• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEYYED ḤOSSEIN NASR

4. Hijrah ke Amerika

Pada tahun 1960-an sampai tahun 1970-an, Seyyed Ḥossein Nasr menjadi guru besar di tiga benua: Asia, Eropa dan Amerika, sehingga aktivitasnya terutama adalah memberikan ceramah/kuliah di beberapa negara, antara lain, Amerika, Eropa, negara-negara Timur Tengah, India, Jepang dan Australia, berkisar pada pemikiran Islam dan problem manusia modern. Di samping itu, Ia juga aktif menulis buku, artikel dan monograf lainya.26 Karena sikap pro aktifnya, Seyyed Ḥossein Nasr terhadap Reza Shah Pahlevi, maka Ia sangat dibenci dan dicurigai terutama oleh para aktivis gerakan menentang Shah.

Sikap politik Seyyed Ḥossein Nasr ada hubungannya dengan konsep pemikiran tradisionalnya tentang politik, yaitu bersikap realis dalam politik (real politik). Akibatnya, ketika situasi politik Iran mengalami perubahan drastis dengan berakhirnya kekuasaan Shah melalui kudeta revolusi Islam Iran, Seyyed Ḥossein Nasr berada dalam posisi genting dan terancam. Menjelang revolusi meletus pada tahun 1979 M, Seyyed Ḥossein Nasr hijrah ke Amerika serikat dan memutuskan untuk tidak kembali ke Iran, dan tetap menetap di Amerika.27

Universitas George Washington DC. Kemudian secara intensif, meneliti dan menulis naskah sebagai bahan kuliah di Gifford yang bergengsi, di University of Edinburgh Inggris yang undangannya telah diterima sebelum revolusi Islam Iran meletus. Selain itu, Seyyed Ḥossein Nasr juga mendapat kehormatan menjadi sarjana non-Barat pertama yang diundang untuk memberikan serangkaian kuliah yang paling terkenal dalam bidang teologi alam dan filsafat agama di Barat. Menurut C.A.

Qadir, undangan untuk memberi kuliah di institusi ini merupakan kehormatan istimewa bagi Seyyed Ḥossein Nasr dan merepresentasikan sebuah penghargaan kepada kesarjanaan Asia.29

Pemberian kuliah yang disajikan Seyyed Ḥossein Nasr, secara mendalam mulai menelusuri sejarah desakralisasi pengetahuan yang perlahan-lahan berlangsung di Barat. Ia menyatakan bahwa, pemiskinan spiritual manusia Barat adalah akibat dari upaya mereka yang menduniawikan pengetahuan dan terputusnya kontak dengan Yang Maha Kuasa. Materi kuliah di Gifford Seyyed Ḥossein Nasr ini, kemudian diterbitkan pada tahun 1981 M yang berjudul “Knowledge and The Sacred”

(Pengetahuan dan Yang Suci). Buku ini mendapat sambutan luas dari dunia Timur maupun Barat, meskipun masa penulisannya sangat singkat hanya kurang dari tiga bulan, bolak-balik antara Boston dan Philadepia karena mengajar di dua tempat. Ia sendiri mengungkapkan bahwa penulisan naskah Knowledge and The Sacred sesungguhnya datang sebagai hadiah dari surga, karena mampu menyelesaikan naskah kuliah- kuliah tersebut dengan fasilitas dan kecepatan luar biasa, seolah-olah ia menulis dari sebuah teks yang telah dia hafal sebelumnya.30

Pada tahun 1982, Seyyed Ḥossein Nasr, bersama Ewert Cousins dan beberapa filsuf lainnya, berkolaborasi pada sebuah proyek besar menerbitkan Encyclopedia of World Spirituality. Kemudian pada tahun 1989, menerbitkan sebuah buku Islamic Spirituality Foundation. Sejak diterbitkannya kedua karya ini, dijadikan referensi bagi mereka yang tertarik pada bidang tasawuf.

29C.A.Qadir, Philosophy and Science in The Islamic World, terj. Hasan Basari, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989), hlm. 155.

30Seyyed Ḥossein Nasr, Knowledge and the Sacred (Albany: State University of New York Press, 1985), hlm. iii.

DU MM Y

Setahun kemudian, Seyyed Ḥossein Nasr, berhasil merampungkan karya dan pikiran-pikiran guru yang sangat dikaguminya dalam pemikiran tradisional dan perennial, yaitu Fritahunof Schoun, yang diberi judul Tahune Essential Writings of Fritahunof Schoun A Basic Reader.

Pada tahun 1983 M. Seyyed Ḥossein Nasr menyampaikan kuliah tentang filsafat agama di Universitas Toronte Kanada, juga membantu dalam pendirian AAR (American Academy of Religion) sebuah intitusi akademik di Amerika Serikat yang menghimpun para sarjana pengkaji agama-agama dan menyelenggarakan program seminar periodik dan penerbitan karya-karya yang terkait. Ia sangat diakui sebagai penganjur utama filsafat perennial, akhirnya menerbitkan buku Tahune Essential Writings of Fritshof Schoun pada tahun1986 M.

Pada tahun 1990 M, Seyyed Ḥossein Nasr, terpilih sebagai pelindung pada pusat studi Islam dan hubungan Kristen-Muslim di Georgetown University di Wasington DC. Selain itu, bersama dua puluh pemikir Islam terkemuka lainnya, termasuk anggota assembly dari pihak Islam dalam sidang peringatan seabad parlemen agama-agama sedunia yang berlangsung di Chicago Amerika Serikat pada tanggal 28 Agustus sampai 4 September 1993, dan dihadiri sekitar enam ribu peserta dari berbagai penjuru dunia dan dari berbagai latar belakang agama.31

Selain menulis beberapa buku, Seyyed Ḥossein Nasr juga melakukan perjalanan ke Eropa, memberikan ceramah dan terlibat dalam kegiatan intelektual. Ia memberikan kuliah di Oxford, Universitas London dan beberapa universitas lainnya di Inggris dan menjadi anggota akademi Temanos. Pada tahun 1994 M, ia diundang untuk memberikan kuliah Caldbury di Universitas Brimingham dan menghasilkan sebuah karya yang berjudul Religion and the Order of Nature (Agama dan Tatanan Alam).

Selain ke Inggris, Seyyed Ḥossein Nasr juga ke Spanyol bagian selatan, khususnya yang masih menunjukkan bekas-bekas pening galan tradisi Islam, sekaligus mengingatkan negara asalnya, yaitu Iran.

Dalam perjalanannya, Ia terinspirasi untuk menulis beberapa puisi yang berkaitan dengan tema Spanyol, salah satu dari empat puluh tema spiritual yang berjudul Poems of Tahune Way. Di tengah-tengah kesibukannya memberi kuliah dan ceramah, tetap menyiapkan waktu

31Wahyuddin Halim, Sufisme dan Krisis, Op. Cit., hlm. 48.

DU MM Y

untuk menulis, sehingga pada tahun 1987 M. kembali mempublikasikan bukunya yang berjudul Islamic Art and Spirituality (Seni dan Spiritualitas Islam) dan Traditional Islam in the Modern World. Dalam karya ini, ia mengungkapkan betapa setiap ekspresi seni dalam tradisi Islam dilandaskan pada hakikat batin. Seni merupakan pendorong kuat bagi kehidupan spiritual dan berkaitan erat dengan spiritualitas Islam. Malahan tanpa spiritualitas Islam, seni akan sesat, sedangkan spiritualitas tanpa seni akan gersang tak bergairah.32

Karya berikutnya, membahas beberapa dimensi penting dan tradisi Islam dan berhubungan dengan Barat. Dalam karyanya, ia dengan jelas mengidentifikasi dirinya sebagai seorang tradisionalis, dalam bukunya yang berjudul Islam and The Plight of Modern Man and Islamic Life and Tahunought.33

Seperti diungkapkan di atas, dengan diundangnya Seyyed Ḥossein Nasr memberi kuliah dalam bidang pemikiran Islam pada Gifford Lecture di Universitas Edinburg, Inggris, yang merupakan kuliah tahunan sebagai tradisi di universitas ini sejak tahun 1988, membuktikan bahwa ia termasuk dalam daftar intelektual dunia. Biasanya, perkuliahan ini disampaikan oleh para pemikir dunia terkemuka dan orisinal seperti:

Bergson, William James, Farazer, Eddington, Whitehead, Schwitzr, dan Serington. Daftar nama-nama tersebut meliputi teolog, dan ilmuan, yang pandangan-pandanganya sangat berpengaruh pada pemikiran-pemikiran manusia hampir melampaui satu abad. Karena itu, tidak mengherankan jika Seyyed Ḥossein Nasr menyebut kuliah ini sebagai

“kuliah bergensi” (pristigious lecture), sekaligus sarjana Muslim satu-satunya dan intelektual Timur pertama yang mendapat kehormatan menyampaikan kuliah pada forum ini.34

Sewaktu Fazlur Rahmān dan Ismā’il Rāji al Farūqi masih hidup, Seyyed Ḥossein Nasr dan kedua pemikir ini, dijuluki sebagai tiga intelek Muslim paling terkemuka di AS sejak dekade 1970-an. Pada tahun 1988 M Harford Seminary Foundation mengadakan konferensi tentang kaum Muslimin di AS, untuk aspek intelektualnya ketiga orang inilah yang dibahas.

32Ibid., hlm. 50.

33Seyyed Ḥossein Nasr, Tradisional Islam in The Modern World (London: KPI Limited 1987), hlm. viii.

34Seyyed Ḥossein Nasr, Knowledge and The Sacred, Op. Cit., hlm. vii.

DU MM Y

Selain mengajar, Seyyed Ḥossein Nasr juga aktif memberi ceramah dan kuliah di berbagai negara, menulis buku dan artikel.

B. Konstruksi Pemikiran Seyyed Ḥossein Nasr