• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerjasama Tim

Dalam dokumen Buku Manajemen Mutu Layanan (Halaman 170-178)

kepedulian, pengakuan, memperlakukan sama, mau bekerjasama, rasa hormat, dan sebagainya. Karyawan yang merasa diberdayakan akan merasa bahwa pekerjaan tersebut adalah milik mereka, mereka juga mau bertanggung jawab dan memiliki kendali atas pekerjaan tersebut.

Terkait dengan pemberdayaan karyawan atau keanakbuahan (followership), ada enam paradigm interaksi manusia yang harus diperhatikan (Covey, 1994). Melalui pemahaman terhadap paradigma tersebut, dapat dipilih suatu pendekatan yang paling tepat dalam menjalin hubungan antara pemimpin dan bawahan serta antar individu dalam organisasi, yaitu:

1. Menang/menang adalah suatu pendekatan terhadap interaksi manusia yang mengusahakan manfaat timbal balik. Daripada mengejar pemecahan cara Anda atau cara saya, pendukung menang/menang mencari pemecahan terbaik. Menang/menang melihat kehidupan sebagai arena yang kooperatif, bukan kompetitif. Hubungan ini didasarkan pada paradigma bahwa ada banyak untuk setiap orang, bahwa keberhasilan satu orang tidak dicapai dengan mengorbankan atau menyingkirkan keberhasilan orang lain. Jika paradigma menang/menang tidak tercapai dalam arti tidak memperoleh solusi sinergistik maka lebih baik masuk kepada ekspresi yang lebih tinggi, menang/menang atau tidak sama sekali.

2. Menang/kalah adalah suatu pendekatan terhadap interaksi manusia yang mengatakan “maju terus lakukan sesuatu menurut cara anda. Bagaimanapun juga saya tak pernah mendapatkan apa yang saya inginkan. Pendekatan ini menghasilkan pihak tertentu menang dan pihak tertentu kalah.

Orang yang menang/kalah cenderung menggunakan jabatan, kekuasaan, mandat, atau kepribadian untuk memperoleh apa yang mereka inginkan.

3. Kalah/menang adalah kerangka fikiran dan hati yang selalu menjadi pecundang, biasanya cepat menyenangkan atau memenuhi tuntutan orang lain. Mereka tidak mempunyai harapan, tuntutan, dan visi. Umumnya mereka mudah diintimidasi oleh kekuatan ego orang lain, karena kurang memiliki keberanian untuk mengekspresikan perasaan dan keyakinannya sendiri.

4. Kalah/menang adalah suatu pendekatan terhadap interaksi manusia dimana kedua pihak begitu keras kepala, terdorong ego, dan ingin membalas dendam sehingga akhirnya keduanya kalah /rugi lepas dari keputusan apa yang diambil.

5. Menang adalah suatu pendekatan terhadap interaksi manusia yang mengatakan “saya tidak ingin anda kalah, tetapi saya sesungguhnya ingin menang”, itu merupakan akibat dari sikap

“Anda menjaga diri anda dan saya menjaga diri saya”.

6. Menang/menang atau tidak ada transaksi adalah pendekatan yang tidak menghasilkan solusi synergetic (solusi yang disepakati oleh kedua belah pihak). Ini berarti tidak ada harapan dan kontrak kerja yang ditetapkan karena masing- masing setuju untuk tidak melakukan kesepakatan.

Dari keenam paradigma tersebut, yang paling tepat untuk membentuk dan mempertahankan hubungan kepengikutan adalah pendekatan menang/menang, sebab dalam pendekatan tersebut kedua pihak bekerja sama untuk menemukan solusi terbaik. Paradigma ini sejalan dengan gaya kepemimpinan partisipatif dalam TQM.

kepedulian, pengakuan, memperlakukan sama, mau bekerjasama, rasa hormat, dan sebagainya. Karyawan yang merasa diberdayakan akan merasa bahwa pekerjaan tersebut adalah milik mereka, mereka juga mau bertanggung jawab dan memiliki kendali atas pekerjaan tersebut.

Terkait dengan pemberdayaan karyawan atau keanakbuahan (followership), ada enam paradigm interaksi manusia yang harus diperhatikan (Covey, 1994). Melalui pemahaman terhadap paradigma tersebut, dapat dipilih suatu pendekatan yang paling tepat dalam menjalin hubungan antara pemimpin dan bawahan serta antar individu dalam organisasi, yaitu:

1. Menang/menang adalah suatu pendekatan terhadap interaksi manusia yang mengusahakan manfaat timbal balik. Daripada mengejar pemecahan cara Anda atau cara saya, pendukung menang/menang mencari pemecahan terbaik. Menang/menang melihat kehidupan sebagai arena yang kooperatif, bukan kompetitif. Hubungan ini didasarkan pada paradigma bahwa ada banyak untuk setiap orang, bahwa keberhasilan satu orang tidak dicapai dengan mengorbankan atau menyingkirkan keberhasilan orang lain. Jika paradigma menang/menang tidak tercapai dalam arti tidak memperoleh solusi sinergistik maka lebih baik masuk kepada ekspresi yang lebih tinggi, menang/menang atau tidak sama sekali.

2. Menang/kalah adalah suatu pendekatan terhadap interaksi manusia yang mengatakan “maju terus lakukan sesuatu menurut cara anda. Bagaimanapun juga saya tak pernah mendapatkan apa yang saya inginkan. Pendekatan ini menghasilkan pihak tertentu menang dan pihak tertentu kalah.

Orang yang menang/kalah cenderung menggunakan jabatan, kekuasaan, mandat, atau kepribadian untuk memperoleh apa yang mereka inginkan.

3. Kalah/menang adalah kerangka fikiran dan hati yang selalu menjadi pecundang, biasanya cepat menyenangkan atau memenuhi tuntutan orang lain. Mereka tidak mempunyai harapan, tuntutan, dan visi. Umumnya mereka mudah diintimidasi oleh kekuatan ego orang lain, karena kurang memiliki keberanian untuk mengekspresikan perasaan dan keyakinannya sendiri.

4. Kalah/menang adalah suatu pendekatan terhadap interaksi manusia dimana kedua pihak begitu keras kepala, terdorong ego, dan ingin membalas dendam sehingga akhirnya keduanya kalah /rugi lepas dari keputusan apa yang diambil.

5. Menang adalah suatu pendekatan terhadap interaksi manusia yang mengatakan “saya tidak ingin anda kalah, tetapi saya sesungguhnya ingin menang”, itu merupakan akibat dari sikap

“Anda menjaga diri anda dan saya menjaga diri saya”.

6. Menang/menang atau tidak ada transaksi adalah pendekatan yang tidak menghasilkan solusi synergetic (solusi yang disepakati oleh kedua belah pihak). Ini berarti tidak ada harapan dan kontrak kerja yang ditetapkan karena masing- masing setuju untuk tidak melakukan kesepakatan.

Dari keenam paradigma tersebut, yang paling tepat untuk membentuk dan mempertahankan hubungan kepengikutan adalah pendekatan menang/menang, sebab dalam pendekatan tersebut kedua pihak bekerja sama untuk menemukan solusi terbaik. Paradigma ini sejalan dengan gaya kepemimpinan partisipatif dalam TQM.

F. Kerjasama Tim

Kerja tim adalah unsur fundamental dari peningkatan mutu. Istilah tim banyak difahami sebagai sekelompok orang yang memiliki tujuan yang sama, saling tergantung (interdependent), jujur, terbuka, suportif, dan memberdayakan. Anggota tim mengembangkan kesetiaan yang besar melampaui kumpulan

individu semata. Outcomenya adalah sinergitas, dan pencapaian bahkan selalu melampaui tujuan sebenarnya.

Kelompok atau tim ini terdiri dari kelompok formal yang terbentuk secara resmi dengan adanya surat keputusan dari pimpinan, kemudian kelompok informal yang berbentuk secara tidak resmi karena hanya berdasarkan kesamaan maksud dan tujuan.

Johnson (dalam Goetsch dan Davis, 2002) menggambarkan dasar pemikiran bagi tim, sebagai berikut:

1. Dua atau lebih kepala lebih baik dari Satu

2. Keseluruhan (tim) adalah lebih besar daripada jumlah bagian- bagiannya (anggota individu)

3. Orang dalam tim saling mengenal satu sama lain, membangun kepercayaan, dan akibatnya ingin saling membantu.

4. Kerja tim mempromosikan komunikasi lebih baik.

Tidak semua orang dapat dikatakan tim. Untuk dapat dianggap sebagai tim maka sekumpulan orang tertentu harus memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Ada kesepakatan terhadap misi tim. Agar suatu kelompok dapat menjadi tim dan supaya tim tersebut dapat bekerja dengan efektif, semua anggotanya harus memahami dan menyepakati misinya.

2. Semua anggota mentaati peraturan tim yang berlaku. Suatu tim harus mempunyai peraturan yang berlaku, sehingga dapat membentuk kerangka usaha pencapaian misi. Suatu kelompok dapat menjadi tim manakala ada kesepakatan terhadap misi dan ketaatan terhadap peraturan yang berlaku.

3. Ada pembagian tanggung jawab dan wewenang yang adil.

Keberadaan tim tidak meniadakan struktur wewenang. Tim dapat berjalan dengan baik manakala tanggung jawab dan wewenang dibagi dan setiap anggota diperlakukan secara adil.

4. Orang beradaptasi terhadap perubahan. Perubahan itu tidak hanya tak terelakkan dalam tatanan mutu total, tetapi juga

diinginkan. Sayangnya, umumnya orang menolak perubahan.

Orang dalam tim sejatinya saling membantu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan dengan cara yang positif.

Dalam pembahasan mengenai kelompok, ada dua jenis kelompok, yaitu kelompok kerja (group) dan kerja tim (teamwork). Kedua jenis kelompok tersebut pada prinsipnya berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel 4.4.

Kelompok kerja (workgroup) adalah kelompok yang saling berinteraksi, terutama untuk membagikan informasi dan membuat keputusan untuk membantu masing-masing anggota untuk bertanggung jawab atas bidang kerjanya masing-masing (Robbins, 1996). Sedangkan kerja tim (teamwork) adalah kelompok dimana usaha yang dimiliki individu menghasilkan kinerja lebih besar daripada input masing-masing individu.

Kelompok dapat saja produktif, tetapi sejumlah bukti muncul bahwa hanya menggiring tujuan kelompok individu secara bersama untuk menyempurnakan tujuan tertentu adalah tidak efektif dan tidak produktif. Oleh karena itu istilah tim lebih tepat diterima untuk menggambarkan sekelompok orang yang memiliki tujuan bersama, saling memerlukan, jujur, terbuka, suportif, dan memberdayakan.

Terdapat sejumlah keunggulan dan kelemahan dari kerja tim. Keunggulan kerja tim misalnya informasi dan pengetahuan yang diperoleh lebih lengkap, adanya sejumlah pandangan yang akan memperluas wawasan dan pendapat, dan meningkatkan kekuasaan dari anggota tim tersebut. Sedangkan kelemahannya, misalnya memerlukan banyak waktu, adanya tekanan untuk dapat menyesuaikan diri, adanya dominasi oleh anggota kelompok tertentu, dan adanya tanggung jawab ganda.

Salah satu alasan tim tidak berfungsi dengan baik adalah faktor-faktor manusia tertentu yang sudah mendarah daging (built in) yang jika tidak difahami dan dihadapi dapat mengurangi keberhasilan. Scholtes (1992) mengemukakan faktor-faktor tersebut sebagai berikut;

individu semata. Outcomenya adalah sinergitas, dan pencapaian bahkan selalu melampaui tujuan sebenarnya.

Kelompok atau tim ini terdiri dari kelompok formal yang terbentuk secara resmi dengan adanya surat keputusan dari pimpinan, kemudian kelompok informal yang berbentuk secara tidak resmi karena hanya berdasarkan kesamaan maksud dan tujuan.

Johnson (dalam Goetsch dan Davis, 2002) menggambarkan dasar pemikiran bagi tim, sebagai berikut:

1. Dua atau lebih kepala lebih baik dari Satu

2. Keseluruhan (tim) adalah lebih besar daripada jumlah bagian- bagiannya (anggota individu)

3. Orang dalam tim saling mengenal satu sama lain, membangun kepercayaan, dan akibatnya ingin saling membantu.

4. Kerja tim mempromosikan komunikasi lebih baik.

Tidak semua orang dapat dikatakan tim. Untuk dapat dianggap sebagai tim maka sekumpulan orang tertentu harus memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Ada kesepakatan terhadap misi tim. Agar suatu kelompok dapat menjadi tim dan supaya tim tersebut dapat bekerja dengan efektif, semua anggotanya harus memahami dan menyepakati misinya.

2. Semua anggota mentaati peraturan tim yang berlaku. Suatu tim harus mempunyai peraturan yang berlaku, sehingga dapat membentuk kerangka usaha pencapaian misi. Suatu kelompok dapat menjadi tim manakala ada kesepakatan terhadap misi dan ketaatan terhadap peraturan yang berlaku.

3. Ada pembagian tanggung jawab dan wewenang yang adil.

Keberadaan tim tidak meniadakan struktur wewenang. Tim dapat berjalan dengan baik manakala tanggung jawab dan wewenang dibagi dan setiap anggota diperlakukan secara adil.

4. Orang beradaptasi terhadap perubahan. Perubahan itu tidak hanya tak terelakkan dalam tatanan mutu total, tetapi juga

diinginkan. Sayangnya, umumnya orang menolak perubahan.

Orang dalam tim sejatinya saling membantu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan dengan cara yang positif.

Dalam pembahasan mengenai kelompok, ada dua jenis kelompok, yaitu kelompok kerja (group) dan kerja tim (teamwork). Kedua jenis kelompok tersebut pada prinsipnya berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel 4.4.

Kelompok kerja (workgroup) adalah kelompok yang saling berinteraksi, terutama untuk membagikan informasi dan membuat keputusan untuk membantu masing-masing anggota untuk bertanggung jawab atas bidang kerjanya masing-masing (Robbins, 1996). Sedangkan kerja tim (teamwork) adalah kelompok dimana usaha yang dimiliki individu menghasilkan kinerja lebih besar daripada input masing-masing individu.

Kelompok dapat saja produktif, tetapi sejumlah bukti muncul bahwa hanya menggiring tujuan kelompok individu secara bersama untuk menyempurnakan tujuan tertentu adalah tidak efektif dan tidak produktif. Oleh karena itu istilah tim lebih tepat diterima untuk menggambarkan sekelompok orang yang memiliki tujuan bersama, saling memerlukan, jujur, terbuka, suportif, dan memberdayakan.

Terdapat sejumlah keunggulan dan kelemahan dari kerja tim. Keunggulan kerja tim misalnya informasi dan pengetahuan yang diperoleh lebih lengkap, adanya sejumlah pandangan yang akan memperluas wawasan dan pendapat, dan meningkatkan kekuasaan dari anggota tim tersebut. Sedangkan kelemahannya, misalnya memerlukan banyak waktu, adanya tekanan untuk dapat menyesuaikan diri, adanya dominasi oleh anggota kelompok tertentu, dan adanya tanggung jawab ganda.

Salah satu alasan tim tidak berfungsi dengan baik adalah faktor-faktor manusia tertentu yang sudah mendarah daging (built in) yang jika tidak difahami dan dihadapi dapat mengurangi keberhasilan. Scholtes (1992) mengemukakan faktor-faktor tersebut sebagai berikut;

1. Identifikasi peribadi anggota tim. Adalah alamiah bagi orang ingin tahu apakah mereka cocok pada suatu organisasi, termasuk dalam sebuah tim. Orang khawatir akan kemungkinan menjadi orang luar (outsider), pergaulan dengan anggota tim lain, faktor pengaruh, dan saling percaya antara anggota tim. Sebuah tim tidak dapat berjalan bila anggotanya belum merasa cocok dengan tim tersebut.

2. Hubungan antar anggota tim. Agar setiap anggota dapat bekerjasama, mereka harus saling mengenal dan membangun relasi. Bila seorang saling mengenal dan saling memperhatikan, mereka akan saling mendukung. Waktu yang dihabiskan untuk membantu para anggota tim saling mengenal satu sama lain dan membangun landasan bersama dikalangan mereka adalah waktu yang diinvestasikan dengan baik. Ini penting dewasa ini dimana angkatan kerja modern telah menjadi begitu beraneka ragam sehingga landasan bersama diantara anggota tim tidak dapat lagi diasumsikan.

3. Identitas tim dalam organisasi. Faktor ini terdiri dari dua aspek, pertama menyangkut bagaimana tim cocok dengan organisasi.

Aspek ini terkait dengan apakah misi tersebut merupakan prioritas dalam perusahaan? Apakah tim memperoleh dukungan dari manajemen puncak. Aspek kedua menyangkut bagaimana keanggotaan pada suatu tim yang ada akan mempengarhi dukungan dengan anggota non tim. Aspek ini terutama penting dalam kasus satuan tugas dan tim proyek dimana anggota tim akan berkeinginan akan mempertahankan hubungan yang sudah mereka jalin dengan sesame karyawan yang tidak masuk tim. Mereka mungkin memperhatikan bahwa keanggotaan pada tim mungkin memiliki dampak negatif pada hubungan mereka dengan sesama karyawan yang bukan tm.

Guna mengimplementasikan total quality management secara efektif, ada empat tipe tim penting (Lewis dan Smith, 1994) yaitu;

1. Lead team, juga dikenal dengan quality council. Tim ini bertanggung jawab terhadap manajemen strategi proses mutu, fungsinya sebagai steering committee adalah menyusun kebijakan, menetapkan petunjuk, dan menangani logistik secara keseluruhan. Keanggotaan lead tim berbeda sesuai dengan posisinya dalam organisasi. The executive level, terdiri dari president dan wakil president. The activity -centered level dipimpin oleh wakil presiden, direktur, atau manajer yang menyajikan kepemimpinan untuk aktivitas tertentu. The location-centered level dipimpin oleh kepala kantor atau staf yang menghasilkan beberapa jenis kepemimpinan pada level lokal dimana level ekeskutif membimbing mereka.

2. Fungtional team, adalah kelompok kerja dari wilayah fungsional. Keanggotaannya bersifat sukarela dan tim bersifat kontinyu. Ukuran ideal tim fungsional adalah enam sampai delapan orang.

3. The cross-fungtional team, mencakup orang dari lebih dari satu wilayah kerja. Tim seperti ini bertanggung jawab terhadap proyek yang lintas fungsi. Seperti tim fungsional, keanggotaan bersifat sukarela dan tim berproses terus menerus.

4. Task team, terdiri dari orang-orang dari satu atau lebih wilayah fungsional. Ini dibentuk untuk mengatasi persoalan tertentu atau sejumlah persoalan dan dikemudian dibubarkan. Anggota tim ini dipilih berdasarkan latar belakang dan pengalaman.

Keanggotan dan tugas-tugas diberikan oleh manajemen (lead team).

Tabel 4.4

Perbedaan antara Kelompok dan Tim

Kelompok Tim

Anggota menganggap mereke dikelompokkan untuk tujuan administratif semata. Setiap orang bekerja sendiri-sendiri;

kadang-kadang berseberangan dengan yang lain

Anggota menyadari kesaling ketergantungan dan pemahaman tujuan personal dan tim dapat tercapai dengan baik melalui dukungan bersama.

1. Identifikasi peribadi anggota tim. Adalah alamiah bagi orang ingin tahu apakah mereka cocok pada suatu organisasi, termasuk dalam sebuah tim. Orang khawatir akan kemungkinan menjadi orang luar (outsider), pergaulan dengan anggota tim lain, faktor pengaruh, dan saling percaya antara anggota tim. Sebuah tim tidak dapat berjalan bila anggotanya belum merasa cocok dengan tim tersebut.

2. Hubungan antar anggota tim. Agar setiap anggota dapat bekerjasama, mereka harus saling mengenal dan membangun relasi. Bila seorang saling mengenal dan saling memperhatikan, mereka akan saling mendukung. Waktu yang dihabiskan untuk membantu para anggota tim saling mengenal satu sama lain dan membangun landasan bersama dikalangan mereka adalah waktu yang diinvestasikan dengan baik. Ini penting dewasa ini dimana angkatan kerja modern telah menjadi begitu beraneka ragam sehingga landasan bersama diantara anggota tim tidak dapat lagi diasumsikan.

3. Identitas tim dalam organisasi. Faktor ini terdiri dari dua aspek, pertama menyangkut bagaimana tim cocok dengan organisasi.

Aspek ini terkait dengan apakah misi tersebut merupakan prioritas dalam perusahaan? Apakah tim memperoleh dukungan dari manajemen puncak. Aspek kedua menyangkut bagaimana keanggotaan pada suatu tim yang ada akan mempengarhi dukungan dengan anggota non tim. Aspek ini terutama penting dalam kasus satuan tugas dan tim proyek dimana anggota tim akan berkeinginan akan mempertahankan hubungan yang sudah mereka jalin dengan sesame karyawan yang tidak masuk tim. Mereka mungkin memperhatikan bahwa keanggotaan pada tim mungkin memiliki dampak negatif pada hubungan mereka dengan sesama karyawan yang bukan tm.

Guna mengimplementasikan total quality management secara efektif, ada empat tipe tim penting (Lewis dan Smith, 1994) yaitu;

1. Lead team, juga dikenal dengan quality council. Tim ini bertanggung jawab terhadap manajemen strategi proses mutu, fungsinya sebagai steering committee adalah menyusun kebijakan, menetapkan petunjuk, dan menangani logistik secara keseluruhan. Keanggotaan lead tim berbeda sesuai dengan posisinya dalam organisasi. The executive level, terdiri dari president dan wakil president. The activity -centered level dipimpin oleh wakil presiden, direktur, atau manajer yang menyajikan kepemimpinan untuk aktivitas tertentu. The location-centered level dipimpin oleh kepala kantor atau staf yang menghasilkan beberapa jenis kepemimpinan pada level lokal dimana level ekeskutif membimbing mereka.

2. Fungtional team, adalah kelompok kerja dari wilayah fungsional. Keanggotaannya bersifat sukarela dan tim bersifat kontinyu. Ukuran ideal tim fungsional adalah enam sampai delapan orang.

3. The cross-fungtional team, mencakup orang dari lebih dari satu wilayah kerja. Tim seperti ini bertanggung jawab terhadap proyek yang lintas fungsi. Seperti tim fungsional, keanggotaan bersifat sukarela dan tim berproses terus menerus.

4. Task team, terdiri dari orang-orang dari satu atau lebih wilayah fungsional. Ini dibentuk untuk mengatasi persoalan tertentu atau sejumlah persoalan dan dikemudian dibubarkan. Anggota tim ini dipilih berdasarkan latar belakang dan pengalaman.

Keanggotan dan tugas-tugas diberikan oleh manajemen (lead team).

Tabel 4.4

Perbedaan antara Kelompok dan Tim

Kelompok Tim

Anggota menganggap mereke dikelompokkan untuk tujuan administratif semata. Setiap orang bekerja sendiri-sendiri;

kadang-kadang berseberangan dengan yang lain

Anggota menyadari kesaling ketergantungan dan pemahaman tujuan personal dan tim dapat tercapai dengan baik melalui dukungan bersama.

Orang cenderung fokus pada diri mereka sendiri sebab mereka tidak merasa terlibat dalam perencanaan tujuan unit/bagian.

Anggota lebih diberi tahu apa yang harus dilakukan daripada menanyakan pendekatan apa yang lebih baik. Saran-saran tidan didorong tumbuh

Anggota mencurigai motif lembaga sebab mereka tidak memahami peran anggota lain.

Pengajuan pendapat atau ketidaksetujuan dianggap sebagai hal yang tidak membantu.

Anggota sangat berhati-hati terhadap apa yang mereka katakan. Permainan mungkin terjadi dan perangkap komunikasi bisa saja diset untuk menangkap ketidakwaspadaan

Anggota menerima pelatihan yang baik tetapi dibatasi dalam penerapan dalam pekerjaan oleh supervisor atau anggota lain.

Anggota mendapati diri mereka dalam situasi konflik dimana mereka tidak tahu bagaimana memecahkannya. Supervisor tidak terlibat sampai kerusakan berarti terjadi.

Anggota bisa terlibat atau tidak dalam pengambilan keputusan.

Penyesuaian lebih dipentingkan ketimbang hasil yang positif

Anggota memiliki rasa memiliki terhadap pekerjaan dan bagian / unit mereka sebab mereka komit terhadap tujuan yang akan dicapai.

Anggota memberi kontribusi terhadap kesuksesan organisasi dengan menerapkan pengetahuan dan keahlian mereka untuk tujuan tim.

Anggota bekerja dalam iklim kepercayaan dan mendorong pengungkapan ide, opini, ketidaksepakatan, dan perasaan secara terbuka. Pertanyaan – pertanyaan di terima dengan baik.

Anggota memperaktekkan komuni- kasi yang terbuka dan jujur. Mereka berusaha memahami saling memahami pandangan satu sama lain.

Anggota didorong untuk mengembangkan keahlian dan menerapkannya dalam pekerjaan.

Mereka memperoleh dukungan dari tim.

Anggota menempatkan konflik sebagai aspek normal dalam interaksi manusia, mereka menganggap situasi tersebut sebagai kesempatan bagi gagasan dan kreativitas baru. Mereka bekerja memecahkan masalah secara cepat dan konstruktif.

Anggota berpartisipasi dalam keputusan yang mempengaruhi tim, tetapi menyadari bahwa pemimpin mereka harus mengambil keputusan terakhir manakala tim tidak dapat mengambil keputusan. Hasil yang positif, bukan penyesuaian, bukan tujuan.

Efektivitas kerja tim bergantung pada tingkat kematangan tim yang terdiri dari empat fase, yaitu forming, storming, norming, dan performing. Keempat fase tersebut dijelaskan oleh Tuckman (1985) dalam gambar berikut:

Tabel 4.5 Tingkat Kematangan Tim

TUGAS TINGKAT PROSES

Kejelasan hasil yang diinginkan, peranan masing-masing belum begitu jelas

Pembentukan (forming)

Cemas,

ketidakpastian,

dominasi, dan dwi makna

Nilai-nilai, kelayakan tugas dipertanyakan, prinsip dan metode diperdebatkan

Badai (storming)

Konflik antar kelom-

pok, bantahan terhadap pemimpin, inisiatif individual, muncul opini.

Memulai perencanaan, bekerja dengan standar, suasana panas menurun, peranan masing-masing jelas

Pembentukan norma (norming)

Bekerja sesuai dengan prosedur yang dibuat dan disepakati, menyampaikan

perasaan, saling mendukung, dan merasa satu tim

Memecahkan masalah-

masalah penting, memperbanyak output

dengan lebih sedikit waktu, meningkatkan mutu outcome, menerjemahkan

keputusan menjadi tindakan nyata.

Peningkatan kinerja (performing)

Tingginya tingkat kepercayaan dan saling

ketergantungan,

peranan luwes, individu santai, dan percaya diri.

Dalam dokumen Buku Manajemen Mutu Layanan (Halaman 170-178)