• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEYYED ḤOSSEIN NASR

2. Masa Belajar di Amerika

Seperti dijelaskan terdahulu bahwa ayah Nasr bercita-cita agar anaknya menguasai Islam dan peradaban Barat. Kedatangan Seyyed Ḥossein Nasr di Amerika pada usia muda, merupakan awal dari sebuah periode baru dalam kehidupan yang sama sekali berbeda dengan situasi di Iran, daerah tempat Seyyed Ḥossein Nasr dibesarkan. Di Amerika, Seyyed Ḥossein Nasr tinggal di rumah kerabatnya di kota New York, lalu kemudian langsung melanjutkan pendidikannya pada sekolah menengah atas Peddie school di Highstown. Pada tahun 1950 M, Seyyed Ḥossein Nasr menamatkan studinya dan diberi tugas membawakan pidato perpisahan (valedictorian) dan memenangkan wyclifte Award yang merupakan penghargaan tertinggi yang diberikan sekolah kepada siswa yang paling menonjol dalam semua hal, walaupun Seyyed Ḥossein Nasr paling berbakat dalam bidang matematika dan sains, tetapi bukan hanya itu yang ia pelajari, selama empat tahun belajar di Peddie, Seyyed Ḥossein Nasr juga mempelajari bahasa Inggris, sains, sejarah Amerika, kebudayaan Barat dan agama Kristen.10

Sesudah menyelesaikan tingkat menengahnya, Seyyed Ḥossein Nasr mendaftarkan diri pada Massacheusetts Institute of Technology (MIT) Amerika Serikat, salah satu perguruan tinggi bidang teknologi terbaik di dunia hingga saat ini. Seyyed Ḥossein Nasr menjadi

10William C. Chittick, The Essential Seyyed, Op. Cit., hlm. ix-x.

DU MM Y

mahasiswa Iran pertama yang diterima sebagai mahasiswa Strata Satu di MIT. Di MIT, Seyyed Ḥossein Nasr memulai kuliahnya di jurusan fisika (sains) bersama dengan beberapa mahasiswa yang paling berbakat di Amerika saat itu, di bawah asuhan seorang profesor fisika yang hebat. Keputusannya untuk belajar fisika, dimotivasi oleh keinginan untuk memperoleh pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu, paling tidak pada tingkat realitas fisik.

Namun pada akhir tahun pertama, sekalipun termasuk mahasiswa terbaik di kelasnya, Seyyed Ḥossein Nasr mulai merasa tertekan oleh semacam suasana ilmiah yang angkuh dengan positivismenya yang tersirat. Dalam benak Seyyed Ḥossein Nasr, banyak hal pertanyaan metafisik yang telah menjadi perhatiannya sejak awal, ternyata tidak ditemukan di MIT.

Dalam suatu kesempatan, Seyyed Ḥossein Nasr terlibat diskusi kecil dengan filosof Inggris terkemuka, Bertrand Russel (tahun 1872 M-tahun 1970 M),11 salah seorang dosen Seyyed Ḥossein Nasr di MIT, yang menyatakan bahwa fisika tidak membahas tentang sifat realitas fisik, melainkan tentang struktur matematik yang terkait dengan interpretasi terhadap sesuatu hal. Ketika itu, Seyyed Ḥossein Nasr sangat terkejut dengan penjelasan tersebut dan mengalami krisis intelektual dan spiritual yang hebat, meskipun tidak sampai menghancurkan keyakinannya terhadap Tuhan, namun pandangan dunianya goyah, khususnya pemahamannya tentang makna hidup, signifikansi pengetahuan dan sarana untuk menemukan kebenaran.

Ia kemudian berniat meninggalkan bidang fisika, MIT bahkan Amerika Serikat, tetapi berkat kedisiplinan yang ditanamkan oleh ayahnya, mencegahnya untuk meninggalkan studinya sama sekali.

11Bertrand Russel adalah seorang filosof Barat yang sangat berpengaruh dalam perkembangan filsafat pada abad dua puluh. Sumbangannya yang paling penting adalah logika matematika dan filsafat logika. Ia juga tidak hanya menguasai banyak topik filsafat, tetapi juga ilmu-ilmu sosial, alam dan ilmu politik. Sepanjang hidupnya, Ia terlibat dalam perdebatan umum mengenai isu-isu sosial dan politik yang tidak terhitung. Ia menulis sistem logika yang menghasilkan matematika.

Ia juga mengembangkan dua teori yaitu: teori bentuk dan teori descripsi, dan memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan kebenaran, makna dan kepercayaan melalui bukunya “The Problem of Philosophy” yaitu pengenalan klasik terhadap filsafat dan cara berfilsafat. Lihat Diane Collinson, Fifty Major Philosophers, terj. Ihzanuddin Makmur dan Mufti Ali, Fifty Major Philosophers, Cet. I (Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 197.

DU MM Y

Akhirnya, berhasil lulus dengan pujian walaupun hatinya tidak lagi ke fisika.12

Setelah memperoleh gelar B.Sc., (Bachelor of Science) dalam bidang fisika, M.A., dalam bidang matematika, Seyyed Ḥossein Nasr melanjutkan pendidikannya pada Program Pascasarjana di Universitas Harvard, Amerika Serikat dalam bidang geofisika dan geologi pada tahun 1956 M. Setelah mendapat gelar Master di bidang geologi dan geofisika, Seyyed Ḥossein Nasr melanjutkan kuliahnya untuk mendapatkan gelar Ph.D., dalam bidang sejarah sains, hususnya sains Islam. Dalam bidang ini, ia diajar oleh satu-satunya pakar sains Islam, yaitu George Sarton.

Namun, Sarton meninggal sebelum Seyyed Ḥossein Nasr menulis disertasinya. Kemudian dalam bidang sejarah ilmu pengetahuan, diajar oleh H.A.R Gibb, dan dalam bidang filsafat dan teologi diajar oleh Harry Wolfson.13 Pada tahun 1958 M, berhasil meraih gelar Ph.D.

dalam usia 25 tahun, dengan disertasi berjudul “Conceptions of Nature in Islamic Tahunought” (konsepsi-konsepsi tentang alam dalam pemikiran Islam).14 Di usia yang sama, Seyyed Ḥossein Nasr sedang dalam proses menyelesaikan buku pertamanya, Science and Civilization in Islam tahun 1968 M. 15

Selama kuliah di Universitas Harvard, Seyyed Ḥossein Nasr juga sempat berkunjung ke Eropa, terutama ke Prancis, Swiss, Inggris, Italia dan Spanyol. Kunjungan-kunjungan ini memperluas cakrawala intelektualnya dan merintis hubungan komunikasi yang bermanfaat dengan beberapa tokoh di kemudian hari. Selama perjalanannya ke Eropa ini, Seyyed Ḥossein Nasr bertemu dengan penulis tradisionalis dan perintis filsafat perennial terkemuka, Fritjhof Schoun dan Titus Burchadrt, yang memberi dampak dan kontribusi luar biasa dan menentukan terhadap kehidupan intelektual dan spiritual Seyyed Ḥossein Nasr. Selanjutnya, Seyyed Ḥossein Nasr juga pergi ke Maroko.

Kepergiannya memiliki makna spiritual penting bagi Seyyed Ḥossein Nasr untuk mengikuti dan mempraktikkan ajaran sufisme seperti yang

12Ibid., hlm. x-xi.

13William C. Chittick, The Essential Seyyed, Op. Cit., hlm. xi.

14Waryono Abdul Gafur, “Seyyed Ḥossein Nasr Neo Sufisme sebagai Alternatif Modernisme”, dalam Khudori Soleh (ed), Pemikiran Islam Kontemporer, Cet. I (Yokyakarta: Jendela, 2003), hlm. 379.

15Edisi pertama diterbitkan oleh Harvard University Press, Cambridge, 1968.

Lihat Wahyuddin Halim, Sufisme dan Krisis, Op. Cit., hlm. 31.

DU MM Y

diajarkan oleh wali sufi besar dari Maroko, Syaikh Aḥmad al-Alāwi (tahun 1869 M - tahun 1934 M). Dengan demikian, tahun-tahun berada di Harvard telah menjadi saksi bagi kristalisasi unsur intelektual dan spiritual utama dari pandangan dunia Seyyed Ḥossein Nasr. Sejak itu, unsur-unsur yang ditemukan mendominasi dan menentukan arah dan pola kesarjanaan dan karir akademiknya.16 Di samping itu, Seyyed Ḥossein Nasr juga belajar agama-agama yang berkembang di Timur seperti Hindu dibawa bimbingan George De Santillana. Salah satu ilmu yang diperoleh adalah bahwa di Barat sekarang tengah terjadi perjuangan untuk mempertemukan titik pandang antara, sains, filsafat, dan agama.17 Selain itu, Seyyed Ḥossein Nasr pun diperkenalkan pemikiran tentang metafisika dari Rene Guenon, A.E. Coomaraswamy, F. Shcuon, dan T. Burckhardat. Perkenalannya dengan pemikiran tentang metafisika tersebut memberikan tempat tersendiri dalam intelektualnya.18

Pada awal tahun 1950-an, Seyyed Ḥossein Nasr terlihat aktif dalam kelompok diskusi terbatas mahasiswa fisika, matematika dan kimia di MIT. Seyyed Ḥossein Nasr bersama kelompok intelektual muda ini secara kritis dan tajam mempertanyakan secara menyeluruh landasan pemikiran dan peradaban Barat. Dalam perkembangan lebih lanjut, kelompok ini dipimpin oleh Theodore Roszak menjadi gerakan Counter Culture terhadap peradaban Barat, sehingga Seyyed Ḥossein Nasr tercatat terlibat aktif dalam gerakan tersebut.19