapai dengan adanyainovasi dalam kebijakan dan administrasi publik. Inovasi merupakan kunci utama governance dalam mencapai tujuan administrasi (Tjahnulin, 2011).

Governance menurut Pandji Santosa, (2012) merupakan paradigm baru dalam tatanan pengelolaan kepemerintahan.Ada tiga pilar governance, yaitu Pemerintah, sector swasta, dan masyarakat.Sementara itu, paradigma pengelolaan pemerintah yang sebelumnya berkembang adalah government sebagai satu- satunya penyelenggaraan pemerintahan.

(33)

Menurut istilah “kepemerintahan” atau dalam bahasa inggris

“governance” yaitu “the act, fact, manner of governing”, berarti; “tindakan, fakta, pola, dan kegiatan atau penyelenggaraan pemerintahan”. Dengan demikian

“governance” adalah suatu kegiatan (proses), sebagaimana dikemukakan oleh Kooiman dalam Sedarmayanti, (2012) bahwa governancelebih merupakan serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintahan dengan masyarakat dalam berbagai.

Farazmand dalam Tjahjanulin, (2011) mengatakan istilah “governance”

menunjukkan prinsip pemerintah dan administrasi yang jauh lebih komprehensif dari istilah government dan governing. Governance berarti proses partisipasi dalam penanganan urusan sosial, ekonomi, dan politik dari sebuah komunitas Negara atau local lewat struktur dan nilai yang melibatkan masyarakat. Ini bisa memandang negara sebagai institusi pendukung, kerangka konstitusional, masyarakat civil, sector privat dan struktur institusional internasional atau global dalam batasannya. Governancedigunakan sebagai sebuah konsep yang lebih luas dari bentuk pemerintah yang tradisional, unilateral dan otoriter yang mana elit governing nya hanya duduk dalam komando unilateral. Governance karena itu dikatakan inklusif, dan mengandung partisipasi dan interaksi dalam lingkungan nasional dan internasional yang kompleks, beragam dan dinamis.

Unsur-unsur dalam pemerintahan (governance stakeholders) dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori menurut Sedermayanti, (2012) yaitu:

(34)

1. Negara atau pemerintahan : konsepsi pemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, tetapi lebih jauh dari itumelibatkan pula sektor swasta dan kelembangaan masyarakat madani.

2. Sektor swasta : pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif dalam interaksi dala sistem pasar, seperti: industri pengolahan perdagangan, perbankan, dan koperasi, termasuk kegiatan sector informal.

3. Masyarakat madani : kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan pada dasarnya berada diantara atau ditengah antara pemerintah dan perseorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi.

Istilah governance semakin populer, karena dikaitkan dengan berbagai konteks, seperti corporate governance, local governance, national governance, international governance, global governance, participatory governance(Sisk 2002, Streeten 2003, UNDP 2004, UN-ESCAP 2005). Frederickson (2001) dalam tulisannya “Whateper Happened To Public Administration? Governance, Governance Every Where’’ menyatakan konsep governance merupakan subjek paling dominan dalam kajian administrasi publik selama 15 tahun terakhir yang sangat diminati para ahli. Menurutnya dari kecenderungan bagaimana para ahli mengkonsepsikan governance dibagi menjadi empat alur pikiran (Akhmad Sukardi, 2009):

1. Secara substantif sama dengan perspektif yang sudah mapan dalam administrasi publik, meskipun dalam bahasa yang berbeda.

(35)

2. Pada dasarnya adalah studi tentang pengaruh kontekstual yang membentuk praktek administrasi publik, daripada studi administrasi publik.

3. Studi tentang hubungan interyurisdiksional dan implementasi kebijakan pihak ketiga dalam administrasi publik.

4. Studi tentang pengaruh atau kekuatan kolektif masyarakat nonstate dan nonjuris diktional.

Pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun konsep governance masih mengacu pada aspek kekuasaan, tetapi spektrumnya sudah berkembang sedemikian rupa sehingga tidak lagi terpusat pada tangan pemerintah semata, tetapi bergeser dan terdistribusi secara merata pada stakeholders dalam konsep masyarakat madani, yaitu Pemerintah, swasta dan masyarakat (Akhmad Sukardi, 2009).

Selain itu Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000, merumuskan arti governance sebagai berikut: “kepemerintahan yang mengembang akan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efesiensi, efektivitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat”.

Konsep governance yang melibatkan beragam stakeholders (Pemerintah, Masyarakat dan sektor swasta) dalam administrasi publik dengan mengedepankan prinip-prinip akuntabilitas, transparansi, daya tanggap, partisipasi dan lain sebagainya telah diakui oleh khalayak yang lebih luas dan bahkan dipaksa terapkan oleh berbagai lembaga donor internasional kepada terutama negara- negara sedang berkembang. Farazmand mengungkapkan bahwa “governance is

(36)

therefore inclusive and promotes participation and interaction in an increasingly complex, diverse, and dynamic national and intternational environment.” Dengan konsepsiseperti ini maka wajarlah jika pandangan governancemelibatkan utamanya sektor swasta dengan cara-cara bisnis yang diterapkan di sektor administrasi publik sehingga tidak mengherankan bila Frederickson (1997) mengungkapkan prinsip-prinsip reinventing government dari Osborne dan Gaebler sebagai governanceyang melibatkan utamanya kekuatan masyarakat sebagai warga negara dengan domisili cara-cara politik yang diterapkan di sektor administrai publik. Hal ini juga senada dengan Bovaird dan Loffler (2003) yang menyajikan ciri-ciri Publik governance yang mendekati karakteristik NPS dari Denhart and Denhart (2003).

C. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)

Musyawarah menurut bahasa berarti berunding dan berembuk, sedangkan pengertian musyawarah menurut istilah adalah perundingan bersama antara dua orang ataulebih untuk mendapatkan keputusan yang terbaik.Musyawarah adalah pengambilan keputusan bersama yang telah disepakati dalam memecahkan suatu masalah (Ricky, 2015).

Kata Musyawarah berasal dari Bahasa Arab yang menggambarkan bagaimana warga saling berdiskusi memecahkan masalah, konflik dan juga problem di masyarakat. Kata Musrenbang identik dengan diskusi di masyarakat tentang kebutuhan pembangunan daerah. Musrenbang adalah mekanisme perencanaan sebuah institusi perencana yang ada di daerah dan sebagai mekanisme untuk mempertemukan usulan atau kebutuhan masyarakat ( Bottom

(37)

Up Plannning ) dengan apa yang akan diprogram pemerintah ( Top Down Planning ) Iskandar, 2010.

Pelaksanaan Musrenbang yang berjenjang mulai dari tingkat desa atau kelurahan, kecamatan, kabupaten atau kota, provinsi, hingga dibawa ketingkat nasional merupakan kesempatan emas bagi masyarakat untuk dapat terlibat dalam perencanaan pembangunan. Akan tetapi dalam penyelenggraannya kerap kurang memperhatikan aspek partisipasi secara luas, dan masih terbatas pada seremonial dan cara rutin belaka. Peran lembaga daerah dalam hal ini Pemerintah Daerah dan Dewan Perwaiklan Rakyat Daerah (DPRD) untuk meningkatkan partisipasi masyarakat khususnya dalam forum Musrenbnag mutlak diperlukan sebagai salah satu usaha menuju pemerintahan daerah yang lebih baik (Wahyu Ishardino Satries, 2010).

Kegiatan Musrenbang tidak hanya menjadi wadah bagi penyusunan rencana kegiatan akan dilaksanakan. Musrenbang harus dipandang sebagai saluran resmi yang dipersiapkan untuk menganalisasi aspirasi masyarakat dalam rangka memperoleh akses yang memadai dalam kebijakan penganggaran pembangunan.

Musrenbang hendaknya dipandang sebagai wadah yang dipersiapkan untuk melakukan upaya harmonisasi dan singkronisasi berbagai kutub perencanaan tersebut, sehingga aspirasi masyarakat dapat turut mewarnai hasil perencanaan teknokratis dan perencanaan politis. Musrenbang adalah forum public perencanaan (program) yang diselenggarakan oleh lembaga public yaitu pemerintah desa bekerja sama dengan warga dan para pemangku kepentingan penyelenggaraan Musrenbang merupakan salah-satu tugas pemerintah desa untuk

(38)

menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan (Nanda, 2014).

Dalam melihat fenomena Musrenbang, penelitian ini menggunakan dua pendekatan yang terhubung teori medan dan teori tindakan komukatif. Teori medan menggambarkan bagaimana musrenbang dapat dilihat sebagai fenomena pertarungan antara aktor yang memiliki kepentingan dengan aktor yang mmiliki penguasaan sumber daya. Sumber daya yang dimaksud dalam kontreks ini dapat diartikan sebagai spektrum, baik itu ekonomi, politik, selera seni termasuk intelektualitas. Pertarungan antar aktor tersebut nantinya akan menentukan siapa yang berhak berbicara dan menyampaikan gagasan di Musrenbang Desa (Muhammad Ridho Nugroho, 2016).

Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) merupakan mekanisme perencanaan pembangunan di daerah yang melibatkan pertisipasi dari masyarakat. Penyelenggaraan Musrenbang merupakan salah satu tugas Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Pembangunan tidak akan bergerak maju apabila salah satu saja dari tiga komponen tata pemerintahan (Pemerintah, Masyarakat, Swasta) tidak berperan atau berfungsi. Karena itu, Musrenbang juga merupakan forum pendidikan bagi warga agar menjadi bagian aktif dari tata pemerintahan dan pembangunan (Dila, 2012).

Dalam poses Musrenbang partisipasi masyarakat masih terlibat kurang baik, pelaksanaan Musrenbang masyarakat menjadi penentu bagi keberhasilannya.

Akan tetapi yang terjadi masyarakat minim untuk berperan langsung dalam proses

(39)

pelaksanaannya. Pelaksanaan Musrenbang yang bersentuhan langsung pada masyarakat yaitu pelaksanaan Musrenbang pada tingkat Kelurahan atau Desa.

Dengan adanya Musrenbang diharapkan dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam setiap kegiatan pembangunan (Fikri, 2015).

Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) diselenggarakan secara berjenjang mulai dari tingkat Kelurahan atau Desa, Kecamatan atau Kota hingga tingkat Provinsi dan Pusat atau Nasional. Adapun alur proses kegiatan Musrenbang yaitu tahapan persiapan, tahapan pra Musrenbang, dan tahapan pelaksanaan sehingga sampai menetapkan waktu dan tempat (Ricky, 2015).

Keputusan Menteri Dalam Negeri No.050-187/Kep/Bangda/2007 tentang Pedoman Penilaian dan Evaluasi Pelaksanaan Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) mengatur tujuan dan prinsip-prinsip penyelenggaraan Musrenbang, yaitu:

Secara umum tujuan penyelenggaraan musrenbang yaitu:

1. Mendorong pelibatan para pemangku kepentingan dalam proses pengambilan keputusan perencanaan (RKPD);

2. Mengidentifikasi dan membahas isu-isu dan permasalahan pembangunan dan pencapaian kesepakatan prioritas Pembangunan Daerah yang akan dilaksanakan pada tahun rencana;

3. Optimaliasi pemanfaatan dana yang tersedia terhadap kebutuhan pembangunan;

4. Menfasilitasi pertukaran (sharing) informasi, pengembangan konsensus dan kesepakatan atas penanganan masalah pembangunan daerah;

(40)

5. Menyepakati mekanisme untuk mengembangkan kerangka kelembagaan, menguatkan proses, menggalang sumber daya yang diperlukan untuk mengatasi issu dan permasalahan prioritas pembangunan daerah

6. Menggalang dukungan dan komitmen politik dan sosial untuk penanganan isu dan permasalahan prioritas pembangunan daerah.

Wahyu Ishardino Satries (2010), Musrenbang perlu memiliki karakter atau prinsip-prinsip penyelenggaran Musrenbang sebagai berikut:

1. Merupakan demand driven processartinya aspirasi dan kebutuhan peserta Musrenbang berperanan besar dalam menentukan keluaran Musrenbang;

2. Bersifat inkusif, artinya Musrenbang melibatkan dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua stakeholders untuk menyampaikan masalahnya, mengidentifikasi posisinya, mengemukakan pandangannya, menentukan peranan dan kontribusinya dalam pencapaian hasil Musrenbang;

3. Merupakan proses berkelanjutanartinya merupakan bagian integral dari proses penyusunan daerah (RKPD);

4. Bersifat strategic thingking process proses pembahasan dalam Musrenbang distrukturkan, dipandu, dan difasilitasi mengikuti alur pemikiran strastegis sampai menghasilkan keluaran nyata; menstimulasi diskusi yang bebas dan fokus, dimana solusi terhadap permasalahan dihasilkan dari proses diskusi dan negosiasi;

(41)

5. Bersifat partisipastif dimana hasil merupakan kesepakatan kolektif peserta Musrenbang;

6. Mengutamakan kerja sama dan menguatkan pemahaman atas isu dan permasalahan pembangunan daerah dan mengembangkan konsensus;

7. Bersifat resolusi konflik artinya mendorong pemahaman lebih baik dari peserta tentang perspektif dan toleransi atas kepentingan yang berbeda;

menfasilitasi landasan bersama dan mengembangkan kemauan untuk menemukan solusi permasalahan menguntungkan semua pihak (mutually acceptable solutions).

D. Kerangka Pikir

Kebijakan perencanaan pembangunan Desa di Desa Erabaru Kecamatan Tellulimpoe Kabuparten Sinjai adalah partisipatif dengan melibatkan komponen lapisan masyarakat di dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan dengan tetap memperhatikan tata nilai, budaya dan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat setempat. Partisipasi masyarakat juga merupakan salah satu fungsi bottom up strategy dalam proses perencanaan pembangunan. Sehingga tercipta relevansi yang memadai antara harapan dan kebutuhan masyarakat dengan hasil perencanaan pembangunan yang menjadi tujuan bersama antara masyarakat dan Pemerintah. Untuk mencapai tujuan perencanaan tersebut maka diperlukan tiga indikator dalam Musyawarah Perencanaan pembangunan Desa antara lain : (a) Kehadiran (b) Penyampaian Ide (c) Kesediaan Bertanggung jawab

(42)

Bagan 2.1 Kerangka Pikir E. Fokus Penelitian

Fokus penelitian participatory governance dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa di Desa Erabaru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai adalah;

1. Kehadiran 2. Penyampaian ide

3. Kesediaan bertanggung jawab F. Deskripsi Fokus Penelitian

Untuk dapat menyelenggarakan participatory governance yang sesuai dengan participatory governance dalam Musrenbang, maka partisipasi dapat diukur dengan indikator-indikatornya yaitu;

1. Kehadiran adalah keterlibatan masyarakat secara langsung yang dapat dijumpai dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan Musrenbang tingkat Desa di Desa Erabaru.

Participatory governance dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa

Penyampaian ide

Kesediaan bertanggung

jawab Kehadiran

Good Participatory Governance

(43)

a. Kehadiran masyarakat sangat dibutuhan karena dalam kehadiran dan keikutsertaan aktif masyarakat pada saat Musrenbang merupakan partisipasi masyarakat dalam perencaaan pembangunan.

b. Kehadiran masyarakat merupakan hal yang paling dibutuhkan oleh pemerintah setempat karena pembangunan yang akan dilaksanakan bukan hanya bagian dari proyek Pemerintah tetapi adanya kerjasama antara Pemerintah dan Masyarakat sebagai subjek dan objek pembangunan dan pihak-pihak terkait.

c. Kehadiran masyarakat dibutuhkan untuk berpartisipasi disemua tahap- tahap pembangunan khusunya dimulai dari perencanaan untuk menentukan apa yang menjadi prioritas utama perencanaan pebangunan nantinya.

2. Penyampaian ide adalah keterlibatan masyarakat dalam penyampaian gagasan maupun saran dari masyarakat, dalam kegiatan musrenbang Desa di Desa Erabaru.

a. Masyarakat perlu memberikan ide atau sarannya untuk kelancaran dalam kegiatan Musrenbang.

b. Masyarakat harus banyak memberikan usulan untuk kegiatan Musrenbang karena banyak masyarakat yang mengeluh tentang pembangunan maka dari itu perlu keaktifan masyarakat dalam mengoreksi perencanaan pembangunan yang belum berjalan sesuai dengan harapan.

c. Musyawarah pembangunan di Desa Erabaru masyarakat selalu dilibatkan.

Apalagi setiap tahun ada kebijakan dari pemerintah daerah untuk

(44)

menampung aspirasi masyarakat terkait pembangunan, hal ini dinamakan dengan system jemput bola Musrenbang.Masyarakat yang memberikan secara langsung ide-ide atau pemikiran mereka.

3. Kesediaan bertanggungjawabadalah keterlibatan masyarakat serta kesediaannya untuk ikut bertanggung jawab atas segala usaha mengambil bagian dalam segala aktifitas pembangunan di Desa Erabaru.

a. Masyarakat bersedia bertanggung jawab dan ikutserta dalam terlesenggaranya kegiatan Musrenbang tersebut.

b. Masyarakat harus terlibat serta kesediannya untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan mulai sejak perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan.

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN A.

Waktu dan Lokasi Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian “participatory governance Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa di desa Erabaru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai” penelitian ini telahdilaksanakan selama dua bulan terhitung dari 10 Juni sampai 10 Agustus.Lokasi penelitian dilakukan di Kantor Desa Erabaru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai, alasan melakukan penelitian di wilayah tersebut karena ingin mengetahui kegiatan pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa di Desa Erabaru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai.

B. Jenis dan Tipe penelitian 1. Jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah sebagai lawannya adalah eksperimen, dimana peneliti merupakan instrumen kunci dengan analisi data bersifat induktif dan hasil penelitian lebih menekankan makna daripada generalisasi.

2. Tipe penelitian

Peneliti menggunakan tipe fenomenologi yaitu untuk memberikan gambaran fenomena yang dialami masyarakatdalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa di Desa Erabaru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai

33

(46)

C. Sumber Data

Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi mengenai data.Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data primer adalah data yang dibuat oleh peneliti untuk maksud khusus menyelesaikan permasalahan yang sedang ditanganinya. Data dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau tempat obyek penelitian dilakukan.

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh untuk mendukung data primer yang sumbernya dari data-data yang sudah diperoleh sebelumnya menjadi seperangkat informasi dalam bentuk dokumen, laporan-laporan dan informasi tertulis lainnya yang berkaitan dengan peneliti. Pada penelitian data sekunder yang dimaksud adalah sebagai berikut.

a. Studi kepustakaan yaitu pengumpulan data-data yang diperoleh melalui buku-buku ilmiah, tulisan, kerangan ilmiah yang berkaitan dengan penelitian.

b. Dekomentasi yaitu dengan menggunakan catatan-catatan yang ada dilokasi serta sumber-sumber yang relevan dengan obyek penelitian.

D. Informan Penelitian

Pemilihan informan dalam ini dilakukan secara proporsife atau sengaja yang didasarkan pertimbangan bahwa untuk memperoleh data yang akurat sesuai dengan keperluan peneliti maka dipilih orang-orang yang berkompeten untuk memberikan informasi serta data yang akurat dan akuntabel mengenai partisipasi

(47)

governance dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa di Desa Erabaru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai. Adapun informan dari penelitian ini yaitu:

Tabel 3.2 Data Informan Penelitian

No Informan Keterangan

1 Kepala Desa Erabaru 1 Orang

2 Sekretaris Desa Erabaru 1Orang

3

Lembaga Pemberdayaan Kemasyarakatan Desa Erabaru

1 Orang

4 Masyarakat di Desa Erabaru 4 Orang

Jumlah 7 Orang

E. Teknik Pengumpulan Data

Menyusun instrumen adalah pekerjaan yang paling penting dalam langkah penelitian. Akan tetapi mengumpulkan data jauh lebih penting lagi untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan kegunaannya. Metode atau cara pengumpulan data yang penyusun gunakan dalam penyusunan proposal adalah dengan cara dokumentasi, observasi dan wawancara.

1. Observasi adalah observasiyang dimaksud dalam Musrenbang seperti teknik pengumpulan data dan peneliti mengadakan pengamatan secara langsung terhadap masyarakat setempat untuk menyaring dan melengkapi data setiap warga yang ada di Desa Erabaru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai.

(48)

2. Wawancara adalah Peneliti turun langsung ke lapangan untuk memperoleh data yang lebih jelas dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara masyarakat dengan Informan.

3. Dekomentasi dalam Musrenbang yaitu melakukan pendataan nyata terhadap warga setempat untuk mengetahui secara langsung data yang dimiliki warga yang ada di Desa Erabaru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan alat digunakan oleh peneliti untuk mengelolah data menjadi hasil penelitian sebagaimana data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara di lapangan dapat dimanfaatkan untuk menyimpulkan hasil penelitian. Dimana dalam teknin analisis data ada 3 komponen yang harus diperhatikan (Sugiyono, 2012) yaitu;

1. Reduksi data

Yaitu merangkum dan menfokuskan pada hal-hal penting yang berkaitan dengan Analisis data merupakan alat digunakan oleh peneliti untuk mengelolah data menjadi hasil penelitian dimana data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara di lapangan dapat dimanfaatkan untuk menyimpulkan hasil penelitian. Sebagaimana dalam teknin analisis data ada 3 komponen yang harus diperhatikan yaitu:

2. Reduksi data

Yaitu merangkum dan menfokuskan pada hal-hal penting yang berkaitan dengan participatory governance dalam Musyawarah Perencanaan

(49)

Pembangunan (Musrenbang) Desa Di Desa Erabaru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai.

3. Penyajian Data

Yaitu merupakan salah satu dari teknik analisis data. Penyajian data adalah kegiatan yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan dan menyususun informasi sehingga dapat memberikan kesimpulan mengenai informasi yang didapatkan dari objek yang diteliti dalam hal ini Desa Erabaru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai. Bentuk penyajian data dapat berupa catatan lapangan grafik dan bagan.

4. Penarikan Kesimpulan

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila data kesimpulan data yang dikemukakan pada tahap awal, di dukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

G. Keabsahan Data

Keabsahan data dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.

Dengan demikian triangulasi sumber, triangulasi teknik dan triangulasi waktu (Sugiyono, 2013) yaitu;

(50)

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Dalam hal ini peneliti melakukan pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh melalui hasil pengamatan, wawancara dan dokumen yang ada.

2. Triangulasi teknik

Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yangberbeda. Dalam hal ini data yang diperoleh dengan wawancara lalu dicek dengan observasi dn dokumen. Apabila dengan tiga teknik pengujian kreadibiltas data tersebut menghasilkan data yang berbeda maka pneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lain, untuk memastikan data mana yang dianggap benar atau mungkin semuanya benar karena sudut pandangnya berbeda-beda 3. Triangulasi Waktu

Waktu juga sering mempengaruhi kredibitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara pada pagi hari pada saat narasumber masih segar belum banyak masalah akan memberikan data yang lebih valid sehingga leih kredibel.untuk itu dalam rangka pengujian kredibitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka lakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya. Triangulasi dapat juga dilakukan dengan cara

(51)

mengecek hasil penelitian, dari tim peneliti lain yang diberi tugas melakukan pengumpulan data.

(52)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi atau Karakteristik Obyek Penelitian

1. Sejarah singkat Pemerintah Daerah Kabupaten Sinjai

Sinjai adalah sebuah Kabupaten yang berada di Provinsi Sulawesi Selatan.

Nama Sinjai berasal dari Kata Sijai’ (Bahasa Bugis) artinya sama jahitannya. Hal ini diperjelas dengan adanya gagasan dari LAMASSIAJENG Raja Lamatti X untuk memperkokoh bersatunya antara kerajaan Bulo-Bulo dan Lamatti dengan ungkapannya "PASIJA SINGKERUNNA LAMATI BULO-BULO" artinya satukan keyakinan Lamatti dengan Bulo-Bulo, sehingga setelah meninggal dunia beliau digelar dengan PUANTA MATINROE RISIJAINA. Eksistensi dan identitas kerajaan-kerajaan yang ada di Kabupaten Sinjai pada masa lalu semakin jelas dengan didirikannya Benteng pada tahun 1557. Benteng ini dikenal dengan nama Benteng Balangnipa, sebab didirikan di Balangnipa yang sekarang menjadi Ibukota Kabupaten Sinjai.Disamping itu, benteng ini pun dikenal dengan nama Benteng Tellulimpoe, karena didirikan secara bersama-sama oleh 3 (tiga) kerajaan yakni Lamatti, Bulo-bulo, dan Tondong lalu dipugar oleh Belanda melalui perang Manggarabombang. Agresi Belanda tahun 1559–1561 terjadi pertempuran yang hebat sehingga dalam sejarah dikenal nama Rumpa’na Manggarabombang atau perang Mangarabombang, dan tahun 1559 Benteng Balangnipa jatuh ke tangan belanda. Tahun 1636 orang Belanda mulai datang ke daerah Sinjai. Kerajaan- kerajaan di Sinjai menentang keras upaya Belanda untuk mengadu domba

40

(53)

menentang keras upaya Belanda unntuk memecah belah persatuan kerajaan- kerajaan yang ada di sulawesi Selatan. Hal ini mencapai puncaknya dengan terjadinya peristiwa pembunuhan terhadap orang-orang Belanda yang mencoba membujuk Kerajaan Bulo-bulo untuk melakukan peran terhadap kerajaan Gowa.

Peristiwa ini terjadi tahun 1639.Hal ini disebabkan oleh rakyat Sinjai tetap perpegan teguh pada PERJANJIAN TOPEKKONG. Tahun 1824 Gubernur Jenderal Hindia Belanda VAN DER CAPELLAN datang dari Batavia untuk membujuk I CELLA ARUNG ( PUANG CELLA MATA) Bulo-Bulo XXI agar menerima perjanjian Bongaya dan mengizinkan Belanda Mendirikan Loji atau Kantor Dagang di Lappa tetapi ditolak dengan tegas. Tahun 1861 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi dan Daerah, takluknya wilayah Tellulimpoe Sinjai dijadikan satu wilayah pemerintahan dengan sebutan Goster Districten.

Tanggal 24 pebruari 1940, Gubernur Grote Gost menetapkan pembagian administratif untuk Daerah Timur termasuk Residensi Celebes, sebagimana Sinjai bersama-sama beberapa Kabupaten lainnya berstatus sebagai Onther Afdeling Sinnai terdiri dari beberapa adat Gemenchap, yaitu Cost Bulo-bulo, Tondong, Manimpahoi, Lamatti West, Bulo-bulo, Manipi dan Turungeng. Pada masa pendudukan Jepang, struktur Pemerintahan dan namanya ditatah sesuai dengan kebutuhan Bala Tentara Jepang yang bermarkas di Gojeng. Setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945 yakni tanggal 20 Oktober 1959 Sinjai resmi menjadi sebuah kabupaten berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 1959.

Kabupaten Sinjai berdasarkan penelusuran sejarah, dimulai dari pemukiman pertama di WAWO BULU Manipi Kecamatan Sinjai Barat di sebelah timur

(54)

Malino dipimpin oleh orang yang digelar PUATTA TIMPAE’ TANA ataui TO PASAJA yaitu Arung Manurung Tanralili. Keturunan Arung Tanralili, salah seorang diantaranya adalah wanita yang kemudian puteri Tanralili inilah yang mengembangkan wilayah Wawo Bulu menjadi Kerajaan TURUNGENG. Raja Wanita tersebut diperisterikan oleh Putera Raja Tallo yang kemudian salah seorang turunannya adalah Wanita kawin dengan salah seeorang Putera Raja Bone.Dari hasil perkawinan itulah yang kemudian melahirkan enam orang putera dan satu orang Puteri.Akan tetapi Puterinyalah yang menggantikan ibunya menduduki tahta kerajaan di Turungeng. Adapun keenam Puteranya ditebarkan ke wilayah lain sehingga ada yang bermukim di Manimpahoi, Terasa, Pao, Manipi, Suka, Bala Suka dan masing-masing berusaha membentuk wilayah kekuasaan.

Dari keturunan Puatta Timpae’ Tana atau To Pasaja inilah yang berhasil membentuk kerajaan dalam wilayah dekat pantai yang dikenal dengan kerajaan Tondong, Bulo-Bulo, dan Lamatti. Untuk memelihara hubungan dan keutuhan wilayah kerajaan yang bersumber dari satu keturunan, maka muncullah gagasan dari I Topacebba (anak dari La Padenring) yang digelar Lamassiajingeng (Raja Lamatti ke-X) berupaya mempererat hubungan Lamatti dengan Bulo-Bulo atas dasar semboyan “ PASIJAI SINGKERUNNA LAMATTI BULO-BULO

“ artinya satukan keyakinan/kekuatan Lamatti dengan Bulo-Bulo. Penggagas dalam memelihara persatuan Lamatti dan Bulo-Bulo saat meninggalnya digelar “ PUATTA MATINROE’ RISIJAINNA “. Sinjai dalam ungkapan bahasa Bugis bermakna satu jahitan.Sinjai artinya bersatu dalam jahitan. Dari istilah sijai menjadi sinjai, merupakan suatu simbol dalam mempererat hubungan

(55)

kekeluargaan, menurut bahasa Bugis. Dari pertumbuhan dan perkembangan kerajaan yang ada, muncul pemikiran baru tentang perlunya memperkuat persatuan dan kesatuan dalam memelihara dan melindungi kerajaan yang ada, maka dibentuklah kelompok gabungan kerajaan yang berbentuk vederasi yang dikenal dengan :

a. TELLU LIMPOE’, merupakan persekutuan kerajaan yang berdekatan dengan pantai, yaitu Tondong, Bulo-Bulo, dan Lamatti.

b. PITU LIMPOE’, merupakan persekutuan kerajaan yang berlokasi di daerah dataran tinggi , yaitu kerajaan Turungeng, Manimpahoi, Terasa, Pao, Manipi, Suka, Balasuka.

Federasi kerajaan Tellu Limpoe’ dan Pitu Limpoe’ merupakan dua kekuatan yang akan membendung arus ekspansi dari barat dan selatan, juga merupakan kekuatan pertahanan untuk membendung arus ekspansi dari utara dan penyelamatan garis pantai.

2. Keadaan Geografis Desa Erabaru a. Letak Wilayah

Berdasar letak geografis wilayah, Desa Era Baru berada di dataran rendah, berbukit dan tinggi wilayah sekitar 5.000 meter dari permukaan laut, dengan batas – batas sebagai berikut :

Sebelah utara : Desa Sukamaju Sebelah Timur : Desa Pattongko

Sebelah Selatan: Desa Batu Nilamung, Kec. Kajang, Kab.Bulukumba Sebelah Barat : Desa Tellulimpoe

Gambar

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir ............................................................
Tabel 3.2 Data Informan Penelitian
Gambar 2. Struktur Organisasi
Tabel 2. Karakteristik Informan Berdasarkan Jenis Kelamin
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil wawancara tersebut telah menjelaskan bahwa pada setiap bidang yang ada di Biro Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan satu kesatuan yang saling bekerja sama

Pemerintah Pusat dan Daerah, memastikan dukungan pelaksanaan Pilkada dan mengintensifkan forum-forum komunikasi (Forkopimda, FKUB) untuk konsolidasi dan pencegahan

Kebanyakan kolektor yang bertugas berstatus sebagai honor daerah jadi kolektor yang kinerjanya bagus kami usahakan memasukan filenya supaya bisa jadi pegawai negeri

Dari hasil observasi di lapangan dan hasil wawancara dengan beberapa informan yang ditemui, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa koordinasi pemerintah dalam pemanfaatan pasar Sub

“kalau secara operasional, kemajuan tekhnologi dan informasi berbasis online merupakan kebutuhan masyarakat jaman sekarang, KPP Pratama Maros sudah melakukan sosialisasi baik secara

Pemberdayaan usaha kecil dan menengah UKM di kelurahan lalolang kecamatan taneterilau kabupaten barru kini mendapat bantuan dari pemerintah yaitu modal usaha, pelatihan-pelatihan

Sampai dengan saat ini, pembayaran dana bantuan tunai langsung sudah diberikan serta dilaksanakan oleh pemerintah terhadap masyarakat setempat oleh pemerintah desa Uluway di kecamatan

Dari hasil kinerja pelayanan publik yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum Kota Semarang, untuk menyukseskan Pemilihan Walikota Dan Wakil Walikota Kota Semarang, Komisi Pemilihan