i
MEMBUANG HAWA NEGATIF DENGAN TEKNIK SELF CARE PADA KELUARGA BROKEN HOME.
(Studi Kasus Rasanggaro Timur, Desa Matua)
Oleh:
Nur Indah NIM : 180303047
PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM 2022
ii
MEMBUANG HAWA NEGATIF DENGAN TEKNIK SELF CARE PADA KELUARGA BROKEN HOME.
(Studi Kasus Rasanggaro Timur, Desa Matua)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universita Islam Negeri Mataram Untuk Melengkapi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Nur Indah NIM : 180303047
PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM 2022
iv
v
vii
viii MOTTO
ا اهاع ْس ُو الَ ِّا ا ًس ْفان ُ هللّا ُفِّ هلاكُي الَ
Artinya, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. (QS. Al-Baqarah [2]: 286)1
1Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: Toha Oytra, 2007), hlm. 286.
ix
PERSEMBAHAN
“Kupersembahkan skripsi ini kepada orang tuaku tercinta ayahanda Nurdin dan Ibunda Jubaidah, saudara-saudara ku tercinta yang telah memberikan curahan kasih sayang, do’a,
dukungan, cinta, kesabaran dan ketulusan hatinya yang menyertai perjuanganku serta tetesan keringat pengorbanan
yang kalian berikan selama ini sehingga skripsi ini bisa terselesaikan, almamaterku, semua guru dan dosenku."
x
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad. SAW, juga kepada keluarga, sahabat, dan semua pengikutnya. Amin.
Penulis menyadari bahwa proses menyelesaikan skripsi ini tidak akan sukses tanpa bantuan dan keterlibatan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis memberikan penghargaan setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu sebagai berikut.
1. Dr. H.L. Ahmad Zaenuri, M.A sebagai Pembimbing I dan Maliki, M.pd.I sebagai Pembimbing II yang memberikan bimbingan, motivasi, dan koreksi mendetail, terus-menerus, dan tanpa bosan di tengah kesibukannya dalam suasana keakraban menjadikan skripsi ini lebih matang dan cepat selesai;
2. Sebagai penguji yang telah memberikan saran konstruktif bagi penyempurnaan skripsi ini;
3. Dr. Mira Mareta, M.A sebagai ketua jurusan;
4. Dr. Muhamad Saleh Ending, M.A selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi;
5. Prof. Dr. H. Masnun, M. Ag. selaku Rektor UIN Mataram yang telah memberi tempat bagi penulis untuk menuntut ilmu dan memberi bimbingan dan peringatan untuk tidak berlama-lama di kampus tanpa pernah selesai;
6. Kedua orangtuaku dan saudara-saudaraku yang telah mendukung penuh pendidikanku dan tidak memaksa sesuatu yang memang saya tidak mampu.
7. Sahabat dan teman seperjuangan yang senantiasa memberikan inspirasi, motivasi untuk berjuang bersama-sama serta saling memberikan dukungan.
8. Kepada Taehyung yang secara tidak langsung menjadi penyemangat penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
xi
Semoga amal kebaikan dari berbagai pihak tersebut mendapat pahala yang berlipat-ganda dari Allah swt. dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semesta. Aamiin.
Mataram, Penulis,
Nur Indah
xii DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ...ii
HALAMAN LOGO ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
NOTA DINAS PEMBIMBING ... v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... vi
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI ...vii
HALAMAN MOTTO ... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ...xii
DAFTAR TABEL ... ABSTRAK ... x
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian ... 5
E. Telaah Pustaka ... 6
F. Kerangka Teori ... 10
1. Hawa Negatif (Hawa Nafsu) ... 10
a. Pengertian ... 10
b. Bentuk-bentuk hawa negatif ... 11
c. Dampak hawa negatif ... 14
2. Self Care ... 15
a. Pengertian self care ... 15
b. Jenis-jenis self care ... 16
3. Broken Home ... 17
a. Pengertian Broken Home ... 17
b. Penyebab broken home ... 18
c. Dampak broken home ... 22
d. Cara mengatasi broken home ... 27
G. Metode Penelitian ... 31
1. Pendekatan penelitian ... 31
xiii
2. Subjek penelitian ... 32
3. Sumber data ... 32
4. Teknik pengumpulan data ... 34
5. Analisis data ... 37
6. Keabsahan data ... 39
H. Sistematika Pembahasan ... 40
BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN ... 43
A. Gambaran Umum Tentang Lokasi Penelitian ... 43
1. Sejarah desa matua ... 44
2. Visi-misi desa ... 44
3. Letas geografis desa matua ... 45
4. Keadaan masyarakat desa matua ... 47
B. Bentuk Hawa Negatif pada Keluarga Broken Home di Dusun Rasanggaro Timur. ... 49
C. Teknik Self Care Dalam Membantu Korban Broken Homedi Dusun Rasanggaro Timur. ... 55
BAB III PEMBAHASAN ... 63
A. Bentuk Hawa Negatif pada Keluarga Broken Home di Dusun Rasanggaro Timur. ... 63
B. Teknik Self Care Dalam Membantu Korban Broken Home di Dusun Rasanggaro Timur. ... 65
BAB IV KESIMPULAN ... 67
A. Kesimpulan ... 67
B. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 70 LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Daftar Luas Dusun, RW, RT, Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Laki-Laki Dan Perempuan Desa Matua Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Agama
xv
MEMBUANG HAWA NEGATIF DENGAN TEKNIK SELF CARE PADA KELUARGA BROKEN HOME.
(Studi Kasus Rasanggaro Timur, Desa Matua)
Oleh : Nur Indah NIM. 180303047
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi karena banyaknya keluarga broken home akibat hawa negatif yang tidak terkendalikan di sekitar Dusun Rasanggaro Timur. Kemudian para keluarga yang mengalami broken home tersebut kurang memahami tentang dampak menelantarkan anak dan pentingnya menjaga mental anak, serta bagaimana proses tumbuh kembang anak itu sendiri. Peneliti menggunakan metode kualitatif karena lebih menekankan pada makna dan proses daripada hasil suatu aktivitas dengan menggunakan teknik pengumpulan data Observasi, Wawancara, dan Dokumentasi. Peneliti mengambil subjek pada Dusun Rasanggaro Timur Desa Matua, Kecematan Woja, Kabupaten Dompu.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, di Rasanggaro Timur terdapat 28 dari 187 keluarga yang mengalami broken home, hal tersebut disebabkan karena berbagai macam masalah dan adanya hawa negatif.
Masalah yang sering timbul adalah ketidakstabilan emosi, kurangnya komunikasi antar anak dan pasangan orangtua, perselingkuhan, anak yang ditelantarkan dan perceraian serta permasalahan ekonomi. Kemudian untuk membuang hawa negatif dari masalah yang ada, peneliti menerapkan beberapa teknik selfcare, Setelah diterapkan teknik selfcare, peneliti menemukan beberapa perubahan yang terlihat pada perilaku serta keadaan rumahtangga keluarga yang bersangkutan, di antaranya; sudah terbiasa melaksakan sholat berjama’ah yang sebelumnya tidak pernah dilaksanakan, hubungan antar keluarga sudah lebih akur dan lebih bisa dikendalikan walaupun tidak sepenuhnya, serta mereka juga sesekali menghabiskan waktu bersama, bahkan beberapa keluarga juga sudah mampu menyelesaikan konflik keluarganya dengan cara bermusyawarah sendiri dengan kepala dingin tanpa harus melibatkan orang ketiga untuk membantu menyelesaikan masalahnya. Kemudian peneliti menemukan adanya komunikasi yang baik dalam suatu keluarga yang sebelumnya dilakukan secara emosional dan tidak ada lagi yang saling menyalahkan.
Kemudian peneliti menemukan ada satu keluarga yang benar-benar tidak terpengaruh atau tidak ada perubahan yang terlihat. Hal tersebut disebabkan oleh karena mereka terlalu menutup diri.
Kata kunci: hawa negatif, self care, broken home, Rasanggaro Timur, Desa Matua.
1 BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
International Journal of Applied Research menerbitkan sebuah penelitian yang menjelaskan bahwa broken homeadalah kondisi ketika keluarga tidak lagi utuh.Ketidakutuhan keluarga bisa karena perceraian, salah satu orangtua meninggal atau masalah yang tidak terselesaikan dengan baik.2
Broken home identik dengan perceraian orangtua karena pertengkaran atau KDRT. Namun, secara psikologi, anak bisa merasakan broken home pada keluarga utuh.Kondisi ini bisa berdampak pada perkembangan anak remaja.
Ketidakutuhan keluarga bisa karena perceraian, salah satu orangtua meninggal atau masalah yang tidak terselesaikan dengan baik. Bahkan bisa juga karena orang ketiga dalam urusan rumah tangga, misalnya orangtua, mertua, atau keberadaan wanita maupun lelaki idaman lain.
Selain karena perpisahan orangtua, ada lima tipe keluarga dapat membentuk broken home, yaitu; salah satu atau kedua orangtua kecanduan narkoba, alkohol, judi, orangtua melakukan kekerasan fisik pada anak atau anggota keluarga lain, salah satu atau kedua orangtua melakukan eksploitasi terhadap anak, terbiasa mengancam anak saat keinginan orangtua tidak terpenuhi, orangtua otoriter dan tidak memberikan pilihan pada anak.3
Broken home yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi keluarga tidak berjalan dengan rukun, damai dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan dan kondisi keluarga yang strukturnya tidak utuh lagi (perceraian).
Fenomena di atas menjadi dampak yang melanda semua kalangan dari bermacam-macam usia. Dari mulai kalangan elit berduit selangit sampai kelas ekonomi paling bawah, dari mulai anak kecil
2Riska Herliafifah “Berbagai masalah yang dialami anak broken home”,https://hellosehat.com/parenting/remaja/kesehatan-mental-remaja/masalah-anak- broken-home/diakses tanggal 9 Desember 2021.
3Ibid.,,
2
sampai yang sudah tua, semuanya tak pelak menjadi korban broken home. Bahkan beberapa anak korban broken home menjadikan keluyuran sebagai alasan untuk menghibur diri dan rutinitas harian yang kerap dilakukan dari mulai terbit fajar sampai malam. Dari sejak hari senin sampai hari minggu, semuanya dihabiskan untuk keluyuran.4
Dalam penelitian ini penulis tertarik mengangkat isu tentang keluarga broken home yang sudah banyak korbannya, salah satunya anak kurang diperhatikan akibat ego dari para orangtua, tak banyak yang mengetahui dampak dari hal tersebut bisa memberikan efek buruk terhadap perkembangan fisik dan psikologis anak ke depannya.
Anak korban broken homeakan mengalami trauma di masa depan dalam mencari atau menemukan pasangan hidup karena efek dari kejadian-kejadian yang terekam di alam bawah sadar anak tentang kegagalan rumah tangga orangtuanya.
Di tempat yang peneliti jadikan tempat penelitian juga tidak asing lagi dengan kata broken home, pasalnya sekitar sana hampir sebagian keluarga meremehkan hal tersebut karena kurangnya pemahaman tentang dampak menelantarkan anak. Maka tak heran jika adanya pergaulan bebas pada anak, pernikahan usia dini, penyalahgunaan narkoba, pertengkaran dan lain sebagainya. Bahkan sampai orangtua ketika memarahi anaknya kadang ditendang, dipukul, ditarik, dicaci maki dan berbicara yang seharusnya tidak pantas dilontarkan kepada anak-anak.Peneliti sangat prihatin dengan kondisi yang dimana orang-orang meremehkan hal tersebut, dengan alasan agar anak tidak melunjak dan tidak kurangajar kedepannya dan bisa dikasih tau.Mereka tidak sadar bahwa perlakuannya memberikan contoh yang buruk kepada perkembangan dan ingatan pada anak.5
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala desa Matua, Dusun Rasanggaro Timur, Kecamatan Woja, Kabupaten Dompu.
Awal yang dilakukan peneliti, kasus broken home di desa Matua kisaran 28 dari 187 jumlah kepala keluarga yang mengakibatkan anak
4 Fajariah Tri Lestari “fenomena broken home”
https://www.kompasiana.com/thefamo uszgorgeousz/fenomena-broken-home-sebagai- bencana-nasional_54f70c0fa3331100258b46cbdiakses tanggal 9 desember 2021.
5Observasi, Rasanggaro Timur, 11 Desember 2021.
3
menjadi terlantar. Anak yang menjadi korban keluarga Broken home terjadi dari kalangan balita sampai tamatan kuliah. Sebagian besar anak korban broken homedibesarkan oleh sang nenek, orangtua dari ibu/ayah si anak. Dikarenakan sang nenek sudah lansia dan pengetahuan yang minim tentang pentingnya menjaga mental anak itulah yang menambah kerusakan pada proses tumbuh kembang anak.6
Berdasarkan hasil observasi, peneliti menemukan beberapa bentuk hawa negatif yang terdapat pada keluarga broken home yaitu;
komunikasi yang buruk antar orangtua dan anak, intonasi saat berbicara tidak dijaga sehingga terjadi kesalahpahaman, saling menyalahkan satu sama lain, mementingkan diri sendiri tanpa memikirkan masa depan anak, perselingkuhan, tidak menerima keadaan ekonomi keluarga, dan perceraian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik self care emosional dan self care spiritual untuk mempermudah dalam memperbaiki keadaan hawa negatif itu sendiri.
Berangkat dari latar belakang masalah tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian secara mendalam terkait teknik yang diberikan terhadap keluarga broken home di dusun Rasanggaro Timur, Desa Matua dengan judul skripsi “Membuang Hawa Negatif dengan Teknik Self Care pada Keluarga Broken Home.(Studi Kasus Rasanggaro Timur, Desa Matua).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini:
1. Bagaimana bentuk hawa negatif pada keluarga broken homedi dusun Rasanggaro Timur?
2. Bagaimana teknik self care dalam membantu korban broken home di dusun Rasanggaro Timur?
6Syam Firdaus, kepala desa Matua, wawancara, Rasanggaro Timur, 11Desember 2021.
4 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berangkat dari rumusan masalah sebagaimana yang telah dikemukakan di atas dan agar sasaran yang dicapai dalam penelitian ini lebih terarah. Maka berikut penjabaran tujuan penelitian yang dicapai;
a. Untuk mengetahui bentuk hawa negatif pada keluarga brokenhome dalam rumah tangga di dusun rasanggaro timur?
b. Untuk mengetahui bagaimana teknik self care dalam membantu korban broken homedi dusun Rasanggaro Timur?
2. Manfaat Penelitian a. Secara Teoritis
Secara teoritis manfaat dari penelitian ini dapat menambah dan mengembangkan ilmu khususnya pada bidang psikologi dan konseling terhadap teknik self care dalam membantu korban broken home di dusun Rasanggaro Timur.
b. Bagi Mahasiswa
Sebagai salah satu acuan yang bisa digunakan untuk melakukan teknik self care dalam membantu korban broken home di dusun Rasanggaro Timur.
c. Bagi Penulis
Bagi penulis hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dan referensi untuk terus meningkatkan kapasitas diri dalam melakukan teknik self care untuk membantu korban broken home, juga agar dapat berbagi pengalaman dan ilmu kepada orang lain terkait teknik self care dalam membantu korban broken home.
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian 1. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk menghindari pembahasan yang keluar dari fokus penelitian, maka cakupan dan bahasan dalam penelitian ini hanya membahas hal-hal yang terkait dengan fokus penelitian yang sudah dikemukakan sebelumnya mengenai Membuang Hawa Negatif dengan Teknik SelfCare pada Keluarga Broken Home (Studi Kasus Rasanggaro Timur, Desa Matua),
5 2. Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Rasanggaro Timur, Desa Matua Kecematan Woja, Kabupaten Dompu. Alasan peneliti memilih dusun ini untuk dijadikan lokasi penelitian adalah, karena banyaknya kasus broken home yang terjadi tetapi tidak dihiraukan oleh masyarakat sekitar. Di sisi lain juga peneliti melihat kasus broken home yang semakin bertambah seiring berjalannya waktu, dan masyarakat sekitar tidak menyadari bahwa pernikahan dini, pergaulan bebas dan semacamnya itu adalah dampak dari broken home itu sendiri, dan juga kasus ini belum pernah diteliti oleh peneliti terdahulu di desa tersebut.
E. Telaah Pustaka
Berdasarkan tema yang diangkat adalah “Membuang Hawa Negatif dengan Teknik Self Care pada Keluarga Broken Home(Studi Kasus Rasanggaro Timur, Desa Matua) ada beberapa hal yang harus peneliti lakukan dalam penelitian dan mengambil rujukan dari :
1. Karya Agung Ramadhan, dengan judul “Hawa Nafsu Dalam Prespektif Tafsir dan Ilmu Jiwa”.
Penelitian ini membahas hawa nafsu dalam perspektif tafsir dan ilmu jiwa.Secara umum, hasil penelitian ini dalam metode penafsiran ar-Râzî menggunakan metode tahlîlî, Bi-Ra’yi, dan Ilmu Qiroat. Hubungan penafsiran terhadap ayat-ayat hawa nafsu dan ilmu jiwa adalah hawa nafsu dalam bahasa ilmu jiwa disebut thanatos yaitu unsur batin yang berkecenderungan melakukan perbuatan menyimpang atau nafsu al-lawamah dan nafsu al- ammarah. Beberapa perbuatan yang bersumber dari hawa nafsu atau thanatos berupa perbuatan merusak, membunuh, serakah, hasad, iri sombong, melanggar nilai agama dan norma masyarakat. Dalam konsep ar-Râzî cara mengendalikan hawa nafsu dengan bersabar dari apa saja yang dilarang Allah dan selalu berdzikir kepada Allah agar tidak kosong hatinya.
Penelitian ini bersifat kualitatif yaitu penelitian yang lebih menekankan analisis pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati. Metode ini menggunakan pendekatan
6
tafsir yang berpola tahlîlî (analisis) yang menjelaskan, dan mempertajam isi tafsir tersebut.
2. Karya Warzuqni, Dini, dengan judul “Komunikasi Keluarga Broken Home (Studi Kasus Korban Broken Home di Kota Medan)”
Penelitian ini berjudul studi deskriptif kualitatif, Komunikasi Keluarga Broken Home (Studi Kasus Korban Broken Home di Kota Medan). Adapun tujuannya adalah untuk melihat fenomena yang tejadi pada korban broken home lalu menemukan solusi yang tepat agar korban tersebut tidak terjerumus dalam hal negatif. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara kepada informan satu persatu.Korban broken home sangatlah marak di era sekarang.
Banyak hal yang terjadi di karenakan permasalahan keluarga.Permasalahan utama dalam kasus broken home adalah kurangnya kasih sayang, trauma dalam jangka panjang dan kehilangan arah hidup. Itu adalah permasalahan yang selalu dikatakan informan. Mereka bingung harus berbuat apa harus bersikap seperti apa. Ada yang sudah mulai lupa namun tetap merasakan perbedaan dengan anak-anak lainnya. Semua informan yang telah diwawancarai adalah anak broken home yang tidak terjerumus kedalam hal yang negatif seperti bunuh diri,narkoba atau hal yang lainnya. Semuanya adalah pribadi yang dewasa yang ingin maju dan membuat hidup mereka lebih baik.
Dua diantara tiga informan sudah mengalami kejadian seperti ini sedari kecil dan mereka masih merasakan dampaknya ketika di usia dewasa. Itu menandakan bahwa dampak broken home adalah dampak jangka panjang yang harus dihadapi para korbannya.
Meskipun begitu korba broken home harus mampu bangkit dan keluar dari kesengsaraan dan penderitaan mereka. Sehingga kesempatan bahagia masih bisa mereka raih.
3. Karya Ari Sulistiyanto, dengan judul “Broken Home, Penciptaan Karya Seni”
Yang dikaji oleh Ari dalam penelitiannya adalah pengamatan tentang broken home dan pengalaman pribadinya sendiri yang dituangkan dalam bentuk karya seni. Setiap anak
7
berhak untuk tumbuh dan mengembangkan potensinya.Orang tua mereka memiliki tanggung jawab untuk itu.Orang tua adalah aspek fundamental dalam sebuahkeluarga.Membangun keluarga juga didasarkan pada kebutuhan masing-masing anggota keluarga.Keluarga adalah sistem kesatuan terbentuk dari tiga struktur utama, ayah/suami, ibu/istri, dananak-anak.Keluarga adalah tempat pertama anak mendapatkan pengalaman untuk menjalani kehidupannya sendiri.Jadi tolong jangan hancurkan keluarga kami. Untuk semua anak broken home, teruslah melanjutkan hidup anda dan terus bekerja pada apa pun yang anda ingin lakukan.
4. Karya Heni Sasmita, dengan judul “Pemahaman Remaja yang Berasal Dari Keluarga Broken Home Terhadap Nilai-Nilai Agama Islam (Studi Kasus pada Remaja Yang Berasal Dari Keluarga Broken HomeUsia 15-20 Tahun di Kota Palembang).
Yang dikaji oleh Heni Sasmita dalam penelitiannya adalah tentang BrokenHome adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orangtua. Kurangnya kasih sayang dan perhatian dari orangtuadapat membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah diatur. Broken Home sangat berpengaruh besar pada mental remaja ini lah yang mengakibatkan seorang remaja menjadi hilang minat untuk berprestasi. Dalam broken homecara mengatasi remaja ini agar tidak menjadi delinquent ialah orangtua yang bertanggung jawab memelihara anak-anaknya hendaklah memberikan kasih sayang sepenuhnya sehingga remaja tersebut merasa seolah-olah tidak pernah kehilangan salah satu dari orangtuanya, selain itu dalam menghadapi gejala seperti ini, nilai-nilai ajaran agama sebenarnya harus dapat difungsikan dan dipahami. Pemahaman nilai-nilai agama Islam ini antara lain yaitu Akidah, Syariah, dan Akhlak.
Remaja broken home ini berpendapat bahwa semua itu tergantung dari lingkungan pergaulan maupun lingkungan tempat tinggal yang membentuk mereka. Bagi mereka broken home bukanlah suatu alasan untuk menjadi pribadi yang lemah dan dipandang rendah oleh kebanyakan orang, justru broken home dapat
8
membuat remaja ini lebih dewasa dan lebih bijak dalam menghadapi kehidupannya.
F. Kerangka Teori
1. Hawa Negatif (hawa nafsu) a. Pengertian
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang diciptakan dengan kesempurnaanbila dibandingkan dengan makhluk lainya.Diantara kesempurnaan yang diberikan olehAllah SWT adalah kompisisi jiwa yang sangat lengkap.Dalam posisi jiwa (al-nafs)sebagai dirinya sendiri, dia diberikan akal dan kalbu.Secara bersama-sama akal dankalbu merupakan aspek kejiwaan yang memiliki potensi intelektual.Hal ini menjadikanjiwa manusia mampu untuk mengidentifikasi serta memahami kebaikan dan keburukansecara mandiri.7
Untuk mendinamiskan perkembangan jiwa, Allah SWT juga menyertakan hawa nafsu (al-hawa).Hawa nafsu pada awal dan dasarnya memiliki kecenderungan negatif (al- nafs al-ammarah bi al-su).Kecenderungan ini perlu untuk dikendalikan oleh jiwa. Energihawa nafsu yang dapat dikendalikan akan bertransformasi menjadi dorongan positif (al-nafs al-muthmainah).
Al-Ghazali menjelaskan, bahwa dinamika jiwa manusia sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam mengendalikan hawa nafsu (al-hawa). Al-hawa adalah energi gerak yang menumbuhkan hasrat seseorang untuk berperilaku. Energi garak tersebut perlu untuk dikelola dengan baik sehingga akan berpengaruh terhadap munculnya perilaku positif. Sebaliknya bila energi tersebut tidak dapat dikelola dengan baik maka justru akan melahirkan bentuk perilaku negatif dan merusak.8
Hamka memperjelas konsep tentang jiwa dengan pandangannya, bahwa jiwa memiliki aspek yang terdiri dari
7Santoso dkk, “harmonisasi al-ruh, al-nafs, dan al-hawa dalam psiklogi islam”, Jurnal Islamika, (vol.3.no.1.2020)hlm 179.
8Ibid,.. hlm 170
9
akal, hawa nafsu, dan kalbu.Menurut Hamka inti dari jiwa adalah kalbu.Kondisi kalbu sangat ditentukan oleh pertarungan antara hawa nafsu dengan akal.Bila akal mampu memenangkan pertarungan maka kalbu akan baik, namun bila hawa nafsu yang memenangkan pertarungan maka kalbu akan rusak. Kondisi kalbu inilah yang akan mempengaruhi kualitas dari perilaku seseorang.9
b. Bentuk-Bentuk Hawa Negatif
Seperti halnya yang dikatakan oleh Al-Ghazali dan Hamka pada pernyataan di atas bahwa hawa dalam diri pada dasarnya adalah energi gerak yang mempengaruhi perilaku seseorang, jika tidak dapat dikelola dengan baik maka akan menghasilkan bentuk perilaku yang merusak seperti;
keleahan, sering ingin marah, merasa tak nyaman saat berada dalam keramaian, sakit pada bagian tubuh tertentu (pusing, mual), pikiran kacau.10
Energi negatif merupakan kekuatan yang tidak terlihat yang bisa menjadikan hidup kita lebih sulit jika tidak mapu dikendalikan, dan akan menjadikan hidup kita lebih baik jika mampu dikendalikan. Seperti beberapa tanda yang dapat diperhatikan sebagai berikut:
1) Stres
Bila anda sering merasakan stres atau beban pikiran, hingga tidak dapat mengatasi aktivitas sehari-sehari, bisa jadi ini merupakan pertanda bahwa hawa atau energi negatif telah membungkus tubuh anda.Karena energi negatif dapat mempengaruhi suasana hati dan perilaku.Suasana hati yang sering mengalami kejenuhan dan stres juga merupakan pertanda adanya energi negatif dalam tubuh.
9Ibid,..hlm 171.
10Nessy Gunarwan, “apa itu energi positif dan energi negatif”
https://yoursay.suara.com/lifestyle/2021/09/16/123608/apa-itu-energi-positif-dan-energi- negatif-jangan-salah-pilih-yadiakses tanggal 23 januari 2022.
10
2) Badan merasa lelah sepanjang hari
Bila tubuh dipenuhi hawa atau energi negatif, salah satu tandanya adalah badan kita merasa lelah sepanjang hari.Ini merupakan salah satu pertanda bahwa energi negatif kita sedang tinggi.Terkadang kelelahan ini sampai membuat emosi kita pasang surut, meskipun anda sudah meluangkan banyak waktu untuk beristirahat tetapi entah mengapa anda tetap merasa lelah.
3) Mudah sakit
Bila tubuh kita dipenuhi hawa atau energi negatif akan sering sakit-sakitan, sistem kekebalasan tubuh yang melemah membuat tubuh menjadi sering sakit atau kerap terinfeksi virus yang berbahaya. Hal ini adalah bentuk dari penurunan sistem kekebalan tubuh lantaran terlalu banyak energi yang mengelilingi anda.
4) Komunikasi yang buruk
Tanda ini sering sekali dialami tapi tidak banyak yang memahaminya sebagai bentuk dari efek energi negatif dalam tubuh. Imbasnya ketika anda berkomunikasi dengan orang lain, lawan bicara anda seringkali tidak memahami apa yang anda sampaikan, entah itu karena tutur kata anda sulit dipahami atau memang ada sendiri kesulitan menjelaskan apa yang ingin anda utarakan.
5) Sering bermipi buruk
Salah satu pertanda tingginya energi negatif adalah intensitas seseorang dalam bermimpi buruk.Mimpi buruk ini terjadi pada malam-malam dimana anda mengalami stres atau suasana hati yang kurang baik.
6) Sering lupa
Kehilangan atau kelupaan adalah sesuatu yang mungkin sepele dan sering diabaikan, tapi jika anda merasa sering melupakan hal-hal penting di sekitar anda, bisa jadi ini merupakan salah satu pertanda bahwa tubuh anda dipengaruhi energi negatif.Kadang anda melupakan
11
kunci rumah, kunci mobil, dompet, pakaian, sepatu dan lain sebagainya.Terlebih lagi bila anda mengalami kesulitan saat berusaha menemukan barang tersebut, padahal biasanya benda-benda ini berada di dekat anda dan mudah untuk dijangkau.11
c. Dampak Hawa Negatif
Ada kalanya seseorang mengalami gelombang emosi negatif atau pikiran yang tiba-tiba di mana tubuh, pikiran, dan jiwanya bereaksi terhadap hal-hal yang buruk. Biasanya, adanya energi negatif berujung pada depresi meskipun tidak menutup kemungkinan memiliki efek lain yang tak kalah merugikan.12
Tidak masalah merasa sedih, tetapi ketika emosi negatif ini berlanjut untuk periode yang lebih lama dan sering berulang, itu berarti anda menyimpan energi negatif, yang bisa membahayakan tubuh dan pikiran kamu.Ketika anda dipengaruhi oleh energi negatif,kamu mungkin mengalami sakit kepala, sakit perut, sesak napas, kecemasan, depresi, rasa sakit, kegelisahan, dan kebingungan.Jadi, penting untuk membersihkan energi negatif dari hidup anda dan membawa energi positif untuk mengoptimalkan kesejahteraan holistik kamu.13
Hawa nafsu dalam perspektif tafsir dan ilmu jiwa, hawa nafsu adalah fitrah bagi manusia, hawa nafsu ada yang diperbolehkan dan ada yang dilarang dalam ajaran islam. Jika manusia selalu mengikuti hawa nafsunya yang dilarang oleh agama Islam, maka akan memberikan dampak negatif terhadap jiwa. Dalam Al-Qur’an ada 38 ayat berbicara tentang hawa nafsu, 25 ayat bermakna hawa nafsu yang konotasinya
11 Tim portal sulut, “apa saja tanda tubuh dipenuhi energi ngatif”
https://portalsulut.pikiran-rakyat.com/ragam/pr-853091010/apa-saja-tandanya-tubuh- dipenuhi-energi-negatif-baca-disini diakses tanggal 10 mei 2022.
12 Yoga tri priyanto, “tanda saat tubuhmu dipenuhi energi negatif”
https://www.merdeka.com/teknologi/6-tanda-saat-tubuhmu-dipenuhi-energi-negatif.html diakses tanggal 10 mei 2022.
13 Jpnn.com, Jakarta, “https://www.jpnn.com/news/7-trik-jitu-hilangkan- energi-negatif-dari-tubuh-dan-pikiran” diakses pada tanggal 10 mei 2022.
12
bermakna salbiyah (negatif) sedangkan sisanya 13 ayat mempunyai makna yang berbeda. 14
2. Self Care
a. Pengertian Self Care
Pada dasarnya, self care adalah serangkaian kegiatan yang dapat meningkatkan energi positif di dalam diri agar dapat berfungsi dan bisa produktif, baik itu bagi fisik maupun psikis.15
Sederhananya adalah self-care itu kegiatan yang bisa menambah dan meningkatkan energi di dalam dirimu supaya dapat berfungsi dengan baik secara fisik dan mental.Memperhatikan self-care dengan baik dapat meningkatkan produktivitas dan kebahagiaan dirimu karena self-care itu bagian dari self-love.
Aspek self-care sesuai area kehidupan. Agar kamu mudah menerapkan self care dalam diri maka kamu semua perlu mengetahui lima aspek self-care sesuai areanya.16 1. Self-Care Spiritual
Melibatkan apa pun yang membantu kamu menjalin koneksi dengan alam semesta juga penting seperti, meditasi, menikmati alam atau berdoa. Gaya hidup yang melibatkan sisi spiritual seperti agama umumnya termasuk gaya hidup yang sehat
2. Self-Care Sosial
Menjaga hubungan dengan keluarga dan teman sekitar dengan cara berkomunikasi adalah hal penting.
Jika kamu tak bisa bertemu maka luangkan waktu untuk menelpon atau saling mengirim pesan.
3. Self-Care Fisik
14 Agung Ramadhan, hawa nafsu dalam perspektif tafsir dan ilmu jiwa, jakarta, 2018
15 Tasya talitha “pengertian selfcare dan
caranya”https://www.gramedia.com/best-seller/self-care/ diakses tanggal 10 desember 2021.
16 Ade Chandra Gita Kusuma, “self care Penting Untuk Dirimu
”https://satu persen .net/blog/self – care - penting - untuk - dirimudiakses tanggal 23 Januari 2022.
13
Memperhatikan tubuh dengan cara merawatnya adalah salah satu cara agar tubuh dapat berfungsi optimal. Merawat dan menjaga tubuh bisa dimulai dengan mengkonsumsi makanan sehat, pola istirahat cukup, dan sempatkan untuk berolahraga.
4. Self-Care Mental
Cara kamu semua berpikir sangat berpengaruh pada kesehatan psikologismu, hal tersebut tidak boleh diabaikan karena kesehatan mental diantaranya adalah dengan selalu berpikiran positif.
5. Self-care emosional
Memiliki kemampuan untuk mengontrol diri dari emosi amarah, kesedihan, dan rasa tidak nyaman merupakan keterampilan diri yang harus kamu semua miliki.
b. Cara untuk Melakukan dan Meningkatkan Self Care Ada beberapa cara yang dapat kalian lakukan untuk bisa menerapkan dan meningkatkan self care dengan baik di kehidupan sehari-hari. Berikut penjabarannya.17
1. Meningkatkan Self Esteem
Self esteem adalah bagian terpenting dalam self care, khususnya dalam menghindari penyakit kejiwaan atau psikis.
Sebab, tingkat self esteem yang rendah dapat menempatkan diri pada kondisi yang terus gelisah dan negative thinking.
Dengan begitu, berdampak pada gangguan dan depresi yang akan meningkat.
Adapun penerapan self esteem dapat dilakukan dengan cara, seperti mengetahui dan memahami apa kelebihan diri, serta biasakan untuk bersikap tegas agar kalian dapat lebih menghargai pendapat atau ide dan kebutuhan orang lain.
2. Memperhatikan Lingkungan Sekitar
Mulai sekarang, coba untuk memperhatikan lingkungan sekitar tempat tinggal kalian, baik dari segi kebersihannya hingga masyarakat di sekitarnya. Tempat tinggal sebagai cerminan
17 Tasya Talitha, “pengertian self care dan caranya”,…
14
diri. Buatlah lingkungan tempat tinggal sebersih dan senyaman mungkin karena efeknya akan kalian rasakan sendiri.
Kemudian, jangan lupa untuk memperhatikan orang-orang di sekitar, berteman dan bersosialisasi dengan siapa saja itu boleh, akan tetapi kalian juga harus paham bahwa tak semuanya dapat bersikap ramah dan baik pada kalian. Apabila kalian merasa bahwa ada orang yang toxic dan tidak suportif, kalian bisa menghindar. Hal itu karena akan membuat tingkat self care menjadi turun.
3. Memperhatikan dan Menjaga Kebersihan Diri
Selain memperhatikan lingkungan sekitar guna meningkatkan self care, kalian juga perlu untuk memperhatikan kebersihan diri sendiri. Menjaga kebersihan dapat menjauhkan diri dari penularan virus penyakit. Misalnya, mandi untuk membersihkan diri dari debu dan kotoran yang menempel apabila kalian telah melakukan serangkaian aktivitas di luar rumah. Karena kita tak tahu berapa banyak debu dan kuman yang menempel di badan.
4. Meditasi
Bermeditasi akan membantu kalian untuk mengenal rasa emosional, baik itu berupa emosi positif maupun negatif.
Luangkan waktu bermeditasi sekurang-kurangnya 5-10 menit per hari, cukup membuat kita untuk belajar menikmati dan mengapresiasikan diri seutuhnya.
Tak hanya itu, meditasi juga akan memengaruhi cara kerja otak dan kekebalan tubuh positif dengan cara mindfulness.
Mindfulness dapat membantu kalian agar lebih sadar terhadap diri, membuka hati dan pikiran, meningkatkan daya ingat, menjaga keseimbangan, dan menjadi pribadi yang lebih peduli.
5. Berolahraga Rutin
Melakukan olahraga sudah terbukti dapat memengaruhi tubuh dan pikiran kita. Olahraga tak melulu identik dengan kegiatan yang membebani. Ada beberapa olahraga santai yang dapat kita terapkan, seperti senam aerobik, jalan santai (jogging), bersepeda, dan sejenisnya.
15
Olahraga tersebut terbukti bisa mengatasi depresi, gangguan kecemasan, dan mood yang negatif. Selain itu, dengan olahraga kita bisa meningkatkan rasa percaya diri dan penarikan diri kepada lingkungan sosial.
Namun, ada beberapa orang yang memang sulit untuk menerapkan self care yang satu ini. Hal itu karena dalam melakukan olahraga memang membutuhkan niat dan keinginan dari dalam diri agar bisa dijadikan sebagai rutinitas yang tidak membebani.
Kalian dapat membuat jadwal olahraga yang fleksibel dan mencari tahu bahwa olahraga itu memiliki banyak manfaat, tidak hanya untuk kesehatan fisik, melainkan juga kesehatan psikis.
6. Body Care
Bila badan kalian merasa lelah akan pekerjaan yang telah kalian lakukan seharian, lakukanlah self care yang satu ini.
Lakukanlah massage, spa, atau sekadar melakukan aromaterapi akan membuat badan dan pikiran jadi rileks juga fresh. Selain itu, melakukan massage dapat memengaruhi gejala kecemasan, nyeri, depresi, dan sebagainya.
Dengan begitu, apabila pikiran dan badan kita sudah kembali rileks, kita pun akan dengan senang dan fresh kembali dalam melakukan berbagai aktivitas kedepannya.
7. Perhatikan Pola Makan Sehat
Dalam menerapkan self care, perlu untuk memperhatikan dan menjaga pola makan agar tetap sehat dan terhindar dari penyakit. Perbanyaklah konsumsi buah, sayur, kacangan- kacangan, dan sejenisnya. Jadi, tidak hanya rutin berolahraga saja, akan tetapi perhatikan pula segala nutrisi yang masuk ke dalam tubuh.
Kemudian, perlahan untuk membatasi dalam mengonsumsi junk food, makanan kemasan, dan makanan dengan kadar gula yang tinggi, lemak, dan sebagainya. Selain itu, perhatikan juga porsi dan jadwal makan. Coba untuk hindari makan menjelang tidur, jangan lewatkan sarapan, dan hindari porsi makan
16
dengan kadar besar sekaligus. Akan tetapi, baiknya kalian makan dalam porsi kecil, tetapi sering dan rutin sesuai jadwal.
8. Membaca Buku
Tak hanya tubuh yang membutuhkan asupan, akan tetapi jiwa kita juga. Coba luangkan waktu untuk membaca buku. Dengan membaca, kita akan menambah nutrisi di jiwa kita, memperluas jangkauan perspektif kita, dan bisa lebih bijak dalam menghadapi hal-hal dalam hidup.
9. Meluangkan Waktu untuk Diri Sendiri
Mulai dari sekarang, kalian bisa mencoba untuk meluangkan waktu sekadar berehat dari berbagai aktivitas yang telah menghabiskan pikiran dan energi kalian. Adapun self care yang satu ini dapat kalian lakukan, misalnya menonton film kesukaan di kamar, jalan-jalan santai, dan aktivitas lainnya yang dapat membuat diri kalian menjadi tenang.
Meskipun bersosialisasi itu penting, akan tetapi meluangkan waktu untuk diri sendiri juga penting karena sebagai bentuk self care. Penerapan self care ini mampu untuk mengatasi stress karena secara tak sadar, otak kalian juga akan beristirahat dari berbagai masalah yang telah kalian hadapi. Dengan begitu, bila pikiran telah fresh kembali, kalian akan dapat mengambil solusi dan keputusan secara baik dan bijak atas masalah yang kalian hadapi itu.
3. Broken Home
a. Pengertian Broken Home
Broken home dalam bahasa Indonesia adalah sebuah keluarga di mana orangtua telah bercerai atau berpisah.18Pengertian tersebut menunjukkan dengan jelas bagaimana kondisi keluarga broken home secara sempit. Hal tersebut dikarenakan broken home sendiri memiliki arti yang lebih luas tidak hanya pada perceraian dan perpisahan.Broken home merupakan istilah di mana suatu
18Jonathan Crowther, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English,(Oxford University Press: Walton Street, 1995) hlm,141.
17
keluarga yang tidak harmonis sehingga harus mengalami perpecahan.19
Broken home dapat juga diartikan dengan kondisi keluarga yang tidakharmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dansejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkanpertengkaran dan berakhir pada perceraian dan akan sangat berdampak kepadaanak-anaknya khususnya remaja.20
b. Penyebab Broken Home 1) Perceraian Orangtua
Perceraian kerap menjadi faktor utama yang membuat kondisi rumah tangga dikategorikan broken home.Perpisahan antara suami dan istri meninggalkan luka yang mendalam bagi anak-anak.Mereka bingung harus memilih untuk tinggal bersama ayah atau ibu mereka, belum lagi stigma di masyarakat begitu lekat pada keluarga yang mengalami perceraian.
2) Ketidakdewasaan orangtua
Orangtua yang memiliki egoisme dan egosentrisme kerap bertikai satu sama lain. Egoisme adalah suatu sifat buruk pada diri manusia yang selalu mementingkan dirinya sendiri.Sedangkan egosentrisme adalah sikap yang menjadikan dirinya sebagai pusat perhatian.Sifat seperti itu bisa jadi dikarenakan adanya luka batin yang dialami orangtua saat kecil dan belum terselesaikan hingga dewasa.Sosok anak kecil dalam diri mereke kerap meronta ingin diperhatikan, ada perasaan yang lama terpendam belum diselesaikan, akhirnya berimbas pada hubungan saat berumah tangga.
19 Nandy, “pengertian broken home, penyebab, dampak dan cara mengatasinya”, https://www.gramedia.com/best-seller/broken-home/amp diakses tanggal 20 mei 2022.
20 Muhammad Syafran, “Makalah tentang Broken Home”,http://msyafransmts.blogspot.co.id/2014/01/ diakses tanggal 21 Januari 2022
18
Ketidakmampuan untuk bisa berdamai pada diri sendiri, ekspetasi yang terlalu tinggi pada pasangan akhirnya memicu keretakan pernikahan. Setiap orangtua juga pastinya memiliki kekurangan karena begitu banyak persiapan yang perlu dilakukan, baik persiapan fisik, emosi-psikologi, dan terutama persiapan lewat pengetahuan.
3) Tidak adanya tanggung jawab dalam diri orangtua
Kesibukkan orangtua akan karir, hubungan sosial, atau hobi bisa mengikis rasa tanggung jawab pada keluarganya. Seorang ayah yang terlalu sibuk bekerja, lalu sepulang dari kantor ia larut dalam hobinya bermain games. Begitu juga sang ibu yang terlalu asyik dengan kesibukannya bersosialisasi dengan teman-temannya, ditambah lagi kecanduan menonton drakor seakan menjadi prioritas utama disbanding mengurus anak.
Sang anak hanya ditinggal bersama asisten rumah tangga hanya bisa memaklumi keadaan orangtuanya, meskipun jauh dari lubuk hatinya ia memendam kerinduan ingin mendapat perhatian. Ketika sang anak merasa ia bukan lagi menjadi prioritas, ia akan menarik diri dan ikut larut dengan kesibukannya.
4) Jauh dari Tuhan
Dalam suatu pernikahan, hubungan antara suami- istri itu seperti segitiga, Tuhan diibaratkan berada di sisi paling atas, suami di sisi sebelah kiri dan istri di sisi sebelah kanan. Jika mereka dekat dengan Tuhan, maka hubungan rumah tangga akan mengerucut dan semakin dekat satu sama lain. Namun sebaliknya jika sepasang suami istri jauh dari Tuhan maka hubungan keduanya akan saling menjauh satu sama lain.
Atas dasar itulah kedekatan dengan Tuhan menjadi hal yang utama dalam suatu pernikahan, semakin jauh dari tuhan akan banyak godaan yang menghampiri setiap pasangan suami-istri. Ketidakmampuan seorang suami menjadi imam dalam rumah tangga bisa menjadi faktor
19
utama perpisahan dalam rumah tangga.Ketidakdekatan dengan Tuhan bisa berdampak dalam keharmonisan rumah tangga, perbuatan tercela seperti berzina, berjudi, berselingkuh, berbohong, atau menipu menjadi pencetus retaknya mahligai pernikahan.
5) Faktor Ekonomi
Percekcokan karena faktor ekonomi seperti PHK yang dialami suami, ketidakpuasan akan materi yang dituntut sang istri, ketidaksanggupan suami memenuhi kebutuhan keluarga bisa memicu keretakkan rumah tangga. Pada dasarnya manusia memerlukan pemenuhan sandang, pangan dan papan.Apa akibatnya jika suami tak mampu memberi nafkah yang cukup bagi keluarga?
Entah itu karena musibah yang dialami suami seperti PHK, atau rendahnya rasa juang dalam mencari nafkah bagi keluarga.
6) Kehilangan kehangatan dalam keluarga
Sejatinya hubungan dalam suatu keluarga harus terjalin komunikasi yang baik satu sama lain, adanya quality time antara ayah, ibu dan anak harus terjalin setiap hari. Apa jadinya jika di dalam suatu rumah mereka larut dalam kesibukannya masing-masing?
Adakalanya sang ayah ingin segelas kopi hangat dan masakan yang dibuatkan oleh istrinya, adakalanya juga sangibu menginginkan pujian di meja makan saat makan bersama walaupun ia hanya bisa menyuguhkan masakan sederhana, sang anak sejatinya ingin diberi perhatian oleh orangtuanya, ia ingin ditanya apa perasaannya hari ini? Bagaimana eksul yang ia ikut? Bagaimana pelajaran di sekolah? Atau hadiah apa yang ia inginkan jika mendapat nilai bagus?
Bisa dibayangkan betapa hangatnya suatu rumah jika mereka saling memberi perhatian satu sama lain.
Apa jadinya jika yang terjadi adalah kebalikannya, kesibukan masing-masing menjadikan rumah begitu sepi dan hubungan antar keluarga sangat dingin tanpa cinta.
20
7) Kurangnya edukasi dalam hubungan rumah tangga Pernikahan adalah ibadah dengan pahala terbanyak karena ujiannya juga sangat berat, dalam mengarungi hubungan rumah tangga dibutuhkan edukasi antar pasangan agar dapat saling menyayangi, menghormati dan menghargai satu sama lain. Ketika sudah memiliki anak, orangtua diharuskan menggali informasi mengenai pengasuhan, pengasuhan saat anak baru dilahirkan, ketika anak mencapai akil baligh hingga mereka dewasa.
Peranan orangtua sangat penting dalam perkembangan anak, apa jadinya jika orangtua tidak memiliki edukasi tentang pernikahan atau pengasuhan? Tentunya romantisme antar pasangan terganggu dan pengasuhan anak menjadi tidak ideal.21
c. Dampak Broken Home
Broken home memiliki dampak yang berbeda-beda bagi seorang anak tergantung seseorang dalam menyikapi suatu permasalahannya, berikut beberapa dampak broken home bagi anak antaranya:
1) Rendahnya rasa percaya diri
Anak yang mengalami kondisi broken home akan mengalami kehilangan rasa percaya diri karena tekanan mental yang ia terima, kurangnya perhatian dari sang ibu atau tidak adanya pelukan hangat sang ayah bisa menjadikan seorang anak menjadi rendah diri.
2) Lemahnya iman
Tidak adanya figur positif dalam diri anak menjadikan mereka ikut jauh dari Tuhan, seorang ibu sejatinya menjadi sekolah pertama dalm mengajarkan nilai-nilai agama, serta sosok ayah yang seharusnya menjadi contoh baik bagi keluarga. Anak yang tidak memiliki salah satu figure tersebut akan hilang arah dan semakin jauh dari Tuhan, mereka bisa tumbuh menjadi
21 Nandy, “pengertian broken home, penyebab, dampak dan cara mengatasinya”,..
21
anak yang jauh agama dan melakukan perbuatan tercela.
Oleh sebab itu, sangat penting untuk memulai pendidikan agama sejak dini.
3) Kurang kasih sayang
Kurangnya perhatian yang didapat dari orangtua menjadikan mereka tidak cukup merasakan kasih sayang, mereka juga menjadi anak yang tidak terbiasa mengutarakan perhatian pada orang lain, ia bisa menjadi sosok yang dingin, cuek ataupun kasar.
4) Gangguan mental
Traumatic saat sang anak melihat orangtuanya bertengkar, kekerasan fisik atau verbal yang dilakukan orangtua akan membuat anak menjadi depresi. Seiring berjalannya waktu iaakan merasa selalu cemas, takut, tertekan, bahkan ingin mengakhiri hidup. Gangguan mental sendiri bukanlah sesuatu yang mudah disembuhkan.
5) Kebencian pada orangtua
Kurangnya kasih sayang dan perlakuan buruk orangtua menjadikan anak merasa kecewa yang begitu dalam, ditambah lagi jika anak melihat bentuk kekerasan orangtuanya, sulit bagi mereka untuk menghapus memori tersebut sehingga akan membentuk kebencian.
Saat sang anak menjadi korban broken home, ia tidak mampu mengetahui permasalahan yang terjadi. Mengapa orangtuanya bertengkar, mengapa mereka berpisah, mengapa Tuhan memberikan cobaan yang demikian berat?Ia belum mampu menelisik permasalahan lebih dalam dan melemparkan semuanya pada orangtua.
6) Menarik diri
Ada masanya seorang anak yang mengalami broken home akan menarik diri dari lingkungannya, ia merasa takut akan pandangan teman-teman terhadapnya, ia iri dengan keharmonisan keluarga orang lain, ia hanya ingin menyendiri untuk diberi kesempatan bisa berdamai dengan keadaan yang menimpanya.
22 7) Insecurity
Anak yang hidup dalam keluarga tidak harmonis akan merasa insecure atau kecemasan, ia bisa takut akan masa depannya, takut bertemu orang baru, takut dikhianati, takut disakiti hingga takut ditinggalkan. Hal ini dikarenakan kurangnya kasih sayang yang cukup dalam diri mereka.
8) Pemberontak
Anak yang tumbuh di keluarga tidak utuh cenderung menjadi pemberontak, rasa kecewa yang mereka alami, kurangnya perhatian dan hilangnya kepercayaan pada sosok orangtua menjadikan anak tidak lagi menghargai orangtuanya. Anak merasa tidak perlu lagi pandangan orangtua yang sudah lebih dulu gagal memberikan kenyamanan bagi mereka.
9) Tidak teguh pada prinsip
Seorang anak yang tidak memiliki tempat untuk mencurahkan perasaannya, ia cenderung mencari tempat untuk menghibur diri, ia akan hidup tanpa arah tujuan dan memiliki pandangan berubah-ubah sesuai lingkungan di mana ia berada saat itu. Hal ini dikarenakan tidak adanya “rumah” yang menanamkan nilai dan norma yang mendasar dalam kehidupannya, sementara prinsip adalah hal yang harus dibentuk sedari mereka kecil, agar sang anak bisa berpegang teguh pada core value yang diajarkan orangtuanya.
10) Merasa hidupnya sia-sia
Ketika seorang anak merasa kehilangan orang yang disayangi, ia akan merasa hidupnya tidak berarti lagi.
Pupus sudah harapan serta asa yang ingin ia capai selama ini, tidak adanya perhatian dan dukungan penuh kedua orangtua menjadikan ia menyerah begitu saja.
11) Kasar
Anak adalah peniru ulung orangtuanya, ia bisa merekam apa yang ia lihat baik itu verbal atau perbuatan. Tak sengaja semua kenangan itu terekam dan
23
ia menjelma menjadi sosok yang meniru perbuatan orangtuanya. Traumatik yang mereka alami juga bisa mendorong perbuatan agresif bahkan hingga sang anak tumbuh dewasa.
12) Terlalu mengasihani diri
Anak yang mengalami broken home juga bisa merasa larut dalam kesedihan hingga ia merasa hidupnya yang paling menyedihkan, ia cenderung mengasihani diri dan merasa hidupnyanya tidak adil. Ia bisa menyalahkan orangtuanya, menyalahkan nasib hingga menyalahkan Tuhan. Ia akan merasa tidak seberuntung teman- temannya yang memiliki orangtua lengkap, memiliki barang yang ia inginkan, mendapat kehangatan dan dukungan penuh dari orangtua mereka, merasakan quality time yang selama ini ia idam-idamkan. Anak akan semakin terpuruk jika melihat kehidupan orang lain yang sepertinya lebih sempurna, padahal ia tidak mengetahui bahwa orang lain pun mengalami cobaan yang berbeda-beda.22
Seorang anak yang tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang broken home akan berdampak pada perkembangan psikologisnya. Mulai dari sikap yang enggan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar karena bosan dibully dan merasa malu karena sudah tidak punya orangtua lagi.Dari sinilah permasalahan yang lebih serius muncul.
Permasalahan seperti tidak adanya keinginan atau tujuan hidup adalah masalah yang mutlak terjadi saat itu dan permasalahan-permasalahan tersebut dapat memicu depresi pada sang anak. Hal ini sesuai dengan pendapat Sigmund Freud yang menyatakan bahwa “potensi depresi diciptakan pada awal masa kanak-kanak”.23
22Ibid,..
23 Gerald C. Davison, John M. Neale&Annm.K Ring, Psikologi Abnormal, edisi 9. PT Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2014, hlm 380.
24 d. Cara Mengatasi Broken Home
Dalam kondisi pernikahan yang tidak ideal, suami istri diharuskan mencari solusi demi kebaikan anak-anak, jika usaha mediasi gagal dan tidak ada jalan lain perpisahan kerap dipilih agar mereka tidak saling menyakiti satu sama lain, meskipun perceraian adalah hal yang dibenci Tuhan, namun perpisahan menjadi jalan keluar untuk menyelamatkan masa depan anak-anak, ada beberapa cara untuk meminimalisir dampak negatif dari broken home di antaranya adalah:
1) Mengajak anak mendekatkan diri dengan Tuhan
Ajak anak untuk merefleksi kehidupan yang dialami saat ini, tanamkan nilai-nilai agama dan yakinkan bahwa apa yang sudah menjadi guratan takdir adalah skenario terbaik yang Tuhan beri, daripada terus menangisi hidup lebih baik berserah diri agar Tuhan memberikan kebahagiaan di kemudian hari.
2) Melakukan co-parenting
Seorang anak tidak akan pernah bisa memilih untuk tinggal bersama salah satu orangtuanya, dari lubuk hatinya ia masih ingin bersama ayah dan ibunya, maka orangtua sebaiknya bisa menekan ego agar tetap melakukan co-parenting untuk membesarkan anak bersama-sama. Meskipun hak asuh anak jatuh pada ibunya, bukan berarti seorang ayah bisa lepas dari tanggung jawab untuk memenuhi tanggung jawabnya, peran ayah tetap dibutuhkan dalam membangun pondasi kepercayaan diri dan peran ibu untuk membangun core value dalam diri seorang anak.
3) Tidak membohongi anak
Ketika orangtua harus berpisah anak tidak boleh dibohongi dengan alasan apapun, berikan penjelasan sesederhana mungkin bahwa ayah dan ibu sudah tidak bersama lagi, beritahu juga bahwa perpisahan yang dialami oleh orangtua bukanlah salah mereka, namun karena semua ini karena adalah kesepakatan yang ayah ibu pilih untuk menyelamatkan masa depan mereka.
25
4) Memberikan perhatian lebih
Meskipun anak akan hidup di keluarga yang tak lagi utuh bukan berarti anak tidak mendapat perhatian lagi, bangun lagi kedekatan dengan anak agar mereka tidak merasa kehilangan. Pahami bahasa cinta anak, apa yang mereka butuhkan itulah yang harus orangtua berikan.
5) Mengajak anak berempati kepada orang lain
Tidak ada salahnya membawa anak pergi melihat anak jalanan yang harus bergelut mencari nafkah di jalan, atau membawa anak ke panti asuhan atau yayasan anak yatim di sekitar rumah.Tanamkan rasa empati pada anak-anak yang kehilangan orangtua sejak kecil dan anak yang harus berjuang di jalanan untuk mencari sesuap nasi. Beri penjelasan bahwa kehidupan sang anak jauh lebih baik dari mereka, serta ajak mereka bersedekah agar mereka terbiasa menebar kebaikan dengan mencintai sesama.
6) Tidak menebar kebencian pada mantan pasangan
Meskipun sulit untuk bisa berdamai dengan mantan pasangan, namun orangtua harus memberikan pengaruh baik pada emosi anak, jangan menebar benci denga mengatakan hal buruk pasangan, imbasnya adalah anak akan merasa trauma dalam memilih pasangan hidup di kemudian hari. Ia juga akan merasa insecure pada orang baru dan membenci orangtuanya seumur hidup.
7) Selalu berbicara dari hati ke hati
Berikan waktu kepada anak untuk bisa mengutarakan apa yang ia rasakan, jangan hakimi perasaan anak, berikan ia semangat dan dukungan atas apa yang ia rasakan, buatlah perasaanya menjadi lebih baik dan jangan lupa untuk memeluk anak setiap hari.
Peluk erat mereka dan katakana bahwa mereka aman dan kehidupan akan baik-baik saja.
26 8) Berdamai dengan keadaan
Tidak ada yang salah dengan rasa sedih atau kecewa, tidak perlu lari dari keadaan sampai harus menyalahkan diri sendiri. Minta maaflah kepada anak atas segala perlakuan atau kejadian buruk yang mereka hadapi, biarkan mereka menyelami segala emosi yang dirasakan, dan ajak mereka untuk berdamai dengan keadaan katakan pada mereka bahwa “it’s okay to not be okay”.24
G. Metode Penelitian
Dalam penelitian kualitatif instrumen adalah orang atau human instrument, yaitu peneliti itu sendiri.Untuk dapat menjadi instrumen maka peneliti harus memahami teori dan memiliki wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret, dan mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna.25
Dalam penelitian terkait Membuang Hawa Negatif dengan Teknik Self Care pada Keluarga Broken Home (Studi Kasus Rasanggaro Timur, Desa Matua), peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena lebih menekankan pada makna dan proses daripada hasil suatu aktivitas. Untuk melakukan penelitian seseorang dapat menggunakan metode penelitian tersebut.Sesuai dengan masalah, tujuan, kegunaan dan kemampuan yang dimilikinya.
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku.Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis, dan menginterpretasikan kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada.
Dengan kata lain penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan
24 Nandy, “pengertian broken home, penyebab, dampak dan cara mengatasinya”,..
25 Sugiyono, Cara Mudah Menyusun Skripsi Tesis dan Disertasi, (Bandung : Alfabeta, 2015), hlm 235.
27
untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan yang ada.
2. Subjek Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Dusun Rasanggaro Timur, Desa Matua, Kecamatan Woja, Kabupaten Dompu. Dalam penelitian ini penulis tertarik mengangkat isu tentang keluarga broken home yang sudah banyak korbannya. Peneliti menggunakan sampel 10 orang, dari 28 keluarga dalam kasus broken home.
3. Sumber Data
Berdasarkan pendekatan penelitian yang peneliti gunakan, sumber data yang digunakan adalah data kualitatif. Sugiyono menyatakan bahwa yang dimaksud dengan data kualitatif adalah data yang bersumber dari deskripsi yang luas dan berlandaskan, serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat, sehingga dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa, melalui sebab akibat dalam lingkup orang-orang setempat, dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat.26
Peneliti menggunakan jenis data kualitatif, yaitu data yang tidak berupa angka-angka, melainkan diuraikan dalam bentuk kalimat. Adapun data kualitatif meliputi :
a. Data tentang gambaran umum mengenai objek penelitian b. Data lain yang tidak berupa angka
Adapun jenis-jenis dengan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua macam, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder :
a. Sumber Data Primer
Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari sumber pertama baik dari perorangan atau kelompok.27 Untuk memperoleh data primer ini peneliti menggunakan catatan tertulis yang berasal dari wawancara dengan Kepala Desa Matua, Kecamatan Woja, Kabupaten Dompu,
26Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm 284.
27Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996) hlm 42.
28
beberapa Kepala Keluarga di tempat yang bersangkutan, serta anak-anak korban broken home, dan melakukan observasi tentang teknik self care pada tujuan yang bersangkutan.
b. Sumber Data Sekunder
Data sekunder bersumber dari buku atau literatur yang terkait dengan pusat penelitian, untuk itu peneliti mengumpulkan informasi pada buku atau literatur mengenai hawa negatif dan teknik self care. Sumber tertulis didapatkan dari buku dan atau majalah ilmiah, arsip, dokumen pribadi dan resmi, dan dokumen lainnya yang peneliti butuhkan untuk menyempurnakan data penelitian yang didapatkan.28
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akanpeneliti gunakan dalam penelitian ini adalah: Observasi, Wawancara, dan Dokumentasi.
a. Observasi
Observasi terdiri dari dua macam yakni observasi partisipatif dan observasi non partisipatif.Adapun dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi non partisipatif yakni observasi yang dilakukan dengan mengamati perilaku subjek penelitian tanpa berinteraksi dengan subjek yang diteliti.29
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi non partisipatif yakni observasi yang dilakukan dengan mengamati perilaku subjek penelitian tanpa harus berinteraksi dengan subjek yang diteliti. Data observasi yang dibutuhkan peneliti untuk melaksanakan penelitian terkait dengan Membuang Hawa Negatif dengan Teknik Self Care Pada Keluarga Broken Home (Studi Kasus Rasanggaro Timur, Desa Matua) yakni dapat dibagi menjadi dua, pertama observasi terkait dengan hawa negatif dilihat dari hubungan orangtua dan anak, terutama dalam
28Ibid,… hlm 42
29Djamaan atori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2014) hlm 104.
29
ruang lingkup rumah dan keseharian mereka, serta kendala yang dihadapi saat ingin melakukan komunikasi antar orangtua dengan anak begitupun sebaliknya. Peneliti melakukan observasi terkait dengan didikan orangtua terhadap anak dan dampaknya terhadap perkembangan anak, kekerasan dalam rumahtangga baik bersifat fisik maupun non fisik. Kedua, peneliti memberikan teknik self care emosional dan self care spiritual sebagai sarana untuk memperbaiki hawa negatif yang ada pada keluarga bersangkutan. Dengan teknik observasi ini, peneliti melakukan pengamatan tentang Membuang Hawa Negatif dengan Teknik Self Care pada Keluarga Broken Home (Studi Kasus Rasanggaro Timur, Desa Matua).
b. Wawancara
Wawancara merupakan cara untuk menghimpun data melalui sesi tanya jawab yang dilakukan secara teratur berdasarkan pada tujuan penelitian.30Dalam penelitian ini penelitian menggunakan teknik wawancara semi terstruktur (Semi Struktured interview) yakni jenis wawancara yang sudah termasuk dalam kategori wawancara mendalam (indept interview), dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur.Adapun tujuan dari wawancara jenis ini untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat atau keterangan. Dengan teknik wawancara semi terstruktur ini peneliti melakukan wawancara dengan Kepala Desa Matua, Dusun Rasanggaro Timur dan beberapa kepala keluarga yang bersangkutan, serta anak-anak dari korban broken home. Sehingga peneliti mendapatkan informasi yang relevan terkait dengan penelitian tentang Membuang Hawa Negatif dengan Teknik Self Care pada Keluarga Broken Home (Studi Kasus Rasanggaro Timur, Desa Matua).
30Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007) hlm, 139
30 c. Dokumentasi
Dokumentasi asal katanya adalah document artinya barang tertulis, yaitu informasi yang diterima secara tertulis, baik dokumen tertulis berupa foto maupun gambar kegiatan.31
Penelitian kualitatif biasanya, teknik pengumpulan datanya tidak punya pola tertentu dan pusat penelitian bisa berubah.Kesuksesan penyelidikan atau peneliti naturalistik sangat bergantung pada catatan lapangan yang dibuat.Untuk itu peneliti mendapatkan data yang sesuai dengan penelitian ini yakni teknik yang diteliti di Dusun Rasanggaro Timur, Dompu.Data jiwa di DusunRasanggaro Timur, data jumlah kepala keluarga, data jumlah perceraian dan data jumlah korban broken home, dan dokumentasi juga berupa foto kegiatan saat memberikan teknik dan prosesnya.
5. Analisis Data
Adapun terkait dengan pengertian analisis data, menurut Noeng Muhadjir, yang dikutip oleh Ahmad Rijali yakni bahwa analisis data adalah upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain. Sedangkan untuk meningkatkan pemahaman tersebut analisis perlu dilanjutkan dengan berupaya mencari makna.32
Dalam melakukan analisis data peneliti akan menggunakan tiga tahapan sebagai berikut:
a. Tahap Kodifikasi Data
Tahap kodifikasi data merupakan tahap pekodingan terhadap data. Hal yang mereka maksud dengan pengkodian data adalah peneliti memberikan nama atau penamaan terhadap hasil penelitian. Hasil kegiatan tahap
31Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2002) hlm,21.
32 Ahmad Rijali, “Analisis Data Kualitatif”, Al Hadharah, (vol.17,no.33,thn.2018) hlm 84.