• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Makna Modern yang dikaitkan dengan Periodisasi (kurun waktu)

Periodisasi ini meskipun semula hanya merupakan periodesasi dalam sejarah kebudayaan Barat, tetapi kini telah diterima secara umum.

Dalam sejarah lazimnya dibagi menjadi tiga periode yaitu: zaman klasik, zaman pertengahan dan zaman modern. Zaman klasik dibagi menjadi dua periode yaitu, pertama, zaman pra sejarah yang dimulai sejak era paleolitik, peradaban Mesir, Mesopotamia, Babilonia, Persia Kuno dan Yahudi. Kedua, masa peradaban klasik Yunani dan Romawi. Pada zaman klasik ini peradaban Yunani dan Romawi memberikan warna dan arah peradabannya. Zaman pertengahan diawali pada abad keenam sampai abad keenambelas. Peradaban zaman pertengahan menduduki tempat tersendiri dalam sejarah dengan berakar pada peradaban Yunani-Romawi, Byzantium dan Arab.7 Ketiga, mengenai kepastian akhir abad pertengahan sulit dipastikan zaman dimulainya zaman modern. Hanya ada dua hal yang terpenting yang menandai sejarah modern yaitu: runtuhnya otoritas gereja dan menguatnya otoritas sains. Hal inilah yang menjelaskan yang lainnya,8 di antaranya, pada abad ke-14 terjadi krisis, zaman pertengahan yang berlangsung hingga abad ke-15, sementara abad ke-15 dan ke-16 zaman itu, dikuasai oleh suatu gerakan yang disebut renaissance (masa kelahiran kembali).9

Renaissance secara historis adalah suatu gerakan yang meliputi suatu zaman di mana orang merasa dirinya sebagai telah dilahirkan kembali

7Irfan Safruddin, “Kritik terhadap Modernisme; Studi Komparatif Pemikiran Jurgen Habermas dan Seyyed Ḥossein Nasr, Disertasi Doktor (Yogyakarta: 2003), hlm. 19.

8Bertrand Russel, History of Western Philosophy and it’s Connection with Political and Social Circumtanses drom the Earliest Times to the Present Day, terj. Sigit Jatmiko dan Agung Prihantoro, Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno Hingga Sekarang, Cet. III (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 645.

9Renaissance mulanya hanyalah segelintir orang di antaranya Petrach dan Boccio yang telah menganut paham modern, lalu menyebar ke sebagian besar orang-orang Italia yang terdidik. ibid., hlm. 651.

DU MM Y

dalam keadaban. Dalam kelahiran kembali itu orang kembali kepada sumber-sumber yang murni bagi pengetahuan dan keindahan.10

Maksud dari kelahiran kembali di sini adalah kebangkitan kembali pemikiran yang bebas dari dogma agama. Renaissance merupakan zaman peralihan ketika kebudayaan abad tengah mulai mengubah diri menjadi kebudayaan modern. Manusia pada zaman ini, adalah manusia yang merindukan pemikiran yang bebas, seperti pada zaman Yunani kuno. Manusia mulai bebas dan berkembang, manusia ingin mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri, dan tidak didasarkan atas campur tangan Tuhan. Semangat renaissance menimbulkan rasa kepercayaan pada otonomi manusia dalam memperoleh kebenaran. Kebebasan berpikir berkembang setelah lumpuh dari dominasi gereja yang selama ini bersikap intoleran terhadap pemikiran. Martabat manusia telah kembali. Pico Della Mirandola (tahun 1463 M-tahun1494 M.) berkata sebagaimana dikatakan oleh Syamsuri bahwa Ia membayangkan Tuhan berkata ke manusia ciptaan-Nya: “Kami telah menempatkanmu sebagai pusat dunia dan mulai sekarang kamu dapat dengan mudah mengamati segala sesuatu dalam dunia, sehingga dengan kebebasan memilih dan kemuliaan seperti halnya pencipta dirimu sendiri, kamu dapat membentuk dirimu sekehendakmu.11 Pernyataan di atas menggambarkan bahwa manusia sebagai pusat ilmu pengetahuan.

Karena itu, ilmu pengetahuan berkembang pesat tidak seperti pada abad pertengahan. Pada masa renaissance ini, kebenaran tidak lagi bersumber pada teks-teks suci, melainkan pada langkah-langkah metodis berupa pengamatan empiris dan perumusan hipotesis.12 Semangat renaissance menimbulkan rasa kepercayaan pada otonomi manusia dalam memperoleh kebenaran. Dengan kata lain, peralihan dari cosmosentris ke anthroposentris.

Modernisasi sebagai suatu istilah yang sudah sangat trendi saat ini, meskipun pengertiannya samar-samar, tetapi bermanfaat karena cenderung membangkitkan asosiasi pikiran yang serupa kepada pembaca-pembaca di zaman ini. Mungkin yang pertama-tama terbayang dalam pikiran mereka

10Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Cet. VI (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hlm. 11.

11Donny Cahral Adian, Menyoal Obyektifitas Ilmu Pengetahuan dari David Hume sampai Thomas (Jakarta: Teraju, 2002), hlm. 10.

12Ibid., hlm. 41-42.

DU MM Y

adalah apa-apa yang berkaitan dengan teknologi zaman sekarang dengan perjalanan jet-nya, penjelajahan antariksanya dan tenaga nuklirnya. Akan tetapi menurut pengertian yang umum, perkataan “modern” mencakup seluruh era sejak abad ke-18, ketika terjadi penemuan mesin uap dan mesin pemintal menjadi landasan teknik yang pertama bagi industrialisasi di masyarakat. Transformasi ekonomi di Inggris bersamaan waktunya dengan gerakan kemerdekaan di Amerika dengan terbentuknya negara-bangsa (nation-state) dalam kancah revolusi Prancis. Oleh karena itu, perkataan

“modern” juga membangkitkan asosiasi dengan demokratisasi masyarakat, terutama hancurnya hak-hak istimewa yang turun-temurun dan pernyataan tentang persamaan hak-hak warga negara.

Selanjutnya, modernisasi masyarakat lahir dari struktur sosial yang ditandai oleh tidak adanya persamaan dan keadaan itu didasarkan atas ikatan-ikatan kekerabatan, hak-hak istimewa yang turun-temurun dan kekuatan yang sudah mapan dengan kestabilan yang berbeda-beda, karena sama-sama menekankan soal urutan tingkat kedudukan yang diwarisi. Sebagai bentuk kesadaran, modernitas dicirikan oleh tiga hal, yaitu subjektivitas, kritik, dan kemajuan. Subjektivitas dimaksudkan bahwa manusia menyadari dirinya sebagai subjek, yaitu sebagai pusat realitas yang menjadi ukuran segala sesuatu. Istilah kritik sudah implisit dalam subjektivitas itu yang dihadapkan kepada otoritas. Dengan kritik dimaksudkan bahwa rasio tidak hanya menjadi sumber pengetahuan, melainkan juga menjadi kemampuan praktis untuk membebaskan individu dari wewenang tradisi atau menghancurkan prasangka-prasangka yang menyesatkan. Subjektivitas dan kritik, pada gilirannya mengandaikan keyakinan akan kemajuan. Kemajuan dimaksudkan bahwa manusia menyadari waktu sebagai langkah yang tak terulangi.

Waktu dialami sebagai rangkaian peristiwa yang mengarah pada satu tujuan yang dituju oleh subjektivitas dan kritik itu.13

Sebagai suatu “periode” atau zaman kesadaran di atas, mulai muncul pada abad ke-16, lalu memuncak pada abad ke-18 dan penentuan modernitas memuncak pada abad ke-19. Rumusan yang berbeda, namun esensi yang kurang lebih sama, Dominique Wolton merumuskan bagaimana spectrum gagasan yang sebagai berikut:

13F. Budi Hardiman, Filsafat Modern, Op. Cit., hlm. 3-4. Bandingkan dengan David Ray Griffin, ed., Spiritually and Society: Postmodern Visions (Albany: State University of New york Press, 1988), hlm. 17-24.

DU MM Y

Modernitas ditandai oleh ketidakpercayaan, jika bukan penolakan terhadap tradisi; keutamaan diberikan kepada individu dan kepentingan kebebasan yang tidak dapat diabaikan; keyakinan kepada akal, kemajuan dan sains (tiga serangkai); pemisahan masyarakat yang sakral dan agama melalui proses sekularisasi; membuka nilai perubahan dan penemuan;

dan yang lebih umum keunggulan yang didasarkan pada refleksi diri dan pelembagaan diri; akhirnya pada level politik, kemunculan sektor swasta yang berbeda dari sektor publik (negara); pentingnya hukum dan negara; keharusan membangun dan mempertahankan kebebasan publik yang menjadi kontradiksi demokrasi.”14

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, modernisasi yang berkaitan dengan periodisasi (kurun waktu) adalah suatu dinamika atau gerakan (renaissance) untuk menolak atau meninggalkan hal-hal yang dianggap sebagai masa lalu dan menganut hal-hal yang baru. Ia memiliki sejarah yang panjang dan menggemparkan, muncul sebagai simbol antitesa, perlawanan, pemberontakan dan penolakan terhadap apa yang lampau dan tradisional.

b. Makna Modern yang dikaitkan dengan Penemuan di Bidang