• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Budaya Mutu

Dalam dokumen Buku Manajemen Mutu Layanan (Halaman 124-132)

Perubahan dalam konteks organisasi, manajemen perubahan sangat penting perannya sebab kenyataan menunjukkan bahwa mayoritas perubahan yang terjadi gagal karena beragam alasan. Manajemen perubahan dalam hal ini dapat membantu mensukseskan proses adaptasi terhadap perubahan yang terjadi.

Karena manajemen perubahan pada hakikatnya adalah proses untuk memastikan bahwa orang-orang yang terpapar perubahan yang disasar siap, mau dan mampu melakukan perubahan

e. Ciri kualitas (sign quality). Budaya organisasi merupakan representasi dari cirri kualitas yang berlaku dalam organisasi tersebut.

f. Motivator. Budaya yang kuat akan menjadi motivator yang kuat bagi para anggota organisasi.

g. Pedoman gaya kepemimpinan. Budaya organisasi yang telah mengakar kuat dapat menjadi pedoman gaya kepemimpinan yang sesuai untuk kondisi organisasi yang bersangkutan.

h. Value enhance. Budaya organisasi yang kuat dan meresap kuat dalam setiap benak anggota organisasi akan menjadi salah satu faktor yang mampu meningkatkan nilai bagi para anggota, pelanggan, pemasok, dan pihak lain yang berhubungan dengan organisasi tersebut.

E. Karakteristik Organisasi yang Memiliki Budaya Mutu Budaya mutu terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, nilai, tradisi, prosedur, dan harapan untuk meningkatkan mutu.

Goetsch dan Davis (2000) menyebutkan karakteristik umum organisasi yang memiliki budaya mutu adalah:

1. Perilaku sesuai dengan slogan

2. Masukan dari pelanggan secara aktif dikumpulkan dan digunakan untuk meningkatkan kualitas secara berkesinambungan.

3. Karyawan dilibatkan dan diberdayakan dalam organisasi 4. Pekerjaan dilakukan secara teamwork

5. Manajer level eksekutif dituntut memiliki komitmen dan keterlibatan, tetapi pertanggungjawaban mutu tidak dilegasikan.

6. Sumberdaya yang memadai disediakan kapan dan dimana diperlukan untuk mendukung perbaikan mutu secara kontinyu.

7. Pendidikan dan pelatihan diberikan diadakan agar para karyawan pada semua level memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk program perbaikan mutu secara kontinyu.

8. Sistem penghargaan dan promosi didasarkan pada kontribusi terhadap perbaikan mutu secara kontinyu.

9. Rekanan dipandang sebagai pelanggan internal.

10. Pemasok diperlakukan sebagai mitra kerja.

Selanjutnya Juran dalam Goetsch dan Davis (2000) menyajikan karakter organisasi yang memiliki budaya mutu yang kuat yaitu;

a. Fiosofi manajemen dijabarkan secara luas.

b. Memberikan penekanan terhadap sumber daya manusia organisasi

c. Menyelenggarakan upacara untuk merayakan momen-momen penting organisasi.

d. Pemberian pengakuan dan penghargaan bagi pekerja yang berhasil.

e. Memiliki jaringan komunikasi internal yang efektif untuk mengkomunikasikan budaya.

f. Memiliki aturan perilaku yang bersifat informal.

g. Memiliki sistem nilai yang kuat.

h. Memiliki standar kerja yang tinggi.

i. Budaya organisasi terdefinisi secara jelas.

F. Perubahan Budaya Mutu

Perubahan dalam konteks organisasi, manajemen perubahan sangat penting perannya sebab kenyataan menunjukkan bahwa mayoritas perubahan yang terjadi gagal karena beragam alasan. Manajemen perubahan dalam hal ini dapat membantu mensukseskan proses adaptasi terhadap perubahan yang terjadi.

Karena manajemen perubahan pada hakikatnya adalah proses untuk memastikan bahwa orang-orang yang terpapar perubahan yang disasar siap, mau dan mampu melakukan perubahan

operasional dan perilaku yang diperlukan untuk mensukseskannya.

Menurut Susanto (2008) sebuah proses perubahan memiliki tiga kaidah, yaitu pertama Law of Native, perubahan yang dilakukan harus melibatkan seluruh organisasi. Kedua, Law of Chaos, bahwa setiap perubahan pasti timbul kekacauan. Ketiga Law of Eden, perubahan membutuhkan peran teladan positif yang memiliki kompetensi dan komitmen tinggi.

Organisasi, dalam memfasilitasi perubahan budaya harus mencoba mengidentifikasi berbagai kesulitan dalam melakukan perubahan budaya mutu, misalnya perbedaan persepsi antara pelaku perubahan dan penentang perubahan. Pendukung perubahan akan cenderung berpersepsi bahwa perubahan yang dilakukan akan memberikan manfaat dan mendukung pencapaian tujuan organisasi, sedangkan penentang perubahan akan cenderung memilih status quo dan berpersepsi bahwa perubahan hanya akan merepotkan dan menimbulkan pemborosan sumberdaya organisasi. Goetsch dan Davis (2000) memberikan contoh perbedaan persepsi dalam menanggapi perubahan.

Tabel 3.1

Perbedaan Persepsi terhadap Usulan Perubahan Usulan

Perubahan

Persepsi Pendukung Perubahan

Persepsi Penentang Perubahan Organisasi proses

produksi

Meningkatkan produktivitas

Ancaman kehilangan pekerjaan

Memprakarsai

keterlibatan dan pemberdayaan

karyawan

Memusatkan

sumberdaya pada usaha perbaikan terus menerus

Kehilangan kekuasaan

Melakukan

kerjasama dengan pemasok

Kombinasi bisnis yang saling menguntungkan

Merusak jaringan pengadaan yang sudah ada

Mengadakan program

pendidikan dan pelatihan karyawan

Peningkatan

pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja

Pemborosan

Bergabung dengan jaringan

pemanufakturan

Meningkatkan daya saing, membayar biaya bersama, dan menggunakan

sumberdaya bersama

Pesaing akan merebut apa yang telah kita miliki

Penolakan terhadap perubahan merupakan hal pasti terjadi dalam sebuah organisasi. Oleh karena itu dalam menghadapi penentang perubahan perlu dilakukan secara cerdas, sebab jika terjadi salah metode maka akan muncul kontrapersepsi perubahan. Goetsch &

Davis (2000) dalam kaitan ini menawarkan sejumlah langkah seperti dapat dilihat pada gambar berikut:

operasional dan perilaku yang diperlukan untuk mensukseskannya.

Menurut Susanto (2008) sebuah proses perubahan memiliki tiga kaidah, yaitu pertama Law of Native, perubahan yang dilakukan harus melibatkan seluruh organisasi. Kedua, Law of Chaos, bahwa setiap perubahan pasti timbul kekacauan. Ketiga Law of Eden, perubahan membutuhkan peran teladan positif yang memiliki kompetensi dan komitmen tinggi.

Organisasi, dalam memfasilitasi perubahan budaya harus mencoba mengidentifikasi berbagai kesulitan dalam melakukan perubahan budaya mutu, misalnya perbedaan persepsi antara pelaku perubahan dan penentang perubahan. Pendukung perubahan akan cenderung berpersepsi bahwa perubahan yang dilakukan akan memberikan manfaat dan mendukung pencapaian tujuan organisasi, sedangkan penentang perubahan akan cenderung memilih status quo dan berpersepsi bahwa perubahan hanya akan merepotkan dan menimbulkan pemborosan sumberdaya organisasi. Goetsch dan Davis (2000) memberikan contoh perbedaan persepsi dalam menanggapi perubahan.

Tabel 3.1

Perbedaan Persepsi terhadap Usulan Perubahan Usulan

Perubahan

Persepsi Pendukung

Perubahan

Persepsi Penentang Perubahan Organisasi proses

produksi

Meningkatkan produktivitas

Ancaman kehilangan pekerjaan

Memprakarsai

keterlibatan dan pemberdayaan

karyawan

Memusatkan

sumberdaya pada usaha perbaikan terus menerus

Kehilangan kekuasaan

Melakukan

kerjasama dengan pemasok

Kombinasi bisnis yang saling menguntungkan

Merusak jaringan pengadaan yang sudah ada

Mengadakan program

pendidikan dan pelatihan karyawan

Peningkatan

pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja

Pemborosan

Bergabung dengan jaringan

pemanufakturan

Meningkatkan daya saing, membayar biaya bersama, dan menggunakan

sumberdaya bersama

Pesaing akan merebut apa yang telah kita miliki

Penolakan terhadap perubahan merupakan hal pasti terjadi dalam sebuah organisasi. Oleh karena itu dalam menghadapi penentang perubahan perlu dilakukan secara cerdas, sebab jika terjadi salah metode maka akan muncul kontrapersepsi perubahan. Goetsch &

Davis (2000) dalam kaitan ini menawarkan sejumlah langkah seperti dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3.1

Langkah-langkah dalam Memfasilitasi Perubahan

a. Begin with a New Advocacy Paradigm

Paradigma tradisional para pendukung perubahan adalah sebagai berikut: 1) Pendukung perubahan terlalu berfokus hanya pada hasil dan manfaat yang diharapkan, 2) Pendukung perubahan sering kali tidak menyadari bagaimana para penentang potensial mempersepsikan perubahan yang diusulkan, 3) Pendukung perubahan sering tidak sabar dalam memperhatikan penentang perubahan, 4) Jika perubahan harus terjadi, perubahan harus menggunakan paradigm yang berbeda dengan paradigma tradisional. Jika perubahan yang akan dilakukan mendapat dukungan, pelaku perubahan harus menjawab sejumlah

Begin with a new advocacy paradigm

Understanding the concern of potential

resister

Implement change – promotion stragies

pertanyaan berikut: (a) Siapa yang akan dipengaruhi oleh perubahan tersebut dan bagaimana pengaruhnya? (b) Bagaimana perubahan dirasakan oleh mereka yang kena pengaruh? (c) Bagaimana persoalan orang yang dipengaruhi perubahan dapat dikurangi?

b. Understanding Concerns of Potential Resisters

Langkah kedua untuk memfasilitasi perubahan adalah memahami keprihatinan penentang potensial dengan menempatkan diri pada sudut pandang mereka. Goetsch & Davis (2000) menyebutkan sugesti orang yang menolak perubahan, yaitu:

1) Fear. Perubahan yang tidak difahami akan melahirkan keterkejutan, kekhawatiran, dan ketakutan terhadap implikasinya, 2) Loss of control. Kekhawatiran dan ketakutan akan mengakibatkan hilangnya kontrol terhadap kehidupan, pekerjaan, pertanggungjawaban, dan lain-lain, 3) Uncertainly. Hilangnya kontrol akan mengakibatkan mereka seperti dihadapkan pada situasi yang tidak pasti, serba salah dalam menentukan langkah, 4) More work. Perubahan kadang-kadang menimbulkan banyak pekerjaan, paling tidak pada tahapan awal. Hal ini terjadi karena perubahan menuntut pekerja untuk mempelajari dan memahami lebih banyak informasi dan mengembangkan keterampilan baru.

Dalam beberapa waktu yang tidak bisa ditentukan, para pekerja harus bekerja dengan waktu yang lama.

c. Implement Change – Promoting Strategies

Langkah ketiga dalam memfasilitasi perubahan adalah implementasi perubahan dengan strategi promosi. Strategi ini

Gambar 3.1

Langkah-langkah dalam Memfasilitasi Perubahan

a. Begin with a New Advocacy Paradigm

Paradigma tradisional para pendukung perubahan adalah sebagai berikut: 1) Pendukung perubahan terlalu berfokus hanya pada hasil dan manfaat yang diharapkan, 2) Pendukung perubahan sering kali tidak menyadari bagaimana para penentang potensial mempersepsikan perubahan yang diusulkan, 3) Pendukung perubahan sering tidak sabar dalam memperhatikan penentang perubahan, 4) Jika perubahan harus terjadi, perubahan harus menggunakan paradigm yang berbeda dengan paradigma tradisional. Jika perubahan yang akan dilakukan mendapat dukungan, pelaku perubahan harus menjawab sejumlah

Begin with a new advocacy paradigm

Understanding the concern of potential

resister

Implement change – promotion stragies

pertanyaan berikut: (a) Siapa yang akan dipengaruhi oleh perubahan tersebut dan bagaimana pengaruhnya? (b) Bagaimana perubahan dirasakan oleh mereka yang kena pengaruh? (c) Bagaimana persoalan orang yang dipengaruhi perubahan dapat dikurangi?

b. Understanding Concerns of Potential Resisters

Langkah kedua untuk memfasilitasi perubahan adalah memahami keprihatinan penentang potensial dengan menempatkan diri pada sudut pandang mereka. Goetsch & Davis (2000) menyebutkan sugesti orang yang menolak perubahan, yaitu:

1) Fear. Perubahan yang tidak difahami akan melahirkan keterkejutan, kekhawatiran, dan ketakutan terhadap implikasinya, 2) Loss of control. Kekhawatiran dan ketakutan akan mengakibatkan hilangnya kontrol terhadap kehidupan, pekerjaan, pertanggungjawaban, dan lain-lain, 3) Uncertainly. Hilangnya kontrol akan mengakibatkan mereka seperti dihadapkan pada situasi yang tidak pasti, serba salah dalam menentukan langkah, 4) More work. Perubahan kadang-kadang menimbulkan banyak pekerjaan, paling tidak pada tahapan awal. Hal ini terjadi karena perubahan menuntut pekerja untuk mempelajari dan memahami lebih banyak informasi dan mengembangkan keterampilan baru.

Dalam beberapa waktu yang tidak bisa ditentukan, para pekerja harus bekerja dengan waktu yang lama.

c. Implement Change – Promoting Strategies

Langkah ketiga dalam memfasilitasi perubahan adalah implementasi perubahan dengan strategi promosi. Strategi ini

merupakan paradigma pembelaan dan melihat tipikal orang jika dikonfrontasikan dengan perubahan. Juran merekomendasikan strategi untuk menangani penentangan terhadap perubahan, yaitu;

1) Involve potensial resisters. Dengan melibatkan para penentang dalam tahap perencanaan perubahan maka organisasi dapat menjamin bahwa mereka memahami dan memiliki kesempatan untuk mengungkapkan pandangan dan persoalannya mengenai perubahan itu. Keterlibatan ini juga dapat menimbulkan rasa kepemilikan dalam perubahan, yang pada gilirannya dapat mengubah para penolak menjadi pendukung perubahan.

2) Avoid surprises. Perubahan bersifat tidak dapat diramalkan dan mengandung ketidakpastian. Hal ini menyebabkan orang menolak perubahan. Oleh sebab itu, sebaiknya para penolak potensial dilibatkan dalam proses perubahan tersebut sehingga mereka tidak mengalami kejutan.

3) Move slowly at first. Untuk mendapatkan dukungan dari para penolak potensial, organisasi perlu memberikan waktu kepada mereka untuk mengevaluasi usulan perubahan, mengungkapkan permasalahannya, mempertimbangkan manfaatnya, dan mencari cara untuk mengatasi masalah- masalah yang dihadapi.

4) Start small and be flexible. Perubahan akan lebih mudah diterima jika pelaku perubahan memulai dari hal kecil dan cukup luwes untuk merevisi strategi yang tidak sesuai dengan perencanaan.

5) Create a positive environment. Lingkungan tempat terjadinya perubahan ditentukan oleh sistem kompensasi dan penghargaan serta contoh yang ditampilkan oleh para manajer. Oleh karena itu, perlu dikembangkan sistem kompensasi dan penghargaan yang dapat mengimbangi resiko

yang dihadapi serta penghargaan atas ide-ide perbaikan, meskipun bila ide itu tidak berhasil.

6) Incorporate the change. Perubahan yang diusulkan akan lebih mudah diterima jika dipadukan dengan budaya organisasi yang sudah ada. Artinya perubahan tidak selalu dilakukan dengan menghilangkan atau mengabaikan budaya lama.

7) Provide a quid pro quo. Strategi ini mengandung makna bahwa bila memerlukan sesuatu, berikanlah pula sesuatu.

Misalnya jika perubahan menuntut usaha ekstra dari sebagian karyawan selama periode waktu tertentu maka organisasi harus memberikan kompensasi tambahan atas perubahan itu.

Para karyawan dengan demikian akan merasa dihargai.

8) Respond quickly and positively. Jika penentang potensial menyampaikan pertanyaan atau menyatakan keperihatinan maka pelaku perubahan harus menanggapi dengan cepat dan positif. Tanggapan yang cepat dan positif seringkali bisa menghilangkan keperihatinan sebelum timbul masalah.

9) Work with established leaders. Dalam setiap organisasi ada orang yang dianggap sebagai pemimpin. Pemimpin ini bisa orang yang memiliki kedudukan tertentu (manajer, penyelia, ketua tim, dan lain-lain) dan bisa juga pemimpin informal (karyawan yang sangat dihargai karena pengalaman atau pengetahuan dan keterampilannya yang tinggi). Dukungan dari para pemimpin tersebut sangat dibutuhkan karena karyawan lain menjadikan mereka sebagai panutan. Cara terbaik untuk mendapatkan dukungan mareka adala dengan melibatkan mereka dalam perencanaan perubahan dari tahap permulaan.

10) Treat people with dignity and respect. Memperlakukan sumberdaya manusia sebagai sumber daya organisasi yang memiliki nilai lebih.

merupakan paradigma pembelaan dan melihat tipikal orang jika dikonfrontasikan dengan perubahan. Juran merekomendasikan strategi untuk menangani penentangan terhadap perubahan, yaitu;

1) Involve potensial resisters. Dengan melibatkan para penentang dalam tahap perencanaan perubahan maka organisasi dapat menjamin bahwa mereka memahami dan memiliki kesempatan untuk mengungkapkan pandangan dan persoalannya mengenai perubahan itu. Keterlibatan ini juga dapat menimbulkan rasa kepemilikan dalam perubahan, yang pada gilirannya dapat mengubah para penolak menjadi pendukung perubahan.

2) Avoid surprises. Perubahan bersifat tidak dapat diramalkan dan mengandung ketidakpastian. Hal ini menyebabkan orang menolak perubahan. Oleh sebab itu, sebaiknya para penolak potensial dilibatkan dalam proses perubahan tersebut sehingga mereka tidak mengalami kejutan.

3) Move slowly at first. Untuk mendapatkan dukungan dari para penolak potensial, organisasi perlu memberikan waktu kepada mereka untuk mengevaluasi usulan perubahan, mengungkapkan permasalahannya, mempertimbangkan manfaatnya, dan mencari cara untuk mengatasi masalah- masalah yang dihadapi.

4) Start small and be flexible. Perubahan akan lebih mudah diterima jika pelaku perubahan memulai dari hal kecil dan cukup luwes untuk merevisi strategi yang tidak sesuai dengan perencanaan.

5) Create a positive environment. Lingkungan tempat terjadinya perubahan ditentukan oleh sistem kompensasi dan penghargaan serta contoh yang ditampilkan oleh para manajer. Oleh karena itu, perlu dikembangkan sistem kompensasi dan penghargaan yang dapat mengimbangi resiko

yang dihadapi serta penghargaan atas ide-ide perbaikan, meskipun bila ide itu tidak berhasil.

6) Incorporate the change. Perubahan yang diusulkan akan lebih mudah diterima jika dipadukan dengan budaya organisasi yang sudah ada. Artinya perubahan tidak selalu dilakukan dengan menghilangkan atau mengabaikan budaya lama.

7) Provide a quid pro quo. Strategi ini mengandung makna bahwa bila memerlukan sesuatu, berikanlah pula sesuatu.

Misalnya jika perubahan menuntut usaha ekstra dari sebagian karyawan selama periode waktu tertentu maka organisasi harus memberikan kompensasi tambahan atas perubahan itu.

Para karyawan dengan demikian akan merasa dihargai.

8) Respond quickly and positively. Jika penentang potensial menyampaikan pertanyaan atau menyatakan keperihatinan maka pelaku perubahan harus menanggapi dengan cepat dan positif. Tanggapan yang cepat dan positif seringkali bisa menghilangkan keperihatinan sebelum timbul masalah.

9) Work with established leaders. Dalam setiap organisasi ada orang yang dianggap sebagai pemimpin. Pemimpin ini bisa orang yang memiliki kedudukan tertentu (manajer, penyelia, ketua tim, dan lain-lain) dan bisa juga pemimpin informal (karyawan yang sangat dihargai karena pengalaman atau pengetahuan dan keterampilannya yang tinggi). Dukungan dari para pemimpin tersebut sangat dibutuhkan karena karyawan lain menjadikan mereka sebagai panutan. Cara terbaik untuk mendapatkan dukungan mareka adala dengan melibatkan mereka dalam perencanaan perubahan dari tahap permulaan.

10) Treat people with dignity and respect. Memperlakukan sumberdaya manusia sebagai sumber daya organisasi yang memiliki nilai lebih.

11) Be constructive. Perubahan tidak dilakukan semata-mata hanya untuk merubah, tetapi dilakukan untuk perbaikan terus menerus. Karena itu, harus dimulai dari secara konstruktif dari perspektif bagaimana perubahan tersebut dapat menghasilkan perubahan.

Dalam dokumen Buku Manajemen Mutu Layanan (Halaman 124-132)